Kesulitan yang Dihadapi Guru Di Pesisir

72

A. DESKRIPSI DATA

Pada bagian ini, peneliti akan menggambarkan data hasil wawancara yang telah diperoleh. Deskripsi data yang peneliti paparkan akan diurutkan berdasarkan rumusan permasalahan yang peneliti ajukan, baik itu dari rumusan masalah untuk riset awal maupun rumusan masalah lanjutan.

1. RESPONDEN I

a. Kesulitan yang Dihadapi Guru Di Pesisir

Sebagai lokasi yang terpencil, beraktifitas di pesisir tentunya jauh berbeda dengan di kota, terutama ibukota provinsi. Kehidupan kota yang penuh dengan fasilitas yang memadai memberikan kenyamanan bagi masyarakat yang hidup di dalamnya. Namun, hal ini berbeda dengan pesisir yang jauh dari hingar bingar perkotaan dan hanya memiliki fasilitas seadanya. Bagi Bu Mawar yang selama ini hidup di kota Medan, ditempatkan mengajar di sebuah dusun pesisiri yang jauh dari kota sangat mengejutkan. Bu Mawar kaget dan tidak menyangka karena dia berpikir bahwa ia akan ditempatkan di lokasi yang tidak begitu jauh. Bu Mawar kaget ditempatkan di lokasi yang jauh yang bahkan belum pernah ia dengar namanya. “... waktu tahu kaget setengah mati lah. Mau gak mau Ibu. Lama Ibu datang ke situ. Lama juga Ibu dating, udah sebulan penempatan baru Ibu masuk, baru Ibu datang.” R1W1B26-28 “... tempatnya itu terpencil, belum ada jembatan harus naik sampan.” R1W1B21-22 73 Bu Mawar takut tidak bisa bertahan dengan kondisi geografis dan situasi Paluh Merbau yang jauh berbeda dengan kota yang selama ini ia tinggali. Selain itu, sulitnya medan yang harus ditempuh untuk mencapai sekolah juga menjadi penyebab Bu Mawar tidak tahan dan merasa kesusahan. “Sebetulnya lulus itu senang ya, cuma mikir apa ditempat itu nanti bisa, gitu kan. Kendalanya itu jalan. Disitu waktu masa itu RBT masuk ke dalam jalannya masih licin itu.” R1W1B44-46 “...Lama juga Ibu naik RBT ke dalam. Payah lah itu. Jam-jamnya kalau nyebrang naik sampan itu, kalau Ibu sampai tapi sampannya udah nyebrang kesana, kemarinya lagi dia berapa jam lagi, soalnya nunggu disana baru Ibu dijemput. Gitu lah tiap hari.” R1W1B.30-32 “Ibu menjerit. Gak tahan Ibu. Ngeri kali situasinya disana. Situasinya itu, kalau hujan licinnya itu kayak gimana ya. Ibu pernah jalan mulai dari jembatan hingga simpang Warno.” R1W1B99-101 Lokasi yang jauh dan sulit dijangkau menyebabkan Bu Mawar tidak bersemangat untuk bekerja disana. Bahkan, beliau tidak sanggup untuk meninjau lokasi sekolahnya. Bu Mawar meminta suaminya yang melihat lokasi sekolah dan menceritakan kondisi disana. “Bapak yang cek kesana.’ R1W1B34 “Ibu gak nengok, dia yang cerita. Gak tau Ibu. Pas penempatan, sebulan kemudian datang, baru nengok Ibu.” R1W1B.36-37 Kondisi jalan menuju lokasi sekolah yang hancur dan susah dilalui, serta jarak tempuh dari rumah di Medan yang sangat jauh membuat Bu Mawar 74 memutuskan untuk kos di daerah Paluh Merbau. Akan tetapi, dengan gaji kecil yang diterimanya saat itu, beliau merasa terlalu banyak biaya yang harus dikeluarkan dengan kos disana. Beliau memikirkan biaya untuk sekolah anak- anaknya dan biaya dapur yang tentunya bertambah, sehingga memutuskan untuk pulang seminggu sekali. “... kos Ibu disana. Ada Ibu 8 bulan kos lah, mau tahu situasi disana. Pulang ke Medan kan jauh kali. Naik RBT Ibu, kos lah disana.” R1W1B46-48 “..Udah gitu anak-anak sekolah, yang sekarang udah besar dulu masih SD, SMP, SMA. Jadi Ibu mikir gini, gimana sekolah mereka. Terus mau berapa dapur? Gaji waktu itu masih RP 180.000,- .” R1W1B54-56 “waktu penempatan pertama masih 80.000 perak. Udah gitu Rp 180.000,- seratus persennya PNS disana.” R1W1B58-59 “...Anak-anak disini, Ibu disana. Ibu mikirkan itu. Akhirnya Ibu pulang seminggu sekali kos disana.” R1W161-61. Kondisi ekonomi masyarakat Paluh Merbau yang miskin dan juga tidak berpendidikan menambah kesusahan dan kesedihan Bu Mawar. Rendahnya tingkat ekonomi menyebabkan proses pendidikan sulit berjalan. “...masyarakatnya kan masih gak ada yang sekolah disana. Jarang pendidikan lah gitu. Anak-anaknya itu ckck, kayak manalah kita mau memajukan disana tapi minta dananya itu susah. Takutlah kita itu kan, orang itu kan ntah ada pelajaran bawa karton. Pokoknya soal kutip mengutip itu susah lah kalo disana.” R1W1B107-111 Mengajar di daerah pesisir yang terpencil tentu menimbulkan masalah bagi guru. Apalagi daerah Paluh Merbau merupakan daerah pesisir dengan tingkat 75 ekonomi yang rendah. Fasilitas yang tidak memadai serta kondisi sekolah yang buruk sangat mengganggu aktivitas mengajar Bu Mawar. Kelas yang ditempati jauh dari kondisi layak. “Bobrok kayak gitu. Lemari Ibu itu, tikus semua itu, pokoknya alat-alat tidak bisa tinggal disana, Ibu bawa pulang semua. Tikus penuh, anak-anak itu menjerit, pas ibu buka udah penuh. Ibu bilang ke penjaga, lemari ini kita bongkar, udah dibongkar, masih datang juga. Namanya juga situasi disana ya, tikus itu luarbiasa, apa ibu habis lah.” R1W1B174-178 Bu Mawar menyadari bahwa banyak kekurangan pada sekolah yang menghambatnya dalam mengajar. Pertama adalah masalah dana dan kelengkapan belajar mengajar. Lalu kondisi ruang kelas yang tidak layak karena kelebihan siswa. “Nah gitu lah itu, sekolah kayak gitu. Apapun gak ada, buku bacaan hancur semua. Buku bacaan itu ada yang gak dapat. Murid Ibu itu pun satu kelas gak memadai, ada 56 orang, aturan kan itu udah dua kelas. Udah Ibu bilang, Pak ini harusnya udah kelas, dia jawab yah kek mana Bu. Saya bilang juga banyak yang gak dapat buku pak, sebagian gak punya buku, kongsi-kongsi, kek mana lah nanti kata orangtuanya. ada murid baru tiga orang, sebiji pun gak dapat buku. Ibu sudah bilang, tapi apalah daya Ibu, cuma guru yang mengajar. Ibu bilang kalian baru masuk nak, gak dapat buku, sudah habis, kongsi-kongsilah. Ada tiga murid baru yang masuk, pindahan di 2013. Semalamlah ada LKS terbaru Ibu campur-campur. Kalau buku paket satu-satu udah gak dapat lagi. Itu pun ada yang dapat ada yang gak, asal dibagi aja lah. Bantuan buku ntah dari kapan- kapan.” R1W1B181-192

b. Resiliensi Guru yang Mengajar Di Pesisir