4. Mappabotting
Hari perkawinan dimulai dengan mappaenre’ balanja appanai leko dalam
bahasa Makkassar, ialah proses dari mempelai laki-laki disertai rombongan dari kaum kerabatnya pria-wanita, tua-muda, dengan membawa macam-macam
makanan, pakaian wanita dan maskawin. Sampai di rumah mempelai wanita maka dilangsungka upacara pernikahan atau aggaukeng pagaukang dalam bahasa
Makassar. Pada pesta itu para tamu yang diundang memberi kado atau uang sebagai sumbangan soloreng. Beberapa hari sesudah pernikahan, pengantin baru
mengunjungi keluarga suami dan tinggal beberapa lama disana. Dalam kunjungan itu isteri harus membawa pemberian-pemberian untuk semua anggota keluarga
suami. Kemudian ada kunjungan ke keluarga isteri, juga dengan pemberian- pemberian untuk mereka semua. Pengantin baru juga harus tinggal untuk beberapa
lama di rumah keluarga itu. Barulah mereka dapat menempati rumah mereka sendiri nalaoanni alena naentengammi kalenna dalam bahasa Makassar. Hal itu
berarti bahwa mereka sudah membentuk rumah tangga sendiri.
18
D. Islam dan Budaya
Menurut Abdurrahman Wahid, hubungan antara agama dengan kebudayaan merupakan sesuatu yang ambivalen. Di dalam mengagungkan Tuhan dan di dalam
mengungkapkan rasa indah akan hubungan manusia dengan Sang Khalik, agama- agama kerap menggunakan kebudayaan secara masif. Kita dapat melihat hal ini,
umpamanya, ikon-ikon, patung-patung, lukisan-lukisan, atau prosesi-prosesi pada saat penyaliban Isa al-Masih. Bahkan, drama politik biasa- seperti terbunuhnya
18
Mattulada, “Kebudayaan Bugis-Makassar”, dalam Koentjaraningrat, ed., Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, h. 267-268
Sayyidina Hussein, cucu Nabi Muhammad di tangan anak buah Yazid, yaitu Muslim bin Aqil, di kota Karbala sekitar 150 km sebelah barat daya Baghdad-
kadang-kadang diangkat menjadi peristiwa agama. Tanggal 10 Muharram setiap tahun, peristiwa itu dirayakan besar-besaran, dan jutaan orang datang untuk
menyaksikan untuk diperagakannya drama prosesi berbagai tahap kehidupan Sayyidina Hussein termasuk ketika dia dibunuh di berbagai bagian kota itu. Kita
dapat pula melihat jenis prosesi lain seperti barongsai, yang sesungguhnya juga merupakan peristiwa agama. Ketika sang Naga dalam kepercayaan konfusian
berusaha menguber pusaka Cuk yang bulat kecil dan kaya mutiara, maka disitu diperlambangkan sebuah pergulatan antara keangkara murkaan dengan kearifan
penguasa. Sementara itu, di Bali atau Malaysia, orang Hindu selalu menggunakan salah satu unsur budaya, yakni seni, di dalam upacara keagamaannya.
19
Dalam semua contoh di atas, jelas sekali bahwa aspek keindahan sengaja diperlihatkan sebagai upaya manusia untuk mengabadikan hal-hal yang
dianggapnya paling menentukan di dalam kehidupanya. Dapatlah dikatakan bahwa unsur kebudayaan yang paling utama dalam kehidupan manusia adalah
seni. Di sisi lain, teologia, dalam usaha menerangkan adanya Tuhan, dan bagaimana memfungsikan hubungan manusia dengann Tuhan, juga memakai
unsur lain dari kebudayaan, yaitu pemikiran-pemikiran filosofis. Refleksi filosofis mengenai agama adalah sesuatu yang bersifat keagamaan. Disitu tampak bahwa
19
Abdurrahman Wahid, Islam Kosmopolitan: Nilai-Nilai Indonesia dan Transformasi Kebudayaan, h. 291-292