dan penataan kemanusiaan berdasarkan rasa kemanusiaan terdalam. Tindakan rekonsiliatif serta penuh belas kasih merupakan seruan kembali
kepada kemanusiaan, menghidupkan rasa perikemanusiaan dan keadilan. Dengan demikian tujuan tindakan rekonsiliatif dan penuh rasa belas kasih
bukanlah mengalahkan atau menghina tetapi untuk pertobatan, menghapus permusuhan bukan musuh Darminta 1993:58.
B. YESUS SANG PENGAMPUN 1.
Ajaran Yesus Dalam Doa Bapa Kami
Seperti ini bukanlah satu- satunya dalam ajaran Yesus: “Haruslah
kamu sempurna, seperti Bapamu, seperti Bapamu yang ada disurga adalah sempurna” Mat 5:48. “Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu
adalah murah hati” Luk 6:36. “Aku memberikan perintah baru kepada kamu yaitu supaya kamu saling mengasihi, sama seperti Aku telah
mengasihi kamu” Yoh 13:34. Tidaklah mungkin mengikuti perintah Tuhan, andaikata itu berarti mengikuti contoh ilahi secara lahiriah. Tetapi
disini dimaksudkan satu keikutsertaan yang hidup “keluar dari kedalaman hati”, pada kekudusan, kerahiman dan cinta Allah kita. Hanya Roh, yang
dariNya kita “hidup” Gal 5:25, dapat membuat sikap Yesus menjadi sikap “kita”. Kesatuan pengampunan menjadi mungkin, apabila kita saling
mengampuni, “sebagaimana Allah didalam Kristus telah mengampuni kamu” Ef 4:32. Dengan demikian kata-kata Tuhan mengenai
pengampunan, artinya cinta yang mencintai sampai kesudahnnya, menjadi hidup KGK, 1995:711.
“Ampunilah kami, seperti kami pun mengampuni yang bersalah kepada kami”. Melalui doa Bapa Kami ini mau menyadarkan manusia bahwa
sebenarnya hidup tergantung sepenuhnya pada Allah, tetapi setiap kali manusia bertindak seolah-olah berkuasa sendiri atas segala-galanya. Atas
dasar kesadaran itu manusia memohon agar Allah membebaskan utang kepada-Nya. Ini adalah rahmat yang amat besar, karena manusia tidak
mampu membebaskan dirinya sendiri dari dosa-dosa. Dalam doa ini Yesus secara mendasar menghubungkan kesalahan-kesalahan manusia terhadap
sesama. Agar dapat menerima pengampunan dari Allah, manusia dituntut saling mengampuni bdk. Mat 5:7; 6; 14-15; Mrk 11:25. Meskipun
demikian pengampunan yang berikan kepada sesama tidak boleh dipandang sebagai syarat atau membuat seseorang mempunyai hak atas pengampunan
Allah. Pengampunan kepada sesama, pertama-tama, merupakan tanda ketulusan dan kesungguhan untuk mohon ampun kepada Allah.
Pengampunan Allah sendiri adalah rahmat yang diberikan atas dasar kasih dan kesetiaan-Nya bdk. Yes 55:6-7 ; Dan 9:18-19 Iman Katolik, 206-207.
Hubungan awal antara manusia dan Allah oleh para Bapa Gereja digambarkan sebagai dalam suasana “berbicara merdeka”. Suatu
komunikasi dengan Allah tanpa takut, penuh keakraban, tanpa ada pura- puaraan, tanpa topeng dan permainan. Manusia mampu berkomuniksi murni
dan intim dengan Allah. Dengan menyebut Allah Bapa, Yesus menawarkan
suatu proses penyembuhan dari segala luka karena berbagai sebab, seperti kurang kasih, kurang kelembutan, kurang persaudaraan, kurang aman dan
lain sebagainya. Bapa memberi jawaban atas segala kekurangan yang dimiliki manusia dalam hidup ini. Tetapi hal ini memang tidak mudah,
terutama bagi mereka yang tak mengalami figur Bapa yang cukup sehat dan mengesan Mat 23:37. Tetapi yang jelas tantangan pula bagi mereka yang
tidak memiliki atau mengalami figur Bapa dan ibu yang baik. Bagaimanapun juga sulitnya, ajakan Yesus menyebut Allah Bapa
menjanjikan banyak hal bagi manusia yang terluka, meski untuk itu orang sering harus melalui proses panjang dan menyakitkan. Dengan sebutan ini
manusia dikembalikan pula dalam persaudaraan, karena diajak untuk berseru bersama Bapa Kami Darminta, 1992:16-17.
Doa Bapa Kami merupakan doa tahun iubileum. Doa yang menuju untuk terealisasinya pemebebasan dari keadaan yang tidak manusiawi,
ketidakadilan dan penindasan, hidup dalam zaman rekonsiliasi dan pemulihan martabat hidup manusia. Itulah yang dilakukan oleh Yesus
seperti makan bersama dengan orang pendosa, tidak menghukum pelacur, menyembuhkan penyakit, memanggil orang berdosa Darminta, 1992:41.
2. Yesus Sebagai Pengampun dalam Salib-Nya
Dengan cinta kasih-Nya yang tak berkesudahan, Yesus bersabda, “Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan
nyawanya untuk sahabat-sahabatnya” Yoh 15:13. Penderitaan dan wafat-
Nya di kayu salib merupakan wujud cinta kasih-Nya yang tiada batas. Dengan tulus hati Yesus mengorbankan diri-Nya demi keselamatan seluruh
umat yang di kasihi-Nya. Cinta sejati tidak mengenal alasan, tidak memiliki ukuran, tidak menciptakan batas-batas, tidak menghitung-hitung, tidak
mengingat kesalahan, dan tidak memaksakan aneka, macam persyaratan. Yesus selalu bertindak atas dasar cinta. Dari kediaman Allah Tritunggal,
Yesus membawa kepada manusia cinta yang besar dan tidak terbatas, yaitu cinta ilahi yang merangkul segalanya. Cintakasih kasih Yesus mendorong
manusia untuk mensyukuri, menanggapi, dan selanjutnya membagikannya kepada orang-orang yang dicintainya. Sebagai murid-murid-Nya manusia
sekalian diundang dan sekaligus dimampukan oleh-Nya untuk mengasihi saudara-saudari dengan tulus seperti Yesus. Cinta sejati yang rela berkorban
sekaligus merupakan cinta yang tulus, yaitu cinta yang mengalir dari hati yang jujur, bersih dari pamrih-pamrih pribadi. Cinta semacam ini bebas dari
rasa senang atau tidak dan bebas dari keinginan untuk memaksakan syarat- syarat tertentu. Cinta yang tulus membuat orang bertobat dari perbuatannya
yang jahat. Cinta yang tulus, kecuali membuat orang yang dicintainya bersukacita, juga membuat diri sendiri merasa bahagia. Untuk itu, perlu
belajar mencintai dengan tulus, belajar membuka hati, belajar untuk berkorban, dan belajar untuk lebih mencintai dengan tulus seperti Yesus
mencintai manusia Heryatno, 2014:21. Yesus memberikan kepenuhan arti baru kepada seluruh umat
manusia dengan menjadikan tubuh-Nya yang hancur menjadi jalan
penyembuhan, pembebasan, dan kehidupan baru. Dengan demikian seperti halnya Yesus, orang yang memaklumkan pembebasan dipanggil tidak hanya
untuk merawat luka-lukanya sendiri dan luka-luka orang lain, akan tetapi menjadikan luka-luka-Nya sendiri sumber kekuatan penyembuhannya
Nouwen, 1989:80. Kalau seseorang tidak takut untuk masuk ke dalam diri batin
sendiri dan memusatkan perhatian pada gerak jiwa sendiri, orang akan mengetahui bahwa hidup berarti dicintai. Pengalaman ini mengatakan
kepada setiap orang bahwa manusia hanya dapat mencintai karena dilahirkan oleh kasih; bahwa orang hanya dapat memberi karena hidup
seseorang adalah anugerah; dan bahwa seseorang hanya dapat membuat orang lain bebas karena sudah dibebaskan oleh Dia, yang hati-Nya jauh
lebih besar daripada hati manusia Nouwen, 1989: 87. Persahabatan yang kuat terjadi bila saling mengasihi secara tulus,
karena percaya bahwa Allah telah mengasihi manusia bdk 1 Yoh 4:10. Mengasihi saudara terutama yang paling hina adalah perintah Allah bdk
Yoh15:9; Mat 25:31-46. Perintah Allah bukanlah sekedar himbauan yang dapat ditanggapi secara sukarela. Karena itu, sikap paling tepat sebagai
pengikut Kristus adalah menuruti perintah- Nya. “Barang siapa menuruti
segala perintah-Nya, ia diam dalam Allah dan Allah diam didalam Dia” 1 Yoh 3:24; bdk. Yoh 15:9-17. Kasih yang tulus merupakan karunia Allah
yang menyelamatkan semua orang bdk. Tit 2:11. Maka terhadap kekerasan yang terjadi dalam hidup bersama hendaknya berjuang untuk
menyingkirkannya secara aktif tanpa kekerasan. Dengan kasih yang tulus, seseorang berkehendak memutus lingkaran balas dendam Ardas, 2001-
2005:20. Kedamaian merasuki hati dan jiwa saat cinta Tuhan yang penuh
pengampunan, belas kasihan, dan kemurahan hati membersihkan dosa-dosa manusia. Ia selalu mengulurkan tangan-Nya untuk merangkul manusia.
Tuhan selalu mengulurkan tangan-Nya untuk menuntun dan membimbing manusia. Tuhan selalu menerima dengan penuh cinta, apa pun dan
bagaimana pun keadaan manusia. Tuhan Yesus meyakinkan bahwa Ia akan mengampuni siapa pun yang datang kepada-Nya. Pengampunan-Nya akan
mendatangkan kedamaian yang tak dapat diberikan oleh dunia Riyanto, 2004:92-93.
3. Hidup Berkomunitas Menurut Mateus 18:1-20
Para murid diajak untuk membangun komunitas beriman secara benar Mat 18:1-5, tidak saling memberi batu sandungan Mat 18:6-11,
bahkan justru mencari dan menemukan yang hilang dan menjauh Mat 18:12-14, memberi sumbangan demi kebaikan sesama Mat 18:15-20. Hal
ini yang dikehendaki oleh Yesus dalam membangun komunitas para murid. Dengan demikian para murid juga ditantang oleh Yesus untuk mengenakan
kebijaksanaan dan tanggung jawab yaitu seorang yang dekat dengan Allah, karena kedekatan dengan Allah itulah yang memberikan kemerdekaan,