44 Sistem budaya merupakan komponen yang abstrak dari kebudayaan yang
terdiri dari pikiran-pikiran, gagasan-gagasan, konsep-konsep, tema-tema berpikir dan keyakinan-keyakinan. Sistem sosial terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia atau
tindakan-tindakan dan tingkah laku berinteraksi antar individu dalam rangka kehidupan masyarakat. Sebagai rangkaian tindakan berpola yang berkaitan satu
dengan yang lain, sistem sosial itu bersifat kongkret dan nyata dari pada sistem budaya, dalam arti bahwa tindakan manusia itu dapat dilihat dan diobservasi. Interaksi
manusia itu di satu pihak ditata dan diatur oleh sistem budaya, tetapi dipihak lain dibudayakan menjadi pranata-pranata oleh nilai-nilai dan norma-norma tersebut
Koentjaraningrat, 1980 : 228 Sistem kepribadian yaitu mengenai soal isi jiwa dan watak individu yang
berinteraksi sebagai warga masyarakat. Kepribadian individu dalam suatu masyarakat, walaupun berbeda-beda satu dengan yang lain namun juga distimulasi dan
dipengaruhi oleh nilai-nilai dan norma-norma dalam sistem budaya dan oleh pola-pola bertindak dalam sistem sosial yang telah di internalisasinya melalui proses sosialisasi
dan proses pembudayaan selama hidupnya sejak masa kecinya, sistem organik yaitu melengkapi seluruh kerangka dengan mengikutsertakan kedalamnya proses biologis
serta proses biokimia dalam organisme manusia sebagai suatu jenis mahluk alamia yang apabila dipikirkan lebih mendalam, juga ikut menentukan kepribadian individu,
pola-pola tindakan manusia dan bahkan juga gagasan-gagasan yang dicetuskannya Koentjaraningrat, 1980:228
3.6. Interaksi Guru mis dengan Anak-Anak
Setiap ruangan atau pertemuan, akan selalu ada guru mis yang mana disini guru mis adalah orang yang berperan sebagai pengajar atau wakil orang tua mereka yang
45 menjalankan kegiatan sebagaimana perilaku ibu dengan anak secara rutin,
membangun hubungan yang mesra dengan setiap anak yang dipercayakan kepadanya, memberikan rasa aman, kasih saying dan keseimbangan yang di perlukan oeh setiap
anak.
Gambar 10. Ulang Tahun Oleh sebab itu, hubungan antara pengajar mis dengan anak-anak PPA harus bisa
seperti hubungan antara orangtua dengan anak. Mereka harus saling berintegrasi dengan proses waktu hingga pengajar mis dengan anak-anak PPA bisa saling
memahami, saling menagasihi dan saling membantu, hubungan antara pengajar mis dengan anak-anak PPA sangat baik, karena mereka saling berinteraksi setiap kali
pertemuan PPA, yakni Senin, Kamis, Jumat, kecuali hari Selasa, Rabu dan Sabtu, karena pada hari itu, anak-anak PPA les diluar yayasan seperti les musik, futsal,
46 bahasa inggris, Komputer dan lain-lain. Lalu seperti kebiasaan setiap pertemuan
sebelum masuk keruangan masing-masing dan memulai aktivitas-aktivitas pengajar mis tidak lupa menyuruh anak-anaknya untuk berdoa bersama. Seperti kutipan
wawancara penulis berikut dengan Ibu ketua bagian Ibadah dan Doa yang bernama Jadi Ester.Sinuhaji , usia 28 tahun :
“Setiap pertemuan pada jam setengah dua yang khususnya pada hari Jumat saya selalu mengingatkan anak-anak berdoa bersama dengan dipimpin oleh
seorang anak diantara mereka secara bergantian. Setelah itu anak-anak bergotong royong kecuali yang kecil ini, karena tidak harus seperti kakak
dan abang-abangnya saya sebagai ketua bagian Ibadah dan Doa selalu mempersiapkan teks renungan Ibadah dan Doa untuk anak.”
Lalu masing-masing anak bergotong royong membersihkan semua sekeliling yayasan, dan membersihkan semua ruangan kelas kecuali yang masih balita.
Sementara itu ibu ketua Ibadah dan Doa mempersiapkan renungan untuk hari berikutnya. Lalu saat anak-anak masuk keruangan masing-masing, disitulah ibu ketua
ibadah PPA tidak berinteraksi dengan anak-anak.
47 Gambar 11. Interaksi Guru mis dan Anak-anak PPA
Interaksi antara ketua ibadah dengan anak-anaknya berlanjut ketika anak-anak sudah pulang atau pada saat jam istirahat. Umumnya karena jam masuknya yang
berbeda-beda, anak-anak pun ada yang pulang jam satu siang ada juga yang pulang keluar jam 4 sore, tetapi anak-anak selalu diajarkan untuk pulang langsung ke rumah
masing-masing jika sudah keluar jam belajar atau pertemuan dalam yayasan, karena itu salah satu peraturan yang harus ditaati oleh setiap anak yayasa PPA Bukit Doa.
Selain didalam dari yayasan, anak-anak biasanya ada tambahan belajar di luar yayasan, dan ini tergantung dari pada bakat anak-anak tersebut dan ini tanggung
jawab oleh pihak yayasan. Sehari-harinya, banyak dari anak-anak PPA menceritakan pengalamannya di luar yayasan kepada pengajarnya mis, anak tersebut mencurahkan
isi hatinya kepada staff penagajar mis, ada cerita yang kabar gembira , tapi ada juga yang menceritakan masalahnya kepada misnya. Seorang mis PPA biasanya harus
48 mampu membuat anak PPAnya merasa nyaman dengan bisa saling berbagi, sehingga
anak-anaknya bersifat terbuka terhadap misnya.Walaupun terkadang ada juga yang bersifat tertutup dan tidak mau menceritakan apa masalahnya kepada misnya. Namun
ada misnya disini harus melakukan pendekatan terhadap anak-anak yang tertutup, misnya harus mendekati sianak dan mencoba membongkar apa permasalahan yang
dihadapi si anak.
Gambar 12. Anak-anak PPA Sedang Bermain Dalam perkumpulan PPA Bukit Doa, terdapat antara 20 – 30 anak yang
memiliki latar belakang suku, budaya, usia, dan kebiasaan yang berbeda-beda namun terdapat persamaan diantara mereka yaitu memiliki agama yang sama. Dalam
perkumpulanyayasan PPA Bukit Doa ini hanya yang beragama Kristen Nasrani. Salah satu hal penting untuk diajarkan kepada anak-anak PPA dalam setiap ruangan
yang pertama kali masuk ke yayasan Bukui Doa adalah walaupun dalam setuap ruangan terdapat anak-anak yang berbeda suku maupun bahasa tetapi sesama anak
49 PPA mereka saling terintergrasi menjadi seperti layaknya saudara kandung. Awalnya
mereka merasa asing bergabung dengan anak-anak yang berbeda suku tetapi seiring waktu mereka bisa saling menerima dan memiliki hubungan yang akrab satu dengan
yang lainnya. Seperti kutipan wawancara penulis dengan ibu mis yang bernama Evi Purba, usia 42 tahun:
“Sewaktu pertama kali masuk menjadi murid PPA disini yang bernama “A” dari Nias dan marga “X”. Mereka merasa asing karena perbedaan
bahasa dan usia. Awalnya saya mengajak mereka mereka bermain, yang abangan kebetulan orang Nias sehingga yang lebih muda harus
memanggil abang dan yang lebih tua harus memanggil adik.”
Gambar 13. Interaksi Antar Sesama Anak-anak PPA Antara anak-anak PPA dalam satu ruangan, memiliki hubungan personal yang sangat
dekat dan harmonis layaknya seperti saudara kandung. Walaupun begitu ada pertengkaran kecil yang terjadi dalam anak-anak PPA Bukit Doa. Wawancara dengan
ibu mis yang bernama Rosinta, 45 tahun:
50 “Yang namanya anak-anak. Sehabis bermain dimana ada yang kalah,
mereka jadi berantam. Tetapi saya lansung melerainya. Saya suruh mereka untuk saling berdamai dan saling meminta maaf. Pada yang
lebih tua saya ajari untuk mengalah pada adiknya dan kepada yang muda saya ajari juga agar tidak berbuat sesuka hati kepada abangnya
atau kakaknya.”
Interaksi antara sesama anak PPA Bukit Doa yang berlainan ruangan juga tetap terjalin cukup akrab walaupun tidak seakrab dengan sesama anak PPA dalam
satu ruangannya. Sesama anak PPA yang berlainana ruangan, hubungan mereka terjalin ketika saat bermain bersama. Sewaktu pelatihan keterampilan dan kegiatan
gotong royong serta bersih-bersih halaman yayasan, mereka berbaur seperti kutipan wawancara dengan ibu mis yang bernama Evi Purba, usia 42 tahun:
“Anak-anak sereing pergi bermain ke ruangan kelas 4 dan 5 yang ada Disebelah ruangan mereka. Mereka selalu bersama pada saat jadwal
masuk PPA dan saya melihat mereka cukup cepat akrab dengan anak- anak kelas 1, 2, dan 3. Lain yang ikut bermain bersama mereka, merek-
a sedang dalam kegiatan gotong royong. Anak berbaur dan membersih- kan yayasan.”
Gambar 14. Guru mis Sedang Mempersiapkan Makan Siang
51 Interaksi sesama anak PPA dalam satu ruangan terlihat sangat akrab dan
harmonis sama seperti hubungan sesama anak saudara. Mereka diajari untuk saling berinteraksi. sedangkan hubungan sesama anak PPA yang berlainan ruangan
meskipun tidak seakrab dengan satu rungan tetapi tetap akrab.
Gambar 15. Anak-anak Sedang Makan Siang
3.7. Interaksi Guru Mis dengan Orang Tua Anak