sangat terorganisir dan proporsional. Pasukan Raja Eannatum tidak hanya dilengkapi dengan helm-helm dari logam yang mahal dan tameng-tameng yang memadai,
tetapi mereka juga dilatih secara baik untuk menyerang musuh dalam formasi ruas jari. Pangkal pertikaian antara Lagash dan Umma pada masa Eannatum adalah
kepemilikan sebuah kanal di perbatasan antara dua negara tersebut, yang dapat menghasilkan tanah produktif di tengahnya yang bergantung pada irigssi dan drainase
dari kanal yang diperebutkan tersebut. Negara kota bangsa Sumeria yang berkuasa setelah Umma adalah Urukagina.
Urukagina mencaplok bukan hanya Lagash tetapi juga seluruh negara kota Sumeria. Selanjutnya ia meluaskan kerajannya melampaui batas-batas Sumeria hingga kerajaan
ini membentang dari laut ke laut, yaitu dari ujung kepala teluk Persia sampai pantai Mediterrania di Syria bagian utara. Dalam proses sejarah selanjutnya, Raja
Lugalzaggisi 2371-2347 SM menaklukkan kerajaan Urukagina. Prestasi Lugalzaggisi dalam menyatukan Sumeria adalah secara politik, dan kemudian
meluaskan kerajaannya ke arah barat laut untuk menghasilkan kontrol tunggal atas air di Tigris dan Eufrat. Selanjutnya, penguasa Sumeria ini memiliki sumber kayu
Sumeria di Gunung Amanus, dan kemungkinan juga sumber-sumber tembaga yang lebih jauh.
2. Sistem Mata Pencaharian dan Religi
Orang-orang Sumeria yang berhasil menjinakkan rawa-belantara ini bukanlah penduduk asli, karena sebelum dijinakkan rawa liar tersebut tidak bisa ditempati
manusia. Sebagian pemukiman Masyarakat Sumeria paling awal adalah Ur, Uruk, dan Eridu yang semuanya berada di ujung barat daya rawa besar ini yang
bersebelahan dengan jazirah Arab. Walaupun berdekatan dengan jazirah Arab, orang- orang Sumeria bukanlah berasal dari jazirah Arab, karena bahasa mereka tidak
memiliki afinitas dengan bahasa-bahasa keluarga Semitik. Mereka berbeda dengan para migran berurutan yang berasal dari Arab ke daerah-daerah Asia dan Afrika yang
semuanya berbahasa Semitik. Pelayanan publik pokok sebagai tugas penguasa adalah administrasi
komunitas dengan sebuah nukleus urban yang lebih besar dibanding komunitas-
komunitas desa Neolitik. Penguasa juga menghabiskan sebagian kekayaan dan waktu luangnya sebagai kemewahan pribadi, pelayanan pribadi dari para pembantu dan
karya seni yang kini sejajar dengan peralatan dari logam. Otoritas penguasa didukung oleh sanksi supranatural. Selain mengatur sistem irigasi yang merupakan sarana
publik yang sangat penting, penguasa juga melayani komunitas sebagai mediator antara komunitas itu dan dewa-dewa. Kepercayaan bersama pada kekuatan dan
kearifan dewa-dewa adalah kekuatan spiritual yang menggerakkan para partisipan di sebuah negara kota Sumeria.
Sebagian dari dewa-dewanya masih menggambarkan kekuatan-kekuatan alam yang mempunyai fungsi secara ekslusif. Akan tetapi, sebelumnya sebagaian dewa
tersebut adalah memiliki peran ganda, dan masing-masing dewa menggambarkan kekuasaan kolektif manusia di suatu negara kota Sumeria. Pada saat dewa-dewa
Sumeria pertama kali tergambar dalam pikiran masyarakat Sumeria, mereka bersikap ramah kepada alam. Namun, dengan dikuasainya tanah genting untuk diolah dan
ditempati secara bersama-sama, kekuatan antara manusia dan alam bergeser sehingga manusia menjadi lebih berkuasa. Orang-orang Sumeria yang berhasil menjinakkan
tanah genting itu telah menanamkan perubahan masa depan dengan cara memaksa dewa-dewa alam nenek moyang mereka untuk menjadi pelindung suci, atau pelayan
suci. Jadi, sebagaimana masyarakat kuno pada umumnya, orang-orang Sumeria
adalah polytheistic, yang memuja banyak dewa. Dewa-dewa ini ide untuk menkontrol
setiap aspek kehidupan, khususnya kekuatan-kekuatan alam. Orang-orang Sumeria percaya bahwa dewa-dewa dan dewi-dewi berprilaku layaknya manusia. Mereka
makan, minum, menikah, dan keluarga yang terkumpul. Disamping para dewa berprilaku adil dan benar, mereka juga bertanggungjawab terhadap kekejaman dan
penderitaan. Bagi orang-orang Sumeria, kewajiban tertinggi adalah melanggengkan
kesenangan manusia dan dengan demikian harus menjaga keselamatan negara kota mereka. Masing-masing negara kota mempunyai dewa dan dewi tersendiri, yang
mereka sembah dengan mengorbankan hewan-hewan, padi, dan anggur.
Masyarakat merayakan banyak hari-hari besar dengan upacara dan dan arak- arakan. Acara yang terpenting terjadi pada yahun baru ketika sang raja mencari dan
menginginkan hadiah dari dewi Inanna, yang memberikannya kehidupan dan cinta. Sang raja berpartidipasi dalam pernikahan secara simbolik dengan para dewi. Orang-
orang Sumeria meyakini bahwa ritual ini akan membuat tahun beru menjadi bermanfaat dan makmur.
Seperti orang-orang Mesir kuno, orang-orang Sumeria percaya pada alam baka akherat. Ketika mati mereka percaya, seseorang singgah di neraka yang suram
yang tanpa pembebasan. Pandangan orang-orang Sumeria yang suran tentang alam baka adalah kebalikannya orang Mesir yanitu tentang The Happy Field of Food.
Kemungkinan perbedaan secara geographi inilah yang menjadikan perbedaan pandangan. Banjirnya sungai Tigris dan Euphrates menjadikan kurang teratur dan
lebih merusak dibanding dengan banjirnya sungai Nil. Akibatnya, orang-orang Sumeria mungkin telah mengembangkan pandangan yang lebih pesimistik tentang
dunia.
3. Peradaban Sumeria