Perubahan Paradigma Pengelolaan Sampah Perkotaan

xxvi kelompok masyarakat LSM, PKK, Dharma Wanita, RTRW dan Organisasi Kepemudaan Karang Taruna; 9. Pemilihan teknologi yang akan dipakai disesuaikan dengan kemampuan dukungan pembiayaannya teknik operasional; Apabila prasyarat minimal tersebut di atas telah ada indikasinya, maka konsep IKDU bisa dilaksanakan di wilayah tersebut, setidak-tidaknya untuk skala kawasan.

2.4 Perubahan Paradigma Pengelolaan Sampah Perkotaan

Persoalan dalam mengatasi sampah perkotaan termasuk dampak negatif sampah sebagaimana diuraikan pada bab-bab sebelumnya, dikarenakan pada umumnya konsep penanganannya masih menggunakan paradigma konvensional, yaitu dengan pola “kumpul-angkut-buang”. Dalam pola ini sampah yang dihasilkan semuanya dikumpulkan dan dibuang ke TPA. Pola ini sebenarnya bukan pola yang buruk apabila dilaksanakan secara terpadu serta mempunyai lahan TPA yang mencukupi. Namun untuk kondisi saat ini, dengan pola konvensional saja tidaklah cukup dikarenakan pada umumnya kondisi TPA tidak memungkinkan apabila hanya mengandalkan pada pola konvensional saja. Diperlukan terobosan-terobosan guna menekan sekecil mungkin volume sampah yang dibuang di TPA. Saat ini telah banyak konsep-konsep pengelolaan sampah perkotaan dengan paradigma modern, yaitu berorientasi pada pengurangan volume sampah yang dibuang ke TPA atau biasa disebut minimisasi sampah. Konsep-konsep tersebut dikenalkan dalam rangka menekan segala sesuatu yang menyebabkan xxvii timbulnya sampah reduce, memanfaatkan kembali sampah yang dapat digunakan reuse dan melakukan pendaurulangan recycling sehingga program tersebut dikenal sebagai program 3 R. Untuk mewujudkan upaya minimisasi sampah dengan cara pendaurulangan maka paradigma bahwa sampah merupakan sosok materi yang tidak berguna harus diubah menjadi sampah merupakan sosok materi yang memiliki nilai guna. Selanjutnya perlu dikembangkan pemikiran-pemikiran tentang bagaimana upaya-upaya pemanfaatan nilai guna yang terkandung dalam sampah tersebut Satori, 2007: 1-2. Upaya pemanfaatan nilai guna sampah saat ini sebenarnya telah banyak dilakukan oleh masyarakat. Salah satu aktor yang memanfaatkan hal tersebut adalah para pemulung yang memungut jenis sampah tertentu dan menjualnya ke lapak atau bandar untuk kemudian diteruskan ke industri daur ulang recycling industry . Pemungutan sampah oleh pemulung tersebut hanya untuk sampah- sampah anorganik atau sering disebut juga sampah kering, seperti plastik, kertas, karton, dan logam. Sementara itu, untuk jenis sampah organik saat ini juga telah banyak aktor yang melakukan daur ulang, yaitu diolah menjadi pupuk kompos atau pupuk organik. Walau demikian, aktivitas-aktivitas pendaurulangan sampah saat ini belum menunjukkan hasil yang signifikan dalam upaya meminimalkan sampah kota. Agenda 21 Indonesia dalam Satori 2007: 2 mengemukakan bahwa tingkat pendaurulangan dan komposting sampah di Indonesia saat ini baru 8,1 dari total produksi sampah perkotaan. Hal tersebut belum cukup untuk mengurangi laju xxviii produksi sampah. Menurut perkiraan peluang pendaurulangan sampah anorganik mencapai 15-25 dan untuk pengomposan 30-40. Belum signifikannya pendaurulangan sampah baik organik maupun anorganik dalam upaya minimisasi sampah saat antara lain disebabkan beberapa hal sebagai berikut: a. Belum adanya rancangan usaha business plan sistem daur ulang sebagai sebuah industri dengan memperhitungkan berbagai aspek keindustrian; b. Belum adanya sistem jaringan pemasaran pruduk-produk daur ulang sehingga tidak adanya koneksitas linkage baik antara produsen-konsumen, antara produsen-produsen, maupun konsumen-konsumen; c. Kegiatan daur ulang masih dianggap sebagai usaha sampingan dan alternatif usaha terakhir karena tidak ada peluang lain; d. Masih terbatasnya anggaran yang disediakan terutama oleh pemerintah daerah untuk menerapkan berbagai pemikiran yang mengarah pada kegiatan daur ulang sampah; e. Kurangnya sosialisasi sehingga pemahaman masyarakat tentang manfaat kegiatan daur ulang baik dari segi lingkungan maupun ekonomi masih minim; f. Kegiatan daur ulang yang ada saat ini tidak memiliki sinergi dan tidak terintegrasi dalam sistem dan manajemen sampah kota Satori, 2007: 2.

2.5 Rangkuman Kajian Literatur