Ajaran tentang Wahyu dan iman dalam Kristiani

56

b. Paham Iman menurut Magisterium Gereja

Dalam Dei Verbum DV memberikan wacana pandangan tentang iman sebagai berikut: “Kepada Allah yang menyampaikan wahyu, manusia wajib menyatakan ketaatan iman. Demikianlah manusia dengan bebas menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah, dengan mempersembahkan kepatuhan akal budi serta kehendak yang sepenuhnya kepada Allah yang mewahyukan, dan dengan sukarela menerima sebagai kebenaran, wahyu yang dikaruniakan oleh- Nya” DV. art. 5 Ajaran Konsili Vatikan II tentang iman diuraikan sebagai penyerahan diri kepada Allah, objek iman Allah sendiri dan iman merupakan anugrah Dister, 1991: 139. Iman sebagai penyerahan pribadi manusia seluruhnya kepada Allah secara bebas. Istilah Alkitabiah “ketaatan iman” Rm 16:26 diartikan secara personal sebagai jawaban bebas dari pihak manusia menanggapi anugrah wahyu dari Allah. Tentunya manusia membutuhkan akal budi untuk mengetahui kebenaran. Akan tetapi bukan akal-budi saja yang terlibat tetapi juga seluruh diri pribadi manusia, sehingga ia berbalik kepada Allah dan menyerahkan diri kepada- Nya dengan tau dan mau, dengan segenap jiwa dan raganya, dengan segenap hati dan segala kekuatanya. Objek iman yaitu Allah Sendiri. Jadi yang pertama dipercayai ialah Allah berbicara, Allah mewahyukan. Pribadi Allah sendirilah yang pertama-tama diimani manusia dalam sikap penyerahan diri yang total kepada-Nya. Iman itu anugrah sebagai pertemuan personal dengan Allah. Supaya iman itu ada perlulah uluran tangan dan bantuan rahmat Allah serta pertolongan batin Roh Kudus. Peranan Roh Kudus diuraikan sebagai peranan triganda. Pertama, 57 Roh memegang peranan dalam penyerahan bebas kepada Allah, sebab Roh Kudus itu “menggerakkan hati”. Kedua Roh itu memegang peranan dalam penyetujuan intelektual yang bebas dengan Allah, sebab Roh itu “membuka akal budi”. Akhirnya Roh itu memberikan kepuasan dan kegembiraan dalam menyetujui dan mengimani kebenaran, sebab Roh itu ” memberi kenikmatan”.

3. Terbentuknya Gereja Berkat Perwahyuan Roh Kudus oleh Kristus yang

Mulia Kepenuhan wahyu ada dalam Kristus, namun wahyu Allah berlangsung sampai saat ini, hal ini dimungkinkan oleh Roh Kudus yang diutus oleh Kristus mulia, yakni oleh Yesus setelah Ia dimuliakan oleh Allah Bapa dalam kebangkitan-Nya dan kenaikan-Nya ke surga. Roh Kudus mempersatukan Kristus dengan Bapa, Roh itu juga yang mempersatukan Yesus dengan para murid Yoh 14:16-17; Kis 1:4-5. Dan dicurahkan atas para Rasul pada hari Pentakosta, lima puluh hari sesudah paskah Kis 2:1-13. Melalui Roh yang sama, Tuhan mulia tetap hadir di dunia kita dalam ruang dan waktu. Dicurahkannya wahyu dalam Roh Kudus atas orang-orang yang percaya Tuhan di dalam Kristus itu menjadikan “umat Allah yang baru”, yaitu Gereja Dister: 1991: 119. Gereja melanjutkan dan mengambil bagian tugas Kristus yakni: tugas nabi, tugas imam dan tugas rajawi. Tugas nabi adalah dalam pewartaan, tugas imam adalah tugas dalam perayaan-perayaan dan pengudusan dan tugas rajawi dalam konsili Vatikan II diartikan sebagai melayani. Tritugas ini Gereja berusaha 58 mengejawantahkan diri, memberi makna dan pelayanan bagi kehidupan manusia KWI, 1996: 382.

4. Pedoman Iman Kristiani sebagai Penjamin Wahyu Allah

Timbullah pertanyaan bagaimana pegangan, supaya pada masa kini masih dapat mengenal Allah sebagaimana Ia telah mewahyukan dalam Kristus dan iman yang kita anut sekarang ini sama dengan iman para Rasul zaman dahulu. Allah sendiri menentukan bahwa seluruh wahyu diteruskan agar semua orang dalam segala zaman dapat mengenal Allah dan diselamatkan. Kehendak Allah itu nyata dalam perintah kristus untuk mewartakan Injil sampai ke ujung bumi Mt 28:19- 20; Kis 1:8. Para rasul memberikan perintah itu dengan dua cara, yakni dengan pewartaan tidak tertulis yang disebut “Tradisi” dan dengan pewartaan tertulis yang disebut “Kitab Suci”. Tradisi dan kitab suci sebagai khazanah wahyu dipercayakan kepada Gereja untuk menafsirkannya secara otentik dalam “Magisterium” Gereja Dister, 1991: 161. Pedoman iman itu dijelaskan sebagai berikut:

a. Tradisi

Tradisi suci adalah ajaran yang tidak tertulis seperti yang diungkapkan dalam Kis 2:42 bahwa jemaat Kristen perdana bertekun dalam pengajaran para Rasul, jauh sebelum tulisan Perjanjian Baru lahir. Jadi kehidupan iman Gereja tidak terbatas pada buku saja, tetapi juga ajaran lisan para pemimpin suci yang ditetapkan oleh Tuhan. Isi Tradisi sama dengan isi wahyu, namun tidak hanya terdiri dari kata-kata tetapi seluruh kenyataan hidup Kristiani seperti: pengajaran 59 doktrinal, hidup bersama dalam kerukunan cinta kasih dan perayaan ibadat-ibadat yang pusatnya dalam sakramen-sakramen Dister, 1991: 171.

b. Kitab Suci

Gereja percaya bahwa kitab suci ditulis dengan ilham Roh Kudus dan kebenaran isinya juga dijamin oleh Roh Kudus. Kitab suci mengartikan peristiwa- peristiwa sejarah khususnya peristiwa Yesus sebagai sapaan Allah yang berkehendak menyelamatkan manusia. Kitab suci merupakan kesaksian tertulis orang beriman.

c. Ajaran Magisterium

Magisterium adalah wewenang atau kuasa mengajar Gereja. Dasarnya Magisterium adalah “Adapun tugas menafsirkan secara otentik Sabda Allah yang tertulis atau diturunkan itu, dipercayakan hanya kepada Wewenang Mengajar Gereja yang hidup, yang kewibawaannya dilaksanakan atas nama Yesus Kristus” DV 10. Ajaran Magisterium meliputi, butir-butir syahadat, ajaran-ajaran konsili- konsili ekumenis dan ajaran ex-cathedra tak dapat sesat Magisterium Paus yang luar biasa Rausch, 2001: 128. Tradisi, Kitab Suci dan Magisterium sangat erat hubungannya. Alkitab harus ditafsir dalam kesatuan dengan tradisi. Agar Tradisi dan Kitab Suci dapat dihayati sepanjang zaman maka wewenang mengajar, soal iman dan moral ada ditangan Uskup sebagai pengganti Para Rasul dan Paus sebagai pemimpin, yakni pengganti Petrus. 60

B. Ajaran tentang Allah

Merupakan sejarah yang sangatlah panjang bila hendak merefleksikan yang diimani Allah dalam ajaran iman Kristiani sampai refleksi Allah Tritunggal: Bapa Putra dan Roh Kudus. Dalam bagian ini akan disajikan pandangan, pengalaman dan refleksi akan Allah dalam tradisi Kristiani. Bagian ini akan dibahas oleh penulis dalam tiga bagian pokok utama. Bagian pertama membahas tentang paham Allah dalam dunia Perjanjian Lama, kemudian pandangan Allah dari sudut Perjanjian Baru, selanjutnya yang terakhir akan dibahas hasil refleksi atas pengalaman paham Allah dalam Tradisi Bapa Gereja yang dikenal dengan Allah Tritunggal yang telah kita imani sampai sekarang.

1. Paham Allah dalam Perjanjian Lama

Pengalaman Allah dalam Perjanjian Lama dalam sejarah yang sangat penting adalah pembebasan dari perbudakan bangsa Israel dari Mesir. Allah yang selalu menuntun bangsa Israel. Allah dialami yang memberkati seluruh ciptaan. Yahwe adalah sebutan khusus untuk Allah bangsa Israel Darminto, 1973: 1. Menurut Kirchberger 1999: 66-68 Allah Yahwe digambar dalam berbagai pengalaman hidup Israel. Allah digambarkan yang istimewa, dibandingkan allah-allah bangsa lain. Ciri ini diperjuangkan oleh gerakan Yahwe yang nyata dalam syahadat Israel Ul 6:4. Sangatlah penting bahwa Allah adalah Esa, supaya Israel jangan diperbudak oleh allah-allah lain yang tidak bisa memberikan hidup. Allah itu hadir bagi manusia dimana manusia membutuhkan. Yahwe menyertai umat-Nya, mengusahakan kebahagiaan manusia yang benar, 61 tetapi bukan Allah yang bisa dimanipulasi oleh manusia. Allah itu Membebaskan dan Memihak, Ia akan menebus nyawa mereka dari penindasan dan kekerasan, darah mereka mahal di matan-Nya Mzm 72:12-14. Yahwe itu Mencintai dilukiskan dengan memikat menyentuh hati manusia. Yahwe digambarkan sebagai induk rajawali yang melindungi anaknya Ul 32:10- 14, sebagai gembala Mzm 23, sebagai ibu yang sayang anak-Nya Hos 11; Yes 49:14 dst; 66:13, Yes 49:14-16. Yahwe diperjuangkan bukan dengan berperang, melainkan lewat usaha menciptakan keadilan sosial yang adil, sehingga kehendak Allah menjadi nyata. Hal demikian dinyatakan dalam Yesaya: “mereka menempa pedang-pedangnya menjadi mata bajak dan tombak-tombaknya menjadi pisau pemangkas” Yes 2:4.

2. Paham Allah dalam Perjanjian Baru

Dalam Perjanjian Baru saat Yesus berkarya, Allah dikenalkan oleh Yesus dengan sebutan Bapa. Allah Bapa oleh Yesus dialami sebagai Dia yang mencintai dan merangkul semua orang. Pertemuan Allah Bapa diibaratkan dalam perumpamaan pesta nikah atau pesta syukuran karena berhasil menemukan kembali manusia berdosa yang dengan susah payah dicari-Nya. Yesus juga menentang tradisi Israel yang menekankan hubungan antara perbuatan dan nasib orang, dimana yang baik diganjar dengan kemakmuran, yang jahat dihukum. Keselamatan yang bergantung pada perbuatan manusia. Namun Bapa melalui Yesus mengajarkan perumpamaan mengenai para pekerja kebun anggur Mat 20: 1-16, dimana mereka yang datang kemudian, mendapat upahnya terlebih dahulu 62 dan sama besar dengan mereka yang mulai menggarap lebih dulu Mat 20:1-16. Menurut Yesus kebaikan dan keterbukaan Allah Bapa terhadap manusia tidak kenal batas dan tidak menuntut agar prasyarat tertentu dipenuhi dulu. Sebaliknya Allah mulai aktif mencari yang hilang bdk. Luk 15. Ia hanya menuntut dan mengharapkan manusia agar manusia jujur, berterus terang, dihadapan Allah, tidak bertopeng, bermuka dua. Terhadap sesama, Allah menuntut sikap solidaritas dan kerelaan untuk saling menerima, berdamai dengan sesama. Dalam jemaat perdana, pengalaman penampakan Yesus meyakinkan para murid bahwa Yesus yang disalibkan itu hidup. Hal ini bagi para murid menjadi yakin bahwa Yesus mengalami nasib jujur seperti hamba Yahwe, dalam Perjanjian Lama. Gambaran Allah atas Yesus dalam jemaat perdana sangat menonjol dalam gelar Yesus. Yesus sebagai Putera Allah dimaksudkan untuk mengungkapkan kedudukan Yesus sehubungan dengan penyelamat. Sebutan Putra Allah lebih mengungkapkan Yesus sebagai wakil Allah. Yesus Tuhan, sebutan Tuhan lebih mengungkapkan hubungan Yesus dengan umat manusia. Yesus bahkan disembah sebagai Yahwe sendiri. Dialah Allah orang beriman, Yesus Allah yang aktif berkarya dan menyelamatkan. Yahwe yang aktif tampak dalam diri Yesus dan Yesus adalah Yahwe yang aktif. Pengarang Injil pun menyatakan bahwa Yesus ada di dalam Bapa dan Bapa ada di dalam Yesus Darminta, 1973: 18,37. Yesus Tuhan berarti bahwa sesungguh-Nya Dia itu Raja, Yahwe sendiri, hidup karya serta sengsara-Nya dalam sejarah yang menyelamatkan semua orang. 63 Barangsiapa percaya bahwa keselamatan datang dalam diri Yesus, akan berani menyebut Yesus itu Tuhan Fil 2: 6-11.

3. Allah Tritunggal dalam Umat Kristiani

Akhirnya dalam permenungan tentang ajaran Allah yang sempurna, Gereja berpegangan teguh dengan dogma Allah Tritunggal. Allah Tritunggal merangkuman seluruh karya keselamatan Allah bagi manusia. Dalam Kitab suci, belum ditemukan suatu ajaran Tritunggal, namun telah ditemukan pernyataan- pernyataan bila di refleksikan secara lebih mendalam akhirnya menghasilkan suatu ajaran Tritunggal. Misalnya terdapat kalimat Perjanjian Baru yang menyebut ketiga p ribadi ilahi satu disamping yang lain, seperti “Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus dan kasih Allah dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian” 2 Kor 13:13. Dan “Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptiskanlah mereka dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus” Mat 28:19. Formula yang demikian digunakan oleh Bapa-Bapa Apostolik sesudah zaman Perjanjian Baru. Sejak abad ke II muncul usaha-usaha untuk mendalami dan memikirkan hubungan dari Putra dan Roh dengan Allah yang Esa. Bertolak dari pandangan awal ini, mulailah suatu proses pemikiran untuk menjelaskan dan mendalami bagaimana ajaran dogma Allah Tritunggal. Tradisi Kristiani berpendapat bahwa Allah adalah satu, tetapi memiliki tiga cara berkarya dan berada Michel, 2001: 62, yaitu Bapa, Putra dan Roh Kudus sebagai berikut: 64 a. Allah Bapa, sebagai pencipta yang Maha Kuasa dan Tuhan atas kehidupan. b. Allah Putra, sebagai Allah yang mewahyukan sabda Tuhan, pelajaran kehidupan melalui pribadi manusia Yesus. c. Allah Roh Kudus, sebagai Allah yang hadir secara imanen, aktif dan memberikan daya hidup dalam alam raya. Allah adalah satu namun kodrat-Nya mengandung tiga aspek atau sifat. Iman akan Allah Tritunggal tidak hanya menerangi pemahaman terhadap manusia dan ciptaan dan tujuan sejarah, bahkan memperjelas dan memperdalam apa yang diakui paham Kristiani menyangkut inkarnasi Allah dan penebusan umat manusia, hal ini adalah pusat iman Kristiani. Peristiwa inkarnasi bertujuan untuk mengajarkan bahwa Allah Bapa sebagai pencipta kehidupan, lewat perutusan Putra Allah, manusia tahu siapa Allah dan apa yang dituntut-Nya. Akhirnya karya keselamatan Allah tidak berhenti dengan perutusan Putra-Nya saja, manusia baru sungguh dipersatukan dengan Allah bila Allah sampai kedalam lubuk hati manusia, itulah karya Roh Kudus dalam diri manusia KWI, 1996: 324. Dalam peristiwa inkarnasi Allah Tritunggal mempunyai kehendak untuk berkomunikasi dengan ciptaan-Nya mencapai puncak yang tertinggi. Allah mengatasi jarak yang ada antara kebakaan-Nya dan kefanaan makhluk, antara kekayaan ilahi dan kemiskinan ciptaan seakan-akan bertemu dengan makhluk sebagai mitra yang sederajat Greshake, 2003: 67-68. 65

C. Ajaran tentang Penciptaan

Hal yang digunakan untuk membicarakan penciptaan dalam Kristen digunakan gagasan-gagasan yang memuat teologis tentang penciptaan dunia Kosmologi Teologi dan tentang manusia Antropologi Manusia, untuk menguraikannya penulis akan menyajikan pokok-pokok permenungannya melalui yang pertama teologi penciptaan dalam Kitab Suci, tujuan penciptaan dan bagian terakhir akan dibahas hakekat manusia.

1. Penciptaan dalam Kitab Suci

Karya penciptaan adalah karya Tuhan, maka manusia sesungguhnya tidak dapat memahami arti penciptaan, sebab segala pengetahuan berdasarkan pengalaman dan manusia tidak mempunyai pengalaman pernah sungguh menciptakan sesuatu. Manusia terbatas dan Allah tidak terbatas. Bagi manusia memahami penciptaan berarti menyadari bahwa manusia adalah makluk yang seluruhnnya bergantung pada Tuhan sebagai sumber hidupnya. Allah sebagai pencipta bahwa Allah telah menciptakan dunia dengan firman-Nya dan Allah menjadikan segala sesuatu ex nihilo, tanpa memakai bahan. Allah menjadikan langit dan bumi dengan sabda-Nya Kej 1:3.6.9.14.20.24.26. menciptakan dunia bukan dari sesuatu yang sudah ada creatio ex nihilo. Karena Allah sendiri bukanlah bahan yang dari pada-Nya dunia di ciptakan-Nya ex nihilo sui dan tidak ada bahan diluar Allah yang dari padanya Allah menjadikan langit dan bumi Dister, 2004: 61.