yang diharapkan adalah seorang anak lelaki yang dapat meneruskan tahtanya. Misalnya tampak dalam kalimat berikut:
“Raja Senopati bagai badak makan anak”.
Contoh 591, memukul kucing di dapur bermakna „menyakiti keluarga
sendiri‟ Widjoputri, 2009: 65. Dari makna tersebut, kucing merepresentasikan sebuah keluarga. Pada kenyataannya kucing biasanya menjadi binatang piaraan di
rumah dan bisa dijadikan binatang kesayangan seseorang. Dalam konteks ini menjadi binatang kesayangan dimaknai sebagai keluarga sendiri. Ketika kucing
dipukul dimaknai dengan seperti kita menyakiti keluarga kita sendiri. Berdasarkan maknanya, maksud dari contoh 591 adalah menggambarkan perilaku buruk
seseorang, perilaku buruk di sini yakni menyakiti keluarga sendiri. Konteks di sini misalnya dituturkan kepada seorang anak misalnya Malin yang tidak mau
mengakui ibunya di depan teman-temannya karena ibunya adalah seorang pengemis. Suatu ketika ibu Malin sedang mengemis di tempat di mana Malin
sedang berkumpul dengan teman-temannya. Karena Malin malu kalau itu ibunya Malin langsung mengusir sang ibu agar pergi dan salah satu tetangganya melihat
kejadian tersebut, lalu munculah tuturan seperti contoh berikut:
“Malin kau ini telah memukul kucing di dapur, karena sebenarnya yang
kau usir itu adalah ibumu sendiri”.
3.7 Maksud Menggambarkan Keadaan Wajar
Kata wajar secara leksikal memiliki makna biasa sebagaimana adanya tanpa tambahan apa pun, menurut keadaan yang ada atau sebagaimana mestinya
Sugono, dkk., 2008: 1553. Maksud menggambarkan keadaan wajar adalah satu tuturan yang diberikan oleh penutur kepada mitra tutur dengan tujuan memberi
gambaran tentang keadaan yang sebagaimana adanya tanpa tambahan apapun, menururt keadaan yang ada atau sebagaimana mestinya. Dalam kehidupan
masyarakat, seseorang sudah tentu melakukan kebiasaan-kebiasaan umum, perilaku umum, hal yang biasa, hal yang lumrah, atau melakukan sesuatu yang
memang sudah wajar dilakukan seseorang. Sebuah peribahasa juga dapat digunakan untuk menggabarkan keadaan wajar seseorang dalam menjalani
kehidupannya sebagai manusia. Peribahasa yang berunsur nama binatang dalam bahasa Indonesia dengan maksud menggambarkan keadaan wajar tersebut
tampak seperti pada contoh berikut:
583 Setinggi-tinggi bangau terbang, surutnya ke kubangan Sugono,
dkk., 2008: 132 584
Ibarat ayam, tidak mengais tidak makan Widjoputri, 2009: 46 585
Bangkai gajah tak dapat ditutup dengan nyiru Widjoputri, 2009: 19
Contoh 592, setinggi-tinggi bangau terbang, surutnya ke kubangan bermakna „sejauh-jauh orang merantau, akhirnya kembali ke tempat asalnya
kampung halamannya juga Sugono, dkk., 2008: 132. Dari makna tersebut, bangau terbang merepresentasikan seorang perantau. Pada kenyataannya bangau
itu sejenis unggas dan hidupnya di tempat berair. Bangau yang terbang tinggi
mendeskripsikan orang yang pergi jauh, pergi jauh di sini dimaknai dengan orang yang merantau, sedangkan surutnya ke kubangan mendeskripsikan bangau itu
memang hidupnya di air sama halnya dengan orang yang pergi jauh akan kembali ke tempat asalnya juga. Berdasarkan maknanya, maksud dari contoh 592 adalah
penutur menggambarkan suatu keadaan wajar, yakni seseorang yang jauh merantau pasti akan kembali juga ke tempat asalnya kampung halamannya.
Peribahasa ini sangat sesuai jika dituturkan dalam konteks sebuah keluarga. Dalam hal ini seorang anak yang jauh-jauh pergi merantau akhirnya kembali
pulang ke rumah orang tuanya karena ingin meminta restu menikah. Hal ini tampak dalam kalimat berikut:
“Lihatlah si Bujang itu setinggi-tinggi bangau terbang, surutnya ke kubangan
juga bukan?”
Tuturan di atas dapat dimaknai sebagai gambaran keadaan wajar karena Bujang adalah seorang anak yang harus menghargai kedua orang tuanya dengan
cara meminta doa restu sebelum akhirnya dia akan menikah. Contoh 593, ibarat ayam, tidak mengais tidak makan
bermakna „untuk mencukupi segala kebutuhan, kita harus bekerja keras‟ Widjoputri, 2009: 46.
Dari makna tersebut, ayam merepresentasikan seorang pekerja keras. Pada kenyataannya, ayam mencari makanannya dengan cara mengais, ayam mengais
mendeskripsikan satu usaha kerja keras yang dilakukan oleh seseorang untuk memenuhi segala kebutuhan hidup. Dalam konteks ini, kerja keras yang dimaksud
adalah bekerja dengan sungguh-sungguh, sekuat daya dan tenaga, penuh semangat
dan pantang menyerah untuk mencukupi segala kebutuhan hidup. Berdasarkan maknanya, maksud dari contoh 593 adalah penutur ingin menggambarkan suatu
keadaan wajar, yakni manusia itu harus bekerja keras supaya dapat mencukupi segala kebutuhan hidupnya. Peribahasa ini misalnya dituturkan dalam konteks
pekerjaan, seperti tampak dalam kalimat berikut:
“Jika kita hanya diam tidak bekerja, darimana kita dapat uang? Ibarat ayam, tidak mengais tidak makan
”.
Tuturan di atas dapat dimaknai sebagai gambaran keadaan wajar, yakni jika kita sebagai manusia hanya diam saja tidak bekerja bagaimana kita dapat
mencukupi kebutuhan hidup kita. Untuk itu sudah hal wajar kita sebagai manusia harus bekerja keras untuk mencukupi segala kebutuhan, ibarat ayam yang selalu
mengais agar dapat makanan. Contoh 594, bangkai gajah tak dapat ditutup dengan nyiru bermakna
„kejahatan yang besar sangat sulit untuk disembunyikan‟ Widjoputri, 2009: 19. Dari makna tersebut, bangkai gajah merepresentasikan suatu kejahatan yang
besar. Pada kenyataannya seekor gajah memiliki tubuh yang besar, apabila gajah itu mati sudah tentu bangkai tubuhnya besar pula, sedangkan nyiru merupakan
alat rumah tangga, berbentuk bundar, dibuat dari bambu yang dianyam, gunanya untuk menampi beras, dsb. Berdasarkan kenyataan tersebut, sudah tentu bangkai
gajah yang besar jika hanya ditutup dengan nyiru, bangkai gajah tersebut tidak akan tertutup sepenuhnya. Bangkai gajah mendeskripsikan satu perilaku besar.
Perilaku besar di sini dimaknai sebagai suatu “kejahatan yang besar”, sedangkan