pengalaman dan kemampuan beradaptasi yang lebih baik dalam mengatasi masalah yang dihadapi.
4. Karakteristik individu Berdasarkan Tingkatan Adversity Quotient
Individu dilahirkan untuk memiliki impian yang harus dicapai dalam hidup. Proses mengejar impian dalam hidup tersebut dapat
dinamakan proses pendakian dan proses ini dapat memberikan gambaran mengenai tingkatan adversity quotient AQ. Stoltz 2000 membagi
karakteristik individu berdasarkan tingkat adversity quotient menjadi tiga bagian, yaitu :
a. Quitters mereka yang berhenti. Quitters cenderung menjalani hidup dengan memilih jalan
yang mudah saja, yang artinya mereka selalu menghindar dari tantangan. Sadar atau tidak sadar quitters selalu melarikan diri dari
pendakian, yang berarti juga mengabaikan potensi yang mereka miliki dalam kehidupan ini. Umumnya quitters tidak memiliki visi
yang jelas serta berkomitmen rendah ketika menghadapi tantangan. Quitters
cenderung menjadi pemarah, frustasi dan menyalahkan lingkungan sekitarnya, sehingga mereka ini sangat
tidak menyukai ketika ada seseorang yang masih melakukan pendakian berjuang. Menurut hierarki kebutuhan maslow individu
dengan tipe quitters ini cukup puas dengan pemenuhan kebutuhan dasar atau fisiologis saja dimana pada piramida kebutuhan maslow,
kebutuhan fisiologis ini letaknya paling dasar. Individu quitters ini cenderung akan banyak kehilangan kesempatan berharga dalam
hidupnya. b. Campers mereka yang berkemah.
Kelompok individu yang kedua adalah campers. Campers ini mudah puas dengan hasil yang diperolehnya. Mereka tidak
ingin melanjutkan usahanya untuk mendapatkan sesuatu yang lebih dari apa yang sudah mereka dapatkan saat ini. Di sini
mereka mengakhiri usahanya karena sudah merasa puas dengan hasil yang didapat.
Berbeda dengan quitters, campers sekurang-kurangnya telah menghadapi setiap tantangan yang ada untuk mencapai
tujuan tertentu. Perjalanan mereka mungkin memang mudah atau mungkin mereka telah mengorbankan banyak hal dan telah
bekerja dengan rajin untuk sampai ke tingkat dimana mereka kemudian berhenti.
Para campers ini akan mengakhiri pendakiannya pada tingkat yang mereka inginkan saja, tanpa
mencoba untuk mendaki lebih tinggi lagi guna mencapai puncak. Tipe campers ini merupakan golongan yang sedikit
lebih banyak mengusahakan agar terpenuhinya kebutuhan keamanan yang ada pada skala hirarki Maslow.
c. Climbers para pendaki Climbers adalah pemikir yang selalu memikirkan
kemungkinan-kemungkinan dan tidak pernah membiarkan umur, jenis kelamin, ras, cacat fisik atau mental atau hambatan
lainnya untuk menghalangi usahanya. Adapun para climbers, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yakni mereka yang dengan segala usaha keberaniannya menghadapi resiko untuk menuntaskan pekerjaannya. Climbers
pendaki mereka yang selalu optimis melihat peluang, melihat celah dan harapan di balik keputusannya.
Climbers merupakan kelompok orang yang selalu berupaya mencapai puncak kebutuhan aktualisasi diri pada skala hirarki
Maslow. Keadaan yang sulit tidak membuat para climbers menjadi menyerah, namun terus berusaha mengahadapi
tantangan yang ada. Dalam konteks ini, para climbers dianggap memiliki adversity quotient tinggi.
B. Hakikat Mahasiswa 1. Pengertian Mahasiswa
Mahasiswa berasal dari kata maha yang berarti besar atau tinggi dan siswa yang berarti pelajar atau dengan kata lain mahasiswa
adalah pelajar yang berada pada strata tertinggi. Mahasiswa pada tahap perkembangannya digolongkan ke dalam fase dewasa awal atau berada
pada rentang usia 18 – 24 tahun menurut Hurlock 1980. Individu yang berada pada masa dewasa awal mengalami perubahan dari
mencari pengetahuan menjadi menerapkan pengetahuan untuk mengejar karir. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI, 2005
mahasiswa merupakan individu yang sedang menjalani jenjang pendidikan di perguruan tinggi atau sekolah tinggi.
2. Tujuan Utama Mahasiswa
Menurut Anton 2007 tujuan individu belajar di perguruan tinggi ialah untuk menguasai suatu ilmu serta memahami wawasan
ilmiah yang luas, sehingga mampu bertindak ilmiah dalam segala hal yang berkaitan dengan keilmuan yang dapat diabdikan kepada
masyarakat. Individu yang berada pada masa dewasa awal mengalami perubahan
dari mencari
pengetahuan menjadi
menerapkan pengetahuan untuk mengejar karir. Perubahan tersebut kemudian
disebut oleh Schaie dalam Santrock 2002 sebagai fase pencapaian prestasi.
3. Adversity Quotient pada Mahasiswa
Keberhasilan seseorang tidak lepas dari seberapa besar usaha yang dilakukan untuk memperoleh keberhasilan itu. Semua proses itu
tidak akan mungkin selalu berjalan lancar saja, tanpa ada hambatan atau permasalahan yang datang. Selama individu ini berproses, yang
sangat dibutuhkan ialah adanya adversity qoutient dalam diri. Adversity quotient merupakan suatu kemampuan individu untuk dapat
bertahan dalam menghadapi segala macam kesulitan sampai menemukan jalan keluar. Selain itu juga mampu memecahkan
berbagai macam permasalahan, mereduksi hambatan dan rintangan dengan mengubah cara berfikir dan sikap terhadap kesulitan tersebut
Adversity qoutient pada mahasiswa merupakan daya juang atau kemampuan seorang mahasiswa, dalam menghadapi berbagai macam
permasalahan serta hambatan yang mereka rasakan selama berproses dalam kegiatan perkuliahan. Setiap mahasiswa pastinya memiliki
adversity qoutient dalam diri mereka, namun yang membedakan ialah tingkat adversity quotient dalam tiap diri mahasiswa.
4. Tipologi Adversity Quotient Mahasiswa
Tinggi atau rendahnya adversity qoutient pada diri mahasiswa dapat di lihat dengan gambaran Stoltz 2000 yang terbagi menjadi tiga
bagian, yaitu : a. Quitters mereka yang berhenti.
Mereka ini disebut dengan quitters atau orang-orang yang berhenti melanjutkan usahanya. Quitters cenderung
menjalani hidup dengan memilih jalan yang mudah saja, yang artinya mereka selalu menghindar dari tantangan.
Sadar atau tidak sadar quitters selalu melarikan diri dari persoalan, yang berarti juga mengabaikan potensi yang
mereka miliki dalam kehidupan ini. Mahasiswa quitters ini cenderung memiliki adversity quotient yang rendah.
Umumnya mahasiswa yang tergolong quitters tidak memiliki visi yang jelas serta berkomitmen rendah ketika
menghadapi tantangan. Dapat dikatakan bahwa mahasiswa ini mudah sekali menyerah, rasa berjuang dari dalam diri
mereka ini sangat rendah. Quitters cenderung menjadi pemarah, frustasi dan menyalahkan orang-orang di
sekitarnya dengan keadaannya, hingga dapat membenci PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI