42 tidaklah terlihat kaku menjalani kegiatan-kegiatan tersebut. Anak-anak PPA terlihat
bersikap sangat fleksibel ketika di dalam yayasan seperti layaknya anak kandung dengan orangtuanya, anak-anak merasa bebas dan tidak ada perasaan tertekan, segan
dan sangat takut terhadap staff pengajar dan para pegawai lainnya, seperti ibarat siswa lebih takut dengan walinya.
3.5. Interaksi di dalam Yayasan Bukit Doa
Interaksi mis dengan anak-anak PPA sangat dekat seperti hubungan kakak dengan adik. Yang mana anak-anak PPA tidak terlalu takut dan tertekan dalam
mengeluarkan pendapat. Seperti wawancara penulis dengan mis Tety Sembiring, usia 32 tahun:
“ada anak kami yang bernama Tina Tarigan usia 10 tahun yang berani dan terbuka pada saat proses belajar berlangsung dimana pada saat
saya salah menerangkan dan saya rasa ungkapan itu baik dan saya tidak marah karena manusia itu tidak selalu benar”.
Proses sosialisasi berhubungan dengan proses belajar kebudayaan dalam
hubungan dengan sistem sosial. Dalam proses sosialisasi seorang individu dari masa anak-anak hingga masa tuanya belajar pola-pola tindakan dalam berinteraksi dengan
segala macam individu di sekelilingnya yang menduduki beraneka macam prana sosial yang mungkin ada dalam kehidupansehari-hari Koentjaraningrat, 1980:221-
222.
Anak akan jauh lebih berkembang jika berinteraksi dengan orang lain, anak- anak tidak akan pernah mengembangkan pemikiran operasional formal tanpa bantuan
orang lain. Untuk itu anak sangat penting untuk berinteraksi dengan orang disekitarnya.
43 Interaksi dalam tulisan ini yaitu berhubungan dengan unsur-unsur yang
terdapat di yayasan Bukit Doa meliputi antara staff pegawai pengajar dengan anak PPA antara sesama anak PPA, antar anak PPA dengan orang tuanya, anak PPA
dengan bapak asuh masing-masing, dan anak PPA dengan lingkungan di luar yayasan. Dalam proses interaksi dengan anak PPA pastinya menggunakan bahasa. Karena
bahasa merupakan sarana untuk menyampaikan informasi kepada orang lain. Namun dalam hal ini ada kendala yang dirasakan oleh staff pengajar pegawai pada saat
berinteraksi dengan anak PPA yang tidak bisa berbahasa Indonesia, seperti kutipan wawancara dengan ibu T. Lina br Sinuhaji ibu wakil ketua bagian ibadah dan doa
yang bernama T. Lina br Sinuhaji, 32 tahun: “Ada anak saya dari Ambon, pertama kali masuk atau terdaftar
menjadi anak PPA, saya sangat sulit kali berbicara sama dia. Mau menyuruh makan pun saya harus pakai bahasa tubuh. Awalnya dia
juga minder dengan kawan-kawannya yang pada umumnya yang satu ruangan, karena terus saya ajari dia bahasa Indonesia dan mendengar
teman-temannya jadinya sekarang dia bisa berbahasa Indonesia”
Menurut Von Tetzchner dan Siegel Ayuningsing 2010:46 perkembangan
pemahaman bahasa pada anak bukan saja dipengaruhi oleh kondisi biologis anak, tetapi lingkungan bahasa di sekitar anak sejak usia dini jauh lebih penting
dibandingkan dengan apa yang di perkirakan di masa lalu. Meskipun awalnya terkendala oleh bahasa, namun sraff pengajar mis tetap bisa berinteraksi dengan
muridnya melalui bahasa tubuh atau bahasa isyarat kemudian dia dapat berbahasa Indonesia dengan baik.
Kerangka Teori Tindakan Talcott Parsons Koentjaraningrat, 1980:228 di dalamnya terkandung, tajam antara empat komponen budaya yaitu:1. Sistem budaya,
2.sistem sosial, 3. sistem kepribadian, 4.sistem organisme.
44 Sistem budaya merupakan komponen yang abstrak dari kebudayaan yang
terdiri dari pikiran-pikiran, gagasan-gagasan, konsep-konsep, tema-tema berpikir dan keyakinan-keyakinan. Sistem sosial terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia atau
tindakan-tindakan dan tingkah laku berinteraksi antar individu dalam rangka kehidupan masyarakat. Sebagai rangkaian tindakan berpola yang berkaitan satu
dengan yang lain, sistem sosial itu bersifat kongkret dan nyata dari pada sistem budaya, dalam arti bahwa tindakan manusia itu dapat dilihat dan diobservasi. Interaksi
manusia itu di satu pihak ditata dan diatur oleh sistem budaya, tetapi dipihak lain dibudayakan menjadi pranata-pranata oleh nilai-nilai dan norma-norma tersebut
Koentjaraningrat, 1980 : 228 Sistem kepribadian yaitu mengenai soal isi jiwa dan watak individu yang
berinteraksi sebagai warga masyarakat. Kepribadian individu dalam suatu masyarakat, walaupun berbeda-beda satu dengan yang lain namun juga distimulasi dan
dipengaruhi oleh nilai-nilai dan norma-norma dalam sistem budaya dan oleh pola-pola bertindak dalam sistem sosial yang telah di internalisasinya melalui proses sosialisasi
dan proses pembudayaan selama hidupnya sejak masa kecinya, sistem organik yaitu melengkapi seluruh kerangka dengan mengikutsertakan kedalamnya proses biologis
serta proses biokimia dalam organisme manusia sebagai suatu jenis mahluk alamia yang apabila dipikirkan lebih mendalam, juga ikut menentukan kepribadian individu,
pola-pola tindakan manusia dan bahkan juga gagasan-gagasan yang dicetuskannya Koentjaraningrat, 1980:228
3.6. Interaksi Guru mis dengan Anak-Anak