Faktor-faktor yang Mempengaruhi Resiliensi Guru yang Mengajar Di

82 “orang itu gak ada kasih komentar lah, orang kita yang jalanin. Cuman kasih saran aja, kalau misal saya gak apa disana, pindah kesini aja katanya. Kalau gak tahan.” R1W2B42-43 Saat ini Bu Mawar masih bertekad untuk terus mengajar hingga waktunya pensiun. Bu Mawar merasa bahwa ia sudah cukup lama mengajar, sehingga setelah pensiun ia tidak akan melanjutkan mengajar. Bu Mawar sudah memiliki impian untuk mendirikan warung kecil ketika dia pensiun, sebagai kegiatan untuk mengisi waktu luangnya. “Ibu mau buka kedai kecil-kecilan lah daripada suntuk, gitu aja Ibu. Ada rencana gitu lah Ibu, buka kedai- kedai gitu.” R1W2B165-166 “tidak ada, cukuplah. Katanya ada rencana pemerintah mau nambah dua tahun lagi. Jadi 62 tahun guru. Saya rasa sudah cukup. Ibu pun gitulah, gak ada rencana ngajar lagi . Udah tua juga kan, gak sanggup lagi.” R1W2B168-170

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Resiliensi Guru yang Mengajar Di

Pesisir Faktor Protektif Bu Mawar mendapatkan banyak dukungan dari berbagai pihak dalam mengatasi hambatan dan kesulitan yang dialaminya dalam melaksanakan tugas sebagai guru di Paluh Merbau. Suami dan anak-anaknya banyak memberikan dukungan semangat kepada Bu Mawar agar bertahan mengajar, walau harus menempuh jarak yang jauh dan kondisi jalan yang buruk. Keluarga juga yang selalu memberikan nasehat kepada Bu Mawar untuk bersabar. 83 “dari keluarga lah banyak menurut Ibu.” R1W2B4 “keluarga maksudnya yaa, kasih semangat orang itu lah. Yang sabar lah, semua kejadian. Rajin-rajin aja Mak kesana, yang penting kan gak terlalu sakit kali. Kalau biasa-biasa saja bisa tahan kan. Bertahan disana. Anak- anak inilah.” R1W2B6-8 Selain dari keluarga, dukungan teman-teman juga yang membantu Bu Mawar untuk bertahan mengajar di Paluh Merbau, terutama dukungan dari rekan guru yang sama-sama berasal dari Medan. Selain memberikan semangat, teman- temannya juga paham dengan kondisi Bu Mawar yang tidak dapat datang untuk mengajar jika kondisi sedang hujan. “ada juga kalau kawan yang disini ya, orang Medan yang ngajar disana juga. Dia bilang sabar ajalah kita. Kalau masih bisa kita tahan, ya tahan.” R1W2B12-13 “...udah gitu karena kawan-kawanlah. Kan udah lama jadi mengerti juga. Dengan kondisi kita yang jauh , kita gak datang, mereka menolonglah kelas kita yang kosong tadi mereka bantu. Di sms, tolong kelas saya ya, iya pasti mereka bilang. Itu ajalah, tolong menolong antar teman.” R1W1B241-245 Siswa-siswa di Sekolah Dasar Paluh Merbau yang bersemangat dalam belajar dan rajin ke sekolah juga menjadi salah satu alas an bagi Bu Mawar untuk bertahan mengajar. “...orang itu semangat mau sekolah. Gak pernah absen pulak. Jarang kecuali sakit kan. Hujan pun mereka datang. Kita yang gak datang yang gak enak sama mereka.” R1W1B247-249 “...semangatlah mereka. pokoknya yang ada menyemangati guru ya itu, mereka semangat. Mau ada pramuka pun oke. Yang penting kita bina. Kalau kita padam, padam jugalah orang itu. Ada semangat untuk maju 84 orang itu. Banyak menang juga kalau ada lomba-lomba keluar, menang orang itu. “ R1W1B264-269 Adanya peningkatan kesejahteraan bagi PNS juga menjadi salah satu penambah semangat Bu Mawar. Selain itu, sekolah juga memberikan keringanan kepada Bu Mawar dan guru-guru dari Medan berupa izin tidak masuk jika kondisi cuaca hujan. “akhirnya ibu bertahan karena peningkatan itu ada lah disana. Terus kenaikan-kenaikan PNS kan ada sedikit- sedikit. Itulah mulai nanjak Ibu.” R1W1B66-67 “bertahannya gini, disana kan peraturan sekolah itu ketat kan? Tapi kami dapat dispensasi kalau hujan, kami kan jauh, kalau hujan ke dalam, kami yang jauh bisa libur. Jadi guru yang handle yang di dalam. Karena hujan kan jalan licin, makanya bisa libur. Dapat keringanan dari dinas lah. Kalau hujan gak mungkin Ibu terobos hujan. Kalau rumahnya jauh. Kalau disuruh kerja banting tulang, tapi kalau hujan gak berani juga lah. Kalau hujan, maklumlah yang dari dalam.” R1W1B91-96 Faktor Resiko Kondisi jalan yang buruk seringkali menimbulkan permasalahan bagi Bu Mawar. Akses menuju sekolah juga sulit karena harus menyeberangi laut. Sebelum adanya jembatan penghubung, Bu Mawar harus menyeberang menggunakan sampan yang ia takuti. Ketakutan ini yang menyebabkan Bu Mawar menunda kedatangannya ke Paluh Merbau. Selain itu, jembatan yang ada sekarang juga tidak dalam kondisi yang baik untuk diseberangi. “...lama ibu datang ke situ. Naik sampan kan Ibu takut. Lama juga Ibu. Udah sebulan penempatan, baru ibu masuk.” R1W1B26-27 85 “ooh ngeri dulu, jalan setapak. Jembatan itu aduuh. Jembatan itu pun dulu gak permanen gitu. Setelah kami gak bersampan, dulu jembatan itu masih papan. Udah ambruk, itu yang kami jalanin tiap hari. Kalau jembatan itu putus, gak berani lah kami ngajar ya kan?” R1W1B133-136 Kondisi masyarakat yang miskin dan kurang sadar akan kebersihan juga menimbulkan perasaan tidak nyaman pada Bu Mawar. Bahkan untuk buang air kecil pun beliau harus menumpang ke rumah guru lain yang berada di belakang sekolah, hal ini dikarenakan saat itu belum ada toilet di sekolah. Kurangnya kesadaran akan kebersihan pada masyarakat menjadi penyebab Bu Mawar merasa tidak betah. “Gak ada tempat jamban-jamban buang airnya, susah Ibu disana. Anak- anak kencing ntah dimana- mana.” R1W1B154-156 “disini pun baru-baru aja ini ada toilet, dulu pertama Ibu disana mana ada. Susah, numpang juga. Di rumah guru ada yang ngajar di belakang. Nah, di rumah Ibu itulah kami numpang. Jamban itu kan penting, itu pulak yang gak ada, itu lah yang buat gak betah. Kebersihan tadi kurang.” R1W1B158-161

2. RESPONDEN II