Pengaruh Karakteristik Individu Terhadap Pemanfaatan Posyandu Usila dan Hubungannya dengan Kemandirian Usia Lanjut di Puskesmas Helvetia Medan

(1)

PENGARUH KARAKTERISTIK INDIVIDU TERHADAP

PEMANFAATAN POSYANDU USILA DAN HUBUNGANNYA

DENGAN KEMANDIRIAN USIA LANJUT

DI PUSKESMAS HELVETIA MEDAN

T E S I S

OLEH :

NURHAYATI

037012018/AKK

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(2)

PENGARUH KARAKTERISTIK INDIVIDU TERHADAP

PEMANFAATAN POSYANDU USILA DAN HUBUNGANNYA

DENGAN KEMANDIRIAN USIA LANJUT

DI PUSKESMAS HELVETIA MEDAN

T E S I S

Untuk memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Magister Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

OLEH :

NURHAYATI

037012018/AKK

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(3)

Judul Tesis : PENGARUH KARAKTERISTIK INDIVIDU

TERHADAP PEMANFAATAN POSYANDU USILA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEMANDIRIAN USIA LANJUT DI PUSKESMAS

HELVETIA MEDAN

Nama Mahasiswa : NURHAYATI Nomor Pokok : 037012018/AKK

Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui : Komisi Pembimbing

Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD

Ketua

Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS

Anggota

Ketua Program Studi, Direktur SPs USU,

Dr. Drs. Surya Utama, MS Prof.Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc


(4)

Telah diuji

Pada tanggal : 10 Agustus 2007

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD Anggota : Evi Karota Bukit S.Kp, MNS

: Dr. Dra. Ida Yustina, MSi : dr. Ria Masniari Lubis, MSi


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH KARAKTERISTIK INDIVIDU TERHADAP PEMANFAATAN POSYANDU USILA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEMANDIRIAN

USIA LANJUT DI PUSKESMAS HELVETIA MEDAN

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2007


(6)

(7)

PENGARUH KARAKTERISTIK INDIVIDU TERHADAP PEMANFAATAN POSYANDU USILA DAN HUBUNGANNYA

DENGAN TINGKAT KEMANDIRIAN USILA DIPUSKESMAS HELVETIA MEDAN

NURHAYATI

ABSTRAK

Penuaan adalah konsikuensi yang tidak dapat dihindari dan merupakan sesuatau hal yang normal dan tidaka selalu berupa ketidak mampuan dan ketergantungan . Usia Lanjut (usila) dapat mempertahankan kualitas hidup tetap aktif produktif dalam menjalankan aktivitasnya sehari- hari dan mengalami kemandirian diantaranya adalah dengan mengikuti kegiatan posyandu. Dilakukan penelitian dengan tujuan untuk menganalisa pengaruh karakteristik individu terhadap pemanfaatan posyandu dan hubungannya dengan tingkat kemandirian usila di Puskesmas Helvetia Medan tahun 2007.

Penelitian ini merupakan penelitian survey bersifat analitik dengan jumlah sampel sebanyak 120 orang usila yang aktif mengikuti posyandu usila di wilayah kerja Puskesmas Helvetia Medan. Berdasarkan hasil uji statistik terlihat bahwa ada pengaruh karakteristik (umur, pendidikan, investasi hari tua, riwayat kesehatan, nutrisi dan latihan/olah raga) terhadap pemanfaatan posyandu usila di Puskesmas Helvetia Medan tahun 2007 dengan nilai P= 0,000. Ada hubungan pemanfaatan posyandu dengan tingkat kemandirian usila di Puskesmas Helvetia Medan tahun 2007 dengan nilai P= 0,000. Pemanfaatan posyandu memberikan kontribusi positif terhadap kemandirian usila di Puskesmas Helvetia Medan.

Dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh karakteristik terdiri dari umur, pendidikan, investasi hari tua, riwayat kesehatan, nutrisi dan latihan/olah raga terhadap pemanfaatan posyandu dan ada hubungan pemanfaatan posyandu dengan tingkat kemandirian usila. Disarankan agar adanya monitoring secara terus-menerus terhadap perkembangan kesehatan usila khususnya terhadap kemandiriannya dengan meningkatkan meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan dalam kegiatan posyandu usila di Puskesmas Helvetia Medan.

Kata Kunci : Karakteristik, Pemanfaatan Posyandu, Usila, Kemandirian Daftar Pustaka : 25 (1990- 2007)


(8)

INFLUENCE OF INDIVIDUAL CHARACTERISTIC ON THE USE OF

POSYANDU AND ITS RELATIONSHIP WITH THE LEVEL OF

SELF-SUFFICIENCY OF THE ELDERLY AT HELVETIA COMMUNITY HEALTH CENTER MEDAN

NURHAYATI

ABSTRACT

Aging is an unavoidable consequence. Aging is a normal process which is not always in the forms of incapability and dependency. The elderly can maintain their quality of life, remain active and productive in doing their daily activities and

undergo self-sufficiency such as participating in the posyandu (integrated service post) activities. This study was carried out to analyze the influence of individual characteristic, on the use Helvetia Community health Center, Medan in 2007.

This is an analitycal survey study with the samples 120 elder persons using the special posyandu for the elderly at Helvetia Community health Center, Medan. Based on the statistical test done, it is found out that the characteristics (age, education, old- age investment, health history, nutrition, and exercise/ sport) have an influence an the use of the special posyandu for the elderly at Helvetia Community health Center, Medan in 2007 with p= 0,000 and the re is a relationship between the use of Posyandu and the level of self-sufficiency of the elderly at Helvetia Community health Center, Medan in 2007 with p= 0,000. The use of Posyandu provides a positive contribution to self-sufficiency of the elderly at Helvetia Community health Center, Medan.

It can be concluded that the characteristics have an influence on the use of

posyandu and the use of Posyandu has a relationshipwith the level of self-sufficiency

of the elderly. It is suggested that health development of the elderly especially their self-sufficiency should be continuously monitored by improving the quality of service provided in the activities of the special Posyandu for the elderly at Helvetia Community health Center, Medan.

Key words : Characteristics, The Use of Posyandu, The Elderly, Self-Sufficiency Bibliography : 25 (1990- 2007)


(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul ”Pengaruh Karakteristik

Individu Terhadap Pemanfaatan Posyandu Usila Dan Hubungannya Dengan Kemandirian Usia Lanjut di Puskesmas Helvetia Medan”.

Penyelesaian tesis ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak, untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada yang terhotmat :

1. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, sebagai Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD, sebagai Ketua Komisi Pembimbing

yang banyak memberikan bimbingan kepada penulis.

4. Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS, sebagai Anggota Komisi Pembimbing. 5. Ibu Dr. Dra. Ida Yustina, MSi, selaku dosen penguji.

6. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, MSi, selaku dosen penguji.

7. Bapak Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan dr. Umar Zein, DTMH, SPPD yang telah memberi izin untuk pengambilan data di Puskesmas.

8. Kepala Puskesmas Helvetia Medan dr. Anjeli Meri Paulina yang telah banyak membantu dalam perizinan pengambilan data.

9. Seluruh Staf Dosen dan Staf Administrasi Sekolah Pascasarjana Program Studi Kesehatan Masyarakat Magister Administrasi dan Kebijakan Kesehatan yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan dan bantuan serta pengarahan selama penulis mengikuti pendidikan.

10.Rekan-rekan mahasiswa Administrasi Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.


(10)

11.Ucapan tarima kasih yang tulus kepada suami tercinta Rifai Saragih, SH, serta anak-anakku tersayang Rinaldi Ichsan, Eviyanti Pratiwi, dan Febrina yang telah memberikan dorongan moril maupun materil yang sangat besar kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan.

Akhirnya penulis ucapakan semoga Allah SWT selalu melimpahkan taufiq dan hidayah-Nya kepada kita semua, dan penulis berharap tesis ini bermanfaat bagi penulis dan juga bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Nopember 2007 Penulis,

Nurhayati


(11)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP KANDIDAT

Bio Data

Nama : Nurhayati

Tempat/Tgl. Lahir : P. Tanah Jawa/26 Maret 1960

Status : Kawin

Riawayat Pendidikan

SDN 8 : P. Tanah Jawa Lulus Tahun 1971 SMP Negeri 2 : P. Tanah Jawa Lulus Tahun 1974 SMA Negeri : P Siantar Lulus Tahun 1977 DIII Keperawatan : UDA Medan Lulus Tahun 1983

S1 : FKM-USU Lulus Tahun 1987

S2 : Sekolah Pascasarjana USU Lulus Tahun 2007

Riwayat Pekerjaan

Tahun 1989 : Pegawai Negeri Sipil Pada AKPER Depkes Medan Tahun 1992-2001 : Dosen Pada AKPER Depkes Medan

Tahun 2002-2006 : Ketua Jurusan Keperawatan Poltekes Medan Tahun 2007-Sekarang : Dosen di Jurusan Keperawatan Poltekes Medan


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT... vii

KATA PENGANTAR ... viii

RIWAYAT HIDUP KANDIDAT... x

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR TABEL... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN... xix

DAFTAR ISTILAH ... xx

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang Masalah... 1

1.2. Permasalahan ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Hipotesis... 7

1.5. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 10

2.1. Teori Menua ... 10

2.1.1. Teori Kejiwaan Sosial ... 11

2.2. Konsep Menua Sehat ... 12

2.2.1. Pengertian... 12

2.2.2. Tanda-tandan Penuaan ... 12

2.2.3. Faktor Yang Mempengaruhi Penuaan... 15

2.2.4. Penurunan Organ Tubuh pada Masa usila ... 16

2.2.5. Batasan-batasan usila ... 18


(13)

2.3. Posyandu usila ... 20

2.3.1. Pengertian... 20

2.3.2. Sasaran Posyandu usila . ... 21

2.3.3. Indikator keberhasilan posyandu usila. ... 21

2.3.4. Peranan kader usila . ... 22

2.3.5. Pelayanan Kesehatan... 23

2.3.6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi pelayanan Kesehatan ... 24

2.3.7. Pengorganisasian... 26

2.3.8. Tujuan Penyelenggaraan ... 26

2.4. Kemandirian usila ... 27

2.4.1. Penuaan yang berhasil... 27

2.4.2. Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian usila ... 28

2.4.3. Ketergantungan ... 29

2.5. Pengukuran Kemandirian Menggunakan Indeks Barthel yang dimodifikasi... 29

2.6. Landasan Teori... 30

2.7. Kerangka Konsep Penelitian ... 32

BAB III METODE PENELITIAN ... 34

3.1. Jenis Penelitian... 34

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34

3.2.1. Lokasi Penelitian... 34

3.2.2. Waktu Penelitian ... 34

3.3. Populasi dan Sampel ... 35

3.2.1. Populasi ... 35

3.3.2. Sampel... 35

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 35

3.5. Variabel dan Defenisi Operasional ... 36


(14)

3.5.2. Defenisi Operasional ... 37

3.5.3. Metode Pengukuran ... 38

3.6. Metode Analisis Data... 38

3.6.1. Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 38

3.6.2. Analisis Data ... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN... 40

4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 40

4.2. Analisa Univariat ... 41

4.2.1. Karakteristik Responden ... 41

4.2.1.1. Umur Responden... 42

4.2.1.2. Pendidikan Responden ... 42

4.2.1.3. Investasi Hari Tua Responden ... 43

4.2.1.4. Riwayat Kesehatan Responden ... 43

4.2.1.5. Nutrisi Responden... 44

4.2.1.6. Latihan/olah raga responden ... 44

4.2.2. Pemanfaatan Posyandu usila ... 44

4.2.3. Kemandirian usila ... 45

4.3. Analisa Bivariat... 45

4.3.1. Pengaruh umur usila terhadap Pemanfaatan Posyandu ... 46

4.3.2. Pengaruh Pendidikan usila Terhadap Pemanfaatan Posyandu ... 47

4.3.3. Pengaruh Investasi hari tua usila Terhadap Peman- faatan Posyandu ... 48

4.3.4. Pengaruh Riwayat kesehatan usila Terhadap Pemanfaatan Posyandu ... 49

4.3.5. Pengaruh Nutrisi usila Terhadap Pemanfaatan Posyandu ... 50


(15)

4.3.6. Pengaruh Latihan/Olah raga usila Terhadap Peman- faatan Posyandu ... 51 4.4. Analisia Multivariat ... 52 4.5. Analisa Statistik Hubungan Pemanfaatan Posyandu Dengan Kemandirian usila... 53

BAB V PEMBAHASAN ... 55

5.1. Pengaruh Karakteristik (umur, pendidikan, riwayat kesehatan, Nutrisi dan latihan/olah raga) terhadap pemanfaatan posyandu usila di Puskesmas Helvetia Medan Tahun 2007. ... 55 5.1.1. Pengaruh Umur terhadap pemanfaatan posyandu usila di Puskesmas Helvetia Medan tahun 2007 ... 55 5.1.2. Pengaruh Pendidikan terhadap pemanfaatan posyandu usila di Puskesmas Helvetia Medan tahun 2007... 56 5.1.3. Pengaruh Investasi Hari Tua terhadap pemanfaatan posyandu usila dipuskesmas Helvetia Medan tahun 2007... 56 5.1.4. Pengaruh Riwayat kesehatan terhadap pemanfaatan posyandu usila di Puskesmas Helvetia Medan tahun 2007... 57 5.1.5. Pengaruh Nutrisi terhadap pemanfatan posyandu usila di Puskesmas Helvetia Medan tahun 2007 ... 58 5.1.6. Pengaruh Latihan/Olah raga terhadap pemanfaatan posyandu usila di Puskesmas Helvetia Medan tahun 2007... 59 5.1.7. Hubungan pemanfaatan posyandu terhadap tingkat kemandirian usila dipuskesmas Helvetia Medan Tahun 2007 ... 60


(16)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 63

6.1. Kesimpulan ... 63

6.2. Saran... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 66


(17)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1. Definisi Operasional ... 37 Tabel 3.2. Tabel Hasil Uji validitas ... 38 Tabel 3.3. Tabel hasil uji reliabilitas... 39 Tabel 4.1. Distribusi Umur usila yang memanfaatkan posyandu

usila di Puskesmas Helvetia Medan... 42 Tabel. 4.2. Distribusi Pendidikan usila yang memanfaatkan posyandu

usila di puskesmas Helvetia Medan ... 42 Tabel. 4.3. Distribusi Investasi Hari Tua yang memanfaatkan

posyandu usila di puskesmas Helvetia Medan ... 43 Tabel. 4.4. Distribusi Riwayat Kesehatan usila yang memanfaatkan

posyandu usial di puskesmas Helvetia Medan... 43 Tabel. 4.5. Distribusi Nutrisi usila yang memanfaatkan posyandu

usila di puskesmas Helvetia Medan ... 44 Tabel. 4.6. Distribusi Latihan/Olah Raga usila yang memanfaatkan

posyandu usila di puskesmas Helvetia Medan... 44 Tabel. 4.7. Distribusi usila Berdasarkan Pemanfaatan Posyandu

Dalam satu tahun terakhir di puskesmas Helvetia Medan ... 45 Tabel. 4.8. Distribusi usila Berdasarkan Perubahan Kesehatan Yang

Dirasakan Selama Memanfaatkan Posyandu usila di

Puskesmas Helvetia Medan ... 45 Tabel. 4.9. Pengaruh Umur usila Terhadap Pemanfaatan Posyandu di

Posyandu Puskesmas Helvetia Medan ... 46 Tabel. 4.10.Pengaruh Pendidikan usila terhadap pemanfaatan

posyandu di Posyandu Puskesmas Helvetia Medan ... 47 Tabel.4.11.Pengaruh Investasi Hari Tua Terhadap pemanfaatan


(18)

Tabel 4.12.Pengaruh Riwayat Kesehatan Terhadap Pemanfaatan

Posyandu di Posyandu Puskesmas Helvetia Medan ... 49 Tabel 4.13.Pengaruh Nutrisi Terhadap Pemanfaatan Posyandu

di Posyandu Puskesmas Helvetia Medan... 50 Tabel 4.14.Pengaruh Latihan/Olah raga Terhadap Pemanfaatan

Posyandu di Posyandu Puskesmas Helvetia Medan ... 51 Tabel 4.15.Tabel hasil uji Multi Regresion Pengaruh Karakteristik

usila Terhadap Pemanfaatan Posyandu... 52 Tabel 4.16. Tabel Hasil Uji Multiple Regresion Pengaruh Karakteristik


(19)

DAFTAR GAMBAR

Halaman


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kuesioner 2. Master Data


(21)

DAFTAR ISTILAH

Usila : Usia Lanjut (Lansia) SPM : Standar Pelayanan Minila PMT : Pemberian Makanan Tambahan KMS : Kartu Menuju Sehat

ADL : Suatu Program Kemandirian (terbagi 3 yaitu : A, B, dan C) WHO : Organisasi Kesehatan Dunia

LKMD : Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa


(22)

(23)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pembangunan Nasional pada hakekatnya adalah pembangunan manusia seutuhnya, meliputi biologis, psikologis, sosiologis dan spiritual yang dimulai sejak masa pembuahan sampai dengan sepanjang hidupnya.Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan Nasional telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang antara lain kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi terutama dibidang medis dan kedokteran, meningkatnya umur harapan hidup usia lanjut (usila), sehingga berakibat pada pertumbuhan jumlah penduduk usila meningkat cenderung lebih cepat. Proses tersebut ditandai dengan meningkatnya jumlah dan proporsi penduduk usila. Bila pada tahun 1950 jumlah usila di dunia sebanyak 205 juta jiwa; pada tahun 2000 telah meningkat menjadi 606 juta jiwa dan padatahun 2050 diprediksikan akan mendekati 1,8 milyar jiwa.(Depkes. RI, 2003)

Dengan demikian telah terjadi peningkatan jumlah usila sebanyak (tiga) 3 kali lipat dalam kurun waktu 50 tahun terakhir. Peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat Indonesia berpengaruh pada meningkatnya usia harapan hidup. Menurut Departemen Sosial (2004), pada tahun 1971 jumlah usila di Indonesia sebanyak 5,3 juta jiwa atau 4,48 % dari jumlah total penduduk Indonesia, pada tahun 2000 telah meningkat menjadi 12,7 juta jiwa (6,56 %), dan pada tahun 2010 akan menjadi 14,4 juta jiwa (7,18%) dan diperkirakan pada tahun 2020 akan berjumlah 28,8 juta jiwa (11,34% ). (Dep.Sos.RI, 2004).


(24)

2

Di Sumatera Utara pada tahun 2003 jumlah usila adalah 298.223 jiwa, sedangkan cakupan pelayanan kesehatan lansia 60 tahun ke atas mencapai 22,661 (13,16%). Data ini menunjukkan bahwa ada kecenderungan usila akan mengalami masalah kesehatan seiring dengan prosespenuaan. Inilah salah satu ciri kependudukan di dunia pada abad ke – 21. Peningkatan populasi usila terjadi karena bertambahnya usia harapan hidup, baik sebagai akibat peningkatan pelayanan kesehatan maupun kesejahteraan sosial. (Dep.Sos.RI, 2004).

Data Dinas Kesehatan Kota Medan tahun 2005 menunjukkan bahwa Kota Medan memiliki jumlah penduduk sebesar 2.006.142 jiwa dengan jumlah seluruh populasi usia lanjut sebesar 190.698 jiwa. Dari jumlah tersebut hanya 2,15% atau 4.114 jiwa yang telah dibina melalui kelompok usila/posyandu usila. Usila yang datang dibina dan mempunyai gangguan kesehatan yaitu 1.218 jiwa atau sekitar 35,6% dengan berbagai gangguan kesehatan seperti tidak normalnya tekanan darah sebesar 16%, Diabetes mellitus 4%, Haemoglobin 7% dan lain-lain (ginjal, Indeks Masa Tubuh (IMT), Osteoporosis) sebesar 8%. Kondisi ini berdampak pada fungsi fisik usila, khususnya kemampuan dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari secara mandiri.

Menurut Azwar (2002), pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Departemen Kesehatan kepada usila masih terbatas dan tidak seluruhnya puskesmas di Indonesia memiliki posyandu usila. Dalam hal ini Dinas kesehatan Sumatera Utara mempunyai kebijakan bahwa setiap Kabupaten menentukan 2 Puskesmas santun usila/puskesmas percontohan sekaligus ditetapkan juga dengan program desa percontohan/desa binaan di tiap Kabupaten setiap tahun. Kebijakan ini bertujuan agar puskesmas atau desa


(25)

3

diluar percontohan/binaan termotivasi untuk menggalakkan program pembinaan kesehatan usila di wilayah masing-masing.

Meningkatnya pelayanan kesehatan maupun kesejahteraan sosial di masyarakat diharapkan terciptanya usila mandiri dalam proses penuaan. Proses penuaan hendaknya diiringi dengan kemampuan dan kesadaran usila dalam menampilkan peranan untuk terlibat secara aktif dalam aktivitas diri yaitu dengan melakukan aktivitas baik yang bernilai ekonomi maupun yang tidak bernilai ekonomi.

Berdasarkan hasil penelitian Ogawa at al, (1994) di Korea Selatan dan Thailand, status kesehatan usila merupakan salah satu variabel penting yang mempengaruhi usila ikut berpartisipasi dalam angkatan kerja. Hasil penelitian Hadmaji dkk (1999) di Kabupaten Bogor dan Cirebon menunjukkan bahwa 50% usila laki-laki dan 40,6% usila perempuan berperan sebagai pencari nafkah (Suryadi, 2005). Dari hal tersebut dapat dilihat bahwa usila masih berperan dalam mencari nafkah.

Menurut Kalz dan Conorkeus dalam Miller (1995), penuaan adalah konsekuensi

yang tidak dapat dihindari. Proses penuaan sesuatu yang normal dan tidak selalu

berupa ketidakmampuan dan ketergantungan. Hal yang perlu dipertimbangkan adalah bagaimana untuk menjadi usila yang normal tanpa kondisi patologis yang jelas. usila dapat mempertahankan kualitas hidup tetap aktif produktif dalam menjalankan aktivitasnyasehari-hari.

Masalah yang paling umum dihadapi para usila pada umumnya antara lain tidak dapat menahan buang air kecil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 401 usia lanjut yang dijadikan subjek penelitian terdapat 68 subjek (17%) tidak dapat menahan buang air kecil. Usila yangberusia 60 tahundan lebih mengalami ketergantungan


(26)

4

pada sedikitnya satu fungsi tugas dari kegiatan hidup sehari-hari. Sebanyak 40 Subyek penelitian (10,4%) tergantung sedikitnya satu alat bantu kegiatan hidup sehari-hari. Subyek penelitian wanita yang berusia lebih dari 75 tahun lebih memungkinkan tergantung pada lebih dari 1 kegiatan : rasio kemungkinannya 2,22. (Darmojo, 2004).

Berdasarkan hal tersebut peran posyandu dalam pemanfaatannya sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kesehatan sehingga usila tetap mandiri di dalam aktifitas sehari-hari. Hal ini juga dikuatkan dengan dikeluarkannya surat edaran Menteri Dalam Negeri No. 411.3/536/SJ-tanggal 3 Maret 1999 tentang revitalisasi posyandu yang selama ini menjadi pedoman operasional kegiatan revitalisasi yang menyatakan bahwa posyandu perlu diperbaharui atau disesuaikan dengan tuntutan perkembangan.

Harapan yang terpenting dari dilakukannya revitalisasi tersebut adalah agar masyarakat Indonesia meskipun sudah usila sebaiknya masih dapat tetap aktif dalam menjalankan aktivitas sehingga tidak menjadi tanggungan keluarga maupun orang lain. Namun tidak demikian halnya dengan para usila yang ada di Puskesmas Helvetia Medan melalui posyandu yang melakukan keperawatan mandiri usila.

Dari survei awal yang dilakukan peneliti pada bulan Januari 2007 usila kurang mempunyai kemampuan melaksanakan aktivitas sehari-hari seperti makan, Berpindah dari kursi roda ketempat tidur dan sebaliknya, kebersihan diri, aktivitas ditoilet, mandi, berjalan, naik turun tangga, berpakaian, mengontrol defekasi, mengontrol defekasi dan berkemih secara mandiri, untuk itulah hendaknya para usila lebih memanfaatkan Posyandu usila. Posyandu usila bertujuan untuk memandirikan USILA dalam upaya kesehatan dengan melakukan kegiatan pemeriksaan kesehatan fisik dan mental emosional meliputi pemeriksaan aktifitas kegiatan sehari-hari (activity of daily


(27)

5

living), pemeriksaan status mental, pemeriksaan status gizi, pengukuran tekanan darah, pemeriksaan hemoglobin, pemeriksaan gula darah, pemeriksaan protein dalam air seni, pelaksanaan rujukan, penyuluhan kesehatan, kunjungan rumah, pemberian makanan tambahan (PMT) dan kegiatan olah raga. Pemantauan kesehatan di posyandu usila dilakukan dengan KMS (kartu menuju sehat) dengan kegiatan ini segala masalah kesehatan yang dapat membuat usila tidak mandiri dalam melakukan kegiatan sehari-hari karena faktor fisik dan emosional akan lebih cepat terdeteksi.

Usila di dalam program posyandu ini dapat digolongkan atas tiga kelompok ukuran kemandirian (ADL) usila tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari. Usila yang bisa datang sendiri ke posyandu usila digolongkan pada ”kemandirian C”, usila yang datang ke posyandu dengan bantuan orang lain atau dipapah digolongkan dalam ”kemandirian B” dan usila yang tidak bisa datang ke posyandu termasuk golongan ”kemandirian A”. (Depkes. RI, 2003)

Golongan kemandirian B dan C merupakan sasaran utama dalam program posyandu usila karena sesuai dengan pelayanan di posyandu yang menekankan pada upaya promotif dan preventif. Namun pihak Dinas Kesehatan Kota Medan tetap memberikan pelayanan kesehatan pada usila dengan golongan A dengan melakukan

program Home Care atau kunjungan rumah melalui upaya Nursing Home sebagai

pengembangan dari program perawatan kesehatan masyarakat. Menurut SK Menkes RI No.475/Menkes/SK/X/2003 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM), target pencapaian cakupan pelayanan kesehatan pada usila sampai tahun 2010 sebesar 70%. .(Depkes. RI, 2003).


(28)

6

Sementara pencapaian hasil kelompok usila hanya 2.68%. Kenyataan ini menunjukkan evaluasi pelaksanaan pemanfaatan program pelayanan kesehatan para usila di Kota Medan masih sangat rendah dari standar yang telah ditetapkan.

Diantara Puskesmas yang ada di Kota Medan, Puskesmas Helvetia merupakan Puskesmas yang menjalankan program ini dengan jumlah Posyandu usila dan jumlah usila yang aktif relatif paling banyak sehingga layak dijadikan tempat penelitian. Data yang diperoleh dari petugas kesehatan bahwa di wilayah kerja Puskesmas Helvetia tahun 2007 terdapat 14.457 usila, sedangkan yang mengikuti kegiatan Posyandu usila hanya sebanyak 120 orang (0,8%). Usila tersebut mengikuti kegiatan Posyandu usila di 3 (tiga) posyandu usila wilayah kerja Puskesmas Helvetia Medan yaitu Posyandu usila Sei Sekambing sebanyak 30 orang, Posyandu usila Helvetia sebanyak 70 orang dan Posyandu usila Cinta Damai sebanyak 25 orang. Tiga posyandu wilayah kerja Puskesmas Helvetia Medan yaitu Posyandu Sei Sekambing, Posyandu Helvetia dan Posyandu Cinta Damai merupakan posyandu aktif sedangkan empat posyandu lainnya tidak aktif (sudah tutup). Di Posyandu tempat perawatan usila dilakukan pemeriksaan fisik, olah raga dan penyuluhan kesehatan. Usila tersebut rata-rata banyak mengalami ketidakmampuan fungsional meskipun tidak mengalami cacat fisik dan sakit, sehingga mereka tidak mandiri dan mengalami ketergantungan pada orang lain. Ketergantungan ini dapat sebagian dan tergantung penuh dan sangat sedikit usila yang dapat mandiri. Padahal seharusnya usila menjadi tua tanpa kemunduran yang serius pada fungsi tubuhnya.


(29)

7

1. 2. Permasalahan

Pada masa usila umumnya terjadi penurunan kemampuan fungsi tubuh untuk beradaptasi sehingga sering mengalami kurangnya kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari secara rnandiri yang menyebabkan ketergantungan kepada orang lain. Sebagian besar usila (92%) yang ada di Posyandu Puskesmas Helvetia Medan tidak aktif dalam kegiatan posyandu usila sebagai salah satu upaya untuk mengurangi risiko penurunan fungsi tubuh dan untuk meningkatkan kemampuan aktivitas sehari-hari secara mandiri, belum ada referensi dan penelitian yang melaporkan penyebab rendahnya usila yang yang mengikuti program Posyandu usila. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti melakukan penelitian untuk menganalisa apakah ada pengaruh karakteristik individu terhadap pemanfaatan posyandu dan hubungannya dengan tingkat kemandirian usila di Puskesmas Helvetia Medan tahun 2007.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisa pengaruh karakteristik individu (umur, pendidikan, investasi hari tua, riwayat kesehatan, nutrisi dan latihan/olah raga) terhadap pemanfaatan posyandu dan hubungannya dengan tingkat kemandirian usila di Puskesmas Helvetia Medan tahun 2007.

1.4. Hipotesis


(30)

8

1. Ada pengaruh karakteristik (umur, pendidikan, investasi hari tua, riwayat

kesehatan, nutrisi dan latihan/olah raga) individu terhadap pemanfaatan posyandu usila di Puskesmas Helvetia Medan tahun 2007.

2. Ada hubungan pemanfaatan posyandu terhadap tingkat kemandirian usila di

Puskesmas Helvetia Medan tahun 2007.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada Puskesmas Helvetia Medan, petugas kesehatan dan penelitian.

1. Bagi Puskesmas Helvetia Medan hasil penelitian ini memberikan sumbangan

pikiran kepada pengambil kebijakan di Puskesmas Helvetia Medan, dalam menetapkan kebijakan dan strategi intervensi tentang pemanfaatan posyandu dan kemandirian usila agar dapat meningkatkan kemampuan dirinya dalam melakukan aktifitas sehari-hari melalui posyandu usila.

2. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan, pihak Kecamatan, Pemerintah

Daerah dan sektor yang terkait didalam pembinaan usila melalui pemberdayaan program posyandu usila.

3. Penelitian ini akan memberikan masukan bagi petugas kesehatan khususnya di

puskesmas agar dapat mengembangkan program posyandu usila dengan mempertimbangkan karakteristik usila dan bagi kelompok usila yang ada di posyandu Puskesmas Helvetia Medan lebih aktif dan termotivasi untuk melakukan aktifitas sehari-hari secara mandiri.


(31)

9

4. Bagi penelitian hasil penelitian ini merupakan Evidence yang dapat menambah bahan informasi dan wawasan khasanah ilmu pengetahuan yang dapat dijadikan referensi bagi pengembangan penelitian lebih lanjut dalam bidang penelitian khususnya tentang pelaksanaan kesehatan usila untuk mendukung kemandiriannya dalam melakukan aktivitas sehari-hari melalui program posyandu usila.


(32)

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Menua

Menua terjadi akibat penggunaan sel-sel tubuh melayani kemampuan yang diakibatkan berbagai faktor antara lain: perubahan fungsi sel, ketidaknormalannya sel dan kemunduruan sel dalam organ dan jaringan.

Usila adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindarkan. Umur manusia sebagai mahluk hidup terbatas oleh suatu peraturan alam, maksimal sekitar 6 (enam) kali masa bayi sampai dewasa, atau 6 x 20 tahun, sama dengan 120 tahun. Proses menjadi tua disebabkan oleh faktor biologik yang terdiri dari 3 fase yaitu fase progresif, fase stabil dan fase regresif. Dalam fase regresif mekanisme lebih ke arah kemunduran yang dimulai dalam sel, komponen terkecil dari tubuh manusia. Sel-sel menjadi aus karena lama berfungsi sehingga mengakibatkan kemunduran yang dominan dibandingkan terjadinya pemulihan. Di dalam struktur anatomik proses menjadi tua terlihat sebagai kemunduran di dalam sel. Proses ini berlangsung secara alamiah, terus-menerus dan berkesinambungan yang selanjutnya akan menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis dan biokimia pada jaringan tubuh dan akhirnya akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan.

Seiring dengan pertambahan usia maka akan terjadi berbagai perubahan dan penurunan struktur fungsi tubuh manusia. Dengan bertambahnya umur, ditambah dengan adanya faktor-faktor yang lain seperti motivasi diri, lingkungan, riwayat kesehatan dan nutrisi, terjadilah perubahan antomik-fisiologik tubuh. Pada tingkat


(33)

11

awal perubahan itu mungkin merupakan homeostasis abnormal atau reaksi adaptasi dan paling akhir terjadi kematian sel.(Boedhi dan Hadi, 2004).

Kematian sel pada tubuh usila mengakibatkan berbagai perubahan anatomik dan fisiologik sehingga menyebabkan usila tidak lagi mampu mandiri sehingga menyebabkan ketergantungan. Disamping itu dengan bertambahnya umur, tubuh tidak berespon secara hebat terhadap cedera atau penyakit.

2.1.1. Teori Kejiwaan Sosial

a. Teori Aktivitas

1. Usila yang sukses adalah mereka yang aktif dan banyak mengikuti

kegiatan-kegiatan sosial.

2. Ketentuan akan meningkatkan pada penurunan jumlah kegiatan secara langsung

mengatakan bahwa usila yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial.

3. Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari usila.

4. Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari usia pertengahan ke usila.

b. Teori Kepribadian Berlanjut.

Pada teori ini mengatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seorang usila sangat dipengaruhi oleh tipe kepribadian yang dimilikinya.

c. Teori Pembebasan.

Dengan bertambahnya usia seseorang berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosial yang mengakibatkan interaksi sosial usila manurun baik secara kualitas maupun kuantitasnya.


(34)

12

Tidak satu teori pun mampu menjelaskan penuaan secara universal. Meskipun penuaan merupakan proses yang universal, tidak seorang pun mengetahui penyebabnya atau mengapa manusia menjadi tua pada usia yang berbeda-beda. (Nugroho , 2000).

2.2. Konsep Menua Sehat 2.2.1 Pengertian

Menurut Darmojo. B (1994) tujuan hidup manusia ialah menjadi tua tetapi tetap sehat (Healthy aging). Healthy Aging artinya menjadi tua dalam keadaan sehat.

1. Endogenic Aging (faktor endogen). Proses seperti jam yang terus berputar. 2. Faktor Exogenik.

Dimana seseorang hidup dan faktor sosial budaya merupakan faktor resiko. Jadi tugas dan tujuan gerontologi/geriatri yaitu menuju menua sehat dengan jalan P4 bidang kesehatan yaitu:

1. Peningkatan mutu kesehatan (promotion). 2. Pencegahan penyakit (Prevention). 3. Pengobatan penyakit (Curative).

4. Pemulihan kesehatan (Rehalibitatition). (Darmojo B, 2004).

2.2.2. Tanda-tanda Penuaan

Pada tahun 1977 Birren Clan Jenner mengusulkan untuk membedakan antara:


(35)

13

1. Usia biologis: yaitu jangka waktu seseorang sejak lahir sampai masa tua berada dalam keadaan hidup.

2. Usia psikologis: yaitu kemampuan seseorang untuk mengadakan

penyesuaian-penyesuaian kepada situasi yang dihadapinya.

3. Usia sosial: yaitu peran yang diharapkan atau diberikan masyarakat kepada

seseorang sehubungan dengan usianya. Ketiga hal tersebut saling mempengaruhi dan prosesnya saling berkaitan.

Menjadi tua ditandai oleh kemunduran-kemunduran biologis yang terlihat

sebagai gejala-gejala kemunduran fisik antara lain:

1. Rambut mulai beruban dan menjadi putih.

Rambut berkembang dalam salah satu lapisan epidermal tetapi kadang-kadang dilekatkan dalam dermis. Setiap rambut terdiri dari akar, batang, tangkai dan folikel. Melanosit pada batang rambut memberikan warna. Kuantitas, kualitas dan distribusi rambut berubah sesuai usia. Terdapat suatu pengurangan rambut umum dari perifer sampai kepusat tubuh. Rambut pada kulit kepala, ekstremitas, aksila dan pubis berkurang dan menipis. Rambut pada lubang hidung, telinga dan alis mata menjadi kasar dan tebal.

2. Kulit mulai mengendur dan pada wajah timbul keriput serta garis-garis yang

menetap.

Sedikit kolagen dibentuk pada proses penuaan dan terdapat penurunan jaringan elastik, mengakibatkan penampilan yang lebih keriput. Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak. Tekstur kulit lebih kering karena kelenjar eksokrin lebih sedikit dan penurunan aktivitas kelenjar eksokrin


(36)

14

maupun kelenjar sebasea. Degenerasi menyeluruh jaringan penyambung, disertai dengan penurunan cairan tubuh total, menimbulkan penurunan turgor kulit.

3. Penglihatan dan pendengaran berkurang.

Gangguan penglihatan pada usila biasanya disebabkan oleh degenerasi makularsenilis, katarak dan glaukoma.

Gangguan pendengaran pada usia lanjut disebut dengan presbikusis. Gangguan pendengaran yang terjadi dapat dipantau dengan audio meter. Laki-laki umumnya lebih sering menderita presbikusis dari pada perempuan. Presbikusis merupakan hasil interaksi antara faktor genetik individu dengan faktor eksternal seperti pajanan suara berisik terus-menerus, obat ototoksik, penyakit sistemik serta arteriosklerosis vertebrobasiler.

4. Mudah lelah.

Disebabkan oleh faktor psikologis (perasaan bosan, keletihan atau perasaan depresi), gangguan organis (anemia, kekurangan vitamin, perubahan pada tulang, gangguan pencernaan, kelainan metabolisme, gangguan ginjal dengan uremia/gangguan faal hati dan gangguan sistem peredaran darah jantung) dan pengaruh obat-obatan (obat penenang, obat jantung yang melelahkan daya kerja otot).

5. Gigi tanggal.

Gigi mengalami perubahan morfologik degeneratif antara lain perubahan atrofik pada rahang, sehingga gigi lebih mudah tanggal. Perubahan atrofik juga terjadi pada mukosa, kelenjar dan otot-otot pencernaan. Berbagai perubahan


(37)

15

morfologik akan menyebabkan perubahan fungsional sampai perubahan patologik, diantaranya ganguan mengunyah dan menelan, perubahan nafsu makan sampai pada penyakit.

6. Gerakan menjadi lamban dan kurang lincah.

Keterbatasan gerak seringkali membuat usila kehilangan kemandirian baik secara fisik dan mental, sehingga mereka harus bergantung pada orang lain.

7. Kerampingan tubuh menghilang, disana-sini terjadi penimbunan lemak terutama

dibagian perut dan pinggul.

Proses metabolisme yang menurun pada usila, bila tidak diimbangi dengan peningkatan aktivitas fisik atau penurunan jumlah makanan, sehingga kalori yang berlebihan akan diubah menjadi lemak yang akan mengakibatkan kegemukan. Kebutuhan energi pada usila menurun sehubungan dengan penurunann metabolisme basal (sel-sel banyak yang inaktif) dan kegiatan fisik cenderung menurun. Kebutuhan kalori akan menurun sekitar 5% pada usia 40-49 tahun dan 10% pada usia 50-59 tahun serta 60-69 tahun. (Depkes RI, 2001).

2.2.3. Faktor yang mempengaruhi penuaan

Penuaan dapat terjadi secara fisiologis dan patologis. Bila seseorang mengalami penuaan fisiologis (physiological aging), diharapkan mereka tua dalam keadaan sehat (healthy aging). Penuaan itu sesuai dengan kronologis usia (penuaan primer), dipengaruhi oleh faktor endogen, perubahan dimulai dari sel-jaringan organ-system pada tubuh. Bila penuaan dipengaruhi oleh faktor eksogen, yaitu lingkungan, sosial budaya, gaya hidup disebut dengan penuaan sekunder. Penuaan itu tidak sesuai dengan kronologis usia dan patologis. Faktor eksogen juga dapat mempengaruhi


(38)

16

faktor endogen sehingga dikenal dengan faktor risiko. Faktor risiko tersebut yang

menyebabkan terjadinya penuaan patologis (patological aging). Penuaan sekunder

yaitu ketidak mampuan yang disebabkan oleh trauma atau sakit kronis dan nutrisi, mungkin pula terjadi perubahan degeneratif yang timbul karena stress yang dialami oleh individu. (Pudjiastuti dan Utomo B, 2003).

2.2.4. Penurunan Organ Tubuh pada Masa usila

Berbagai organ tubuh pada usila terjadi penurunan fungsi, oleh karena itu yang perlu diperhatikan adalah:

a. Pemeriksaan Fisik

Dilakukan dengan cara : Pemeriksaan kondisi kesehatan secara teratur yaitu upaya deteksi dini kondisi penyakit melalui pemeriksaan berkala dengan menggunakan kartu menuju Sehat (KMS) lansia dan melaksanakan upaya rujukan bila diperlukan, pengaturan pola makan (gizi seimbang) yang bertujuan untuk meningkatkan status gizi para usila melalui penyuluhan dan demontrasi gizi sesuai pedoman umum gizi seimbang, pemeliharaan kebugaran fisik melalui olah raga secara teratur berupa senam usila, senam osteoporosis, gerak jalan santai dan lain-lain, penerapan pola hidup sehat demi terwujudnya peningkatan kualitas hidup dan taraf kesejahteraan sosial usila, sehingga mereka dapat menikmati hari tuanya dalam suasana aman, tentram, sejahtera lahir dan batin, penyuluhan kesehatan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan permasalahan serta kondisi masing-masing usila, melakukan rujukan oleh kader kepada petugas kesehatan di Puskesmas atau ke Rumah Sakit setempat (Depkes RI, 2003).


(39)

17

b. Psikologik usila

Dapat dibedakan : 1. Psikologik

Psikologis usila dilakukan melalui:

a. Konsultasi usia yang berisi kegiatan pemberian bimbingan praktis

untuk menghadapi gejala-gejala psikologis yang muncul pada masa usila.

b. Diskusi dan dinamika kelompok sesama usila, sebagai wahana untuk

saling bertukar pikiran dan curah pendapat dan saling membantu satu sama lain.

2. Spritual

Spritual pada masa usila dilakukan melalui:

a. Peningkatan kualitas dan kuantitas beribadah untuk lebih

mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan Agama dan kepercayaan masing-masing.

b. Peningkatan pengetahuan tentang ilmu keagamaan melalui kegiatan

ceramah agama, pengajian, kebaktian dan buku-buku agama.

c. Aktif dalam kegiatan-kegiatan keagamaan, seperti peringatan hari-hari

besar keagamaan dan sebagainya.

d. Aktif dalam organisasi keagamaan.

c. Persiapan Ekonomi Pada usila

Persiapan ekonomi dilakukan untuk mengantisipasi menurunnya penghasilan dalam memenuhi kebutuhan hidup, hal ini dapat dilakukan melalui :


(40)

18

1. Perintisan kesempatan kerja baru beralih profesi sesuai dengan kondisi usia

sebagai kesempatan kedua dalam rangka mencari nafkah dan meningkatkan kondisi sosial ekonominya melalui kegiatan antara lain, peningkatan keterampilan, pelaksanaan usaha dan manajemen usaha.

2. Latihan pada usila sebagai upaya untuk memberikan pelatihan praktis yang

berguna untuk mengisi kehidupan usila dengan kegiatan-kagiatan yang bermanfaat.

3. Hidup hemat dan aktif menabung.

4. Ikut serta dalam kelompok-kelompok swadaya (Self help groups) sebagai media

untuk saling tukarpengalaman dan sambung rasa.

5. Meningkatkan fungsi dan perannya sebagai anggota keluarga, anggota

masyarakat dan warga negara.(Nugroho W, 2000).

2.2.5. Batasan-batasan usila

Batasan USILA menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yaitu : 1. Usia pertengahan (middle age) : usia 45 - 59 tahun.

2. Usila (elderly) : usia 60 - 74 tahun. 3. Usila tua (old) : usia 75 - 90 tahun.

4. Usia sangat tua (very old) : diatas 90 tahun. (Nugroho Wahjudi, 2000).

Sedangkan menurut Sumiati Ahmad membagi priodisasi biologis perkembangan manusia sebagai berikut:

1. 0 - 1 tahun = masa bayi.

2. 1- 6 tahun = masa pra sekolah.


(41)

19

4. 10 - 20 tahun = masa pubertas.

5. 40 - 65 tahun = masa setengah umur (prasenium).

6. 65 tahun keatas = masa usila (Senium). (Nugroho W, 2000).

2.2.6 Perkembangan kelompok usila

Tingkat perkembangan kegiatan kelompok usila dapat digolongkan menjadi 4 tingkatan yaitu :

1. Kelompok usila pratama adalah kelompok yang belum mantap, kegiatan yang

terbatas, dan tidak rutin setiap bulan dengan frekuensi < 8 kali. Jumlah kader aktif terbatas serta masih memerlukan dukungan dana dari pemerintah.

2. Kelompok usila madya adalah kelompok yang telah berkembang dan

melaksanakan kegiatan hampir setiap bulan (paling sedikit 8 kali setahun) jumlah kader aktif lebih dari 3 dengan cakupan program < 50% serta masih memerlukan dukungan dana dari pemerintah.

3. Kelompok usila purnama adalah kelompok yang sudah mantap dan

melaksanakan kegiatan secara lengkap paling sedikit 10 kali setahun, dengan beberapa kegiatan tambahan diluar kesehatan dan cakupan yang lebih tinggi (>60%).

4. Kelompok usila mandiri adalah kelompok purnama dengan kegiatan tambahan

yang beragam dan telah mampu membiayai kegiatannya dengan dana sendiri. (Depkes RI, 2003).


(42)

20

2.3. Posyandu usila 2.3.1 Pengertian

Posyandu usila perlu diupayakan dan mendapat perhatian dari pemerintah, keluarga dan masyarakat sehingga dapat meningkatkan pelayanan kesehatan dan meringankan beban masyarakat khususnya usila.

Menurut Depkes RI yang dikutip oleh Muninjaya (1999) bahwa pelayanan kesehatan terpadu (yandu) adalah suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan dan keluarga berencana yang dilaksanakan ditingkat dusun/desa dalam wilayah kerja masing-masing puskesmas. Tempat pelayanan program terpadu ini disebut posyandu.

Dalam suatu posyandu dikembangkan beberapa kegiatan yang terpadu dan saling mendukung dalam mencapai tujuan dan sasaran yang disepakati bersama. Dengan keterpaduan tersebut dapat berkembang dan meluas dari dua program menjadi lebih banyak program. Keterpaduan dapat berupa aspek sasaran, aspek lokasi, kegiatan maupun aspek petugas penyelenggara. Sesuai dengan prinsip posyandu adalah suatu kegiatan yang dikelola masyarakat dan ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat itu sendiri. (Depkes RI, 1988).

Adapun posyandu usila adalah suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan terhadap usila ditingkat desa/kelurahan dalam masing-masing wilayah kerja puskesmas. Keterpaduan dalam posyandu usila berupa keterpaduan pada pelayanan yang dilatarbelakangi oleh kreteria usila yang memiliki berbagai macam penyakit. Dasar pembentukan posyandu adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama usila. (Depkes RI, 2000).


(43)

21

2.3.2 Sasaran Posyandu usila.

1. Sasaran langsung.

a. Kelompok usia virilitas/pra-usila 45-49 tahun.

b. Kelompok usila 60-69 tahun.

c. Kelompok usila resiko tertinggi 70 keatas. 2. Sasaran tidak langsung.

a. Keluarga yang mempunyai usila.

b. Masyarakat dilingkungan usila berada.

c. Organisasi sosial yang bergerak dalam pembinaan usila. d. Masyarakat luas.

Semuanya menjadi sasaran prioritas karena dianggap sebagai pusat sasaran strategis dalam pembinaan usila yang pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan rakyat. (Dinkes Medan, 2005).

2.3.3 Indikator keberhasilan posyandu usila.

Penilaian keberhasilan upaya pembinaan usila melalui kegiatan pelayann kesehatan di posyandu dilakukan dengan menggunakan data pencatatan dan pelaporan, pengamatan khusus dan penelitian. Keberhasilan tersebut dapat dilihat dari:

1. Meningkatnya sosialisasi masyarakat usila dengan berkembangnya jumlah

organisasi masyarakat usila dengan berbagai aktivitas pengembangannya.

2. Berkembangnya jumlah lembaga pemerintah/swasta yang memberikan pelayanan

kesehatan bagi usila.


(44)

22

4. Berkembangnya jangkauan pelayanan kesehatan bagi usila.

5. Penurunan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit pada usila.

2.3.4 Peranan kader usila.

1. Umum.

Melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan terpadu besama masyarakat dalam rangka pembangunan kesehatan.

2. Khusus.

a. Persiapan.

b. Memotivasi masyarakat untuk memanfaat pelayanan kesehatan usila dan

berperan serta untuk mensukseskannya

c. Bersama dengan masyarakat merencanakan kegiatan pelayanan kesehatan

usila di tingkat desa/kelurahan.

d. Menyiapkan sarana yang diperlukan usila.

3. Pelaksanaan.

a. Melakukan penyuluhan kesehatan usila secara terpadu.

b. Mengelola kegiatan penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan,

pengisian KMS usila, PMT, pencatatan dan pelaporan serta rujukan. c. Mengikuti kegiatan pasca pelayanan.

4. Pembinaan.

a. Menyelenggarakan pertemuan bulanan dengan masyarakat untuk

membicarakan pengembangan program, di integrasikan dengan kegiatan masyarakat setempat (Arisan, pengajian/perwiritan, dan sebagainya).


(45)

23

b. Melakukan kunjungan rumah pada keluarga usila yang dibinanya.

c. Membina kemampuan diri melalui pertukaran pengalaman antar kader.

2.3.5 Pelayanan Kesehatan.

Jenis pelayanan kesehatan yang dapat diberikan kepada usila dikelompokkan sebagai berikut :

1. Pemeriksaan aktivitas kegiatan sehari-hari (activity of daily living) meliputi kegiatan dasar dalam kehidupan, seperti makan/minum, berjalan, mandi, berpakaian, naik turun tempat tidur, buang air besar/kecil dan sebagainya.

2. Pemeriksaan status mental. Pemeriksaan ini berhubungan dengan mental

emosional dengan menggunakan pedoman metode 2 menit. (KMS Usia Lanjut).

3. Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi

badan.

4. Pengukuran tekanan darah dengan menggunakan tensimeter dan stetoskop serta

menghitung denyut nadi selama 1 menit.

5. Pemeriksaan hemoglobin.

6. Pemeriksaan adanya gula dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit

gula (diabetes mellitus).

7. Pemeriksaan adanya zat putih telur (protein) dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit ginjal.

8. Pelaksanaan rujukan kepuskesmas bila mana ada keluhan atau ditemukan


(46)

24

9. Penyuluhan bisa dilakukan didalam maupun diluar kelompok dalam rangka

kunjungan rumah dan konseling kesehatan dan gizi sesuai dengan masalah kesehatan yang dihadapi oleh individu atau kelompok usila.

10.Kunjungan rumah oleh kader disertai petugas bagi anggota kelompok usila yang

tidak datang dalam rangka kegiatan perawatan kesehatan masyarakat (public

health nursing).

11.Pemberian makanan tambahan (PMT) penyuluhan sebagai contoh menu makanan

dengan memperhatikan aspek kesehatan dan gizi usila serta menggunakan bahan makanan yang berasal dari daerah tersebut.

12.Kegiatan olah raga, antara lain senam usila, gerak jalan santai dan lain sebagainya untuk meningkatkan kebugaran.

Kecuali kegiatan pelayanan kesehatan seperti diuraikan diatas dapat dilakukan kegiatan non kesehatan mialnya kegiatan kerohanian, arisan, kegiatan ekonomi produktif, forum diskusi, penyaluran hoby dan lain-lain (Depkes RI, 2003).

2.3.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi pelayanan Kesehatan

Menurut Departement of health education and welfare, USA (1997) dalam

Azhari (2002) faktor-faktor yang mempengaruhi pelayanan kesehatan yaitu:

1. Faktor sistem pelayanan kesehatn yang bersangkutan: tipe organisasi,

kelengkapan program kesehatan, tersedianya tenaga kesehatan dengan masyarakat dan adanya asuransi kesehatan serta faktor adanya fasilitas kesehatan lainnya .

2. Faktor dari konsumen yang menggunakan pelayanan kesehatan: faktor sosio

demografi (meliputi umur, jenis kelamin, status kesehatan, besar keluarga dan lain sebagainya), faktor sosio psikologis (meliputi; sikap/persepsi terhadap


(47)

25

pelayanan kesehatan secara umum, pengetahuan dan sumber informasi dari pelayanan kesehatan dan tabiat terhadap pelaksanaan kesehatan sebelumnya), faktor status ekonomi (meliputi: pendidikan, pekerjaan dan pendapatan/penghasilan), dapat digunakan pelayanan kesehatan yang meliputi jarak antar rumah dengan tempat pelayanan kesehatan, variabel yang menyangkut kebutuhan (mobilitas, gejala penyakit yang dirasakan oleh yang bersangkutan dan lain sebagainya).

Menurut Lapau (1997), ada dua faktor yang mempengaruhi penggunaan pelayanan kesehatan meliputi:

1. Faktor sistem pelayanan seperti kelengkapan program tersedianya tenaga dan

fasilitas medis, teraturnya pelayanan dan hubungan antar tenaga kesehatan degan penderita.

2. Faktor konsumen yang menggunakan pelayanan kesehatan meliputi sosial

ekonomi seperti pendidikan, pekerjaan dan pendapatan.

Anderson (1995) menyatakan bahwa ada tiga kategori utama yang perlu diperhatikan dalam pelayanan kesehatan dan mempengaruhi perilaku seseorang untuk menggunakan yaitu:

1. Faktor predisposing, mencakup karakteristik keluarga yaitu variabel demografi dan struktur sosial.

2. Faktor kebutuhan dibagi atas dua kategori antara lain; perasaan subjektif


(48)

26

2.3.7 Pengorganisasian

Kedudukan posyandu sebagai suatu bentuk peran serta masyarakat yang diselenggarakan oleh lembaga swadaya masyarakat lainnya dengan bantuan tehnis dari puskesmas, pemerintah daerah, organisasi sosial, dinas pendidikan, pertanian, agama, dan lembaga ketahana masyarakat desa (LKMD). Sebagai kegiatan swadaya masyarakat yang semula dikenal dengan kegiatan pembangunan kesehatan masyarakata desa. (Depkes RI, 1988).

Mengingat kegiatan posyandu merupakan kegiatan warga masyarakat setempat maka tugas kader, pemimpin kader dan pemuka masyarakat untuk menumbuhkan kesadaran semua warga agar menyadari bahwa posyandu adalah milik warga. Pemerintah khususnya petugas kesehatan hanya berperan membantu. Di Indonesia dana yang digunakan untuk pelaksanaan posyandu usila adalah dari dan oleh masyarakat, (Azwar, 2002).

2.3.8 Tujuan penyelenggaraan

Posyandu usia lanjut (usila) diselenggarakan dengan tujun sebagai berikut :

a. Umum.

Meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan usila untuk sesuai mencapai masa tua yang bahagia dan berdayaguna dalam kehidupan keluarga dan masyarakat dengan keberadaannya.

b. Khusus.


(49)

27

2. Meningkatkan kemampuan dan peran serta keluarga dan masyarakat dalam

menghayati serta mengatasi masalah kesehatan usila. 3. Meningkatkan jenis dan jangkauan pelayanan usila.

4. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan usila (Soedja, 2002).

2.4 Kemandirian usila

Penuaan tidak selalu berupa ketidak mampuan dan kebergantungan, hasil penelitian memperlihatkan bahwa aspek fisiologis dan psikologis pada penuaan tidak menyebabkan kemunduran mental dan kerusakan fisik pada kehidupan lebih lanjut. Kemandirian pada usila dapat di nilai dari kemampuannya untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Meskipun pada usia mengalami kemunduran fungsi fisik tetapi diharapkan masih dapat mandiri. Menurut Ferguson,1984 pada peroses penuaan terjadi penurunan fungsi kunyah 1/6 kali semula dan fungsi bicara. Hal yang sama dikemukakan oleh Raharja (1998) bahwa fungsi penelanan menurun menjadi 25-50% pada usia diatas 50 tahun. Menurut Miller (1995) penurunan fungsi pada organ tubuh berdampak pada kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

2.4.1 Penuaan yang berhasil

Penuaan tidak selalu berupa ketidak mampuan dan ketergantungan. Dalam hal ini apa yang dapat dipertimbangkan untuk menjadi usila yang normal tanpa kondisi patologis yang jelas, telah diidentifikasi dua kemungkinan hasil penuaan yang biasa atau penuaan yang berhasil. Pendukung yang tertarik pada pada teori ini mengidentifikasi faktor yang membedakan antara usila yang biasa


(50)

28

atau usila yang berhasil. Beberapa masalah yang timbul yang dihubungkan dengan peningkatan kemandirian usila adalah dukungan sosial yang baik akan meningkatkan keberhasilan usila. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa usila mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologis maupun sosial yang selanjutnya dapat menyebabkan ketergantungan pada orang lain. (Miller, 1995).

2.4.2Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Usila

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemandirian usila diantaranya adalah keadaan mental, karena pada usila sering mengalami apa yang disebut dementia yaitu kemunduran dalam fungsi berpikir. Gangguan biasanya dimulai dengan sukar mengingat apa yang didengar atau dibaca sampai dengan bicara tanpa ada ujung pangkalnya. Dementia tersebut disebabkan oleh berbagai hal, antara lain: berkurangnya sel-sel neuron otak. Menurut hasil penelitian Sirait dan Woro, (1998) menyatakan bahwa semakin meningkatnya usia maka risiko sakit semakin tinggi pula. Oleh sebab itu program 3 sehat sangatlah penting, inti program tersebut adalah olah raga teratur, makan yang seimbang dan menjaga ketenangan batin (Soesilo, 2005).

Disamping faktor tersebut diatas gaya hidup juga sangat mempengaruhi kemandirian usila. Gaya hidup disini dapat berarti gaya hidup yang ditampilkan oleh individu dan gaya hidup karena kebiasaan sehari-hari. Hingga kini obesitas, merokok, ketergantungan, alkohol dan latihan yang kurang merupakan faktor yang berkontribusi terhadap gangguan kesehatan pada usila. (Watson, 2003).


(51)

29

2.4.3. Ketergantungan

Ketidak mampuan dan kebergantungan bukan hal yang penting pada penuaan. Hampir sepenuhnya usila dapat beraktivitas secara normal dan tanpa batas. Hanya kalangan minoritas sekitar 5 - 10% yang memerlukan perawatan dari staf keperawatan. Selain penghargaan yang lebih penting pada usila adalah kesehatan dan kemandiriannya. Usila lebih menderita karena ketidak mampuannya daripada orang yang lebih muda yang cenderung mengalami lebih dari satu kondisi yang kronik. Sejumlah kondisi yang kronik merupakan ketidak mampuan pada usila. Faktor lain seperti merokok dan obesitas juga merupakan penyebab akan tetapi kerusakan penglihatan dan ketajaman penglihatan bukan penyebab utama ketidak mampuan. (Watson, 2003).

2.5. Penilaian Kemandirian Usila.

Penilaian kemandirian usila dapat dilakukan dengan mengidentifikasi kemanpuan fuingsional usila melalui sistem penilaian yang sudah dimodifikasi dan umum digunakan, diantaranya adalah “Indeks Barthel” (Pudjiastuti, 2003).

Penilaian ini didasarkan pada tingkat bantuan orang lain dalam peningkatan aktivitas fungsional. Pengukuran meliputi sepuluh kemampuan yaitu kemampuan untuk melakukan makan sendiri; berpindah dari kursi roda ketempat tidur dan sebaliknya, termasuk duduk ditempat tidur; kebersihan diri, mencuci muka, menyisir, mencukur dan menggosok gigi; aktivitas ditoilet (menyemprot, mengelap); mandi; berjalan di jalan yang datar jika tidak mampu berjalan, lakukan dengan kursi roda; naik turun tangga; berpakaian termasuk mengenakan sepatu; mengontrol defekasi dan berkemih. Skore


(52)

30

penilaian dengan kategori 0-100, dimana nilai 0-20 : ketergantungan penuh, 21-61 :

ketergantungan berat/sangat tergantung, 62-90 : ketergantungan moderat, 91-99 : ketergantungan ringan dan nilai 100 : Mandiri. Disamping itu penilaian kemandirian

usila juga telah dimodifikasi secara khusus untuk usila diposyandu dengan 3 kategori kemandirian yaitu kemandirian A, B dan C, dimana kemunduran gerak fungsional dapat dikelompokkan menjadi tiga ukuran kemandirian yaitu:

1. Kemandirian C, yaitu usila tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari yang bisa datang sendiri keposyandu usila.

2. Kemandirian B, yaitu usila yang datang keposyandu dengan bantuan orang lain atau dipapah.

3. Kemandirian A, yaitu usila yang tidak bisa datang ke posyandu.

a) Mandiri, yaitu usila mampu melaksanakan aktivitas hidup sehari-hari

tanpa bantuan orang lain (bisa saja usila tersebut membutuhkan alat adaptasi seperti alat bantu jalan, alat kerja, dan lain-lain.

b) Bergantung sebagian, yaitu usila mampu melakukan aktivitas dengan

beberapa bagian memerlukan bantuan orang lain.

c) Bergantung sepenuhnya, yaitu usila tidak dapat melakukan tugas tanpa

bantuan orang lain dalam perawatan diri secara keseluruhan. (Pudjiastuti, 2003).

2.6. Landasan Teori

Kondisi fisik pada masa usila ditandai dengan keterbatasan-keterbatasan fisik seperti semakin berkurangnya fungsi panca indera dan organ tubuh serta munculnya berbagai penyakit degeneratif. Kondisi fisik ini perlu mendapat perhatian, karena


(53)

31

apabila perubahan dan penurunan berbagai fungsi tersebut tidak dikendalikan, maka akan menjadi hambatan dalamkehidupan sehari-hari.

Usila juga akan mengalami perubahan yang ditandai dengan keterbatasan-keterbatasan serta hilangnya peran dalam keluarga dan masyarakat yang selama ini mereka miliki. Oleh sebab itu seringkali mereka dihadapkan pada sindrom pasca kekuasaan (post power syndrome). Apabila kondisi ini tidak ditangani dengan baik, diperkirakan akan menimbulkan masalah psikologis yang lebih kompleks dan pada akhirnya dapat mengakibatkan berbagai penyakit fisik. Keberhasilan untuk menghadapi tekanan-tekanan psikologis pada masa itu tergantung pada kesadaran dan sikap mereka terhadap berbagai keterbatasan yang akan muncul pada masa usila, sehingga mereka mampu menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut.

Menjadi tua (menua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Proses ini merupakan proses yang terus-menerus (berlanjut secara alamiah) yang dinilai sejak lahir - anak - dewasa - tua. Proses penuaan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menua bukanlah suatu penyakit tetapi proses kurangnya daya tahan tubuh menghadapi rangsangan dari dalam maupun dari luar tubuh, yang dapat berakibat kemunduran fisik dan kemunduran fungsional baik kemampuan, mobilitas maupun perawatan diri.

Studi terdahulu menjelaskan bahwa kemandirian usila berfokus pada kemampuan fungsional dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Kemampuan kemandirian tersebut meliputi aspek mandi, berpakaian, pergi ketoilet, berpindah,


(54)

32

makan, defikasi, berkemih dan naik turun tangga (Miller, 1995; Lueckenote,1998). Penilaian kemampuan kemandirian usila telah dimodifikasi dari Indeks Bartel, Indeks Katz, Indeks Kenny self Care untuk mengukur tingkat ketergantungan.

2.7. Kerangka Konsep Penelitian

Dalam penelitian ini akan dilihat pengaruh karakteristik usila terhadap pemanfaatan posyandu dan hubungannya dengan kemandirian usila. Adapun karakteristik yang akan diteliti dalam hal ini adalah pendidikan, investasi hari tua, riwayat kesehatan, nutrisi, latihan olah raga dan kegiatan non kesehatan seperti hiburan, kegiatan keagamaan dan refresing. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar kerangka konseptual penelitian dibawah ini:

Pemanfaatan posyandu Usila

Kemandirian Usila

- Umur

- Pendidikan

- Investasi hari tua

- Riwayat kesehatan

- Nutrisi

- Latihan/olah raga

Karakteristik Usila


(55)

33

Keterangan:

Salah satu perhatian pemerintah dalam kesehatan adalah di terapkannya program pemerintah yang merata dari berbagai dimensi umur masyarakat, diantaranya adalah usila. Untuk mengatasi ketergantungan usila pada keluarganya adalah dilakukannya Upaya keperawatan mandiri usila di Puskesmas Helvetia Medan. Dalam penelitian ini akan dilihat pengaruh karakteristik usila meliputi umur, pendidikan, investasi hari tua, riwayat kesehatan, nutrisi dan latihan/olah raga terhadap pemanfaatan posyandu. Kemudian dilanjutkan dengan mengetahui hubungan pemanfaatan posyandu terhadap kemandirian usila di Puskesmas Helvetia Medan. Kemandirian usila digolongkan dalam ”kemandirian C”, usila yang datang keposyandu dengan bantuan orang lain atau dipapah digolongkan dalam ”kemandirian B” dan usila yang tidak bisa datang ke posyandu termasuk golongan ”kemandirian A”.


(56)

34

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian survey yang bersifat analitik yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara variabel bebas yaitu karakteristik usila dengan variabel terikat yaitu pemanfaatan posyandu, serta hubungan pemanfaatan posyandu dengan tingkat kemandirian usila di posyandu Puskesmas Helvetia Medan.

3.2Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Helvetia Medan melalui kegiatan Posyandu. Adapun alasan pemilihan lokasi dalam penelitian ini adalah karena Puskesmas Helvetia Medan merupakan salah satu puskesmas yang mempunyai binaan posyandu usila yang relatif lebih aktif di bandingkan dengan Puskesmas lain.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 5 (lima) bulan terhitung mulai pada bulan Maret sampai dengan bulan Juli tahun 2007. Penelitian ini dimulai dengan melakukan penelusuran pustaka, survey awal, mempersiapkan proposal penelitian, persiapan alat ukur, seminar proposal, selanjutnya pelaksanaan penelitian dan seminar hasil.


(57)

35

3.3. Populasi dan Sampel 3.2.1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah semua usila yang aktif mengikuti posyandu usila di wilayah kerja Puskesmas Helvetia Medan yaitu sebanyak 120 orang dari 7 (tujuh) posyandu usila yang ada.

3.3.2. Sampel

Sehubungan dengan keterbatasan jumlah posyandu usila dan jumlah usila yang aktif di posyandu usila, maka penetapan jumlah sampel penelitian menggunakan metode “total sampling” sesuai dengan kriteria penelitian yaitu tidak mengalami cacat fisik dan tidak sedang sakit (tidak bisa melakukan aktivitas sehari-hari) pada saat penelitian berlangsung dan aktif datang keposyandu, dengan demikian jumlah sampel yang digunakan adalah 120 usila dari 3 (tiga) posyandu usila yang aktif yaitu :

1) Posyandu : Sei Sekambing sebanyak 30 orang.

2) Posyandu : Helvetia sebanyak 70 orang.

3) Posyandu : Cinta Damai sebanyak 20 orang.

3.4. Metode Pengumpulan Data 1) Data primer

Data primer yaitu data yang diperoleh melalui pengukuran dengan kuesioner untuk menganalisa pengaruh karakteristik individu terhadap pemanfaatan posyandu serta hubungan pemanfaatan posyandu dengan tingkat kemandirian usila di posyandu Puskesmas Helvetia Medan.


(58)

36

2) Data sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari catatan dan laporan

institusi terkait dari: Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara untuk mengetahui

jumlah populasi usila di Provinsi Sumatera Utara, Dinas Kesehatan Kota Medan untuk mengetahui data-data usila di Kota Medan beserta Posyandu usila, Puskesmas Helvetia Medan untuk mengetahui jumlah usila beserta kegiatan-kegiatan di Posyandu usila.

3.5. Variabel dan Defenisi Operasional. 3.5.1. Variabel penelitian

1. Variabel Independen (Variabel bebas) adalah karakteristik individu terdiri dari umur, pendidikan, investasi hari tua, riwayat kesehatan, nutrisi dan latihan olah raga.

2. Variabel Dependen (variabel terikat) adalah pemanfaatan posyandu dan tingkat kemandirian usila di Puskesmas Helvetia Medan.


(1)

usila di Puskesmas Helvetia Medan. Pemanfaatan posyandu akan bertambah baik apabila ada riwayat kesehatan terdahulu.

3.5 Pengaruh Nutrisi usila Terhadap Pemanfaatan Posyandu.

Diketahui bahwa pemanfaatan posyandu > 7 kali (tinggi) paling banyak pada usila dengan nutrisi sedang yaitu 28 orang (23,3%) dan paling sedikit pada usila dengan nutrisi buruk yaitu 13 orang (10,8%). Pemanfaatan posyandu 5-7 kali (sedang) paling banyak pada usila dengan nutrisi baik yaitu 41 orang (34,2%) dan paling sedikit dengan nutrisi buruk dan sedang yaitu masing-masing 1 orang (0,8%). Pemanfaatan posyandu < 5 kali (rendah) paling banyak pada usila dengan nutrisi baik yaitu 12 orang (10,0%) dan paling sedikit pada usila dengan nutrisi buruk yaitu 1 orang (0,8%).

Hasil uji statisik dengan Chi-Square menunjukan probabilitas (p) lebih kecil dari (0,000 < 0,05) berarti Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh yang bermakna antara nutrisi terhadap pemanfaatan posyandu oleh usila di Puskesmas Helvetia Medan. Pemanfaatan posyandu akan bertambah baik seiring dengan meningkatnya nutrisi usila.

3.6. Pengaruh Latihan/Olah raga usila Terhadap Pemanfaatan Posyandu.

Diketahui bahwa pemanfaatan posyandu > 7 kali (tinggi) paling banyak pada usila yang tidak melakukan latihan/olah raga yaitu 44 orang (36,7%) dan paling sedikit pada usila yang melakukan latihan/olah raga yaitu 18 orang (15,0%). Pemanfaatan posyandu 5-7 kali (sedang) paling banyak pada usila yang tidak melakukan latihan/olah raga yaitu 43 orang (35,8%) dan tidak ada pada usila yang melakukan olah raga. Pemanfaatan posyandu < 5 kali (rendah) paling banyak pada usila yang tidak melakukan latihan/olah raga yaitu 12 orang (10,0%) dan paling sedikit pada usila yang melakukan olah raga yaitu 3 orang (2,5%).

Hasil uji statisik dengan Chi-Square menunjukan probabilitas (p) lebih kecil dari (0,001 < 0,05) berarti Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh yang bermakna antara latihan/olah raga terhadap pemanfaatan posyandu oleh usila di Puskesmas Helvetia Medan. Pemanfaatan posyandu akan bertambah baik apabila dilakukan latihan/olah raga diposyandu.

4.4. Analisis Multivariat

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui variabel independent yang paling dominan pengaruhnya terhadap variabel dependen. Pengaruh karakteristik (umur, pendidikan, investasi hari tua, riwayat kesehatan, nutrisi dan latihan/olah raga) individu terhadap pemanfaatan posyandu usila di Puskesmas Helvetia Medan tahun 2007. Setelah uji bivariat dilakukan maka dari variabel karakteristik diatas yang mempunyai hubungan adalah variabel umur, pendidikan, investasi hari tua, riwayat kesehatan, nutrisi dan latihan/olah raga. Kemudian dilakukan uji statistik regression linier berganda. Teknik analisis regression linier berganda bertujuan untuk menaksir pengaruh variabel Independen (variabel bebas) adalah karakteristik yaitu umur, pendidikan, investasi hari tua, riwayat kesehatan, nutrisi dan latihan olah raga terhadap pemanfaatan posyandu oleh usila di Puskesmas Helvetia Medan.

Dari hasil analisis statistik diperoleh bahwa variabel umur, pendidikan, latihan olah raga, riwayat kesehatan dan investasi hari tua berpengaruh terhadap pemanfaatan posyandu usila di Puskesmas Helvetia Medan sebesar 71,8% dimana nilai R2 = 0,718.

4.5. Analisis Statistik Hubungan Pemanfaatan Posyandu dengan Kemandirian usila.

Untuk menganalisa hubungan pemanfaatan posyandu dengan tingkat kemandirian usila di Puskesmas Helvetia Medan tahun 2007. Tekhnik analisis korelasi digunakan untuk menaksir hubungan variabel Dependen (Variabel terikat) yaitu pemanfaatan posyandu dengan variabel Independen (variabel bebas) yaitu kemandirian usila di Puskesmas Helvetia Medan.

Diketahui bahwa usila yang memanfaatkan posyandu dengan kategori < 5 kali (rendah) yang terbanyak dengan tingkat kemandirian B yaitu 9 orang (7,5%) dan tidak ada dengan tingkat kemandirian C dan usila yang memanfaatkan posyandu dengan kategori 5-7 kali (sedang) yang terbanyak dengan tingkat kemandirian C yaitu sebanyak 28 orang (23,3%) dan paling sedikit dengan tingkat kemandirian A yaitu 1 orang (0,8%) serta usila yang memanfaatkan posyandu >7 kali (tinggi) yang terbanyak dengan tingkat C yaitu sebanyak 62 orang (51,7%) dan tidak ada usila dengan tingkat kemandiriian A dan B.


(2)

Hasil uji statistik dengan korelasi menunjukkan probabilitas (p) lebih kecil dari (0,000 < 0,05) berarti Ho di tolak. Hal ini menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara pemanfaatan posyandu dengan tingkat kemandirian usila.

Tekhnik analisis korelasi digunakan untuk mengetahui hubungan variabel Independen (variabel bebas) adalah kemandirian usila terhadap variabel Dependen (variabel terikat) adalah pemanfaatan posyandu oleh usila di Puskesmas Helvetia Medan. Dari hasil diatas diketahui bahwa:

1. Arah korelasi positif menunjukkan bahwa semakin tinggi pemanfaatan posyandu oleh usila maka akan semakin tinggi tingkat kemandiriannya demikian pula sebaliknya jika pemanfaatan posyandu oleh usila semakin rendah maka tingkat kemandirian usila juga akan semakin rendah.

2. Hubungan variabel Independen (Variabel bebas) kemandirian usila dengan variabel dependen (Variabel terikat) pemanfaatan posyandu menunjukkan nilai (0,000< 0,05) atau angka probabilitas P= 0,000, maka semua variabel secara signifikan menunjukkan hasil berkorelasi (berhubungan). Hal ini juga ditunjukkan dengan hasil ** pada angka korelasi yang artinya sama yaitu angka korelasi signifikan.

Berdasarkan persamaan diatas dapat dibuktikan bahwa usila akan lebih mandiri jika ditingkatkan variabel pemanfaatan posyandu. Hal ini sesuai dengan hipotesa sebelumnya yang menyatakan bahwa Ada hubungan pemanfaatan posyandu terhadap tingkat kemandirian usila di Puskesmas Helvetia Medan tahun 2007.

Pembahasan

1. Pengaruh karakteristik (umur, pendidikan, investasi hari tua, riwayat kesehatan, nutrisi dan latihan/olah raga) terhadap pemanfaatan posyandu usila di Puskesmas Helvetia Medan tahun 2007. 1.1. Pengaruh umur terhadap pemanfaatan

posyandu usila di Puskesmas Helvetia Medan tahun 2007.

Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa usila yang terbanyak adalah berumur 60-70 tahun yaitu sebanyak 61 orang (50,8%), dan yang paling sedikit berumur >70 tahun yaitu sebanyak 27 orang (22,5%). Usia tersebut sesuai menurut UU No. 4 tahun 1965 pasal 1 dinyatakan

sebagai berikut : Seorang dapat dinyatakan sebagai seorang jompo atau usila setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain dan menurut UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan usila menyatakan bahwa usila adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas. 4

Sedangkan dari hasil analisis bivariat dengan uji chi-square menunjukkan bahwa umur mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pemanfaatan posyandu artinya pemanfaatan posyandu akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur usila. Hal ini sesuai dengan pendapat Miller, (1999) yang menyatakan bahwa semakin tua umur seseorang, maka semakin banyak fungsi organ tubuh yang mengalami gangguan/masalah yang berdampak pada kebutuhan klien akan pemeliharaan kesehatannya. 1.2. Pengaruh Pendidikan terhadap

pemanfaatan posyandu usila di Puskesmas Helvetia Medan tahun 2007.

Bila dilihat dari pendidikan responden terbanyak adalah SMA yaitu sebanyak 54 orang (45,0%) dan yang paling sedikit berpendidikan Perguruan tinggi yaitu sebanyak 6 orang (5,0%). Berdasarkan hasil uji chi-square berganda dapat diketahui bahwa variabel bebas yaitu pendidikan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat yaitu pemanfaatan posyandu (P = 0,000), artinya pemanfaatan posyandu akan bertambah besar/meningkat apabila ditingkatkan variabel pendidikan. Dari hasil diatas dapat diperkirakan bahwa Pemanfaatan Posyandu akan meningkat apabila usila mempunyai jenjang pendidikan dan pengetahuan yang tinggi tentang pentingnya kesehatan bagi mereka. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutanto (2000), yang menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula tingkat pengetahuannya terhadap suatu hal. Karena pendidikan sangat mempengaruhi cara berpikir dan perubahan prilaku seseorang. 1.3. Pengaruh Investasi Hari Tua terhadap

pemanfaatan posyandu usila di Puskesmas Helvetia Medan tahun 2007.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa responden terbanyak mempunyai investasi berupa Askes yaitu sebanyak 70 orang (58,3%) dan yang paling sedikit mempunyai dana pensiun yaitu 57 orang (47,5%). Rata-rata usila


(3)

tersebut juga sudah memiliki investasi berupa Askes, dana pensiun dan tabungan hari tua.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa investasi hari tua meliputi investasi berupa tabungan, dana pensiun dan adanya asuransi kesehatan, mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pemanfaatan posyandu (P = 0,000) di Puskesmas Helvetia Medan. Pemanfaatan posyandu akan bertambah dengan adanya investasi hari tua berupa tabungan, dana pensiun dan adanya asuransi kesehatan para usila. Hal tersebut beralasan, menurut teori Maslow dikemukakan bahwa seseorang yang telah terpenuhi kebutuhan dasarnya dari aspek sandang, pangan dan ekonomi, maka akan lebih termotivasi untuk melakukan hal-hal pendukung lainnya seperti kegiatan posyandu.

1.4 Pengaruh Riwayat Kesehatan terhadap pemanfaatan posyandu usila di Puskesmas Helvetia Medan tahun 2007.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa riwayat kesehatan responden terbanyak yaitu tidak menderita penyakit sebelumnya sebanyak 74 orang (61,7%) dan yang paling sedikit menderita penyakit sebelumnya yaitu sebanyak 46 orang (38,3%). Hal ini mengindikasikan bahwa usila yang datang ke posyandu tidak semata-mata karena mempunyai masalah kesehatan tetapi juga berupaya untuk memelihara kesehatannya. Hasil ini seiring dengan penjelasan dari Depkes, (2003) tentang perawatan dan pelayanan kesehatan lanjut usia. Posyandu usila untuk upaya pemeliharaan, pencegahan, pengobatan dan rehabilitasi penyakit usila. Secara umum prinsip pelayanan kesehatan bagi usila yang ada di pusat pelayanan kesehatan tidak dapat dipisahkan dengan pelayanan dasar dan rujukannya yang ada di puskesmas. Seiring dengan kondisi tersebut, pada umumnya usila di Puskesmas Helvetia Medan banyak mengalami penyakit hipertensi dan penyakit degeneratif. Hipertensi (tekanan darah meninggi) akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer. Tekanan darah pada wanita tua mencapai 170/90 mmHg dan pada pria tua mencapai 160/100 mmHg masih dianggap normal.

Penyakit degeneratif merupakan masalah kesehatan yang paling sering terjadi pada kelompok usila sehingga upaya yang dilakukan dalam mengatasinya lebih di prioritaskan pada pelayanan yang bersifat promotif dan preventif, 5. Dimana para usila yang datang berkunjung ke

puskesmas diberi penyuluhan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan masalah kesehatan yang mereka alami. Namun demikian hal ini tentunya hanya dapat dilakukan bagi usila yang datang berkunjung ke Puskesmas atau pusat pelayanan kesehatan lainnya, tidak demikian dengan para usila yang tidak mampu berkunjungan ke puskesmas di karenakan berbagai alasan atau usila yang merasa dirinya baik-baik saja. Berdasarkan hasil penelitian ini juga dapat diketahui bahwa riwayat kesehatan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pemanfaatan posyandu, artinya usila akan lebih memanfaatkan posyandu bila mempunyai riwayat kesehatan yang buruk sebelumnya misalnya menderita penyakit sebelumnya.karena prinsip lebih mengutamakan upaya kuratif dibanding promotif dan preventif lebih dominan di posyandu ini. Hal ini menunjukkan bahwa sikap usila yang salah dimana mereka menunggu ada masalah (sakit) baru berkunjung ke posyandu. 1.5 Pengaruh Nutrisi terhadap pemanfaatan

posyandu usila di Puskesmas Helvetia Medan tahun 2007.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Nutrisi responden terbanyak yaitu dengan kategori baik sebanyak 74 orang (61,7%) dan yang paling sedikit dengan kategori Nutrisi buruk yaitu sebanyak 15 orang (12,5%). Pengaturan nutrisi terhadap usila merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan apalagi usila sering sekali terjadi mengalami penyakit saluran pencernaan.

Penyakit yang sering terjadi pada saluran pencernaan usila antara lain gastritis dan ulkus peptikum, dengan gejala yang biasanya tidak spesifik, penurunan berat badan, mual-mual, perut terasa tidak enak. Namun keluhan seperti kembung, perut terasa tidak enak seringkali akibat ketidakmampuan mencerna makanan karena menurunnya fungsi kelenjar pencernaan. Sembelitlkonstipasi kurang nafsu makan juga sering dijumpai 6

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nutrisi mempunyai pengaruh terhadap pemanfaatan posyandu, artinya pemanfaatan posyandu akan meningkat seiring dengan adanya perbaikan nutrisi usila di Puskesmas Helvetia Medan.


(4)

1.6 Pengaruh Latihan/Olah Raga terhadap pemanfaatan posyandu usila di Puskesmas Helvetia Medan tahun 2007.

Untuk kegiatan olah raga umumnya usila tidak melakukan senam usia lanjut, olah raga ringan, dan gerak jalan santai yaitu masing-masing sebanyak 95 orang (79,2%). Seperti kita ketahui bahwa kegiatan olah raga sangat penting dalam meningkatkan kebugaran tubuh usila. Hal ini disebabkan karena kegiatan olah raga tidak dilakukan diposyandu atau puskesmas tetapi diluar areal tersebut dan bergabung dengan masyarakat yang bukan usila sehingga menyebabkan usila enggan dan tidak mau datang karena malu disamping itu jenis senam yang dilakukan juga bukan senam khusus untuk usila. Menurut petugas hal ini disebabkan karena lokasi posyandu dan puskesmas yang tidak memadai juga karena keterbatasan dana untuk mendatangkan instruktur senam khusus usila.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa latihan/olah raga mempunyai pengaruh terhadap pemanfaatan posyandu oleh usila di Puskesmas Helvetia Medan (P = 0,001), artinya pemanfaatan posyandu akan meningkat jika ada pembenahan atau apabila ditingkatkan variabel latihan/olah raga. Dari hasil diatas dapat diperkirakan bahwa Pemanfaatan Posyandu akan bertambah baik apabila ada perbaikan dalam hal latihan/olah raga usila diposyandu Puskesmas Helvetia Medan.

Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa karakteristik usila khususnya umur, pendidikan, riwayat kesehatan, investasi hari tua, nutrisi dan latihan/olah raga sangat berpengaruh terhadap pemanfaatan posyandu di Puskesmas Helvetia Medan. Agar pemanfaatan posyandu usila lebih meningkat lagi dari sebelumnya maka pihak Posyandu di Puskesmas Helvetia Medan lebih memperhatikan karakteristik usila.

Dari Analisis multivariat yang dilakukan untuk mengetahui variabel independent yang paling dominan pengaruhnya terhadap variabel dependen. Pengaruh karakteristik (umur, pendidikan, investasi hari tua, riwayat kesehatan, nutrisi dan latihan/olah raga) individu terhadap pemanfaatan posyandu usila di Puskesmas Helvetia Medan tahun 2007 dengan tekhnik analisis multiple regression diperoleh hasil bahwa variabel umur, pendidikan, dan latihan olah raga lebih dominan pengaruhnya dari variabel investasi hari tua, riwayat kesehatan dan nutrisi. Kemudian dilakukan pengujian berikutnya diperoleh hasil bahwa umur dan pendidikan

paling dominan pengaruhnya terhadap pemanfaatan posyandu adalah di Puskesmas Helvetia Medan tahun 2007.

1.7.Hubungan pemanfaatan posyandu dengan tingkat kemandirian usila di Puskesmas Helvetia Medan tahun 2007.

Dalam hal pemanfaatan posyandu oleh usila di Puskesmas Helvetia Medan responden terbanyak merasakan ada perubahan kesehatan yang dirasakan selama mengikuti posyandu usila yaitu 85 orang (70,8%) dan yang memanfaatkan fasilitas kesehatan seperti olah raga di posyandu usila hanya sedikit yaitu 25 orang ( 20,8%).

Saat ini pelayanan kesehatan bagi usila masih belum begitu berkembang sebagaimana mestinya. Para usila yang datang ke pusat pelayanan kesehatan masih sebagai pasien yang datang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dasar, dengan arti kata pelayanan yang diperoleh masih bersifat kuratif belum dalam tahap promotif dan preventif. Oleh sebab itu petugas berperan besar dalam meningkatkan upaya kesehatan usila ini, sehingga usila datang keposyandu bukan karena sakit tapi menjaga agar dirinya tidak sakit. Hal tersebut tidak terlepas dari upaya yang dilakukan petugas terhadap usila. Berbagai kegiatan yang dilakukan Puskesmas Helvetia Medan agar usila memanfaatkan fasilitas kesehatan antara lain : kegiatan KIE, pelayanan kesehatan, pembinaan sarana dan prasarana, dukungan untuk meningkatkan kerjasama. Mengingat mayoritas penyakit yang diderita usila tergolong penyakit degeneratif dan memerlukan biaya tidak sedikit, maka upaya preventif dan promotif mendapat tekanan. 1.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa kemandirian usila di Puskesmas Helvetia Medan yang memanfaatkan posyandu yang terbanyak dengan kategori kemandirian C yaitu sebanyak 90 orang (75,0%), kemandirian C menunjukkan hasil bahwa usila bisa datang sendiri ke posyandu, usila yang datang keposyandu dengan bantuan orang lain atau dipapah digolongkan dalam kemandirian B dalam penelitian ini terdapat 23 orang (19,2%), dan usila yang tidak bisa datang ke posyandu termasuk golongan kemandirian A yaitu 7 orang (5,8%). Golongan kemandirian B dan C merupakan sasaran utama dalam program posyandu usila karena sesuai dengan pelayanan diposyandu yang menekankan pada upaya promotif dan preventif. Dalam hal ini pemerintah juga telah memiliki kebijakan tentang pelayanan kesehatan bagi usila yang tertuang dalam


(5)

Undang-undang dan dinyatakan bahwa dalam pelaksanaannya lebih menekankan pada upaya promotif dan preventif tetapi dengan tidak mengabaikan kegiatan kuratif dan rehabilitatif. 1

Dari hasil penelitian ini diharapkan para usila agar senantiasa memanfaatkan pelayanan kesehatan di posyandu guna meningkatkan kemandirian usila. Hal ini tentunya tidak terlepas dari peran petugas sebagai motivator. Hasil penelitian yang dilakukan juga membuktikan bahwa terdapat hubungan variabel Independen (variabel bebas) adalah kemandirian usila terhadap variabel Dependen (variabel terikat) adalah pemanfaatan posyandu oleh usila di Puskesmas Helvetia Medan. Artinya Variabel Independen kemandirian usila memberikan kontribusi terhadap pemanfaatan posyandu oleh usila di Puskesmas Helvetia Medan. Berdasarkan persamaan diatas dapat dibuktikan bahwa usila akan lebih mandiri jika ditingkatkan variabel pemanfaatan posyandu. Hal ini sesuai dengan hipotesa sebelumnya yang menyatakan bahwa Ada hubungan pemanfaatan posyandu terhadap tingkat kemandirian usila di Puskesmas Helvetia Medan tahun. Korelasi positif juga menunjukkan bahwa semakin tinggi pemanfaatan posyandu oleh usila maka akan semakin tinggi tingkat kemandiriannya demikian pula sebaliknya. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis pembahasan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Karakteristik responden yaitu umur terbanyak adalah 60-70 tahun yaitu sebanyak 61 orang (50,8%), pendidikan responden terbanyak adalah SMA yaitu sebanyak 54 orang (45,0%), investasi hari tua berupa Askes yaitu sebanyak 70 orang (58,3%), riwayat kesehatan responden terbanyak yaitu tidak menderita penyakit sebelumnya sebanyak 74 orang (61,7%), nutrisi responden terbanyak yaitu dengan kategori baik sebanyak 74 orang (61,7%), latihan/olah raga responden terbanyak adalah tidak melakukan senam usia lanjut, olah raga ringan, dan gerak jalan santai yaitu masing-masing sebanyak 95 orang (79,2%)

2. Pemanfaatan posyandu oleh usila dalam satu tahun terakhir yang terbanyak yaitu > 7 kali sebanyak 62 orang (51,7%) dan yang paling sedikit yang memanfaatkan <5 kali yaitu sebanyak 15 orang (12,5%)

3. Kemandirian usila yang memanfaatkan posyandu yang terbanyak dengan kategori kemandirian C yaitu sebanyak 90 orang (75,0%) dan yang paling sedikit dengan kategori kemandirian A yaitu sebanyak 7 orang (5,8%).

4. Karakteristik usila (umur, pendidikan, investasi hari tua, riwayat kesehatan, nutrisi dan latihan/olah raga) menunjukan probabilitas (p) lebih kecil dari (0,000 < 0,05) berarti Ho ditolak artinya ada pengaruh karakteristik usila terhadap pemanfaatan posyandu usila di Puskesmas Helvetia Medan tahun 2007.

5. Umur, pendidikan, latihan olah raga, riwayat kesehatan dan investasi hari tua berpengaruh terhadap pemanfaatan posyandu usila di Puskesmas Helvetia Medan tahun 2007 sebesar 71,8% dimana nilai R2 = 0,718 dan umur, pendidikan, latihan olah raga adalah faktor paling dominan.

6. Pemanfaatan posyandu mempunyai hubungan terhadap kemandirian usila di Puskesmas Helvetia Medan tahun 2007 dengan nilai probabilitas (p) lebih kecil dari (0,000 < 0,05).

Daftar Pustaka

1. DepKes RI, Pedoman Pelatihan Kader Kelompok Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan. Depkes. Jakarta. 2003, hal. 1.

2. Dep. Sosial RI. Acuan Umum Perlindungan dan Aksesibilitas Lanjut Usia. Depsos. Jakarta. 2004, hal. 1.

3. Darmojo, R B, Martono, HH. Teori Proses Menua, dalam buku Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Ed. Budi Darmojo, H. Hadi Martono. Penerbit FKUI. Jakarta. 2004, hal 10, 13. 4. DepKes RI. Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia

Lanjut Bagi Petugas Kesehatan. Depkes. Jakarta. 2001, hal. 1.

5. Nugroho Wahjudi. Keperawatan Gerontik. Penerbit EGC edisi 2. Jakarta. 2000, hal. 13, 18, 19, 65, 66.

6. Ismayadi, 2007., Proses Menua (aging proses). http://library.usu.ac.id.

7. Miller Carol. A. Nursing Care of Alder Adults” (Theory and Practice) JP Lippincolt Company. Philadelphia. 1995, hal 2. 8. Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian

Kesehatan, cetakan ke-2 : Rineka Cipta, Jakarta. 1993, hal 22


(6)

Dokumen yang terkait

Pengaruh Karakteristik Individu terhadap Pemanfaatan Posyandu Lansia di Puskesmas Tegal Sari Kota Medan Tahun 2005

0 34 84

Pengarah Karakteristik dan Persepsi Usila Tentang Posyandu Usia Lanjut Terhadap Pemanfaatannya di Kelurahan Sei Agul dan Karang Berombak Wilayah Kerja Puskesmas Sei Agul Kecamatan Medan Barat Tahun 2006

0 27 106

Pengaruh Persepsi tentang Posyandu Usila terhadap Tingkat Pemanfaatan Posyandu Usila di Puskesmas Martoba Kota Pematangsiantar Tahun 2010

1 44 94

Pengaruh Ketersediaan Sarana, Pengetahuan Dan Sikap Lanjut Usia (Lansia) Terhadap Pemanfaatan Posyandu Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kota Medan

0 0 18

Pengaruh Ketersediaan Sarana, Pengetahuan Dan Sikap Lanjut Usia (Lansia) Terhadap Pemanfaatan Posyandu Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kota Medan

0 0 2

Pengaruh Ketersediaan Sarana, Pengetahuan Dan Sikap Lanjut Usia (Lansia) Terhadap Pemanfaatan Posyandu Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kota Medan

0 0 8

Pengaruh Ketersediaan Sarana, Pengetahuan Dan Sikap Lanjut Usia (Lansia) Terhadap Pemanfaatan Posyandu Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kota Medan

0 0 26

Pengaruh Ketersediaan Sarana, Pengetahuan Dan Sikap Lanjut Usia (Lansia) Terhadap Pemanfaatan Posyandu Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kota Medan Chapter III VI

0 0 42

Pengaruh Ketersediaan Sarana, Pengetahuan Dan Sikap Lanjut Usia (Lansia) Terhadap Pemanfaatan Posyandu Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kota Medan

0 0 3

Persepsi Keluarga Lansia tentang Posyandu Lanjut Usia di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia

0 0 12