G. SITEMATIKA PENULISAN
Skripsi ini mengambil judul “Makna Pengampunan dalam Hidup
Berkomunitas Suster-suster Santo Carolus Borromeus CB. Dari judul ini penulis mengembangkannya menjadi lima bab, yakni:
BAB I meliputi pendahuluan penulis memberikan gambaran secara umum penulisan skripsi ini. Rumusan permasalahan, Tujuan
penulisan, Manfaat penulisan, Metode penulisan dan Sistematika Penulisan. BAB II, penulis berbicara atau menguraikan tentang Kongregasi
CB membangun komunitas rekonsiliatif yang dibagi menjadi tiga bagian yaitu,
a. Undangan untuk hidup berkomunitas zaman sekarang communio b. Pengertian hidup berkomunitas
c. Kongregasi CB membangun komunitas rekonsiliatif
BAB III menguraikan tentang pengampunan Yesus sebagai kekautan dalam membangun komunitas rekonsiliatif yang terdiri dari empat bagian:
pengampunan dan rekonsiliasi, Yesus sebagai pengampun, pengarahan dalam menghayati konstitusi melalui kapitel dan pentingnya menjadi
pengampun. Usulan program pembinaan Suster CB dengan menawarkan katekese
sebagai salah satu bentuk pembinaan kearah perwujudan pengampunan dalam hidup berkomunitas BAB IV ini akan terdiri dari tiga bagian. Bagian
yang pertama memaparkan secara singkat gambaran umum katekese, dan
unsur-unsur katekese. Kemudian yang kedua membahas tentang relevansi dalam hidup berkomunitas dan bagian yang ketiga adalah contoh katekese
yang merupakan acuan pembinaan yang dapat dilaksanakan di kongregasi CB.
BAB V. Penutup. Bab ini penulis memberikan kesimpulan dan saran secara keseluruhan.
BAB II PENGAMPUNAN DALAM KONGREGASI
SANTO CAROLUS BORROMEUS
A. PENGAMPUNAN DAN REKONSILIASI 1.
Arti Pengampunan
Pengampunnan berarti sebuah proses mempersatukan yang menggerakan manusia dari perpisahan kepada persekutuan, dari curiga dan
konfrontasi kepada kepercayaan dan saling berbagi. Pengampunan berarti menciptakan ruang bagi pelaku tindak kejahatan dan para korban untuk
menemukan kemanusiaan bersama mereka, dan untuk saling mengikrar demi suatu masa depan lebih aman dan kurang diwarnai tindak kekerasan
Muller,1999:56. Setiap
manusia merindukan
suatu kedamaian,
kebahagiaan, yang sungguh membuat seseorang merasa nyaman, membuatnya merasa terbuka baik dengan keadaan dirinya maupun
pengalaman yang dialami secara pribadi. Dengan demikian bahwa pengampunan membuat seseorang keluar dari dirinya dan merasa
terbebaskan dari tekanan batin yang tersiksa. Pengampunan adalah dasar agar setiap orang dapat berkembang.
Manusia saling mengampuni karena ingin berkembang dan menjadi seperti Yesus Vanier, 1998:30.
Dengan mengampuni seseorang akan berkembang dalam hidup rohani, karena pengampunan merupakan hal yang mendasar bagi setiap
orang untuk membangun relasi dengan orang lain. Bila seseorang mampu
menghayati pengampunan dalam hidupnya, maka hari demi hari ia akan semakin berkembang menyerupai Yesus karena ia mampu menghayati nilai-
nilai keutamaan salah satunya adalah nilai pengampunan. Mengampuni berarti memulihkan hubungan bila terputus.
Mengampuni secara sungguh-sungguh ini sukar, karena berarti pula berani mengubah sikap, pandangan dan tingkah laku pula terhadap orang yang
diampuni. Mengampuni berarti memperbaharui hubungan hidup Darminta, 1981:79.
Untuk mengampuni dengan sungguh orang membutuhkan waktu yang cukup lama untuk berproses dengan melakukan refleksi, kontemplasi,
dan pengolahan diri yang terus-menerus sehingga dimampukannya untuk menemukan kasih Allah dalam seluruh peristiwa hidupnya sehingga dengan
demikian Allah sendiri yang mampu mengubah pandangannya, pola pikir, untuk mampu mengampuni orang lain dengan tulus dan tanpa syarat.
Pengampunan dapat dimengerti sebagai suatu tindakan untuk berani meninggalkan rasa sakit. Keputusan untuk mengampuni rasa sakit
tidak serta merta berarti bahwa seseorang telah memaafkan. Pengampunan bukan merupakan masalah perasaan saja, pengampunan juga menyangkut
suatu niat atau kemauan. Keputusan untuk mengampuni, seperti halnya keputusan untuk mencintai, harus dinyatakan berulang-ulang agar semakin
mendasari keberadaan seseorang Riyanto, 2004:13. Mengampuni adalah ungkapan hati seseorang yang menyadari
bahwa dirinya tidak berhak menghukum orang lain. Kesadaran ini