MANFAAT PENULISAN Kebatinan dan Aliran Pangestu

12 kesempurnaan hidup”. Konsep yang hampir sama dalam definisi Kebatinan lainya disampaikan oleh tokoh Kebatinan Soesilo sebagai berikut: “Kebatinan adalah bentuk usaha untuk mewujudkan dan menghayati nilai dan kenyataan rohani dalam diri manusia serta alamnya dan membawa orang kepada penemuan kenyataan hidup sejati serta pencapaian budi luhur dan kesempurnaan hidup” Rahmat, 1973:188. Kebatinan menegaskan bahwa satu-satunya sumber untuk pengakuan Tuhan adalah pengalaman batin manusia sendiri. Kebatinan sebagai pangkal perkembangan manusia, berasaskan budi luhur dan kesempurnaan hidup. Praktek Kebatinan adalah usaha untuk berkomunikasi dengan realitas asali. Sebagai cabang pengetahuan, Kebatinan mempelajari tempat manusia dalam dunia kosmos. Itu didasarkan atas adanya kesatuan yang hakiki diantara segala yang ada di semesta alam ini. Kebatinan melihat eksistensi manusia dalam susunan kosmologis, membuat hidup ini menjadi pengalaman religius dan berpartisipasi dalam kemanunggalan kehidupan Mulder, 1983: 22. Paham dasar Kebatinan mengatakan bahwa manusia terdiri dari sifat lahir dan sifat batin, kedua aspek ini saling berhubungan. Setiap yang ada berkewajiban moral untuk menciptakan harmoni antara aspek-aspek lahir dan aspek-aspek batin dari hidup ini. Dalam arti yang batin mengendalikanmenguasai yang lahir, dengan demikian hidup di dunia akan menjadi harmonis dan terkoordinasi dengan prinsip kesatuan asali kehidupan. Karena alasan ini masyarakat diatur agar dapat seimbang melalui tatakrama yang mengatur tingkah laku interpersonal, adat mengatur tingkah laku komunal, upacara agama dan praktek mistik mengatur 13 hubungan formal antar masyarakat dengan alam adiduniawi. Sedangkan naluri dan emosi manusia diatur oleh aturan moral yang dikenakan atas tingkah laku perorangan yang menekankan narimo, sabar, waspada-eling, andapasor dan prasaja. Semuanya itu penting bagi keseimbangan manusia dan bagi mempertahankan keseimbangan dengan Ada atau Hidup. Barang siapa yang hidup harmonis dengan alam, dan masyarkat dengan sendirinya ia harmonis dengan Kehidupan. Pelanggaran atas harmoni itu, gangguan atas tatanan dianggap merupakan kesalahan dan hakekatnya merupakan dosa Mulder, 1983: 23. Jalan yang dilalui orang Jawa menyelami realitas asalikehidupan adalah dengan rasa yang peka dan terlatih rasa batin yang intuitif. Hakekat realitas ditangkap oleh rasa dan dibeberkan dalam batin yang tenang. Dengan mengatasi rintangan dan memelihara keharmonisan manusia akan sungguh-sungguh dapat memahami langsung tentang rahasia kehidupan. Praktek Kebatinan adalah usaha perseorangan yang ingin manunggal kembali dengan asal usulnya, berniat mengalami tersingkapnya rahasia kehidupan atau membebaskan dari ikatan-ikatan duniawi. Aliran Kebatinan mempunyai “Ajaran” sendiri yang disebut piwulang, wewarah atau tuntunan. Ajaran itu berasal dari penerangan batin sang guru atau panuntun yang menjadi pendiri atau pendasar aliran itu. Tidak hanya guru atau panuntun yang dapat mengalami terang batin, tetapi juga setiap warga atau murid, tentu saja pada tahap permulaan dengan bimbingan guru atau panuntun dapat mengalaminya sesuai dengan usaha dan anugrah Tuhan. Dalam hal ini disebut “Tuhan” sebagai pemberi terang batin entah secara “langsung”, entah lewat 14 “perantara”. “terang batin” itu disebut dengan aneka nama: ilham, pituduh, wangsit, wedharan, wahyu Banawiratma, 1986: 63. Ajaran dalam Kebatinan sering disebut ngelmu atau ngelmu batin, yang dibedakan kawruh atau ngelmu lahir. Ngelmu batin adalah pengetahuan yang berasal dari penerangan batin dan harus dipahami terutama dengan jalan olah rasa, yang biasanya juga disertai laku tapa, mati raga. Yang terpenting bagi para penganut Kebatinan bukanlah bentuk dan rumusan “ajaran”, melainkan penghayatan batin akan isi ajaran itu, yang diusahakan dialami dan dilaksanakan dalam kehidupan pribadinya. Kebatinan bertujuan mencari kebenaran, maka kebenaran dimengerti sebagai kasunyatan “kebenaran ” yang dihayati dialami, dilaksanakan dan terbukti dalam kehidupan. Kebenaran macam inilah yang menjadi pokok pembicaraan dalam sarasehan, bawa rasa semacam sharring bila para warga Kebatinan berkumpul, entah dalam pertemuan organisasi, entah dalam pertemuan pribadi antara murid dan guru ataupun sesama murid Banawiratma, 1986: 63.

b. Mistik Kebatinan

Segala sesuatu yang hidup adalah satu dan tunggal. Manusia dipandang sebagai percikan dari zat hidup yang meliputi segala sesuatu, manusia mempunyai dua segi lahir dan batin. Melalui segi batin, manusia dapat mencapai persatuan dengan Zat Hidup. Untuk mencapai kesatuan dengan zat hidup, manusia harus mengatasi segi-segi badaniah. Kebatinan merupakan mistik murni yang membuka pengetahuan dan pengalaman individual langsung dengan Tuhan. Oleh karena itu 15 pada dasarnya Kebatinan itu mistik. Konsep mistik dalam aliran Kebatinan, sebagaimana halnya mistisisme agama, intinya menekankan hubungan langsung antara manusia dengan Tuhan, manusia sebagai pihak yang aktif berupaya untuk dekat dengan Tuhan, bahkan bersatu dengan Tuhan, yang sering disebut dengan Manunggaling Kawula Gusti Suwarno, 2005: 88.

c. Ciri-ciri Kebatinan

Dalam Kebatinan ada sifat dan ciri yang khas. Pada umumnya sifat-sifat itu terdapat pada segala jenis aliran Kebatinan, meskipun tidak semua unsur sama. Sebagai nilai, sebuah sifat dianggap hanya terdapat dalam lingkungan Kebatinan sendiri. Bersama-sama akan dibahas sifat-sifat atau ciri-ciri dari Kebatinan yang sebagai berikut: 1 Sifat pertama “Batin” Kata batin mempunyai arti di dalam diri manusia. Kata tersebut berasal dari kata arab, mempunyai arti: perut, rasa mendalam, tersembunyi rohani, asasi. Dalam ilmu jiwa, batin dipergunakan sebagai sifat keunggulan terhadap perbuatan lahiriah, peraturan dan hukum yang dilahirkan dari luar oleh pendapat umum. Penilaian duniawi seringkali mementingkan kedudukan dan peranan manusia yang tidak sebenarnya: gelar, pangkat, harta benda, kekuasaan. Dari semua itu diremehkan oleh orang Kebatinan, ia berusaha menembus dinding alam pancaindra untuk bersemayam pada asas terlahir dari kepribadiannya: yaitu Roh Rahmat, 1973: 126. 16 2 Sifat kedua “Rasa” Rasa adalah pengalaman rohani yang bersifat subjektif. Sifat “Rasa” tersebut merupakan reaksi terhadap gejala modernisasi yang mau menekankan otak sebagai pengganti hati dan akal sebagai pengganti rasa, kegiatan lahiriah sebagai pengganti pengalaman batin. Melawan itu diadakan latihan-latihan yang menyiapkan manusia untuk menerima wahyu sendiri, mendengar suara didalam hati, melukiskan hal yang membuat rasa tenteram dan puas Rahmat, 1973: 129. 3 Sifat ketiga “Asli” Sifat keaslian merupakan ciri khas Kebatinan . Sifat “asli” dalam ilmu Kebatinan merupakan reaksi terhadap gejala keterasingan manusia dalam dirinya sendiri. Gerakan Kebatinan timbul sebagai gerakan yang mau memperkembangkan kepribadian “asli”. Sifat asli ini juga merupakan reaksi terhadap gejala yang cenderung mengabaikan keaslian budaya daerah. Dan lingkungan universal “asli” merupakan reaksi terhadap gejala internalisasi kebudayaan. Kebatinan di Indonesia mau menekankan dan mempertahankan gaya hidup dan kesopanan Timur Adimassana, 1986:13. 4 Sifat keempat “hubungan erat antar anggota” Sifat hubungan erat antar warga yaitu mempererat dan mempersatukan mereka yang tergabung dalam suatu aliran Kebatinan adalah kesamaan pandangan hidup diantara mereka. Kesamaan tersebut di peroleh melalui “Jumbuhing Kawula Gusti ”, yaitu kesatuan tiap-tiap anggota dengan Dia yang disembah, kepada jiwa perorangan melebur diri. Dengan demikian Kebatinan menyediakan pemenuhan 17 bagi kebutuhan untuk bersatu sama lain. Masyarakat yang terbentuk adalah masyarakat yang berpola gotong royong dan kekeluargaan Rahmat, 1973: 136. 5 Sifat kelima “akhlak sosial” Dalam situasi sosial masyarakat kita kita banyak mendengar berita tentang krisis sosial, kemrosotan akhlak, kerusuhan dimana-mana, kasus korupsi yang merajalela. Bisa dikatakan bahwa dalam kaidah moral, masyarakat dewasa ini tidak mengenakan tubuh “Kebatinan”. Oleh sebab itu agar manusia kembali pada langkah kesusilaan asli dengan semboyan jawa “budi luhur dan sepi ing pamrih”. Dengan ungkapan lebih positif dikatakan bahwa “membangun masyarakat ialah membangun diri sendiri, dan membangun diri sendiri adalah membangun masyarakat”. Kesadaran semacam itu disebut sebagai “rasa bersatu” dengan masyarakat. Jadi dalam masyarakat tidak ada rasa individualistis, sehingga yang ada adalah “rasa sama”, rasa bersatu dengan masyarakat bisa tercapai bila tiap- tiap individu mempunayai “rasa sama”. Rasa sama itu menimbulkan rasa enak dalam gerak hidup sosial manusia Adimassana, 1986: 39. 6 Sifat keenam “gaib” Kebatinan memiliki kekuatan yang dihasilkan dari alam dan memberikan gabungan aura positif terhadap orang yang mengalaminya. Maka didalam Kebatinan umumnya terdapat kepercayaan pada daya- daya “gaib” yang suprarasional. Daya gaib itu ada dua macam, yaitu magi hitam dan magi putih. Menurut Wangsanegoro, Kebatinan tidak termasuk sebagai magi hitam, karena Kebatinan tidak menggunakan “klenik”. Yang dimaksud klenik adalah adanya praktek-praktek sesat yang dijiwai oleh nafsu setan. Ciri- ciri gejala “klenik” 18 adalah adanya praktek-praktek yang melanggar norma-norma agama, Kebatinan, kerohanian, kejiwaan, norma susila dan hukum Adimassana, 1973: 14.

d. Penggolongan Kebatinan

Dalam perkembangan lebih lanjut, menurut Adimassana 1986: 22-23, aliran-aliran Kebatinan memperkenalkan dengan nama “kepercayaan”. Dalam nama tersebut badan konggres Kebatinan Indonesia merumuskan tiga unsur, yaitu: Kebatinan, kejiwaan, dan kerohanian. Kebatinan mengandaikan adanya ruang hidup dalam diri manusia yang bersifat kekal. Seluruh alam kodrat dengan segala daya tenaganya hadir secara imanen di dalam batin itu dalam wujud kesatuan tanpa batas antara bentuk. Bila manusia mengaktifkan daya batinnya dengan segala rasa atau semedi, dia membebaskan diri dari prasangka tentang keanekaan bentuk. Melalui kontak alam gaib manusia menyadari diri sebagai satu dalam semua dan semua dalam satu: corak Kebatinan adalah kosmosentris; terwujud dalam sakti, astrologi, okultisme dan ramalan zaman depan. Kejiwaan mengajarkan psikoteknik, melalui jiwa manusia menyadari diri sebagai yang ada dan bebas mutlak yang tidak tergantung pada apa saja yang di luarnya. Manusia dibimbing untuk mengatasi batas-batas hukum alam dan logika untuk menuju realisasi jiwa sendiri, yang penuh rahasia, daya gaib. Di dalam kebebasan ini manusia mengalami kemuliaan dan kebahagia. Kejiwaan juga diartikan sebagai usaha untuk membebaskan jiwa dari belenggu keakuan dan keduniawian agar menjurus kepada dasar jiwa, dimana ditemukan Ketuhanan. 19 Kejiwaan itu berkembang, baik dalam faham pantheis, maupun dalam keyakinan monotheis. Kerohanian memperhatikan jalan, melalui mana roh manusia dapat bersatu dengan Roh Tuhan. Terdapat kerohanian monistis, menurut mana roh insani yang dianggap mengalir dari Tuhan. Terdapat pula kerohanian theosentris, dimana roh insani tercipta merasa dipersatukan dengan Tuhan pencipta tanpa kehilangan kepribadianya sendiri, entah melalui jalan budi atau gnosis, entah melalui cinta, bhakti atau tawakkul.

2. Kebatinan Aliran Pangestu

Pangestu singkatan dari Paguyuban Ngesti Tunggal yang artinya Persatuan untuk dapat bertunggal. Tunggal itu dapat ditafsirkan secara horisintal maupun vertikal melalui kesatuan solidaritas dengan golongan-golongan masyarakat, maupun kesatuan dengan Tuhan. Ajaran Pangestu didirikan tanggal 20 Mei 1949 di Surakarta. Tetapi ajaran Pangestu diwahyukan pada tanggal 14 Febuari 1932 kepada R. Soenarto Mertowerdojo di rumah Widuran Surakarta Dejong, 1976: 16. Ketika ia sedang duduk di serambi muka rumahnya, tiba-tiba seperti ada yang bersabda tetapi tidak didengar melalui telinga, melainkan langsung dari hati R. Sunarto, seperti kalimat berikut “Ketahuhilah yang dinamakan ilmu sejati ialah petunjuk nyata, yaitu petunjuk jalan yang benar, jalan yang sampai pada asal mula hidup” Suwarno, 2005: 291. Semua wahyu yang diterima oleh R. Soenarto dicatat dan dihimpun oleh R. Tumenggung Harjoprakosa dan R. Sumodiharjo. Sabda yang diwahyukan 20 selama berbulan-bulan dan dihimpunnya menjadi Serat Kitab Sasangka Jati Jiwa Sejati.

B. Ajaran tentang Wahyu dan Iman dalam Kebatinan Pangestu

Dalam Kebatinan Jawa khususnya hal “wahyu pribadi” dengan aneka wujudnya merupakan salah satu pokok penting yang banyak digumuli. Sumber ajaran yang disebut “piwulang” berasal dari penerangan batin guru yang menjadi pendiri aliran, yang didapatkannya melalui wahyu langsung dari Tuhan. Bagian pertama, penulis akan membahas wahyu dari Tuhan dalam Pangestu yang dikenal dengan wahyu Sasangka Jati dan bagian kedua akan membahas iman sebagai jawaban untuk mendekat kepada Tuhan dengan syarat menjalankan ajaran dalam kitab Sasangka Jati.

1. Wahyu Sasangka Jati dalam Pangestu

Dalam berbagai aliran Kebatinan dikenal beberapa wahyu sesuai dengan pemberian nama alirannya masing-masing. Kebatinan Pangestu memberi wahyunya dengan nama “Wahyu Sasangka Jati”. Telah dikisahkan bahwa penerima wahyu pertama adalah R. Soenarto. Semua wahyu yang diterima oleh R. Soenarto dicatat dan dihimpun oleh R. Tumenggung Harjoprakosa dan R. Sumodiharjo. Sabda yang diwahyukan selama berbulan-bulan dan dihimpunnya menjadi Kitab Sasangka Jati Jiwa Sejati. Menurut Harjoprakosa, kitab Sasangka Jati harus dibedakan dengan Wahyu Sasangka Jati. Menurut Pangestu, Wahyu Sasangka Jati adalah sama 21 dengan Wahyu Kristus atau Wahyu Ilahi. Dalam ajaran Kebatinan Pangestu, Wahyu adalah suatu hal yang diberikan oleh yang Maha Esa kepada manusia terpilih, setelah melampaui ujian-ujian yang berat. Wahyu tidak memiliki sebuah wujud. Datangnya wahyu tidak sekaligus tiba-tiba, namun secara berangsur- angsur sedikit demi sedikit, yang berati bahwa derajat Sasangka Jati itu didekati selangkah demi selangkah melalui waktu yang lama. Wahyu ada dan tumbuh dalam jiwa manusia terpilih. Wahyu itu anugrah bagi derajat kejiwaannya yang tinggi. Wahyu tidak berbentuk atau berupa apa-apa. Wahyu merupakan suatu derajat kejiwaan, pepadang terang, Suksma Sejati, kesadaran hidup. Sebenarnya tidak ditentukan siapa yang bisa menerima wahyu Sasangka Jati, yang menentukan adalah cara atau jalan untuk mendapatkan wahyu yang terdapat dalam kitab Sasangka Jati Hardjoprakoso, 2010: 7-8.

2. Iman dalam Pangestu

Iman dalam ajaran Kebatinan Pangestu dirumuskan dengan gambaran bahwa seorang beriman bersedia mendekati Tuhan dengan jalan menerima dan melaksanakan ajaran Sang Guru Sejati yang yang terkandung dalam kitab Sasangka Jati. Terbentuknya iman karena manusia menanggapi wahyu Sasangka Jati dengan mengimani dan melaksanakannya. Ajaran Sang Guru Sejati yang terkandung dalam kitab Sasangka Jati adalah sebagai berikut: a Hasta Sila, b Paliwara larangan-larangan, c Gumelaring Dumadi terbentangnya alam semesta, d Tunggal Sabda satu dalam kata, f Jalan Rahayu jalan keselamatan, g Sangkan Paran asal dan 22 tujuan, h Panembahan pemujaan. Yang akan dipaparkan secara singkat sebagai berikut Suwarno, 2005: 297-300:

a. Hasta Sila

Ajaran hasta sila atau panembahan batin delapan sila, sebagai jalan untuk kembali bersatu dengan Tuhan Yang Maha Esa, dibagi menjadi dua bagian, yakni Tri Sila dan Panca Sila. Tri Sila adalah panembahan hati dan cipta kepada Tuhan Yang Maha Tunggal. Tri Sila terdiri atas: sadar Eling, percaya Piandel, dan taat Mituhu. Panca sila atau lima watak utama, terdiri dari: rela, narima, jujur,sabar, dan budi luhur.

b. Paliwara

Paliwara adalah pokok larangan Tuhan kepada manusia. Pokok larangan ada lima macam, yaitu: 1 Jangan menyembah selain kepada Allah. 2 Berhati-hatilah dalam hal syahwat. 3 Jangan makan atau mempergunakan makanan yang memudahkan rusaknya badan jasmani. 4 Taatilah undang-undang negara dan peraturannya. 5 Jangan berselisih.

c. Gumelaring Dumadi

Gumelaring Dumadi berisi penjelasan tentang terjadinya dunia besar atau alam semesta seperti bumi, matahari, bulan, bintang, juga terjadinya makhluk 23 seperti manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, para dewa dan makluk halus seperti jin, setan.

d. Tunggal Sabda

Tunggal Sabda mengandung arti bahwa baik Kitab Suci Al-quran, maupun Kitab Suci Injil, demikian juga kitab Sasangka Jati, ketiga-tiganya merupakan sabda tunggal atau tunggal sabda, dalam arti sama-sama sabda dari Tuhan Allah. Islam dan Kristen adalah agama besar, keduanya mempunyai nabi dan rasul, yaitu Nabi Muhammad dan Nabi Isa. Sementara itu Pangestu menyatakan diri bukan agama dan tidak akan mendirikan agama baru. Pangestu juga tidak mempunyai nabi dan rasul yang hidup ditengah-tengah masyarakat. Sementara R. Sunarto sendiri mengaku hanya sebagai “siswa” Suksma Sejati dan menyebut dirinya hanya sebagai warana perantara sabda.

e. Jalan Rahayu

Jalan rahayu berarti jalan selamat, yaitu jalan utama untuk mencapai makna petunjuk dalam hasta sila, terdiri dari lima ajaran sebagai berikut: 1 Pahugeran Tuhan kepada hamba, sebagai dasar kepercayaan. 2 Panembahan sebagai sarana untuk memperkuat kebaktian kepada Tuhan. 3 Budi darma sebagai wujud kasih sayang kepada hidup. 4 Mengekang hawa nafsu. 5 Budi luhur sebagai bekal dalam menuju hidup yang sejati. 24

f. Sangkan Paran

Sangkan Paran mengandung arti dari mana asal mulanya dan kemana tujuanya. Sangkan paraning ngaurip, mengandung arti dari mana asalnya dan kemana tujuan hidupnya. Sangkan paran berisi lima ajaran sebagai berikut: 1 Kembalinya jiwa ke asal mulanya, jika tiba saatnya hamba dipanggil ke hadirat Tuhan. 2 Sebab-sebab yang merintangi kembalinya jiwa ke asal mulanya, karena melanggar larangan Tuhan. 3 Pahala dan pidana Tuhan 4 Datangnya pembalasan dan pidana Tuhan. 5 Datangnya pembalasan bagi perbuatan buruk yang belum dibebaskan melalui pertobatan.

g. Panembahan Tiga Tingkat

1 Panembah raga kepada Roh suci adalah tingkatan panembah bagi jiwa yang masih muda. Pada tingkatan ini Roh suci berupaya menundukkan empat nafsu, yakni: lawwamah, amarah, sufiah, dan mutmainah. 2 Panembah Roh suci kepada Suksma Sejati, adalah tingkatan penembah bagi jiwa yang telah dewasa, karena roh suci telah berhasil menundukkan hawa nafsunya. Pada tingkatan ini Roh Suci berupaya taat kepada suksma sejati. 3 Panembah Suksma Sejati kepada Suksma Kawekas adalah tingkatan panembah bagi jiwa yang telah luhur budinya. Panembah pada tingkat ini merupakan jalan bertunggal dengan Tuhan. 25 Melalui penyucian jiwa, penjernihan batin, lewat olah rasa, maka di sanalah wahyu mendapat tempatnya. Iman merupakan sebuah pertemuan atau perjumpaan manusia kepada Allah dan manusia memberikan diri kepada Allah sepenuhnya dengan menjalankan ajaran yang menjadi syarat untuk menjadi siswa Sang Guru Sejati. Selain itu Pangestu juga terbuka untuk belajar sari-sari kehidupan dari sastra jawa, seperti kisah Dewa Ruci dalam buku pegangan wajib Pangestu, digunakan untuk penggambaran kehidupan manusia Soemantri, 2011: 22.

C. Ajaran tentang Allah

Para anggota Kebatinan Pangestu yakin bahwa hanya ada satu Tuhan yang wajib disembah hal ini dinyatakan dalam kitab Sasangka Jati: “Sesungguhnya Tuhan yang wajib disembah itu hanya satu, tidak ada Tuhan Yang wajib disembah kecuali Allah, dan Allah itu tempat sesembahan yang sejati” Soenarto, 2014: 96. Tuhan adalah kekal, tidak mengalami perubahan, tidak hidup tidak mati. Berdiam-Nya Allah ialah di dasar hidup. Hidup itu kekal di situlah Allah berdiam. Kediaman Tuhan di dasar hidup, di hati sanubari para hamba yang digambarkan sebagai bayangan matahari yang kelihatan di dalam tempayan-tempayan air yang diletakkan di halaman rumah. Di setiap tempayan itu nampak ada satu matahari, walaupun sesungguhnya matahari tidak berada di dalam masing-masing tempayan itu, dan matahari sebenarnya tetap satu Solarso, 1987: 44. Tuhan yang mutlak tidak dapat dikatakan seperti apa, menurut Pangestu adalah suatu ke-tri-