menyingkirkannya  secara  aktif  tanpa  kekerasan.  Dengan  kasih  yang  tulus, seseorang  berkehendak  memutus  lingkaran  balas  dendam  Ardas, 2001-
2005:20. Kedamaian  merasuki  hati  dan  jiwa  saat  cinta  Tuhan  yang  penuh
pengampunan, belas kasihan, dan kemurahan hati membersihkan dosa-dosa manusia.  Ia  selalu  mengulurkan  tangan-Nya  untuk  merangkul  manusia.
Tuhan  selalu  mengulurkan  tangan-Nya  untuk menuntun  dan  membimbing manusia.  Tuhan  selalu  menerima  dengan  penuh  cinta,  apa  pun  dan
bagaimana pun keadaan manusia. Tuhan Yesus meyakinkan bahwa Ia akan mengampuni  siapa  pun  yang  datang  kepada-Nya.  Pengampunan-Nya  akan
mendatangkan  kedamaian  yang  tak  dapat  diberikan  oleh  dunia  Riyanto, 2004:92-93.
3. Hidup Berkomunitas Menurut Mateus 18:1-20
Para  murid  diajak  untuk  membangun  komunitas  beriman  secara benar  Mat  18:1-5,  tidak  saling  memberi  batu  sandungan  Mat  18:6-11,
bahkan  justru  mencari  dan  menemukan  yang  hilang  dan  menjauh  Mat 18:12-14, memberi sumbangan demi kebaikan sesama Mat 18:15-20. Hal
ini yang dikehendaki oleh Yesus dalam membangun komunitas para murid. Dengan demikian para murid juga ditantang oleh Yesus untuk mengenakan
kebijaksanaan dan tanggung jawab  yaitu seorang yang dekat dengan Allah, karena  kedekatan  dengan  Allah  itulah  yang  memberikan  kemerdekaan,
keterbukaan, dan kepedulian terhadap sesama dalam membangun komunitas Darminta,1997:55.
Kemampuan  mencintai  merupakan  kualitas  tertinggi  yang  dapat dimiliki  sebagai  pribadi  manusia,  bahkan  tidak  hanya  secara  manusiawi
belaka  namun  sampai  pada  tingkat  rohani  manusia.  Sebab  dengan  cinta, Tuhan  telah  menciptakan  manusia  dan  makhluk  lainnya  serta  bumi  dan
segala  isinya.  Mencintai  Tuhan  seperti  mencintai  diri  sendiri  dan  sesama harus  menjadi  persembahan  yang  terbesar  dalam  kehidupan  manusia.
Membenci  Tuhan  atau  seseorang  merupakan  tindakan  yang  melawan  cinta dan  menghancurkan  kemampuan  manusia  untuk  mencinta.  Tuhan  adalah
kasih  dan  penuh  cinta,  maka  kebencian  berlawanan  dengan  eksistensi Tuhan.  Kebencian  merupakan  sumber  dosa  karena  kebencian  adalah  akar
dan  tindakan-tindakan  jahat.  Kesabaran  itu  menetralkan  kebencian, pengampunan  menyembuhkan  kebencian,  dan  belas  kasih  serta  kemurahan
hati  mengangkat  sikap  dan  tindakan  orang  yang  penuh  kasih  dan pengampunan ke tingkat pertama cinta.
Apabila  seseorang  sampai  pada  tingkat  pertama  cinta  akan memiliki  sikap  menghargai,  menerima,  dan  melibatkan  peranan  Tuhan
dalam  kehidupannya.  Pengampunan  dan  kasih  meningkatkan  kemampuan manusia  untuk  mencintai  sesama  seperti  diri  sendiri,  sebagaimana  Tuhan
mencintainya  dan  sesama.  Belaskasihan  berarti  menaruh  kasih,  ikut menderita bersama yang lain, berdukacita bersama dan tertimpa kemalangan
dengan  niat  untuk  menolong.  Sikap  belas  kasih  demikian  seperti  yang
disabdakan  Yesus,  “Tuhan,  sampai  berapa kali  aku  harus  mengampuni saudaraku  jika  ia  berbuat  dosa  terhadap  aku?  Sampai  tujuh  kali….?”
“Bukan  Aku  berkata  kepadamu:  Bukan  sampai  tujuh  kali,  melainkan sampai  tujuh  puluh  kali  tujuh  kali”  Mat  18:21-22.  Kekuatan  dan
kemampuan mencinta datangnya dari Tuhan, yakni cinta Tuhan yang tertuju kepada  manusia  dan  sebaliknya,  cinta  manusia  yang  diarahkan  kepada
Tuhan.  Cinta  merupakan  suatu  tindakan  timbal  balik.  Kekuatan  dan kemampuan  mencinta  semakin  bertambah  dan  meningkat  sejalan  dengan
bertambahnya  cinta Tuhan  yang  dialami  manusia.  Semakin  seseorang mencintai Tuhan dan sesama, ia akan semakin menerima cinta dan sekaligus
menambah kemampuan untuk mencintai Riyanto, 2004:16-17. Ungkapan Yesus, saat ditanya oleh Petrus, “Tuhan, sampai berapa
kali  aku  harus mengampuni  saudaraku  jika  ia  bersalah  kepadaku?  Sampai tujuh  kali?”  Yesus  menjawab,”Bukan  sampai  tujuh  kali,  melainkan  sampai
tujuh puluh kali tujuh kali.”  Ini menunjukan bahwa pengampunan itu tiada batasnya  Suwito,  2000:6.  Dengan  ungkapan  Yesus  semakin jelas  bahwa
mengampuni tanpa batas merupakan panggilan ilahi yang mana setiap orang berjuang  untuk  mengampuni  walaupun  itu  kadang  tidak  mudah  untuk
dilakukan oleh manusia. Kristus  tidak  membuat  macam-
macam  syarat  seperti,  “Aku  mau mengampuni  jika  kamu  berubah  atau  jika  kamu  minta  maaf”.  Maka
seandainya orang itupun tidak berubah atau berjanji mau memperbaiki diri, dan  wajib  mengampuni.  Bukan  hanya  mengampuni  sebanyak  tujuh  kali,
tetapi  tujuh  puluh  kali  tujuh  Mat  18:22.  Kristus  sedemikian  mengasihi bukan karena orang tersebut sedemikan berharga atau berjasa, tetapi karena
kasih pengampunan-Nya yang berlimpah ruah. Bahkan Ia akan lebih banyak mengampuni orang yang banyak melakukan dosa Dennis, 198138-39.
C. PENGAMPUNAN YANG DIHAYATI BUNDA ELISABETH 1.
Pengampunan Dari Allah
“Hati-ku  sangat  sedih  seperti  mau  mati  rasanya.  Tinggalah  di  sini dan  berjaga-jagalah”  Mrk  14:34-36.  Dan  ketika  maut  mengerikan  itu
datang, Yesus berteriak nyaring, “Allah-ku, mengapa engkau meninggalkan Aku?”  Mrk15:34.  Yesus  Kristus
tidak  takut  atau  merasa  malu mengungkapkan perasaan-perasaan hati-Nya pada Bapa. Setiap orang perlu
mengenal  perasaan- perasaan  agar  mampu  mempunyai  “tenggang  rasa”
terhadap  orang  lain  dan  dapat  mengampuni  mereka  dengan  sepenuh  hati. Sebagai  orang  kristiani tidak  hanya  dipanggil  untuk  berbagi  rasa  dengan
Kristus  tentang  perasaan,  kenangan  pahit  atau  luka-luka  batin,  tetapi  juga untuk  mengampni  orang  lain  sebagaimana  Ia  telah  mengampuni.  Bahkan
seandainya  harus  mengampuni  musuh  sekalipun.  Perlu  menyadari  bahwa bagaimana  Kristus  telah  mengampuni  diriku  dan  juga  sesamaku.  Kristus
melakukan  penyembuhan  itu  dalam  kehadiran,  sentuhan,  tatapan  dan  kata- kata-Nya.  Namun  lebih  dari  itu  Kristus  membimbing  setiap  orang  untuk
sungguh-sungguh terbuka dan mau menerima banyak orang serta mencintai
mereka  sebagaimana  halnya  Ia  telah  mengasihi  mereka  Dennis,  1981:34- 35.
Setiap orang ingin mendalami kasih pengampunan Allah sehingga dapat mencintai dengan kasih tersebut. Allah telah mencurahkan kasih-Nya
ke  dalam  hati  setiap  orang  melalui  Roh-Nya  Rm  5:5.  Dengan  meminta Roh Kudus mencabut akar-akar luka batin dan menggantinya dengan cinta,
secara sadar memilih untuk meninggalkan hidup sebagai budak-budak dosa dan menjadi orang-orang merdeka. Setiap orang  menunjukan kesediaannya
untuk  menyerahkan  segala  luka  yang  telah  menguasai  hidupnya  selama  ini dan membuka hati bagi kasih Allah yang menyembuhkan dan membebaskan
Dennis, 1981:37. Kadang berpikir bahwa mengampuni seperti dilakukan oleh Kristus
itu  mudah.  Cukuplah  berkata, “Aku  mengampuni  kamu”  atau  “tinggalkan kebencian”.  Semua  orang  dapat  melakukannya.  Tetapi  apakah  sering  kali
siap  sedia  mengampuni  luka  batin  itu  secara  total  dan  tanpa  syarat  seperti dilaukan  oleh  Kristus?  Kristus  senatiasa  siap  sedia  mengampuni  tanpa
syarat.  Ia  mengampuni  dosa-dosa  tanpa  diminta,  bahkan  bila  tindakan pengampunan  itu  berakibat.  Dia  dituduh  menghujat  Allah  dan  dengan
demikian dapat diseret untuk dirajam dengan batu sekali pun Luk 5:17-26. Ia tidak peduli dengan kemarahan banyak orang yang hendak merajam-Nya
ataupun dari para murid yang tidak rela melihat Yesus berbicara seorang diri dengan  wanita  samaria  yang  sesat  dibenci  itu.  Keterbukaan  hati  Yesus
membuat Dia siap sedia mengampuni tanpa syarat Dennis, 1981:38.
Agar  seseorang  dapat  mengampuni  sebagaimana  Allah  telah mengampuni, ia harus berani masuk dan terlibat dalam peristiwa
–peristiwa yang  menyakitkan  itu  bersama  dengan  Kristus  dan  memperhatikan
bagaimana  Ia  bekerja  menyembuhkan  diri  dengan  sabda  dan  karya-Nya. Jika masih mengalami kesukaran untuk mengampuni seperti Kristus, harus
belajar  meneladan  semangat  pengampunnan  itu  dengan  berdoa  dan memohon  pada-Nya.  Kemampuan  untuk  mengampuni  sedikit  banyak
tergantung  pada  macam  manakah  orang-orang  yang  diperbolehkan  masuk dalam kehidupan seseorang. Lebih mudah menularkan kasih pengampunnan
Kristus  bersama  dengan  orang-orang  yang  siap  sedia  mengampuni  dan saling menghargai. Kehidupan doa juga sangat mempengaruhi kemampuan
untuk  mengampuni  di  samping  cara  menanggapi  dan  berhubungan  dengan sesama Dennis, 1981:42.
Bela  rasa  lahir  kalau  seseorang  menemukan  di  dalam  pusat eksistensi diri sendiri bukan hanya bahwa  Allah  adalah  Allah dan manusia
adalah  manusia,  akan  tetapi  juga  bahwa  tetangga  juga  adalah  sungguh- sungguh  sesama.  Melalui  bela  rasa  dapat  dilihat  bahwa  kerinduan  orang
akan  kasih  juga  ada  di  dalam  hati  sendiri,  bahwa  kebengisan  yang  dikenal oleh  dunia  ini  sebenarnya  berakar  juga  dalam  kecenderungan-
kecenderungan dari hati sendiri. Melalui bela rasa juga seseorang merasakan kerinduan  untuk  diampuni  dalam  mata  kawan-kawannya.  Bagi  orang  yang
bela  rasa,  tidak  ada  satu  pengalaman  manusiawi  pun  yang  asing,  baik kegembiraan maupun kesusahan, baik cara hidup maupun cara mati. Dalam
dunia luas itu setiap wajah manusia tampak sebagai wajah sesama. Dengan demikian  kewibawaan  bela  rasa  adalah  kemampuan  manusia  untuk
mengampuni  saudaranya,  karena  pengampunan  hanya  menjadi  nyata  bila orang  yang  sudah  menemukan  kelemahan  kawan-kawannya  dan  dosa
musuh-musuhnya  di  dalam  hatinya  sendiri,  dan  bersedia  menerima  semua orang sebagai sebagai saudaranya sendiri Nouwen, 1989:43-44.
2. Keteladanan Pengampunan Yang Dihayati  Bunda Elisabeth
Meneladan  kehidupan  Bunda  Elisabeth  sebagai  acuan  dalam menentukan tanggapan yang relevan dan efektif terhadap situasi, para suster
CB  perlu  bertemu  kembali  dengan  Bunda  Elisabeth  bagaimana  beliau menanggapi  keterlukaan  pada  zamannya.  Setelah  revolusi  Perancis,
Maastricht hancur lebur. Setiap perang membawa penderitaan bagi manusia dan  kerusakan  terhadap  lingkungan.  Keterlukaan dan  kehancuran  seperti
itulah  yang  ditanggapi  Bunda  Elisabeth.  Ia  melihat,  tergerak  dan  bertindak secara  nyata  untuk  meringankan  penderitaan  manusia.  Dengan  sikap  itu
Bunda  Elisabeth  menjadi  alat  dalam  mendirikan  Kongregasi;  Bunda Elisabeth  dibentuk  untuk menanggapi  situasi  keterlukaan  dalam  dunia.
Bunda  Elisabeth  mampu  menangkap  dengan  tajam  gerakan  Roh  dalam hidupnya  karena  relasi  yang  akrab  dengan  Yesus  Kristus  EG.  39-41.
Pengalaman  dikasihi  Allah  membuat  Bunda  Elisabeth  Gruyters  mampu melihat  realitas dengan  mata  Allah,  digerakan  oleh  belarasa  dengan  hati
Allah,  dan  bertindak  dengan  tangan  Allah.  Bunda  Elisabeth  tidak
meragukan  kasih  Allah  yang  dialaminya,  oleh  karena  itu  Bunda  Elisabeth juga  tidak  ragu-ragu  akan  kasih  dan  kehadiran  Allah  didalam  sesama.
Keterpusatan Allah dalam Yesus Kristus di dalam hidupnya adalah sumber segala  inspirasi,  kekuatan  dan  kebijaksanaan  dalam  menghadapi  kesulitan
hidup  pelayanan  kepada  orang-orang  tempat  Bunda  Elisabeth  dan  para suster  yang  pertama  menghayati  perutusannya EG.  91,106.  Dalam
masyarakat  yang  terluka,  apabila  Allah  tidak  diallahkan  lagi  dalam kehidupan apabila mereka, maka pemulihan relasi yang benar dengan Allah
merupakan tindakan nyata rekonsiliasi Kapitel Umum dan Kapitel Provinsi 2005:27-28.
Bunda  Elisabeth  menjadi  alat  rekonsiliasi  dan  penyembuhan  yang mengantar  orang-orang  kembali  kepada  relasi  dengan  Allah  dengan  satu
sama  lain,  dalam  perhatian  dan  kepedulian  EG.110-112,29,30-37. Rekonsiliasi juga tampak dalam sikap Bunda Elisabeth terhadap keterlukaan
dan keterbatasan
manusia. Dalam
kerendahan hati
ia terbuka
mengungkapkan kelemahannya sendiri dengan perhatian serta belarasa yang besar  Bunda  Elisabeth  menerima  dan  sabar  terhadap  sesama  sebagaimana
adanya  mereka  EG.  96,  76,  94,  98.  Bunda  Elisabeth  mampu menghubungkan  dirinya  dengan  mereka  yang  menderita.  Mereka  terus
menerus  hadir  memenuhi  pikirannya,  perasaan,  aspirasi,  dan  doa-doanya. Kehidupan  yang  terluka  dan  keterpecahan  dalam  orang  miskinlah  yang
memenuhi  hidup  kesehariannya.  Ia  bersetiakawan  dalam  penderitaan mereka, karena Bunda Elisabeth tahu bahwa Allah juga menderita di dalam
dan  bersama  mereka  EG.  109,113,117.  Bagi  Bunda  Elisabeth  dalam ketersentuhan  denan  keterlukaannya  dengan  keterlukaan  orang  lain  dan
dunia,  membuat  Bunda  Elisabeth merasa  lebih  ringan  dalam  menanggung penderitaannya.  Dengan  demikiam  terjadinya  saling  rekonsiliasi  antar
kebersamaan itu terjadi pula penyembuhan dalam diri sendiri dan orang lain Kapitel Umum dan Kapitel Provinsi 2005:28-29.
Bunda  Elisabeth  adalah  seorang  pengemban  rekonsiliasi  dan penyembuh  bagi  pribadi  manusia  secara  utuh,  dengan  mempertimbangkan
seluruh segi kehidupan manusia. Bagi Bunda Elisabeth orang-orang miskin yang  dilayaninya  di  Maastricht  adalah  baik  miskin  secara  materi  maupun
rohani. Memperhatikan kebutuhan-kebutahan orang-orang yang dilayaninya demi  kesejahteraan  karena  memperhatikan  semua  dimensi  yang  saling
terkait  dari  eksistensi  kehidupan.  Kepedulian  Bunda  Elisabeth  terhadap orang-orang  miskin  berdasarkan  pada  pandangannya  yang  holistik  tentang
pribadi  manusia,  keterpaduan  dari  segi-segi  spiritual  dan  manusiawi seseorang  sebagai  pribadi  EG.  108,  112,  117,  149.  Ia  tidak  hanya
mengajarkan  katekese  kepada  mereka,  tetapi  juga  mengajar  jahit-menjahit, menanamkan  dasar  hidup  yang  baik  pada anak-anak  miskin  EG.51.  Rasa
hormat  dan  pemberdayaan  orang-orang  miskin  dan  bagi  para  suster didasarkan  pada  martabat  manusia,  kebebasan  dan  paham  kemanusiaan
yang  utuh,  merupakan  tindakan  rekonsiliasi  yang  konkret  dalam  seluruh hidup Bunda Elisabeth EG. 76, 78.