bulan  April  330  SM,  dan  Darius  III  yang  merupakan  keturunan  Achaeminiyah terakhir terbunuh pada musim panas di tahun yang sama.
Kemenangan  yang  diraih  oleh  Alexander  tidaklah  diperoleh  dengan  cara mudah. Kekacauan yang terjadi menjelang kehancuran dinasti Achaeminiyah, seperti
pemberontakan,  pembunuhan,  kelemahan  para  raja  yang  berada  dalam  perangkap para  gundiknya,  permainan  untung-untungan,  dan  kebijakan-kebijakan  yang  keliru,
tidak  dapat  diceritakan  seluruhnya.  Sumber-sumber,  terutama  Yunani,  sering memojokan Persia dan cenderung melihat peristiwa-peristiwa yang terjadi hanya dari
satu sudut pandang saja.
5. Masyarakat dan Kebudayaan Achaeminiyah
Kebudayaan  yang  berkembang  di  bawah  dinasti  Achaeminiyah  dalam  reali- tasnya merupakan masyarakat dan kebudayaan kolektif dari berbagai penduduk yang
ada di wilayah kerajaan. Dari mosaik seperti itu kadang-kadang sulit untuk memisah- misahkan  mana  yang  merupakan  Persia  atau  merupakan  perkembangan  dari  periode
Achaeminiyah, dan oleh karena itu merupakan sumbangan bangsa Iran awal terhadap masyarakat dan kebudayaan Timur Tengah secara umum.
a. Bahasa
Bahasa yang terdapat dan dipakai di wilayah kerajaan tentu saja mengikuti keanekaragaman  penduduknya.  Orang-orang  Persia,  sejak  semula  menggunakan
bahasa  Persia  Kuno,  dialek  orang  Iran  baratdaya  bahasa  Median  merupakan dialek Iran baratdaya, dan merupakan masyarakat yang masih buta huruf. Bahasa
mereka pertama kali ditulis ketika Darius memerintahkan adanya suatu skrip yang sesuai untuk mencatat bahwa ia mulai berkuasa di Bisotum. Adanya fakta bahwa
hanya  sedikit  orang  saja  yang  bisa  membaca  ketika  itu  menjadi  alasan  mengapa Darius  di  Bisotum  meminta  agar  prasasti-prasati  kerajaan  ditulis  dalam  tiga
bahasa, yaitu bahasa Persia Kuno, Babilonia, dan Elam. Bahasa Persia  Kuno tidak  pernah dijadikan  bahasa tulis  kerajaan.  Bahasa
Elam, yang ditulis di lembaran yang berbahan tanah liat, tampaknya telah menjadi bahasa  para  pemimpin  Persis.  Arsip-arsip  yang  berkaitan  dokumen  administratif
dalam  bahasa  Elam  ditemukan  di  Persepolis.  Selain  itu,  bahasa  Aram  juga merupakan  bahasa  kerajaan  dan  bahasa  yang  paling  banyak  dipakai  dalam
birokrasi kerajaan. Awal dari pengaruh bahasa Aram di Persia sudah dapat dilihat dalam prasasti kerajaan Persia Kuno pada akhir dinasti Achaeminiyah.
b. Organisasi Sosial
Tidak banyak diketahui mengenai organisasi sosial yang berkembang pada periode  Achaeminiyah.  Secara  umum,  organisasi  sosial  ketika  didasarkan  pada
cara-cara  feudal,  baik  yang  berkaitan  dengan  fungsi-fungsi  ekonomi  maupun sosial.  Masyarakat  tradisional  Indo-Iran  terbagi  ke  dalam  tiga  kelas:  ksatria  atau
aristokrat,  pendeta,  dan  petani  atau  penggembala.  Persilangan  pembagian  ini merupakan struktur kesukuan yang didasarkan pada keturunan patrilineal.
Gelar raja diraja, yang dipakai oleh para shah Iran pada abad ke-20, meng- gambarkan  adanya  otoritas  kekuasaan  yang  terpusat.  Struktur  piramid  ini
memper-lihatkan  adanya  otoritas  tertinggi  yang  bersifat  individual  yang  dimiliki seorang  raja.  Secara  tradisional,  raja  dilipih  dari  keluarga  tertentu  oleh  kelas
ksatria. Ia kemudian disucikan dan melekat padanya kharisma kerajaan. Pengorganisasian  dan  pengawasan  masyarakat  tentu  saja  dapat  berubah
sesuai  dengan  tuntutan  para  penguasa  dan  mengalami  banyak  modifikasi  karena mening-katnya  kehidupan  sosial  dan  pemikiran  politik  penduduknya.  Meskipun
demikian,  bahkan  pada  masa-masa  yang  lebih  kemudian,  terdapat  bukti-bukti bahwa konsep asli bangsa Iran yang terkait dengan keluarga dan organisasi sosial
masih menghargai dan mempertahankan ideal-ideal kebudyaan Persia.
c. Agama