110
2. Responden II
a. Gambaran Resiliensi
Emotional Regulations Sebagai warga Percut Sei Tuan, Bu Anggreksudah mengenal dan cukup
tahu sebelumnya mengenai Paluh Merbau. Bahkan, sebelum diangkat menjadi guru PNS, Bu Anggrek sudah berniat untuk menjadi guru di Paluh Merbau.Bu
Anggrek merasa bahagia ketika akhirnya ia dipindahkan ke Paluh Merbau setelah mengajar selama 6 tahun di Rampah. Bahkan keluarganya pun ikut senang
dikarenakan lokasi sekolah tidak begitu jauh dari rumah jika dibandingkan dengan di Rampah. Akan tetapi, teman-temannya mengganggap Bu Anggrek bodoh
karena mau dipindahkan ke lokasi yang terpencil serta miskin. Setelah beberapa tahun tidak melihat kondisi Paluh Merbau, Bu Anggrek
terkejut saat melihatnya lagi untuk mengajar. Kondisi jalan Paluh Merbau yang buruk dirasa memberatkan. Akan tetapi, Bu Anggrek bersyukur dipindahkan ke
Paluh Merbau dibandingkan tetap di Rampah.Bu Anggrek berhasil mengatasi keterkejutannya dengan kondisi Paluh Merbau melalui rasa syukur dan niat untuk
mengabdi disana. Walau terkadang Bu Anggrek harus melewati kondisi jalan yang becek dan sulit dilalui karena hujan.Reivich dan Schatte 2002 menegaskan
bahwa pengaturan emosi diartikan sebagai kemampuan individu untuk mengatur emosi sehingga tetap tenang meskipun berada dalam situasi di bawah tekanan.
Sejak awal, Bu Anggrek mengharapkan untuk bekerja di Paluh Merbau, sehingga Bu Anggrek cukup mampu mengendalikan emosi keterkejutannya yang
muncul saat melihat kondisi Paluh Merbau.
111
Impulse Control Sejak awal, Bu Anggrek juga menyadari bahwa dirinya adalah orang yang
tidak pernah menyembunyikan perasaannya.Kondisi Paluh Merbau yang miskin dan terpencil, serta masyarakatnya yang tidak begitu peduli pada pendidikan
terkadang menyebabkan anak-anak dmenjadi tidak sopan kepada gurunya dan sulit untuk diatur. Bu Anggrek merasa ada saat tertentu dia merasa ingin marah
dan mengamuk kepada para siswanya, tetapi beliau mampu mengendalikan emosi tersebut dan menemukan cara untuk mengatasi perilaku anak didiknya yang
nakal.Pengendalian impuls adalah kemampuan individu untuk mengendalikan keinginan, dorongan, kesukaan, serta tekanan yang muncul dari dalam diri.
Individu dengan pengendalian impuls yang tinggi dapat mengendalikan impulsifitas dengan mencegah terjadinya kesalahan pemikiran, sehingga dapat
memberikan respon yang tepat pada permasalahan yang ada Reivich Schatte, 2002.
Usia yang sudah tua menyebabkan penglihatan Bu Anggrek tidak begitu baik, sehingga tugas dari sekolah dalam hal pengurusan administrasi seperti
menulis perkembangan siswa menjadi hal yang tidak menyenangkan bagi Bu Anggrek. Ketidaknyamanan pada matanya menyebabkan Bu Anggrek selalu
merasa marah dan kesal saat diminta melaksanakan tugas administrasi. Emosi- emosi tersebut mendorongnya untuk menunda mengerjakan tugas administrasi
tersebut hingga mendekati tengat waktu pengumpulan. Akan tetapi, Bu Anggrek tidak mau larut dalam emosi negatif tersebut dan menunda penyelesaian tugas.
Beliau menemukan cara untuk mengatasi emosi tersebut dengan berzikir untuk
112
menenangkan hati. Reivich Schatte 2002 menyatakan bahwa individu yang memiliki kemampuan pengendalian impuls yang rendah, cepat mengalami
perubahan emosi yang pada akhirnya mengendalikan pikiran dan perilaku mereka. Mereka menampilkan perilaku mudah marah, kehilangan kesabaran, impulsif, dan
berlaku agresif. Sedangkan pada individu dengan pengendalian impuls yang tinggi dapat mengatasi emosinya dengan baik.
Organisasi kejiwaan yang diikuti oleh Bu Anggrek juga membantunya untuk mengendalikan emosi. Organisasi ini mengajarkan untuk sabar dan rela.
Menurut Bu Anggrek, ajaran-ajaran kejiwaan yang ia dapatlah yang banyak memberikan bantuan kepadanya untuk tetap tegar menjalankan tugasnya sebagai
guru. Bu Anggrek memiliki control impulse yang baik. Hal ini ditunjukkan
dengan kemampuan Bu Anggrek yang bisa mengatur rasa marah dan emosi negatif lain yang mempengaruhi tugasnya sebagai guru.
Causal Analysis Kenakalan anak-anak merupakan permasalahan terbesar bagi Bu Anggrek,
akan tetapi Bu Anggrekberpendapat bahwa kenakalan anak-anak itu ada sebabnya. Selain itu, beliau juga percaya kalau kenakalan anak-anak itu akan
membantu mereka tetap berani melewati jalanan hutan sawit menuju sekolah.Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Reivich dan Schatte 2002 yang
menjelaskan bahwa kemampuan menganalisis masalah pada diri individu dapat dilihat dari bagaimana individu dapat mengidentifikasikan secara akurat sebab-
113
sebab dari permasalahan yang menimpanya. Ketika menghadapi masalah, Bu Anggrek biasa melakukan analisa untuk
memahami alasan seorang anak melakukan kenakalan. Bu Anggrek berpendapat dengan menganalisa penyebab seorang anak bermasalah, beliau akan dapat
menemukan solusi yang tepat. Salah satu perilaku yang dimunculkan orang yang memiliki kemampuan menganalisa sebab-akibat adalah ketika ada masalah yang
muncul, individu memikirkan terlebih dahulu apa penyebabnya sebelum mencoba
menyelesaikannya Reivich dan Schatte, 2002.
Kemampuan causal analysisBu Anggrek cukup baik, dilihat dari kebiasaan beliau untuk mencari tahu terlebih dahulu penyebab seorang anak
bermasalah.
Optimism
Bu
Anggrek memiliki impian untuk menjadi guru dan meneruskan ilmu yang ia peroleh kepada anak-anak. Beliau bertekad untuk mendidik siswanya
dengan baik agar kelak penerus bangsa Indonesia tidak bodoh. Impian Bu Anggrek untuk menjadikan anak didiknya pintar dan mengikuti
jejaknya tidak berjalan dengan lancar. Ada beberapa siswa yang tidak sesuai dengan keinginan Bu Anggrek. Akan tetapi, Bu Anggrek percaya dan optimis
bahwa masih banyak anak lain yang bisa meneruskan mimpinya dengan melanjutkan sekolah.Reivich dan Schatte 2002 menjelaskan bahwa optimisme
berarti individu memiliki kepercayaan bahwa segala sesuatu akan menjadi lebih baik. Individu mempunyai harapan dan kontrol atas kehidupannya.
114
Kepercayaan Bu Anggrek terhadap ajaran Islam dan kejiwaan yang ia pelajari memotivasinya dalam menjalankan tugas dan kehidupan. Ajaran-ajaran
tersebut menjadikan Bu Anggrek mampu menerima kenyataan hidup dan ikhlas terhadap apa yang terjadi.Optimisme menandakan bahwa adanya keyakinan
bahwa kita mempunyai kemampuan untuk mengatasi kemalangan atau ketidakberuntungan yang mungkin terjadi di masa depan tersebut Reivich dan
Schatte, 2002. Bu Anggrek memiliki impian dan cita-cita untuk meneruskan ilmu yang ia
dapat kepada anak-anak. Hal ini menunjukkan bahwa sikap optimisme Bu Anggrek baik. Beliau bersemangat dan tidak menyerah untuk mewujudkan
impiannya tersebut.
Empathy
Bu
Anggrek dikenal sebagai individu yang taat pada agama dan seringkali menjadi tempat meminta nasehat dari teman-teman maupun saudaranya. Bu
Anggrek mengatakan bahwa dirinya dikenal sebagai orang yang baik, peduli, penggembira dan menyenangkan. Reivich dan Schatte 2002 menjelaskan bahwa
salah satu indikator perilaku orang yang memiliki kemampuan empati adalah ketika orang-orang terdekat individu mengatakan kalau individu sangat mengerti
mereka dan dapat membantu mengatasi masalah yang dihadapi. Bu Anggrek dikenal sebagai guru yang pemurah. Beliau sering
menyisihkan gajinya untuk diberikan kepada guru honorer. Bu Anggrek paham bahwa menjadi guru honorer menyedihkan karena gaji yang didapat itu masih
115
sedikit. Hal ini yang mendorong Bu Anggrek memberikan sedikit uangnya kepada guru honorer. Sejak dulu, Bu Anggrek sering memperhatikan keadaan orang
sekitar dan tak jarang Bu Anggrek ikut merasakan kesedihan oranglain yang menceritakan permasalahannya kepada Bu Anggrek. Bahkan, Bu Anggrek juga
ikut menangis. Setiap kali ada teman atau tetangga yang menceritakan masalahnya, Bu Anggrek turut merasakan kepedihan dan kesedihan yang
dirasakan oleh teman atau tetangganya tersebut. Bu Anggrek juga bisa membaca perasaan siswanya ketika merasa malu melalui perilaku yang ditunjukkan.
Misalnya ketika ada muridnya yang memukul teman, Bu Anggrek tahu kalau alasan murid tersebut memukul karena dia merasa malu dan hanya mampu
mengungkapkan rasa malunya tersebut dalam bentuk kemarahan. Reivich Shatte 2002 mengatakan bahwa empati mencerminkan kemampuan individu
membaca tanda dari kondisi emosional dan psikologis orang lain. Beberapa individu memiliki kemampuan yang cukup mahir dalam menginterpretasikan
bahasa-bahasa nonverbal yang ditunjukkan oleh orang lain seperti ekspresi wajah, intonasi suara, bahasa tubuh dan mampu menangkap apa yang dipikirkan dan
dirasakan orang lain. Kebaikan Bu Anggrek membuatnya dikenal baik oleh semua orang, hal ini
senada dengan penelitian Reivich Shatte 2002 yang menyatakan bahwa seseorang yang memiliki kemampuan berempati cenderung memiliki hubungan
sosial yang baik. Bu Anggrek memiliki sikap empati yang baik, terlihat dari sikapnya yang
mau sering menolong oranglain, peduli dengan kekurangan oranglain.
116
Self Efficacy Sebagai seorang yang taat beragama, Bu Anggrek selalu menghadapi
masalah dengan berserah pada Tuhan. Ajaran kejiwaan yang didalami Bu Anggrek
juga menjadi
pedomannya dalam
menghadapi masalah.Bu
Anggrekselalu menyerahkan masalah yang dihadapinya dengan berserah kepada Tuhan. Kepercayaannya kepada kekuatan Allah memberikan rasa percaya diri
kepada Bu Anggrek. Bu Anggrek percaya bahwa ia mampu menyelesaikan masalah dengan kemampuannya sendiri tanpa pertolongan oranglain karena ada
kekuatan Allah yang mendukungnya. Bu Anggrek mengungkapkan bahwa dia tidak membenci tantangan. Bagi
Bu Anggrek, tantangan adalah sesuatu yang harus dihadapi. Selain itu, Bu Anggrek berpendapat bahwa mencoba hal baru adalah hal yang menyenangkan
dan harus dilakukan. Hal ini dikarenakan sesuai dengan ajaran Rasullullah yang dipegang olehnya. Bu Anggrek juga mengatakan bahwa sebuah tugas itu tidak ada
yang rumit. Kerumitan itu akan selesai jika kita mencoba menyelesaikannya. Bu Anggrek yang mampu menghadapi tantangan menunjukkan bahwa beliau
memiliki self efficacy yang baik karena salah satu indikator perilaku orang dengan self efficacy yang baik adalah lebih menyukai sesuatu yang menantang untuk
dilakukan Reivich dan Schatte, 2002. Hal ini menunjukkan bahwa Bu Anggrek tidak memiliki self efficacy yang
baik karena menurut Reivich dan Schatte 2002 mengemukakan bahwa efikasi diri mewakili kepercayaan individu bahwa individu mampu untuk mengatasi
117
segala permasalahan disertai keyakinan akan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut.
Reaching Out Bu Anggrek sejak awal menganggap dirinya sebagai seseorang yang
mudah berteman dan bersosialisasi. Bu Anggrek berpendapat bahwa keramahan merupakan ajaran Rasulullah yang harus dilaksanakan. Bu Anggrek mencintai
pekerjaannya sehingga beliau tidak pernah merasa lelah dan selalu bersemangat dalam mengajar, tidak hanya mengajar di sekolah, tepai juga di luar
sekolah.Mengajar di Paluh Merbau yang jauh merupakan tantangan bagi Bu Anggrek. Bu Anggrek tidak menyerah dengan kondisi sekolah yang miskin dan
jalan menuju sekolah yang buruk. Beliau menggunakan kesempatan mengajar untuk mengetahui seluk beluk Paluh Merbau.
Pada setiap kesempatan bertemu orang baru, Bu Anggrek selalu berinisiatif berkenalan dan membuka percakapan. Bu Anggrek berpendapat bahwa
dengan bertemu orang baru, beliau akan mengetahui pengalaman orang tersebut yang pastilah baru ia dengar. Selain itu, dengan bertemu orang baru, kita bisa
mengetahui budaya mereka. Reivich dan Schatte 2002 menggambarkan reaching out atau pencapaian sebagai kemampuan individu untuk meningkatkan
aspek-aspek yang positif dalam kehidupannya yang mencakup pula keberanian seseorang untuk mengatasi segala ketakutan-ketakutan yang mengancam dalam
kehidupannya. Beberapa perilaku yang muncul dalam individu yang memiliki kemampuan pencapaian yang baik adalah individu yang memiliki rasa ingin tahu
118
yang besar. Selain itu, individu adalah orang yang suka mencoba hal-hal baru, suka bertemu dengan orang-orang baru, dan suka memiliki rutinitas yang baru.
Bu Anggrek menunjukkan reaching out yang baik karena ia merupakan sosok yang senang berhubungan dengan orang baru, menganggap pekerjaannya
sebagai sebuah tantangan dan selalu berusaha mencari hal-hal yang baru.
b. Faktor yang Mempengaruhi Resiliensi