AJARAN KEBATINAN PANGESTU AJARAN IMAN KRISTIANI
13
hubungan formal antar masyarakat dengan alam adiduniawi. Sedangkan naluri dan emosi manusia diatur oleh aturan moral yang dikenakan atas tingkah laku
perorangan yang menekankan narimo, sabar, waspada-eling, andapasor dan prasaja. Semuanya itu penting bagi keseimbangan manusia dan bagi
mempertahankan keseimbangan dengan Ada atau Hidup. Barang siapa yang hidup harmonis dengan alam, dan masyarkat dengan sendirinya ia harmonis dengan
Kehidupan. Pelanggaran atas harmoni itu, gangguan atas tatanan dianggap merupakan kesalahan dan hakekatnya merupakan dosa Mulder, 1983: 23.
Jalan yang dilalui orang Jawa menyelami realitas asalikehidupan adalah dengan rasa yang peka dan terlatih rasa batin yang intuitif. Hakekat realitas
ditangkap oleh rasa dan dibeberkan dalam batin yang tenang. Dengan mengatasi rintangan dan memelihara keharmonisan manusia akan sungguh-sungguh dapat
memahami langsung tentang rahasia kehidupan. Praktek Kebatinan adalah usaha perseorangan yang ingin manunggal kembali dengan asal usulnya, berniat
mengalami tersingkapnya rahasia kehidupan atau membebaskan dari ikatan-ikatan duniawi.
Aliran Kebatinan mempunyai “Ajaran” sendiri yang disebut piwulang,
wewarah atau tuntunan. Ajaran itu berasal dari penerangan batin sang guru atau panuntun yang menjadi pendiri atau pendasar aliran itu. Tidak hanya guru atau
panuntun yang dapat mengalami terang batin, tetapi juga setiap warga atau murid, tentu saja pada tahap permulaan dengan bimbingan guru atau panuntun dapat
mengalaminya sesuai dengan usaha dan anugrah Tuhan. Dalam hal ini disebut “Tuhan” sebagai pemberi terang batin entah secara “langsung”, entah lewat
14
“perantara”. “terang batin” itu disebut dengan aneka nama: ilham, pituduh, wangsit, wedharan, wahyu Banawiratma, 1986: 63.
Ajaran dalam Kebatinan sering disebut ngelmu atau ngelmu batin, yang dibedakan kawruh atau ngelmu lahir. Ngelmu batin adalah pengetahuan yang
berasal dari penerangan batin dan harus dipahami terutama dengan jalan olah rasa, yang biasanya juga disertai laku tapa, mati raga. Yang terpenting bagi para
penganut Kebatinan bukanlah bentuk dan rumusan “ajaran”, melainkan
penghayatan batin akan isi ajaran itu, yang diusahakan dialami dan dilaksanakan dalam kehidupan pribadinya. Kebatinan bertujuan mencari kebenaran, maka
kebenaran dimengerti sebagai kasunyatan “kebenaran ” yang dihayati dialami,
dilaksanakan dan terbukti dalam kehidupan. Kebenaran macam inilah yang menjadi pokok pembicaraan dalam sarasehan, bawa rasa semacam sharring
bila para warga Kebatinan berkumpul, entah dalam pertemuan organisasi, entah dalam pertemuan pribadi antara murid dan guru ataupun sesama murid
Banawiratma, 1986: 63.