Pengertian Mahar EKSISTENSI MAHAR DALAM PERKAWINAN

Dalam QS. An- Nisa‟ 4: 24 juga disebutkan ;                     ... Artinya: “Dihalalkan bagimu mengawini perempuan-perempuan dengan hartamu mahar, serta beristeri dengan dia, bukan berbuat jahat. Jika kamu telah menikmati bersetubuh dengan perempuan itu, hendaklah kamu memberikan kepadanya mas kawin ujur, faridhah yang telah kamu tetapkan .” Berangkat dari ayat-ayat ini para ulama telah menetapkan bahwa mahar itu hukumnya wajib berdasarkan al- Qur‟an, sunnah dan ijma‟. 13 Hadis Nabi Saw. ; ع نم ءيش ؟ لاق : ها ا ا ل سر ها , لاقف : ب ا ىلا ل ا رظ اف جت ا يش . ب ف ّمث عجر لاقف : ا ها ام ج ا يش . لاقف ل سر ها : رظ ا ل ا تاخ م ن ح . ب ف ّمث عجر لاقف : ا ها ا ل سر ها ا ا تاخ نم ح ن ل ا را ا ا لف ص . لاقف ل سر ها : ام ع صت را اب ا تسبل مل ن ي ا يلع م ءيش ا تسبل مل ن ا يلع م ءيش . سلجف جرلا ىّتح ا ا لاط سلجم اق ارف ل سر ها ًايلا م رماف ب ف يع , اّ لف ءاج لاق : ا ام عم نم ارقلا ؟ لاق : يعم ر س ا ا – ا دّع - لاقف : ّن ؤرقت نع ر ظ بلق ؟ لاق : مع . ق : ب ا , قف ا ت لم ا ب عم نم ارقلا . Artiya: “Apakah engkau punya sesuatu untuk dijadikan mahar ? tidak, demi Allah wahai Rasulullah, jawabnya. “Pergilah ke keluargamu, lihatlah mungkin engkau mendapatkan sesuatu” pinta Rasulullah. Laki-laki itu pun pergi, tak berapa lama ia pun kembali, “Demi Allah, saya tidak mendapatkan sesuatu pun ” ujarnya. Rasulullah bersabda: “Carilah walaupun hanya berupa cincin dari besi”. Laki-laki itu pergi lagi kemudian tak berapa lama ia kembali, “Demi Allah wahai Rasulullah, saya tidak mendapatkan dalam ayat ini merupakan perintah Allah yang ditujukan kepada para suami kaum perempuan yang telah menggauli mereka, sekaligus telah mennetukan mahar untuk mereka. Perintah ini adalah perintah untuk memberikan mahar kepada mereka, bukan karena wanita yang dicerai sebelum digauli dan sebelum ditentukan maharnya dalam akad nikah. Mengenai makna ayat اف ...م ل نبط. Abu Ja‟far berkata: maknanya adalah “kemudian jika ister-isterimu menyerahkan kepadamu wahai kaum lelaki, sebagian dari mahar mereka, karena kebaikan hati mereka atas hal itu, maka makanlah ambillah pmberian itu sebagai makanan yang sedap dan baik akibatnya. Lihat Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, penerjemah Akhmad Afandi, Jakarta: Pustaka Azzam, 2008, h. 411-415. 13 Wahbah al-Zuhaily, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, Beirut, Dar al-Fikr, 1986, Juz VII, h. 252 walau cincin dari besi, tapi ini sarung saya, setengahnya untuk wanita ini”. “Apa yang dapat kau perbuat dengan sarungmu ? jika kau memakainya maka wanita ini tidak mendapat sarung itu, dan jika dia memakainya berarti kamu tidak memakai sarung itu.” Laki-laki itu pun duduk hingga tatkala telah lama duduknya, ia bangkit. Rasulullah melihatnya berbalik pergi, maka beliau memerintahkan seseorang untuk memanggil laki-laki tersebut, ketika ia telah ada di hadapan Rasulullah, beliau bertanya: “Apa yang kau hafal dari Al-Qur’an ?” “Saya hafal surat ini dan sura itu” jawabnya. “Benar-benar engkau menghafalnya dalam hatimu ?” tegas Rasulullah. “Iya” jawabnya. “Bila demikian, baiklah, sungguh aku telah menikahkan engkau dengan wanta ini dengan mahar berupa surah-surah Al- Qur’an yang engkau hafal.” Kata Rasulullah. HR. Al-Bukhari No. 5087. 14

C. Syarat dan Jenis-jenis Mahar

Menurut M.A. Tihami dan Sohari Fahrani, mahar yang diberikan kepada calon isteri harus memenuhi syarat-syarat berikut: 15 1. Harta berharga, tidak sah mahar dengan yang tidak berharga walaupun tidak ada ketentuan banyak atau sedikitnya mahar, mahar sedikit tapi bernilai tetap sah disebut mahar. 2. Barangnya suci dan bisa diambil manfaat, tidak sah mahar dengan memberikan khamr, babi atau darah, karena semua itu haram. 3. Bukan barang ghasab, artinya mengambil barang milik orang lain tanpa seizinnya namun tidak bermaksud untuk memilikinya karena berniat mengembalikannya nanti. Jika memberikan mahar dengan barang hasil ghasab tidak sah, tetapi akadnya tetap sah, dan bukan barang yang tidak jelas keadaanya, tidak sah mahar dengan memberikan barang yang tidak 14 Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Riyadh: Bait al- Afkar ad-Dauliyyah, 1998, Juz II, h. 251 15 M. A. Tihami dan Sohari Fahrani, Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap, Jakarta: Rajawali Pers, 2009, h. 39-40 jelas keadaannya, atau tidak disebutkan jenisnya. Kemudian berdasarkan jenisnya, mahar dapat dibagi kedalam dua kategori, yaitu; a. Mahar musamma, adalah mahar yang disepakati oleh pengantin laki-laki dan perawan yang disebutkan dalam redaksi akad. 16 b. Mahar mitsil, menurut Hanafi, mahar mitsil ditetapkan berdasarkan keadaan wanita yang serupa dari pihak suku ayah, bukan suku ibunya. Tetapi menurut Maliki, mahar diterapkan berdasarkan kedaan wanita tersebut baik fisik maupun moralnya, sedangkan Syafi‟I menganalogikannya dengan isteri dari anggota keluarga, yaitu isteri saudara dan paman, kemudian dengan saudara perempuan, dan seterusnya. Bagi Hambali, hakim harus menentukan mahar mitsil dengan menganalogikannya pada wanita-wanita yang menjadi kerabat wanita tersebut, misalnya ibu dan bibi. Sementara itu Imamiyah mengatakan bahwa, mahar mitsil tidak mempunyai ketentuan dalam syara ‟. Untuk itu, nilainya di tentukan oleh „urf yang paham ihwal wanita, baik dalam hal nasab maupun kedudukan, juga mengetahui keadaan yang dapat menambah atau berkurangnya mahar, dengan syarat tidak melebihi mahar yang berlaku menurut ketentuan sunnah, yaitu senilai 500 dirham. 17 16 Muhammad Jawad Mughniyyah, Fiqh Lima Mazhab, Penerjemah Masykur A.B., Afif Muhammad dan Idrus Al-Kaff., h. 364 17 Muhammad Jawad Mughniyyah, Fiqh Lima Mazhab, Penerjemah Masykur A.B., Afif Muhammad, dan Idrus Al-Kaff, h. 368.