yang mengatakan masih bermalas-malasan untuk mengerjakan tugas individu karena tugas yang terlalu banyak.
Selama proses observasi bukan hanya mahasiswa yang memiliki adversity quotient rendah saja yang peneliti temukan, melainkan peneliti
juga menemukan ada cukup banyak mahasiswa yang terlihat memiliki adversity quotient yang tinggi. Hal ini terlihat dari cara beberapa
mahasiswa yang sangat aktif ketika proses kerja kelompok. Selain itu ada beberapa mahasiswa ketika ditanya tentang bagaimana dengan proses
kuliah di semester ini, mereka mengatakan bahwa semester ini sungguh luar biasa membuat pusing dan stres terutama dalam membagi waktu,
namun para mahasiswa ini berusaha tetap menjalani dengan semangat dan senang hati. Dari hal ini terlihat bahwa beberapa mahasiswa angkatan
2014 ini memiliki adversity quotient yang tinggi, di mana tidak menganggap persoalan sebagai tantangan, melainkan persoalan datang itu
untuk dihadapi. Menurut Stoltz 2000, adversity quotient ini dapat terbangun oleh
beberapa hal, yaitu dengan adanya control kendali dalam diri individu, adanya origin and ownership asal usul dan pengakuan, ada reach
jangkauan di mana individu ini mampu membatasi jangkauan dalam setiap permasalahan dan yang terakhir, dalam diri individu harus ada
endurance daya tahan di mana individu tersebut harus mampu melihat bahwa penyebab kegagalan atau persoalan itu sebagai hal yang sementara
bukan hal yang membuat dirinya tidak bertahan atau menyerah pada situasi yang terjadi.
Pengembangan serta peningkatan adversity quotient ini sangat penting pada diri mahasiswa program studi Bimbingan dan Konseling
yang sedang berjuang untuk menjadi seorang konselor nantinya. Hal ini juga didukung bahwa program studi Bimbingan dan Konseling memiliki
visi dan misi yaitu membentuk konselor-konselor yang tangguh. Menjadi konselor yang tangguh perlu memiliki adversity qoutient yang tinggi,
sehingga mahasiswa dapat mengatasi segala permasalahan dengan baik dan bijak tanpa perlu mengeluh dengan segala aktivitas yang ada. Jika
setiap mahasiswa memiliki adversity qoutient yang tinggi, dan mampu mengolah serta mempertahankan adversity qoutient mereka, maka
konselor-konselor yang tangguh akan terwujudkan. Oleh sebab itu, untuk menjadi konselor yang tangguh setiap
mahasiswa harus meningkatkan dan mengembangkan adversity qoutient pada diri mereka. Di mana ketika mahasiswa dapat meningkatkan dan
mengembangkan adversity quotient pada diri mereka, maka setiap tugas dan tanggungjawab yang harus mereka kerjakan sebagai seorang
mahasiswa dapat terselesaikan dengan baik. Selain itu tidak ada sikap mahasiswa yang menolak jika diberikan tugas oleh para dosen. Jika
semua itu dapat terwujudkan maka akan lahir konselor-konselor yang tangguh.
Oleh karena itu, dengan melihat semua peristiwa yang terjadi,
peneliti tertarik untuk mengangkat judul “Deskripsi Tingkat Adversity Quotient Mahasiswa Angkatan 2014 Program Studi Bimbingan Dan
Konseling Universitas Sanata Dharma” dalam pemenuhan tugas akhir.
Dengan harapan peneliti dapat menemukan apakah adversity qoutient pada diri mahasiswa angkatan 2014 tinggi atau rendah. Sehingga peneliti
dapat memberikan usulan kegiatan pengembangan diri pada program studi Bimbingan dan Konseling mengenai peningkatan adversity qoutient, jika
hasil penelitian menunjukkan rendah.
B. Identifikasi Masalah
Berangkat dari latar belakang masalah di atas, terkait dengan adversity quotient mahasiswa angkatan 2014, dapat diidentifikasikan
berbagai masalah sebagai berikut: 1. Kurangnya adversity qoutient mahasiswa sehingga ketika melaksanakan
kegiatan kurang antusias. 2. Ada beberapa mahasiswa yang mengganggap tugasnya mudah sehingga
menunda penyelesaian tugas. 3. Ada beberapa mahasiswa yang selalu mengeluh ketika diberi tugas dalam
perkuliahan dengan alasan capek magang, banyak kegiatan dan kepanitiaan
4. Adversity quotient yang belum terlihat kuat pada mahasiswa angkatan 2014, ketika mereka menyelesaikan tugas kelompok maupun individu.
C. Pembatasan Masalah
Penelitian ini difokuskan pada tingkat adversity quotient mahasiswa angkatan 2014 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Seberapa tinggi adversity quotient yang dimiliki mahasiswa program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma angkatan
2014? 2. Aspek adversity quotient
mana sajakah yang capaian skornya teridentifikasi rendah, sebagai dasar usulan program meningkatkan
adversity quotient pada program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma terkhusus bagi angkatan 2014?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Mendeskripsikan tingkat adversity quotient
yang dimiliki mahasiswa angkatan 2014 program studi Bimbingan dan
Konseling Universitas Sanata Dharma b. Membuat usulan program pengembangan diri mahasiswa yang
sesuai mengenai tingkat adversity quotient yang dimiliki
mahasiswa angkatan 2014 program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma
F. Manfaat Penelitian
Beberapa manfaat penelitian ini sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan terhadap pengembangan ilmu Bimbingan dan Konseling mengenai tingkat
adversity quotient yang harus dimiliki mahasiswa program studi Bimbingan dan Konseling.
2. Manfaat Praktis a. Bagi program studi Bimbingan dan Konseling, hasil penelitian ini
dapat dijadikan salah satu informasi dalam penyusunan program pengembangan diri mahasiswa.
b. Bagi para dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma. Hasil penelitian ini dapat menjadi
salah satu informasi yang dapat digunakan oleh Program Studi Bimbingan dan Konseling dalam pembinaan atau peningkatan
adversity quotient yang ada dalam diri mahasiswa angkatan 2014. c. Bagi mahasiswa angkatan 2014 Program Studi Bimbingan dan
Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, dapat menggunakan hasil penelitian untuk melihat seberapa tinggi
tingkat adversity quotient yang ada dalam diri mereka. Sehingga dapat berusaha untuk meningkannya lagi.
G. Definisi Istilah
Beberapa istilah dalam judul penelitian ini dijelaskan sebagai berikut: a.
Adversity quotient merupakan suatu kemampuan dalam diri individu untuk dapat bertahan dalam kesulitan, memecahkan masalah, serta
mereduksi hambatan dari permasalahan-permasalahan yang sedang terjadi yang dapat diukur dengan Control kendali, Origin
Ownership asal usul dan pengakuan, Reach jangkauan, dan Endurance daya tahan yang biasa disingkat dengan CO
2
RE.
b. Mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi, baik di universitas, institut atau akademi. Mahasiswa yang dimaksud dalam
penelitian adalah mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma angkatan 2014.
11
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Pada bab ini dipaparkan tentang hakikat adversity quotient, hakikat
mahasiswa, adversity quotient dilihat dari Hirarki kebutuhan Maslow, dan
kerangka berpikir.
A. Hakikat Adversity Quotient 1. Pengertian Adversity Quotient
Menurut kamus Inggris-Indonesia 2005, Adversity memiliki akar kata “adverse” yang memiliki arti kejadian yang memiliki efek
merugikan, sedangkan adversity sendiri memiliki makna kesengsaraan atau kemalangan. Adversity quotient juga dapat diartikan sebagai daya
juang Departemen Pendidikan Nasional, 2007 yaitu kemampuan mempertahankan atau mencapai sesuatu yang dilakukan dengan gigih.
Kamus Besar Bahasa Indonesia 2005 mengungkapkan daya memiliki definisi kemampuan melakukan sesuatu atau kemampuan untuk bertindak,
kekuatan, tenaga, upaya. Dari beberapa pengertian tersebut disimpulkan bahwa adversity quotient merupakan kemampuan seseorang untuk
menghadapi permasalahan yang sedang dialami, serta mampu melihat persoalan itu sebagai tantangan bukan hal yang menjatuhkan.
Nashori 2007 berpendapat bahwa adversity quotient merupakan kemampuan seseorang dalam menggunakan kecerdasannya untuk
mengarahkan, mengubah cara berfikir dan tindakannya ketika menghadapi hambatan dan kesulitan yang bisa menyengsarakan dirinya. Leman 2007