Resiliensi Guru yang Mengajar Di Pesisir

75 ekonomi yang rendah. Fasilitas yang tidak memadai serta kondisi sekolah yang buruk sangat mengganggu aktivitas mengajar Bu Mawar. Kelas yang ditempati jauh dari kondisi layak. “Bobrok kayak gitu. Lemari Ibu itu, tikus semua itu, pokoknya alat-alat tidak bisa tinggal disana, Ibu bawa pulang semua. Tikus penuh, anak-anak itu menjerit, pas ibu buka udah penuh. Ibu bilang ke penjaga, lemari ini kita bongkar, udah dibongkar, masih datang juga. Namanya juga situasi disana ya, tikus itu luarbiasa, apa ibu habis lah.” R1W1B174-178 Bu Mawar menyadari bahwa banyak kekurangan pada sekolah yang menghambatnya dalam mengajar. Pertama adalah masalah dana dan kelengkapan belajar mengajar. Lalu kondisi ruang kelas yang tidak layak karena kelebihan siswa. “Nah gitu lah itu, sekolah kayak gitu. Apapun gak ada, buku bacaan hancur semua. Buku bacaan itu ada yang gak dapat. Murid Ibu itu pun satu kelas gak memadai, ada 56 orang, aturan kan itu udah dua kelas. Udah Ibu bilang, Pak ini harusnya udah kelas, dia jawab yah kek mana Bu. Saya bilang juga banyak yang gak dapat buku pak, sebagian gak punya buku, kongsi-kongsi, kek mana lah nanti kata orangtuanya. ada murid baru tiga orang, sebiji pun gak dapat buku. Ibu sudah bilang, tapi apalah daya Ibu, cuma guru yang mengajar. Ibu bilang kalian baru masuk nak, gak dapat buku, sudah habis, kongsi-kongsilah. Ada tiga murid baru yang masuk, pindahan di 2013. Semalamlah ada LKS terbaru Ibu campur-campur. Kalau buku paket satu-satu udah gak dapat lagi. Itu pun ada yang dapat ada yang gak, asal dibagi aja lah. Bantuan buku ntah dari kapan- kapan.” R1W1B181-192

b. Resiliensi Guru yang Mengajar Di Pesisir

Kesulitan yang dihadapi oleh responden saat mengetahui harus mengajar di pesisir menuntutnya untuk mengembangkan kemampuan resiliensi. Kemampuan resiliensi seseorang dapat dilihat dari tujuh dimensi yang 76 membentuk resiliensi, yakni emotion regulation, impulse control, causal analysis, optimism, empathy, self efficacy, dan reaching out. Bu Mawar sudah dapat mengatasi perasaan susah yang dialaminya ketika pertama sekali menginjakkan kaki di Paluh Merbau. Bu Mawar bertahan mengajar di Paluh Merbau karena beliau menguatkan diri untuk menahan ketidaknyamanan yang dirasakan dan beliau merasa harus bertanggungjawab terhadap Surat Keputusan yang sudah menetapkan beliau untuk mengajar di Paluh Merbau. Bahkan beliau merupakan salah satu guru dari luar Paluh Merbau yang berhasil bertahan mengajar hingga saat ini. “akhirnya ibu bertahan karena peningkatan itu ada lah disana. Terus kenaikan-kenaikan PNS kan ada sedikit-sedikit. Itulah mulai nanjak Ibu. Ambil kereta, ya udah lah ditahankan sakit-sakit. Gitu Ibu pikir. Akhirnya bertahan. Semua dialami akhirnya bertahan. Banyak lah gejolak-gejolak disana. Ibu tahan juga.” R1W1B66-69 “Ditahankan demi semuanyalah, karena SK jatuh disana. Kalau gak ibu, aduh.. Udah gak tau lagi bilangnya kan? Kami disitu ditempatkan enam, semua sudah pindah. Ibu masih bertahan, tinggal tiga kami disana. Ibu Armaeni yang di jalan mistar, Ibu sama Ibu Zahara disana dia tinggal.” R1W1B72-76 “... Semua kami dari Medan. Semua pindah, tinggal kami tiga yang bertahan, yang jauh. Terus Ibu zahara mutuskan pindah kesitu karena waktu itu anaknya masih kecil. masih bisa dibawa. masih kecil lah anaknya. Di sekolah kami semua itu anaknya. Sampe sekarang anaknya udah kuliah, kami masih bertahan sama Ibu Ar itu.” R1W1B81-85 Saat ini Bu Mawar mampu mengatasi kesusahan yang menghambatnya untuk mengajar. Bahkan pengalaman-pengalaman buruk yang telah dilalui menjadi sebuah pengalaman yang berharga. Bu Mawar sekarang ini hanya 77 bertekad untuk memajukan pendidikan anak-anak di Paluh Merbau dan bertekad untuk mengajar serta mengabdi sebagai guru. “... Udah gitu sama kawan-kawan pernah kami naik sampan, terbalik pernah, masuk, ditolong orang sana. Banyak kenang-kenangan karena waktu itu kan belum siap titi. Kenang-kenangan banyak lah disitu. ” R1W1103-106 “Yang penting anak-anak itu tahu baca tulis, gitu aja kami bikin. kalau apanya nanti lah, yang penting ibu bisa ngajarlah disana.” R1W1B137-139 “.. Itulah yang bikin semangat juga. Terus pengabdianlah ibu, emang guru disana.” R1W1B231-232 Bu Mawar menyadari bahwa ditempatkan di Paluh Merbau menyebabkan sebuah perubahan besar dalam kehidupan rumah tangga beliau. Pengetahuan Bu Mawar yang minim terhadap Paluh Merbau serta lokasinya yang sulit untuk dijangkau menimbulkan masalah baginya. Sejak mengetahui bahwa kondisi ekonomi dan geografis Paluh Merbau begitu jauh dibandingkan kota yang selama ini ia tinggali, Bu Mawar selalu merasakan keinginan untuk pindah kerja. Akan tetapi, SK dari dinas pendidikan yang memuat perjanjian kerja memaksanya untuk tetap berada di Paluh Merbau. “ada keinginan mau pindah, tapi kan perjanjian dulu tugas kami 5 tahun.” R1W1B54 Rasa malas mengajar Bu Mawar kadang muncul, terutama jika ada masalah-masalah sehubungan dengan murid. Bu Mawar mengungkapkan bahwa orangtua sering salah paham dengannya. Mereka menganggap bahwa Bu Mawar tidak datang mengajar dikarenakan malas. Tuduhan-tuduhan seperti itu menjadi 78 beban bagi Bu Mawar yang mendorongnya untuk berhenti mengajar. Akan tetapi, keinginan itu bisa dikendalikan karena nasehat dari suami. “Kadang timbul satu masalah jadi malas sih. Dari masalah satu siswa pun, Kayak orangtua yang bisik-bisik waktu Ibu gak datang. Ibu panggil anaknya terus Ibu cerita kenapa Ibu gak datang, nangis anak itu dengarnya. Ibu jelasin lah kondisi Ibu. Terus datang besoknya, dia bilang kata mamak Bu, mamak minta maaf. Gak tau Ibu sakit. Datang nagis dia, bilang Ibu jangan marah ya Bu. Ya saya bilang saya gak marah. Bapak juga kasih semangat itu. Sabar ya mak, katanya. Gini gini gini, dikasihnya nasihat. Udah lah bertahan juga saya.” R1W2B141-147 Banyak permasalahan yang dialami oleh guru yang mengajar di pesisir, salah satunya adalah kekurangan dana yang berakibat pada tidak seimbangnya antara jumlah buku yang dapat disediakan dengan jumlah siswa yang ada. Bu Mawar paham bahwa untuk menyelesaikan masalah kekurangan buku, ia harus berbicara kepada kepala sekolah. Keinginan Bu Mawar untuk mendapatkan buku baru ternyata tidak mendapatkan respon yang baik dari kepala sekolah. Akan tetapi, Bu Mawar tidak kehilangan semangat. Beliau sadar bahwa jika ia hanya mengharapkan bantuan dari kepala sekolah, maka siswanya tidak akan memiliki buku. Sehingga untuk menyelesaikan masalah ini, Bu Mawar menggunakan uangnya sendiri untuk membelikan buku siswanya, walaupun dengan risiko dimarahi oleh kepala sekolah. “Pernah ibu sarankan sekali, pernah ibu ribut dengan kepala sekolah. Tentang buku matematika. Itu udah ribut kalilah. Pertama Ibu keluhkan gak ada buku dia diam. Diam kayak-kayak tahu, ibu adukan ke penjaga sekolah, kan tangan kanan dia untuk buku-buku kami. Katanya, Ibu sudah satu semester kokbaru bilang. Loh saya jawab, Pak kan dari awal sudah saya bilang kelas 3 gakpunya buku matematika. Matematika kan penting. Dia ngamuk terus bilang ya udahlah, ibu udah tahan marah. Terakhir ibu belikkan pake uang ibu sendiri. Pergi ibu ke Gramedia, ibu pesan buku, 79 dibayar dialah sama orang gramed itu, berapa jumlah murid ibu. Akhirnya punya buku agak baru lah itu matematika. Biarlah marah dia. Ibu pergi naik kereta, ada kawan yang punya mobil dari paluh, nah, naik mobil dia kesitu, Ibu naik keretalah. Ibu cicil bawa bukunya, kan banyak itu. Itulah baru punya buku. Ada hikmahnya juga punya buku seterusnya kan? Biar lah kena marah Ibu.” R1W1B196-208 Bu Mawar tidak kehilangan rasa optimisnya dalam mengajar di Paluh Merbau. Walaupun pada awalnya beliau mengalami banyak hambatan, tetapi optimisme terhadap pendidikannya tidak luntur. Selain itu, sebagai PNS Pegawai Negeri Sipil ada bantuan-bantuan yang diperoleh dari pemerintah. Bantuan- bantuan tersebut menambah rasa optimis Bu Mawar bahwa pemerintah tidak lepas tangan terhadap guru-guru yang mengajar di sekolah terpencil, walau beliau sadar bahwa dengan adanya bantuan tersebut maka ada tuntutan tambahan pula yang menyertai. “ya satu tadi lah. Kami ada sertifikasi itu, jadi adalah penambahan sedikit untuk guru. Selama ini kan pas-pasan juga gaji kami. Ada penambahan dari sertifikasi guru itu, yang buat nambah semangat juga lah. Emang tuntutannya banyak juga lah kan? Harus begini begini, udah sertifikasi jadi tuntutan dari pemerintah banyak. Itu buat semangat jugalah, ada tambahan- tambahan.” R1W1B236-240 Selain adanya bantuan dari pemerintah, semangat belajar siswa juga menjadi penyebab Bu Mawar tetap optimis dan bertekad bahwa ia harus rajin mengajar. Beliau bertekad untuk tidak mengecewakan siswa-siswanya yang rajin sekolah. “itulah anak-anak itu. Semangat belajarnya. Ada semangat belajarlah, jadi Ibu pun semangatlah gitu. Karena pas Ibu gak datang sekali, mereka nanya Ibu kemana, menunggu mereka. Karena semangat mereka tinggilah untuk belajar. Nanti kalau kita gak datang, kecewa mereka.” R1W1B308-311 80 Bekerja di Paluh Merbau mengajarkan banyak hal pada Bu Mawar. Terutama masalah bersyukur terhadap apa yang sudah kita miliki. Memahami penderitaan dan kekurangan oranglain merupakan pelajaran yang ia dapat di Paluh Merbau. Kehidupan masyarakat yang miskin di Paluh Merbau seringkali menimbulkan rasa sedih dalam diri Bu Mawar. Kondisi anak-anak dan orangtuanya menjadi pengalaman bagi Bu Mawar untuk tidak langsung memarahi seorang siswa jika melanggar aturan. Bu Mawar sadar bahwa ia harus memahami dahulu kondisi siswa yang sebenarnya. Bu Mawar sekarang lebih bisa berempati. “Kalo kami tanya pun anak-anak itu katanya kadang makan pun kami Bu cuma pagi aja, siang kadang pisang rebus yang dimakan. Kita gak tega kan anak-anak kayak gitu. Pas orangtuanya sakit, meninggal, kami melayat, liat rumahnya itu. Kan selama ini kita tidak tahu situasi rumah mereka. Sesudah kita datang, yang selama ini kita marah mereka datang terlambat, rumah anak-anak itu kan jauh dari sini, ditanya kenapa bisa terlambat?jawabnya gini gini gini. Rupanya kita tengok rumahnya, haduh.. gak layak huni lah. Kasihan nengoknya daerah sana.” R1W1B111-118 Bu Mawar juga mengungkapkan rasa kasihan kepada kepala sekolah yang telah diganti. Walaupun Bu Mawar dan kepala sekolah pernah bermasalahan, tetapi hal itu tidak menjadikan Bu Mawar dendam. Beliau malah merasa kasihan dan memberikan sedikit pertolongan kepada kepala sekolah tersebut. “Kasihan sekarang Ibu liat dia. Kayak gembel, udah gak menjabat kan. Kasihan lah ibu sama dia. Ibu gitu, kayak mana pun pernah dia buat sama Ibu, tapi gak dendam, gak. Walau udah dipersulitnya luarbiasa. Pernah lah sakit kali, sampe nangis Ibu, gak bohonglah. Pas waktu itu, asal mau pergi hujan deras-deras kali, seminggu itu. Tunggu berhenti sampe jam 9. Gak percaya dia gitu kita jujurnya.” R1W2B81-85 81 Kondisi Paluh Merbau yang terpencil dan jauh dari pusat kota merupakan permasalahan yang besar bagi Bu Mawar. Dukungan keluarga merupakan bantuan terbesar bagi Bu Mawar. Tanpa dukungan keluarga, Bu Mawar pasti sudah lama mengikuti keinginan hatinya untuk pindah bekerja. “yang mendukung karir Ibu dari keluargalah banyaknya.” R1W2B4 “”iya, kasih semangat juga” R1W2B10 Selain keluarga, Bu Mawar mendapatkan bantuan dari sesama guru, terutama dalam membahas masalah seputar sekolah dan keluarga siswa. “yah kami ceritakan masalah sekolah lah, masalah kelas, masalah anak- anak kan yang kadang bandel di kelas.” R1W1B354-355 “curhat keluarga adalah, biasa juga. Masalah anak-anak ini, kan orang itu yang kami disana yang lebih tahu. Kadang anak-anak ini kok bandel kali, rupanya orangtuanya bercerai. Ada juga anak itu yang dibesarkan neneknya jadi agak bandel.” R1W1B358-360 Mengajar di Paluh Merbau yang jauh dan terpencil tidak serta merta menyebabkan Bu Mawar malu untuk bersosialisasi dengan guru dari sekolah lain di kota. Bahkan, beliau memiliki teman dari sekolah lain yang sering diajak bercerita. “oh ada juga. Kawan Ibu sekolah yang di luar ada juga. Karena kami asal rapat jumpa, kalau pagi jumpa. Ngajak pindah ke tempat dia. Tapi sama aja lah juga.” R1W2B36-37 82 “orang itu gak ada kasih komentar lah, orang kita yang jalanin. Cuman kasih saran aja, kalau misal saya gak apa disana, pindah kesini aja katanya. Kalau gak tahan.” R1W2B42-43 Saat ini Bu Mawar masih bertekad untuk terus mengajar hingga waktunya pensiun. Bu Mawar merasa bahwa ia sudah cukup lama mengajar, sehingga setelah pensiun ia tidak akan melanjutkan mengajar. Bu Mawar sudah memiliki impian untuk mendirikan warung kecil ketika dia pensiun, sebagai kegiatan untuk mengisi waktu luangnya. “Ibu mau buka kedai kecil-kecilan lah daripada suntuk, gitu aja Ibu. Ada rencana gitu lah Ibu, buka kedai- kedai gitu.” R1W2B165-166 “tidak ada, cukuplah. Katanya ada rencana pemerintah mau nambah dua tahun lagi. Jadi 62 tahun guru. Saya rasa sudah cukup. Ibu pun gitulah, gak ada rencana ngajar lagi . Udah tua juga kan, gak sanggup lagi.” R1W2B168-170

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Resiliensi Guru yang Mengajar Di