2. Tujuan Katekese
Pada hakekatnya katekese bertujuan untuk mengembangkan hidup beriman orang Kristen. Dalam konteks itu Paus Yohanes II menjelaskan
tujuan katekese sebagai berikut: Berkat bantuan Allah mengembangkan iman yang baru mulai
tumbuh dan dari hari ke hari memekarkan menuju kepenuhannya serta semakin memantapkan peri hidup Kristen umat beriman,
muda maupun tua. Kenyataanya itu berarti: merangsang pada taraf pengetahuan maupun penghayatan, pertumbuhan benih iman yang
ditaburkan oleh Roh Kudus melalui pewartaan awal, dan yang dikurniakan secara efektif melalui baptis CT, art. 20a.
Tujuan katekese menurut Yohanes Paulus II adalah mendewasakan iman yang masih ada dalam tahap awal dengan memelihara, merawat dan
mempertumbuhkan iman, pengetahuan dalam hidup Kristen pada umumnya. Katekese bertujuan mengembangkan pemahaman tentang misteri Kristus,
mengembangkan rasa cinta dan kebanggaan sebagai umat Kristen serta mendorong umat Kristen menghayati iman dalam kehidupan setiap hari.
Dengan demikian umat semakin hidup dari iman yang diresapi oleh sabda Allah dan mengikuti Kristus secara total Sequila Christi kemudian
menjadi Kristus yang lain Alter Christi CT, art.5. . Melalui katekese umat beriman menerima pengajaran dan
pendewasaan semakin mengenal dan mantap menerima pribadi Kristus sebagai Tuhan serta semakin berani menyerahkan diri seutuhnya kepada
Yesus yang diimani dan diyakini sebagai tumpuan hidup. Katekese membantu membuka hati untuk terus-menerus mengusahakan pertobatan
hati yang jujur dan mengenal Yesus lebih dekat dengan seluruh misteri
hidup-Nya dalam Injil. Paus Yohanes Paulus II lebih lanjut meneruskan tujuan katekese sebagai berikut:
Tujuan katekese
adalah menjadi
tahap pengajaran
dan pendewasaan, artinya: masa orang Kristen sesudah dalam iman
menerima pribadi Yesus Kristus sebagai satu-satunya Tuhan, dan sesudah menyerahkan diri seutuh-utuhnya kepada-Nya melalui
pertobatan hati yang jujur, berusaha mengenal Yesus, yang menjadi tumpuan kepercayaannya: mengerti “misteri-Nya”, Kerajaan Allah
yang diwartakan oleh-Nya, tuntutan-tuntutan maupun janji-janji yang tercantum dalam amanat Injil-Nya, dan jalan yang telah
digariskan-Nya bagi siapa pun yang ingin mengikuti-Nya CT, art. 20b.
Dalam hubungan dengan tujuan katekese umat, dokumen hasil pertemuan kateketik antar Keuskupan se-Indonesia II PKKI II memahami katekese
sebagai komunikasi iman atau tukar pengalaman iman yang memiliki tujuan sebagai berikut:
a. Supaya dalam terang Injil kita semakin meresapi arti pengalaman- pengalaman kita sehari-hari.
b. Dan kita bertobat metanoia kepada Allah dan semakin menyadari kehadiran-Nya dalam kenyataan hidup sehari-hari.
c. Dengan demikian kita semakin sempurna beriman, berharap, mengamalkan cinta kasih dan makin dikukuhkan hidup kristiani kita.
d. Kita makin bersatu dalam Kristus, makin menjemaat, makin tegas mewujudkan tugas Gereja setempat dan mengokohkan Gereja semesta.
e. Kita semakin sanggup memberikan kesaksian tentang Kristus dalam hidup kita di tengah masyarakat Lalu, 2007:97.
Dari dokumen anjuran apostolik Catechesi Trandendae maupun hasil pertemuan PKKI II, keduanya memiliki kesamaan tujuan yaitu
membantu umat atau jemaat untuk mencapai kedewasaan iman atau memperoleh kepenuhan hidup dalam Kristus. Pada intinya katekese
sungguh perlu baik bagi pendewasaan iman maupun kesaksian umat Kristen di tengah masyarakat. Tujuannya adalah mendampingi umat Kristen, untuk
“meraih kesatuan iman serta pengertian akan Putera Allah, kedewasaan pribadi manusia, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan
Kristus” CT, art.25.
3. Isi Katekese
Isi katekese pada hakekatnya adalah kebenaran yang diwartakan sesuai dengan ajaran Yesus Kristus. Kebenaran yang tak lain adalah Yesus
sendiri yang menjadi pusat katekese melalui segala kesaksianya-Nya. Hal ini ditegaskan dalam dokumen CT 1997, art. 6 Dikatakan; Katekese harus
bersifat Kristosentris, artinya dalam katekese Krsituslah sabda yang menjelma dan Putera Allah
yang diajarkan. “Misteri hidup Yesus sebagai pesan pokok katekese harus disampaikan secara utuh. Hidup Yesus adalah
pemakluman jalan, kebenaran dan kehidupan Yoh14:6. Maka tugas pokok Yesus adalah mewartakan kebenaran dan kehidupan. Kristus diimani
sebagai satu-satunya Guru sejatiGuru utama CT, art.7,8. Sifat katekese dalam hal ini adalah membantu orang beriman menghormati Kristus, mau
mengambil bagian dan bersatu dengan hidup-Nya.
4. Tugas Katekese
Tugas katekese membantu perkembangan Gereja sebagai salah satu bentuk untuk pembinaan iman. Tugas-tugas katekese meliputi:
a. Menyuburkan dan membangkitkan pertobatan Pertobatan sebagai momen fundamental dan pemersatu dinamisme
iman termasuk bidang katekese sekalipun pertobatan itu pada dirinya adalah sasaran evangelisasi dalam arti sempit. Akan tetapi kenyataan menunjukkan
terutama dalam gereja yang telah bertradisi kristiani-bahwa penyerahan diri secara menyeluruh pada awal satu katekese tidak mungkin terjadi.
Hal ini sebagian disebabkan oleh kebiasaan pembabtisan pada usia kanak-kanak dan sebagian lagi oleh kekurangan pelayanan pastoral yang
berakibat terhambatnya perkembangan iman secara teratur dan tidak tercapainya pertobatan bdk CT 19.
b. Membimbing umat beriman untuk memahami misteri Kristus Katekese yang berfungsi sebagai media pendidikan iman tidak
boleh melupakan aspek pengetahuan iman dan juga sikap iman. Tugasnya adalah mengembangkan pemahaman yang lebih mendalam dan lengkap
perihal Misteri Kristus sebagai objek sentrak iman.
c. Mendorong umat beriman bertindak aktif dalam Gereja dan masyarakat Dalam proses pendidikan iman yang terarah pada kedewasaan
harus dikembangkan pula komponen operatif, yakni berbuat sesuatu bagi Gereja dan masyarakat sesuai dengan situasi dan pola hiduo. Dalam konteks
ini dapat dikatakan bahwa katekese berupa inisiasi ke dalam suatu proses
yang mengubah manusia secara intern. Dasar teologi perubahan ini adalah kebersamaan dalam kematian dan kebangkitan Kristus.
Dalam seluruh proses evangelisasi tujuan katekese adalah: menjadi tahap pengajaran dan pendewasaan, artinya masa orang Kristen sesudah
dalam iman menerima pribadi Yesus Kristus sebagai satu-satunga Tuhan, dan sesudah menyerahkan diri utuh-utuh kepadaNya melalui hati yang jujur,
berusaha makin mengenal Yesus, yang menjadi tumpuan kepercayaannya: mengerti “misteri-misteriNya”, kerajaan Allah yang diwartakan olehNya,
tuntutan-tuntutan maupun janji-janji yang tercantum dalam amanat InjilNya, dan jalan yang telah digariskanNya bagi siapapun yang ingin mengikutiNya
CT art 20. Secara singkat tugas-tugas katekese dapat dipadukan dalam fungsi
dan aktivitas gereja. 1 Katekese berupa inisiasi untuk tugas diakonia
Bentuknya: memberikan kesaksian di dunia, mendidik melakukan karya kasih dan melayani kaum tersingkir dari masyarakat, berjuang demi
keadilan dan kedamaian. 2 Katekese berupa inisasi untuk tugas Koinonia
Katekese berkaitan dengan persekutuan gerejawi hendaknya diusahakan semangat persaudaraan dan setia kawan, kemampuan berkomunikasi,
berdialog, dan berpartisipasi dalam hidup menggereja, sikap taat yang wajar dan dewasa terhadap pemerintah.
3 Katekese berupa inisiasi untuk mendengar dan mewartakan sabda
kerygma. Katekese bertugas membangkitkan semangat umat untuk ikut aktif dalam
fungsi profetis Gereja termasuk mengusahakan: pembacaan Kitab Suci, pendidikan dalam mendengar sabda Allah, penyiapan orang-orang untuk
merasul dan aktif dalam karya misioner. 4
Katekese berupa inisiasi kedalam liturgi Katekese mempersiapkan umat untuk menerima sakramen-sakramen
dengan layak dan bermafaat, untuk mencintai dan dan meditasi, untuk menghayati kebaktian-kebaktian liturgi lainnya.
5 Katekese berupa inisiasi untuk panggilan hidup menggereja
Termasuk dalam kegiatan ini mengungkapkan pelayanan dan peranan pribadi-pribadi dalam hidup menggereja, memberitakan pengarahan dan
pembinaan panggilan imamat dan hidup membiara. 6
Menumbuhkan dan mendewasakan sikap Pendidikan sikap harus juga menjadi sasaran katekese, bahkan tugas ini
jauh lebih menentukan. Pengetahuan agama dan perilaku kristiani tidak menjamin pertumbuhan iman, jika tidak padu dengan pendewasaan sikap
iman. Pendewasaan sikap iman dijadikan tujuan sentral dari kegiatan katekese. Untuk memahami tujuan sentral perlu dipahami konsep biblis
dan tradisi yang menempatkan pada pusat hidup seorang Kristen sikap dasariah ini, iman pengharapan dan cinta kasih, dalam proses pendidikan
iman ketiganya tidak terpisahkan, sebab pada dasarnya pengharapan dan cinta adalah dimensi yang tidak terpisahkan dari sikap iman.
5. Unsur-unsur Katekese
Unsur-unsur katekese dapat membantu menumbuhkan dan mengembangkan iman umat. Maka unsur-unsur katekese tersebut meliputi:
a. Unsur Pengalaman atau Praktek Hidup Katekese umat sebagai komunikasi merupakan kesaksian yang
berpangkal pada apa yang sungguh dialami. Maka proses ini sebaikanya bertolak dari pengalaman konkret peserta. Pengalaman adalah apa yang
terjadi pada hidup anggota atau kelompok umat. Termasuk pengalaman ini adalah situasi umat beriman aktual dalam masyarakat dan lingkungannya.
Pengalaman ini menyangkut keseluruhan fungsi dan kegiatan umat dengan macam-macam pandangan dan sikap hidup Setyakarjana, 1997:74.
b. Unsur Komunikasi Pengalaman Iman Pengalaman konkret dalam hidup nyata sehari-hari baik
pengalaman kegembiraan maupun keprihatinan dikomunikasikan dan diolah oleh peserta katekese umat. Unsur penting yang perlu dikomunikasikan
adalah keterlibatan Allah dalam setiap pengalaman, manusiawi. Dalam komunikasi ini diungkapkan keprihatinan maupun kegembiraan iman yang
merupakan keadaan dan sikap umat pada saat itu Setyakarjana, 1997:75.
c. Unsur Komunikasi dengan Tradisi Kristiani Iman umat Kristiani didasari oleh pribadi Kristus dan iman para
rasul yang mengimani Allah sebagai sumber keselamatan. Katekese tidak dapat terlepas dari kesaksian para rasul yang pertama-tama terungkap dalam
Kita Suci dan dihayati oleh Gereja sepanjang masa hingga saat ini, maka dari itu komunikasi iman juga menyangkut ajaran Gereja yang secara resmi
diteruskan oleh hierarki. Ajaran Kristiani perlu dimengerti secara luas menyangkut tradisi, spiritualitas, liturgi dan segala praktek hidup Gereja
yang menampakan Kristus Setyakarjana, 1997:75.
d. Unsur Arah Keterlibatan Baru Kelompok murid Kristus adalah kelompok yang dipanggil dan
diutus. Maka katekese umat sebagai komunikasi iman harus menolong para peserta umat mengalami panggilan mereka itu dan menjalankan pengutusan
mereka. Untuk itu komunikasi iman terarah kepada pembaharuan hidup dan keterlibatan kelompok umat dalam pengembangan masyarakat. Dengan
demikian panggilan dan perutusan sebagai murid semakin nyata di dunia yakni banyak orang mengalami karya keselamatan Allah Setyakarjana,
1997:7.
B. Relevansi Katekese Dalam Hidup Berkomunitas Suster-suster CB
Para suster CB juga berupaya untuk membangun komunitas pengampunan melalui salah satu model katekese yang menekankan
pengalaman iman dalam terang Injil. Dengan demikian bahwa dalam membangun komunitas pengampunan semakin sempurna dalam beriman,
berharap, mengamalkan cinta kasih dan semakin dikukuhkan hidup Kristiani.
Melalui katekese para suster CB diajak untuk menemukan kasih dan pengampunan dalam hidup berkomunitas sehingga sanggup memberi
kesaksian tentang Kristus dalam hidup sehari-hari di tengah masyarakat. Hal ini yang sangat ditekankan oleh Bunda Elisabeth pendiri kongregasi CB
yang merupakan kekhasan spiritualitas kongregasi yang tampak dalam kontemplasi Bunda Elisabeth pada Yesus yang tersalib, sehingga
memampukannya untuk bertindak sebagai pengemban rekonsiliasi pada zamannya dengan cara memberikan kesaksian Kristus yang dialaminya
dalam kehidupannya sehari-hari. Sebagai suster CB misteri salib menjadi daya dalam melaksanakan perutusan sebagai pengemban rekonsiliasi dalam
dunia yang terluka. Para suster CB dimampukan oleh Allah untuk menjadi pengemban rekonsiliasi, karena Allah sudah terlebih dahulu berbelarasa
dengan manusia yang berdosa. Pengalaman akan kasih Allah yang telah menyelamatkan inilah yang terus-menerus akan dikembangkan dan
disebarluaskan dalam hidup sehari-hari, agar menjadi daya bagi para suster CB dalam menghayati perutusan sebagai pengemban rekonsiliasi dalam
dunia yang terluka baik dalam hidup bersama sebagai komunitas maupun di tempat perutusan masing-masing. Dengan demikian penulis menawarkan
katekese sebagai bentuk pembinaan dalam usaha semakin menumbuhkan sikap pertobatan terus-menerus dalam membangun komunitas rekonsiliatif.
Sesuai dengan sasaran katekese sebagai pembinaan ke arah kedewasaan iman, maka diharapkan iman setiap anggota komunitas semakin dewasa
sehingga sikap pengampunan dapat berkembang didalam berkomunitas. Dengan demikian terwujudlah cita-cita komunitas yang sehati dan sejiwa.
Dalam Kis 2;41-47, 4:32-37 Menekankan model hidup bersama dalam Gereja perdana yang di tandai dengan saling membantu penuh
persaudaraan, saling sehati, saling berbagi pengalaman, bahkan milik mereka menjadi milik bersama. Dalam hidup mereka rela berbagi, baik
berbagi hal rohani maupun jasmani; hidup spiritual dan hidup sehari-hari. Mereka dengan gembira saling saling berbagi hidup rohani sehingga saling
diperkuat; saling berbagi hidup sehari-hari seperti membantu secara ekonomi. Kerelaan berbagi itulah kiranya yang membuat persaudaraan
mereka sungguh erat dan hidup masing-masing dikuatkan. Dalam Konstitusi Suster-suster CB juga terungkap bahwa pada
dasarnya Cintakasih Tuhanlah yang menyatukan kita bersama di dalam persekutuan Gereja. Tuhan yang mengundang kita untuk hidup dalam
persekutuan religius yang ditandai oleh Kharisma Bunda Elisabeth. Hidup bersama bukanlah karya manusia melainkan ada sebuah misteri Allah yang
terilhami yang tidak dapat dipahami oleh akal manusia. Disinilah setiap
suster yang disatukan mulai berupaya secara terus-menerus untuk menjaga api Roh kebersamaan dalam hidup bersama.
Menyadari akan keterbatasan setiap pribadi, sebagai komunitas setiap saat berupaya untuk melakukan bina diri bersama antara lain melalui
refleksi, pengolahan hidup, meditasi kontemplasi dan juga dicernment. Upaya ini diarahkan agar setiap suster tetap mengingat bahwa membangun
komunitas religius adalah tanggungjawab bersama. Alangkah bahagia suasana biara, bila terdapat kesatuan antara para
anggota ialah jika mereka saling membantu dan berunding, agar karyanya menghasilkan buah demi Allah EG. 39. Ada dialog, kerja sama,
keterbukaan untuk mengupayakan agar komunitas dapat berekembang sesuai yang dikehendaki oleh Allah.
Meneladan kehidupan Bunda Elisabeth sebagai acuan dalam menentukan tanggapan yang relevan dan efektif terhadap situasi, kita perlu
bertemu dengan Bunda Elisabeth bagaimana beliau menanggapi keterlukaan pada zamannya.
Setelah revolusi Perancis, Maastricth hancur lebur. Setiap perang membawa penderitaan bagi manusia dan kerusakan terhadap lingkungan.
Keterlukaan dan kehancuran seperti itulah yang ditanggapi Bunda Elisabeth. Ia melihat, tergerak dan bertindak secara nyata untuk meringankan
penderitaan manusia. Dengan sikap itu Bunda Elisabeth menjadi alat dalam mendirikan kongergasi; Bunda Elisabeth dibentuk untuk menanggapi situasi
keterlukaan dalam dunia. Bunda Elisabeth mampu menangkap dengan tajam
gerakan Roh dalam hidupnya karena relasi yang akrab dengan Yesus Kristus EG. 39-41. Pengalaman dikasihi Allah membuat ia mampu melihat realitas
dengan mata Allah, digerakan oleh belarasa dengan hati Allah, dan bertindak dengan tangan Allah. Bunda Elisabeth tidak meragukan kasih
Allah yang dialaminya, oleh karena itu Bunda Elisabeth juga tidak ragu- ragu akan kasih dan kehadiran Allah didalam sesama. Bunda Elisabeth
dalam ketersentuhan dengan keterlukaannya sendiri dan menyatukannnya dengan keterlukaan orang lain dan dunia, membuat Bunda Elisabeth merasa
lebih ringan dalam menanggung penderitaannya dengan demikian terjadilah saling berekonsiliasi antar kita kebersaman itu terjadi pula penyembuhan
dalam diri kita sendiri dan orang lain Kapitel Umum dan Kapitel Provinsi 2005: 29.
Bunda Elisabeth mampu tergerak untuk mengambil bagian dalam keterlukaan dunia, karena tidak terlepas dari relasinya yang akrab dengan
Yesus yang tersalib. Beriman akan Allah, harga diri yang sehat, dan sikap yang sehat terhadap orang lain berdasar pada kasih merupakan kekuatan dari
tanda kuat akan adanya harapan dalam situasi yang penuh dengan keterlukaan Kapitel Umum dan Kapitel Provinsi 2005:30. Bunda Elisabeth
sangat menghargai setiap pribadi, karena melalui pribadi-pribadi tersebut ia menemukan Allah yang berbelarasa, Allah yang mencintai tanpa syarat bagi
mereka yang terluka. Oleh karena itu kehadiran suster CB merupakan kesaksian sebagai nabi dengan mencintai mereka yang lemah, miskin dan
tersingkir sebagai wujud dari penyembuh bagi mereka yang terluka pada
zaman ini sesuai dengan situasi. Dengan harapan bahwa hal ini paling terutama adalah bagaimana setiap anggota kongregasi berusaha untuk
menghayati kasih itu dalam komunitas maupun dalam karya perutusannya sebagai suster CB.
C. Shared Christian
Praxis SCP
Sebagai Model
Katekese Pengampunan bagi Suster-suster CB
Para religius CB merupakan pribadi-pribadi yang secara serius berusaha menemukan kehendak Allah dalam peristiwa-peristiwa hidup yang
setiap hari dialaminya. Pengalaman perjumpaan dengan Allah itulah yang menjadi dasar untuk membangun hidup doa, karya maupun hidup
berkomunitas. Katekese model SCP adalah salah satu alternatif katekese model
pengalaman hidup. Katekese model SCP menekankan proses berkatekese yang bersifat dialogal dan partisipatif yang bermaksud mendorong peserta
berdasarkan konfrontasi antar “tradisi” dan “visi” hidup peserta dengan “tradisi” dan “visi” kristiani agar baik secara pribadi maupun bersama,
mampu mengadakan penegasan dan mengambil keuputusan demi terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah di dalam kehidupan manusia yang
terlibat dalam dunia. Model katekese SCP bermula dari pengalaman hidup umat, yang
direfleksikan secara kritis dan dikonfrontasikan dengan pengalaman iman supaya muncul sikap dan kesadaran baru yang memberi motivasi pada
keterlibatan baru. Maka sejak awal orientasi pendekatan ini pada “praxis” peserta.
1. Pengertian Shared Christian Praxis
a. Praxis Praxis
artinya“Praktek” lawan dari teori, yang bukan hanya dipraktek saja tetapi suatu tindakan yang sudah direfleksikan, praxis mengacu pada
tindakan manusia yang mempunyai tujuan untuk perubahan hidup yang meliputi kesatuan antara praktek dan teori. Praxis mempunyai tiga unsur
pembentuk yang saling berkaitan Sumarno, 2013:15. 1 Aktivitas
Aktivitas meliputi kegiatan mental dan fisik, kesadaran, tindakan personal dan sosial, hidup pribadi dan kegiatan publik bersama yang semuanya
merupakan medan masa kini untuk perwujudan diri manusia Sumarno, 2013:15.
2 Refleksi Kegiatan atau tindakan yang telah dilakukan direfleksikan terhadap pribadi
dan juga kehidupan bersama, serta terhadap Tradisi dan Visi iman Kristiani Sumarno, 2013:15.