BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang masalah
Tiap masyarakat berkembang terus dan pendidikan dibutuhkan oleh masyarakat untuk membantu perkembangan itu. Perkembangan berarti
meneruskan dan meningkatkan serta memperbaharui apa yang dimiliki. Hal ini tentu saja tidak mudah bagi masyarakat. Pendidikan menjadi instrument
masyarakat untuk mencapai itu semua, apalagi di jaman yang serba canggih ini. Sekolah adalah lembaga kemasyarakatan yang didirikan khusus untuk
melakukan kegiatan pendidikan. Tujuan kegiatan pendidikan membantu siswa mengembangkan pengetahuan, pengertian, keterampilan, sikap agar dapat
menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Di sini siswa dituntut untuk menjadi lebih dewasa dan lebih
mandiri. Dalam mengembangkan pengetahuan, keterampilan ataupun sikap
kedewasaan dan kemandirian dari seorang siswa diperlukan seorang guru, di mana peran guru sangat berarti bagi perkembangan seorang siswa. Di sini guru
tidak hanya mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan tetapi juga mengajarkan berperilaku yang baik. Maka dari itu guru sebagai pendidik ataupun pengajar
merupakan prasarana untuk mencapai kesuksesan dalam setiap usaha pendidikan. Guru memegang peranan strategis terutama dalam upaya membentuk watak
bangsa melalui pengembangan nilai- nilai dan kepribadian. Hal itu menunjukkan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
bahwa guru mempunyai peranan yang cukup besar dalam membentuk dan mengembangkan suatu masyarakat atau bangsa. Dari segi pembelajaran, peranan
guru dalam masyarakat Indonesia tetap dominan dan tidak dapat digantikan sekalipun teknologi dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran sangat pesat
berkembang. Hal ini disebabkan karena proses pendidikan atau proses pembelajaran yang diperankan oleh guru yang menyangkut pembinaan sifat
mental ma nusia bersifat unik. Guru tidak hanya diperlukan oleh para murid di ruangan kelas, tetapi juga
diperlukan oleh masyarakat dalam menyelesaikan aneka permasalahan yang dihadapi. Masyarakat menempatkan guru pada kedudukan yang tinggi, yaitu di
depan memberi teladan, di tengah-tengah membangun serta di belakang memberikan dorongan dan motivasi. Kedudukan seperti ini merupakan tantangan
untuk mengembangkan prestasi bukan saja di depan kelas, tidak saja di batas- batas pagar sekolah, tetapi juga di tengah-tengah masyarakat. Nana Soedarsono,
Suara Daerah, No. 185.1986 Pada saat guru memperbaiki citra profesinya yang semakin terpuruk, ada
sebagian kecil oknum guru yang melanggar atau menyimpang dari kode etiknya. Masyarakat tidak dapat membenarkan pelanggaran-pelanggaran seperti berjudi,
mabuk-mabukkan, pelanggaran seks, korupsi bahkan beberapa waktu lalu ada seorang guru olahraga menyiksa anak didiknya. Jika ini semua dilakukan seorang
pendidik guru ini dianggap sangat serius. Anehnya kesalahan-kesalahan sekecil apapun yang diperbuat guru mengundang reaksi yang begitu hebat di masyarakat.
Hal ini dapat dimaklumi karena dengan adanya sikap demikian menunjukkan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
bahwa guru seyogyanya menjadi panutan bagi masyarkat di sekitarnya. Di mana dan kapan saja guru akan selalu dipandang sebagai guru yang harus
memperlihatkan kelakuan yang dapat ditiru oleh masyarakat. Pandangan tentang citra guru sebagai orang yang wajib digugu dipatuhi
dan ditiru diteladani tanpa reserve perlu diragukan ketepatannya. Konsep keguruan yang klasik tersebut mengandalkan pribadi guru serta perbuatan
keguruannya adalah tanpa cela, sehingga pantas hadir sebagai manusia yang pantas dipatuhi. Hal ini tidak sesuai dengan kenyataan karena sedikit anak didik
yang menghormati seorang guru. Jadi citra guru wajib ditiru dan digugu tanpa reserve tersebut perlu disikapi secara kritis dan realistis. Benarlah bahwa guru
dituntut menjadi teladan bagi siswa dan orang-orang di sekelilingnya, tetapi guru adalah orang yang tidak bebas dari cela dan kelemahan. Citra guru yang sempurna
dan ideal, selamanya tetap merupakan cita-cita Samana, 1994: 25. Tinggi rendahnya citra suatu profesi guru di mata masyarakat biasanya
berkaitan erat dengan status sosial ekonomi pemegang profesi yang bersangkutan. Pada saat pra-kemerdekaan, status sosial ekonomi profesi guru cukup tinggi.
Mereka mendapat imbalan jasa yang memadai untuk hidup sejahtera bersama keluarganya. Pada saat ini rendahnya status sosial ekonomi profesi guru ikut
menjadi salah satu faktor yang menyebabkan merosotnya citra profesi guru di Indonesia. Contoh saja jika itu adalah guru pembantu, gajinya tidak bisa
mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup. Ini juga ditunjukkan dengan sikap anak didik yang tidak bisa menghormati
guru sebagai orang yang mendidiknya. Anak didik sering menganggap guru sebagai teman sehingga rasa penghormatan terhadap guru kurang. Siswa sekarang
cukup kritis membuat guru lebih banyak beban yang diemban walau terkadang pengorbanan guru hanya dipandang sebelah mata oleh siswa. Apalagi jika sudah
lulus maka jasa para guru pun dilupakan. Keadaan seperti ini cukup memperhatinkan bagi seorang pendidik guru.
Setelah melihat fenomena di atas, maka penulis merasa tertarik untuk mengetahui secara nyata, jelas, secara dekat kenyataan sebenarnya mengenai
perbedaan sikap siswa terhadap profesi guru. Dari perbedaan sikap siswa baik yang positif maupun negatif terhadap profesi guru akan berpengaruh pada diri
siswa yaitu akan membangkitkan atau justru melemahkan tugas mulianya dalam dunia pendidikan.
B. Pembatasan Masalah