Sejarah Singkat Pos Kota
tahun 1970-an.
3
Pertama, sejak awal para wartawan yang terlibat aktif dalam pergerakan nasional adalah orang-orang yang serius mengemban misi
perjuangan. Demi gengsi, mereka enggan menerbitkan koran populer. Kedua, jika ada yang berani menerbitkan koran populer, mereka akan berhadapan
dengan kenyataan bahwa masyarakat kelas bawah belum memiliki daya beli yang cukup untuk berlangganan koran.
Harmoko, Yachya Suryawinata, Tahar S. Abiyasa, S. Harsono, dan Pansa Tampubolon bersepakat medirikan suatu yayasan yang bernama Antar
Kota pada 5 Februari 1970. Maksud dan tujuan yayasan adalah untuk mengembangkan usaha dibidang penerbitan dengan menerbitkan buku bersifat
umum maupun karya sastra dalam tingkat yang dapat diterima oleh masyarakat. Tak lama kemudian nama Antar Kota berubah menjadi Pos Kota.
Usulan nama Pos Kota sebagai brand image juga merupakan kreasi Harmoko. Nama itu merupakan penjabaran ide tentang keinginan
menyampaikan berbagai informasi, katakanlah semacaam pos yang diketahui merupakan sarana dalam seseorang berkirim kabar atau berita, sedangkan kota
berkesan kuat dari penggalan nama yayasan tersebut.
4
Gambar 1. Logo PosKota
Sumber: Data Sekunder
3
http:etnohistori.orgetnografi-sejarah-koran-kuning-2-pos-kota-sang-pemula-lukman- solihin.html
4
Zulfikar Ghazali dan Zulkarimein Nasution, POS KOTA 30 Tahun Menlayani Pembaca, Jakarta: Litbang Grup Pos Kota, 2000, h. 5
Logo Pos Kota seperti di atas merupakan saran dari Yachya Suryawinata.
5
Yachya mengusulkan agar lambang kota jakarta yaitu Monumen Nasional Monas diletakan pada huruf O dari kata “Kota”. Ide ini
dimaksudkan sebagai lambang untuk memperkuat maksud diterbitkannya koran harian yang mengutamakan ciri khas dalam penyajian berita-berita
perkotaan yang diperlukan oleh warga Jakarta. Pos Kotamemainkan peranan penting dalam mengubah perspektif
masyarakat mengenai aktivitas membaca surat kabar.
6
Sejak lahirnya Pos Kota, masyarakat umum dengan penghasilan rendah menjadi mampu untuk
mengakses dan membaca surat kabar karena harga jualnya yang relatif lebih murah dibandingkan surat-surat kabar yang lain. Sebagai ilustrasi, pada awal
2012 harga eceran harian KOMPAS adalah Rp 3.500 sementara Pos Kota dijual hanya seharga Rp 2.000. Mayoritas pembaca Pos Kota adalah laki-laki
dengan rentang usia 30 hingga 49 tahun.