Gambaran Resiliensi Responden I

99 Faktor Resiko Rasa tanggungjawab Bu Anggrek yang besar terhadap profesinya kadang menyebabkan beliau terlambat pulang ke rumah. Sebagi seorang istri dan ibu, kondisi ini terkadang tidak dimengerti oleh anggota keluarganya, terutama suami. “anak, mereka itu udah ngerti. Cuman suami aja yang kadang yaah.” R2W2B75 “iya, kadang kalau pulang cepat, mimpi apa ini kok pulang cepat. Tapi saya hadapinnya aah, itu kan apa dia aja. Bukan masalahlah.” R2W2B78-79

B. PEMBAHASAN

1. Responden I

a. Gambaran Resiliensi

Emotional Regulations Bu Bu Mawar menunjukkan rasa tidak suka dan berat hati ketika mendapatkan surat keputusan yang menyatakan bawa ia ditempatkan mengajar di Paluh Merbau. Bu Mawar kaget dan tidak menyangka bahwa ia akan ditempatkan di sekolah yang jauh dan terpencil, bahkan nama daerahnya sendiri tidak pernah didengar olehnya. Bu Mawar merasa enggan mengajar di Paluh Merbau yang terpencil dan miskin. Keengganan Bu Mawar ditunjukkannya dengan menunda- nunda waktu kedatangannya di Paluh Merbau. Bu Mawar menginjakkan kaki ke Paluh Merbau setelah sebulan keluarnya surat keputusan dari dinas pendidikan. Rasa enggan Bu Mawar mengajar di Paluh Merbau yang merupakan daerah pesisir yang terpencil senada dengan penelitian Abdullah 2013 yang menyatakan 100 bahwa pesisir yang identik dengan kemiskinan dan jauh untuk dijangkau menyebabkan proses mengajar menjadi beban yang cukup berat. Pada awal mengajar, Bu Mawar masih merasa tidak senang dan berat hati untuk mengajar di Paluh Merbau. Bu Mawar mengungkapkan rasa berat hatinya dengan tidak semangat mengajar serta rasa susah yang dirasakannya setiap kali berusaha mencapai sekolah. Kejadian ini berlangsung cukup lama. Bu Mawarmasih merasakan kesusahan selama 8 bulan ia kos di Paluh Merbau. Bahkan, keputusan itu kos di Paluh Merbau menambah kesusahan lain bagi Bu Mawar, yakni bertambahnya biaya ekonomi keluarga. Sedangkan pada saat itu, gaji seorang guru Pegawai Negeri Sipil belum besar. Saat itu Bu Mawar masih belum bisa mengatur emosi dan perasaan kesusahannya. Bu Mawar sadar bahwa ia tidak boleh larut dalam rasa susah dan sedih karena harus mengajar di Paluh Merbau yang terpencil. Bu Mawar menguatkan diri untuk mengajar dan bertekad mencerdaskan anak-anak di Paluh Merbau. Saat ini Bu Mawar sudah dapat mengatur emosinya karena beliau merasa harus bertanggungjawab terhadap keputusan dari dinas pendidikan yang menetapkan beliau harus mengajar di Paluh Merbau. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Reivich dan Schatte 2002 dalam mengatur emosi salah satu perilaku yang dimunculkan adalah menggunakan kemampuan yang berkembang dengan baik untuk mengontrol emosi dan perilaku. Saat ini Bu Mawar mampu mengatasi kesusahan yang menghambatnya untuk mengajar. Bahkan pengalaman-pengalaman buruk yang telah dilalui menjadi sebuah pengalaman yang berharga. Bu Mawar sekarang ini hanya 101 bertekad untuk memajukan pendidikan anak-anak di Paluh Merbau dan bertekad untuk mengajar serta mengabdi sebagai guru. Walaupun terkadang, rasa susah Bu Mawar masih muncul, terutama ketika hujan datang. Hujan yang turun akan menyebabkan tanah menuju Paluh Merbau menjadi sulit untuk dilalui, sehingga perjuangan Bu Mawar menuju sekolah akan semakin besar. Secara keseluruhan, Bu Mawar dapat mengatur emosinya agar lebih positif dalam menjalankan perannya sebagai guru di Paluh Merbau. Reivich dan Schatte 2002 menegaskan bahwa pengaturan emosi diartikan sebagai kemampuan individu untuk mengatur emosi sehingga tetap tenang meskipun berada dalam situasi di bawah tekanan. Individu yang resilien menggunakan serangkaian ketrampilan yang telah dikembangkan untuk membantu mengontrol emosi, atensi dan perilakunya. Tidak setiap emosi diperbaiki atau dikontrol. Ekspresi emosi secara tepatlah yang menjadi bagian dari resiliensi. Impulse Control Pada masa awal mengajar di Paluh Merbau, Bu Mawar merasa sulit mengontrol dorongan dalam dirinya untuk tidak datang ke sekolah dan pindah. Bu Mawar menyadari bahwa ditempatkan di Paluh Merbau menyebabkan sebuah perubahan besar dalam kehidupan rumah tangga beliau. Pengetahuan Bu Mawar yang minim terhadap Paluh Merbau serta lokasinya yang sulit untuk dijangkau menimbulkan masalah baginya. Sejak mengetahui bahwa kondisi ekonomi dan geografis Paluh Merbau begitu jauh dibandingkan kota yang selama ini ia tinggali, Bu Mawar selalu merasakan keinginan untuk pindah kerja. 102 Bu Mawar medapatkan dorongan semangat dan nasehat dari keluarganya untuk tetap mengajar. Keluarga, terutama suami, selalu memberikan dsemangat dan dukungan kepada Bu Mawar untuk bertahan. Keinginan Bu Mawar untuk berhenti mengajar berhasil diatasi, hal ini ditunjukkan dengan kemampuan Bu Mawar bertahan mengajar di Paluh Merbau. Reivich dan Schatte 2002 menjelaskan bahwa kontrol terhadap impuls adalah kemampuan individu untuk mengendalikan impuls atau dorongan-dorongan dalam dirinya, kemampuan mengontrol impuls akan membawa kepada kemampuan berpikir yang jernih dan akurat. Bu Mawar kurang memiliki impulse control yang baik karena walaupun beliau sudah dapat mengatasi dorongan dan keinginan untuk tidak datang mengajar ataupun pindah, tetapi hal ini terjadi karena ada dukungan dari pihak lain, yakni keluarga. Causal Analysis Bu Mawar menyadari bahwa selain sulitnya medan yang harus ditempuh untuk ke sekolah, banyak kekurangan pada sekolah yang menghambatnya dalam mengajar. Pertama adalah masalah dana dan kelengkapan belajar mengajar. Lalu kondisi ruang kelas yang tidak layak karena kelebihan siswa. Selain itu, Bu Mawar juga menyadari bahwa kondisi masyarakat Paluh Merbau yang miskin menambah kesulitan mengajar karena orangtua tidak mampu memberikan dana untuk kegiatan belajar anaknya. Sesuai dengan penelitian Howard dan Jhonson 2004 mengungkapkan bahwa stress dan permasalahan pada guru dapat timbul 103 dari lingkungan kerja yang buruk dan tidak mendukung proses belajar mengajar seperti minimnya sarana dan prasarana dan isolasi geografis. Bu Mawar berhasil mengidentifikasi permasalahan yang menghambat pekerjaannya. Hal ini sesuai dengan apa yang dipaparkan oleh Reivich dan Schatte 2002 yang menjelaskan bahwa kemampuan menganalisis masalah pada diri individu dapat dilihat dari bagaimana individu dapat mengidentifikasikan secara akurat sebab-sebab dari permasalahan yang menimpanya. Masalah lain juga menghadang Bu Mawar dan menyulitkannya dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru, yakni pimpinan sekolah yang tidak peduli dengan kelengkapan bahan mengajar gurunya. Bu Mawar bermasalah dengan kepada sekolah ketika ia meminta dana untuk membeli buku, tetapi kepala sekolah menolak untuk memberikan dana. Akhirnya Bu Mawar memutuskan untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan membeli buku menggunakan uangnya sendiri. Hasilnya, anak didiknya memiliki buku baru yang layak dan dapat belajar dengan baik. Reivich dan Schatte 2002 mengemukakan bahwa salah satu perilaku yang dimunculkan orang yang memiliki kemampuan menganalisa sebab-akibat adalah ketika ada masalah yang muncul, individu memikirkan terlebih dahulu apa penyebabnya sebelum mencoba menyelesaikannya. Bu Mawar memiliki causal analysis yang baik karena ketika menemui masalah, beliau dapat menganalisa sumber permasalah sehingga dapat menemukan solusi yang terbaik. 104 Optimism Pada masa awal mengajar di Paluh Merbau, Bu Mawar merasa pesimis bahwa ia pasti tidak bisa bertahan mengajar disana. Kondisi sekolah yang buruk, masyarakat yang miskin, dan kondisi geografis Paluh Merbau menghilangkan harapan Bu Mawar untuk bertahan mengajar di Paluh Merbau. Namun sikap pesimis dan hilang harapan Bu Mawar menghilangkan karena ternyata pemerintah tidak lepas tangan terhadap kesejahteraan guru di Paluh Merbau. Sebagai PNS Pegawai Negeri Sipil ada bantuan-bantuan yang diperoleh dari pemerintah. Bantuan-bantuan tersebut menambah rasa optimis Bu Mawar. Reivich dan Schatte 2002 menjelaskan bahwa optimisme berarti individu memiliki kepercayaan bahwa segala sesuatu akan menjadi lebih baik. Individu mempunyai harapan dan kontrol atas kehidupannya. Selain adanya bantuan dari pemerintah, semangat belajar siswa juga menjadi penyebab Bu Mawar tetap optimis dan bertekad bahwa ia harus rajin mengajar. Beliau bertekad untuk tidak mengecewakan siswa-siswanya yang rajin sekolah. Keyakinan diri bahwa setiap kerja keras pasti tidak sia-sia dan memberikan hasil merupakan salah satu bentuk perilaku yang ditunjukkan orang yang optimis Reivich dan Schatte, 2002. Empathy Setelah mengajar di Paluh Merbau yang terpencil dan miskin, Bu Mawar belajar untuk bersyukur terhadap hal-hal yang telah dimiliki. Memahami penderitaan dan kekurangan oranglain merupakan pelajaran yang ia dapat di Paluh 105 Merbau. Kehidupan masyarakat yang miskin di Paluh Merbau seringkali menimbulkan rasa sedih dalam diri Bu Mawar. Kondisi anak-anak dan orangtuanya menjadi pengalaman bagi Bu Mawar untuk tidak langsung memarahi seorang siswa jika melanggar aturan. Bu Mawar sadar bahwa ia harus memahami dahulu kondisi siswa yang sebenarnya. Bu Mawar sekarang lebih bisa berempati. Sesuai dengan hal yang diungkapkan oleh Reivich dan Schatte 2002 yang menjelaskan bahwa empati merupakan kemampuan individu untuk bisa membaca dan merasakan bagaimana perasaan dan emosi orang lain. Beberapa individu dapat menginterpretasikan perilaku non verbal orang lain. Perilaku non verbal yang bisa diinterpretasikan seperti ekspresi wajah, nada suara dan bahasa tubuh serta menentukan apa yang dipikirkan dan dirisaukan orang tersebut. Bu Mawar juga mengungkapkan rasa kasihan kepada kepala sekolah yang telah diganti. Walaupun Bu Mawar dan kepala sekolah pernah bermasalahan, tetapi hal itu tidak menjadikan Bu Mawar dendam. Beliau malah merasa kasihan dan memberikan sedikit pertolongan kepada kepala sekolah tersebut. Mampu merasakan kesedihan oranglain dan memahami kesulitannya merupakan salah satu indikator bahwa seseorang berempati Reivich dan Schatte, 2002. Bu Mawar memiliki sikap empati yang baik karena beliau mampu memahami kesulitan dari siswa dan masyarakat Paluh Merbau. Selain itu, Bu Mawar mampu merasakan kesedihan dan kesulitan dari seseorang yang dahulu pernah memiliki hubungan yang buruk dengannya, bahkan Bu Mawar tidak segan untuk menolongnya. 106 Self Efficacy Kondisi Paluh Merbau yang jauh dan terpencil merupakan permasalahan besar bagi Bu Mawar yang menghabiskan banyak kegiatan sehari-harinya di kota. Dukungan keluarga merupakan bantuan terbesar bagi Bu Mawar. Selain dari keluarga, Bu Mawar juga mendapat banyak dukungan semangat dari rekan sesama guru yang berasal dari kota Medan. Walaupun sering mendapat dukungan dari keluarga, ada kalanya Bu Mawar berusaha untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Seperti ketika bermasalah dengan rekan guru yang cemburu karena Bu Mawar mendapatkan keringanan untuk tidak masuk sekolah. Bu Mawar mencoba menyelesaikan masalah tersebut dengan menghubungi langsung rekan kerja yang cemburu tersebut. Bu Mawar yakin bahwa ia bisa menyelesaikan masalah tersebut. Reivich dan Schatte 2002 mengemukakan bahwa efikasi diri mewakili kepercayaan individu bahwa individu mampu untuk mengatasi segala permasalahan disertai keyakinan akan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut. Bu Mawar memiliki self efficacy yang tidak begitu baik karena walau ada masalah yang bisa ia selesaikan sendiri, tapi dukungan dari keluarga dan teman yang paling membantu Bu Mawar untuk bertahan dan menyelesaikan masalahnya di Paluh Merbau. Reaching Out Mengajar Mengajar di Paluh Merbau yang jauh dan terpencil tidak serta merta menyebabkan Bu Mawar malu untuk bersosialisasi dengan guru dari 107 sekolah lain di kota. Bu Mawar tetap memiliki banyak teman diluar dari mengajar di Paluh Merbau. Bahkan ia masih sering berkomunikasi dengan rekan guru yang pernah ditempatkan di Paluh Merbau tetapi memutuskan untuk pindah. Bu Mawar sering berdiskusi dan mendapatkan nasehat dari teman-temannya. Reaching out adalah kemampuan seseorang untuk menemukan dan membentuk suatu hubungan dengan orang lain, untuk meminta bantuan, berbagi cerita dan perasaan, untuk saling membantu dalam menyelesaikan masalah baik personal maupun interpersonal atau membicarakan konflik dalam keluarga Reivich Shatte, 2002. Saat ini Bu Mawar masih bertekad untuk terus mengajar hingga waktunya pensiun. Bu Mawar merasa bahwa ia sudah cukup lama mengajar, sehingga setelah pensiun ia tidak akan melanjutkan mengajar. Bu Mawar sudah memiliki impian untuk mendirikan warung kecil ketika dia pensiun, sebagai kegiatan untuk mengisi waktu luangnya. Menurut Reivich Shatte 2002, resiliensi merupakan kemampuan yang meliputi peningkatan aspek positif dalam hidup. Individu yang meningkatkan aspek positif dalam hidup mampu melakukan dua aspek ini dengan baik, yaitu: 1 mampu membedakan risiko yang realistis dan tidak realistis, 2 memiliki makna dan tujuan hidup serta mampu melihat gambaran besar dari kehidupan. Bu Mawar menunjukkan reaching out pencapaian diri yang baik karena memiliki hubungan interpersonal yang baik serta memiliki tujuan hidup di masa depannya. 108

b. Faktor yang Mempengaruhi Resiliensi