Tabel dan Penjelasan NAMA BINATANG YANG DIGUNAKAN

berunsur satu nama binatang dalam bahasa Indonesia adalah ayam. Jumlah peribahasanya 46 empat puluh enam. Ayam dapat digunakan dalam peribahasa berunsur satu nama binatang dalam bahasa Indonesia dengan jumlah paling banyak karena ayam sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari dan tingkah laku ayam bermacam-macam. Kedua, jumlah total peribahasa yang berunsur dua nama binatang dalam bahasa Indonesia ada 96 sembilan puluh enam buah dengan menggunakan 70 tujuhpuluh nama binatang. Ayam dan itik, enggang dan pipit, serta gajah dan harimau adalah binatang yang banyak digunakan dalam peribahasa yang berunsur dua nama binatang dalam bahasa Indonesia karena peribahasanya berjumlah 5 lima sampai 4 empat. Buaya dan harimau, gajah dan pelanduk, kucing dan tikus, serta musang dan ayam adalah binatang berjumlah sedang yang digunakan dalam peribahasa berunsur dua nama binatang dalam bahasa Indonesia karena jumlah peribahasanya adalah 3 tiga. Ayam dan elang, ayam dan musang, elang dan musang, gajah dan kuman, ikan dan belalang, kucing dan harimau, kuda dan keledai, langau dan gajah, anjing dan babi, anjing dan kucing, anjing dan kuda, anjing dan musang, anjing dan gajah, ayam dan penyu, balam dan ketitiran, bangau dan badak, bangau dan kerbau, beruk dan kera, buaya dan ikan, burung dan ketam, burung dan punai, cacing dan ular, cecak dan kaper, elang dan agas, elang dan ayam, elang dan belalang, elang dan buaya, elang dan burung pungguk, elang dan murai, elang dan punai, gagak dan bangau, gagak dan murai, gajah dan babi, gajah dan kancil, gajah dan kancil, gajah dan katak, gajah dan kera, gajah dan rusa, gajah dan tuma, gajah dan udang, gajah dan ular, harimau dan kambing, harimau dan pelanduk, harimau dan tikus, ikan dan burung, ikan dan kucing, kambing dan kerbau, katak dan lembu, kera dan belacan, kerbau dan ayam, kerbau dan harimau, kerbau dan kuda, kerbau dan sapi, kuda dan lembu, lalat dan kerbau, pipit dan enggang, pipit dan gajah, semut dan belalang, sepat dan cacing, serigala dan domba, tikus dan kucing, udang dan ikan, ular dan belut, serta ular dan ikan adalah binatang berjumlah sedikit yang digunakan dalam peribahasa berunsur dua nama binatang dalam bahasa Indonesia karena jumlah peribahasanya adalah 2 dua sampai 1 satu. Ayam dan itik dapat digunakan dalam peribahasa berunsur dua nama binatang dalam bahasa Indonesia dengan jumlah paling banyak karena ayam dan itik sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari dan tingkah laku ayam dan itik bermacam-macam. 109

BAB III MAKSUD YANG DIREPRESENTASIKAN OLEH NAMA BINATANG

DALAM PERIBAHASA BAHASA INDONESIA 3.1 Pengantar Dalam bab ini dibahas tentang maksud apa saja yang direpresentasikan oleh nama binatang dalam peribahasa bahasa Indonesia. Maksud yang direpresentasikan oleh nama binatang dalam peribahasa bahasa Indonesia meliputi, 1 maksud memuji, 2 maksud menyindir, 3 maksud menasehati, 4 maksud menggambarkan perilaku baik, 5 maksud menggambarkan perilaku buruk, 6 maksud menggambarkan keadaan wajar, 7 maksud menggambarkan keadaan menyenangkan, 8 maksud menggambarkan keadaan menyedihkan, 9 maksud menggambarkan keadaan kecelakaan, dan 10 maksud menggambarkan keadaan sosial.

3.2 Maksud Memuji

Memuji memiliki definisi melahirkan kekaguman dan penghargaan kepada sesuatu atau yang dianggap baik, indah, gagah berani, dsb Sugono, dkk., 2008: 1112. Maksud memuji adalah satu tuturan yang diberikan oleh penutur dengan tujuan memberi rasa kagum atau memberi penghargaan kepada mitra tutur. Peribahasa dapat dipakai untuk tujuan memuji seseorang. Satu peribahasa yang diucapkan untuk memberi pujian kepada seseorang akan lebih menghasilkan simpati di hati daripada dikemukakan dengan tuturan kalimat pernyataan. Peribahasa yang berunsur nama binatang dalam bahasa Indonesia dengan maksud memuji tampak pada contoh berikut: 568 Ayam tangkas di gelanggang Widjoputri, 2009: 11 569 Duduk seperti kucing, melompat seperti harimau Widjoputri, 2009: 38 570 Bagai belut digetir ekor Widjoputri, 2009: 13 Contoh 577, ayam tangkas di gelanggang bermakna „orang pandai berbicara dan berpidato di muka umum‟ Widjoputri, 2009: 11. Dari makna tersebut, ayam merepresentasikan orang yang pandai berbicara dan berpidato. Pada kenyataannya ayam memiliki sifat tangkas saat diadu, ayam tangkas mendeskripsikan satu keahlian yang ada dalam diri seseorang. Ketangkasan di sini bisa dimaknai sebagai suatu “keahlian”. Dalam konteks ini, keahlian yang dimaksud adalah keahlian sebagai seorang yang pandai berpidato atau sering disebut sebagai orator. Berdasarkan maknanya, maksud dari contoh 577 adalah memberi pujian kepada orang yang pandai berbicara atau berpidato di muka umum, misalnya di sini pujian tersebut ditujukan untuk Presiden RI pertama, yakni Soekarno atau Bung Karno. Bung Karno sudah sangat dikenal dengan kemampuan orasinya. Siapa pun tahu Bung Karno pandai sekali berpidato. Berdasarkan konteks di atas, peribahasa tersebut ditujukan untuk memuji Bung Karno, seperti terlihat dalam kalimat berikut: “Jika kita mengenang Bung Karno, salah satu yang patut kita puji adalah kepandaiannya dalam berpidato. Ia layak kita sebut sebagai ayam tangkas di gelanggang ”. Contoh 578, duduk seperti kucing, melompat seperti harimau bermakna „kelihatannya diam, tetapi setelah berbuat akan kelihatan ketangkasan dan ketegasannya‟ Widjopurti, 2009: 38. Dari makna tersebut, kucing merepresentasikan seseorang yang pendiam, sedangkan harimau merepresentasikan seseorang yang tegas. Pada kenyataannya, seekor harimau ketika dalam posisi duduk pasti akan terlihat seperti seekor kucing, setelah melompat baru tampaklah bahwa dia adalah seekor harimau. Duduk seperti kucing mendeskripsikan satu sifat seseorang yang pendiam, sedangkan melompat seperti harimau mendeskripsikan satu sifat ketangkasan seseorang. Berdasarkan maknanya, uraian 578 mempunyai maksud memuji seseorang, yakni memuji seseorang yang kelihatannya pendiam, akan tetapi setelah bertindak akan memunculkan ketegasan. Dalam konteks ini, misalnya diucapkan oleh seorang dosen saat mengajar di kelas dan tuturan ini ditujukan kepada salah satu mahasiswanya yang pendiam misalnya Sari. Di kelas Sari terkenal sebagai seorang anak yang pendiam, tetapi ketika Sari berbuat sesuatu, misalnya menjawab pertanyaan dari dosennya baru kelihatan ketangkasan dan ketegasannya. Seperti tampak dalam kalimat berikut: Dosen : “Sari, coba kamu jawab pertanyaan nomor empat”. Sony : Menjawab dengan benar dan tegas dengan jawabannya. Dosen : “Saya salut denganmu Sari, kau ini duduk seperti kucing, melompat seperti harimau ”. Contoh 579, bagai belut digetir ekor bermakna „orang yang sangat tangkasserba cepat Widjoputri, 2009: 13. Dari makna tersebut belut merepresentasikan dengan seseorang yang tangkas atau serba cepat. Pada kenyataannya, belut merupakan binatang yang sulit untuk ditangkap dengan tangan kosong. Hal ini disebabkan oleh sifatnya yang licin. Hal inilah yeng mendeskripsikan sikap tangkas dan serba cepat dari seekor belut. Peribahasa ini juga berarti jika manusia pun ada yang mempunyai sifat tangkas atau serba cepat dalam mengerjakan sesuatu pekerjaan dalam hal ini bekerja cepat dengan hasil yang sangat memuaskan. Berdasarkan maknanya, contoh 579 mempunyai maksud memuji seseorang, yakni memuji ketangkasannya atau kerja cepatnya dalam mengerjakan sesuatu. Peribahasa ini sangat sesuai jika dituturkan dalam konteks olahraga. Salah satu contohnya dalam bidang sepak bola. Hal ini tampak dalam kalimat berikut: “Lionel Messi itu bagai belut digetir ekor”. Tuturan di atas dapat dimaknai sebagai pujian karena Lionel Messi merupakan pesepakbola yang memiliki ketangkasan dan kecepatan dalam berlari. Hal ini yang memungkinkan Messi susah dihentikan oleh pemain lain. Inilah yang mendekati sifat belut, yaitu licin dan tangkas.

3.3 Maksud Menyindir

Definisi menyindir adalah mengkritik mencela, mengejek, dsb seseorang secara tidak langsung atau tidak terus terang Sugono, dkk., 2008: 1311. Maksud menyindir adalah satu tuturan yang diberikan oleh penutur dengan tujuan memberi kritikan celaan, ejekkan, dsb kepada mitra tutur. Peribahasa dapat dipakai untuk tujuan menyindir. Dengan sebuah peribahasa dapat dihindarkan perkataan-perkataan yang berkonotasi negatif, jika akan menyindir perbuatan seseorang. Peribahasa yang berunsur nama binatang dalam bahasa Indonesia dengan maksud menyindir tampak pada contoh berikut: 571 Anjing itu meskipun dirantai dengan rantai emas sekalipun, niscaya berulang-ulang juga ia ke tempat najis Widjoputri, 2009: 9 572 Laksana kera dapat bunga Widjoputri, 2009: 62 573 Katak hendak menjadi lembu Widjoputri, 2009: 56 Contoh 580, anjing itu meskipun dirantai dengan rantai emas sekalipun, niscaya berulang-ulang juga ia ke tempat najis bermakna „orang yang dasarnya hina tidak akan dapat mengubah tingkah lakunya, meskipun ia diberi tempat yang baik dan layak Widjoputri, 2009: 9. Dari makna tersebut, anjing merepresentasikan orang yang hina. Pada kenyataannya dalam masyarakat kita, terutama umat Muslim menganggap anjing sebagai binatang yang dianggap najis atau kotor karena liurnya. Anjing dalam peribahasa ini mendeskripsikan orang yang hina. Orang yang hina di sini dimaknai dengan orang yang mempunyai tabiat buruk yang sukar untuk dihilangkan. Peribahasa ini juga mempunyai arti bahwasannya orang pun ada yang dianggap hina karena perilakunya yang dianggap menyimpang, misalnya seorang penjahat atau pencuri yang sudah diterima oleh masyarakat akan tetapi ia mengulangi perbuatan mencuri lagi dan tidak mempunyai sikap menyesal atas perbuatannya. Berdasarkan maknanya, contoh 580 mempunyai maksud menyindir, yakni penutur memberi celaan kepada mitra tutur yang dasarnya hina tidak akan dapat mengubah tingkah lakunya meski ia sudah diberi tempat yang layak. Dalam konteks ini, misalnya diucapkan oleh masyarakat di lingkungan tempat tinggal si pencuri tadi sebut saja Gondrong dengan maksud menyindir perilakunya. Seperti tampak dalam kalimat berikut: “Anjing itu meskipun dirantai dengan rantai emas sekalipun, niscaya berulang-ulang juga ia ke tempat najis. Jika melihat Gondrong dia pantas menerima peribahasa itu, lihat saja sekarang dia masuk penjara lagi gara-gara mencuri ayam semalam. Untung saja dia tidak mati dihakimi masa”. Contoh 581, laksana kera dapat bunga bermakna „orang yang tidak bisa menghargai sesuatu karena tidak mengerti‟ Widjoputri, 2009: 62. Dari makna tersebut, kera merepresentasikan orang yang tidak bisa mengerti. Pada kenyataannya, kera itu jika diberi bunga tidak akan mengerti fungsi bunga karena seekor kera itu berelasi berhubungan dengan pisang bukan dengan bunga. Berbeda jika lebah yang diberi bunga karena pada dasarnya lebah berelasi dengan bunga. Jadi sangat wajar jika kera tidak akan mengerti kalau dia diberi bunga karena tidak sesuai dengan duniannya. Kera dapat bunga mendeskripsikan suatu hal yang tidak bisa dimengerti seseorang karena tidak tahu apa fungsi dan kegunaannya.