67 Wawancara penulis dengan Herlina Purba, usia 40 tahun menjelaskan semakin
besar peranan interaksi mediator dengan anak, maka pengaruhnya terhadap kebutuhan anak untuk belajar juga menjadi semakin besar. Anak dapat lebih banyak mengambil
manfaat dari pengalaman belajarnya. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh tersebut dapat menjadi stimulus untuk mempelajari segala sesuatu yang ada di
lingkungan.
Secara singkat, dapat dikatakan bahwa dalam upaya membantu pencapaian kesiapan sekolah, ibu perlu memperhatikan mutu interaksi yang terjalin. Melalui
interaksinya, ibu memberikan stimulasi mengenai kemampuan yang perlu dikuasai anak. Dengan adanya stimulasi dari ibu, anak akan mendapatkan pengalaman belajar.
Dengan menciptakan interaksi yang bermutu tentunya akan memberikan efek yang baik pula bagi anak khususnya bagi pencapaian kesiapan sekolah anak.
4.4. Pelatihan Pembentukan Karakter
Untuk melihat bagaimana proses internalisasipembentukan karakter anak- anak PPA, penulis akan menganalisisnya melalui refresi dari pendapat seorang ahli
bernama Barry dkk dimana dalam arsip etnografi Human Relations Area Files terpusat pada enam dimensi pokok pelatihan anak yang dianggap berlaku secara
umum dalam semua masyarakat. Adapun enak dimensi pokok pelatihan tersebut yaitu pelatihan kepatuhan, pelatihan tanggung jawab, pelatihan pengasuhan, pelatihan
prestasi, pelatihan untuk mencukupi kebutuhan diri sendiri, dan pelatihan kemandirian umum. Penulis akan melihat apakah keenam dimensi tersebut diaplikasikan di dalam
Yayasan Bukit Doa.
68 Pelatihan kepatuhan adalah derajat sejauh mana anak-anak PPA dilatih dan
diajari untuk patuh kepada orang tua atau orang yang lebih dewasa. Anak-anak PPA mendapatkan pelatihan kepatuhan ini. Melatih kepatuhan anak-anak PPA menjadi
pribadi yang patuh kepada orang tua, kakaknya yang lebih tua dan pemimpinnya ketika si anak berhubungan dengan sebuah lembaga atau organisasi.
Pertama sekali masuk ke dalam Yayasan Bukit Doa, anak-anak PPA akan diajari oleh guru mis bahwa di dalam yayasan, guru mis adlah orang tua dan
kepala rumah tangga di rumah tersebut. Oleh karena itu guru mis dengan anak-anak PPA harus saling berintegrasi dan berinteraksi agar hubungan komunikasi maupun
emosional bisa terbangun. Anak-anak PPA diajarkan untuk menghormati guru mis sebagai kepala rumah tangga. Oleh karena itu anak-anak PPA harus belajar untuk
patuh kepada guru mis. Untuk mengajari anak-anaknya patuh kepada guru mis, guru tentu akan mengujinya dengan memberi perintah atau disilplin dimana guru akan
menyuruh anak-anak PPA untuk mematuhi perintahnya tersebut. Seperti kutipan wawancara penulis dengan guru mis yang bernama Rosinta berusia 45 tahun:
“Biasanya jika anak-anak PPA yang masih kecil-kecil ini yang masih- masih SD, agak susah kalau menyuruhnya. Lihat saja kek sekarang
inilah, kalau disuruh ngerjakan PR malah keluar main-main dia. Disuruh mandi sore aja pun malas kali dia mengikut kata-kata kita.
Tapi ini sangat berbeda dengan anak-anak PPA yang sudah agak dewasa atau yang menginjak remaja. Kalau saya suruh mereka itu
langsung kerjakan bahkan mereka tanpa saya suruh pun sudah tahu apa tugas dan tanggung jawab mereka”.
Dari hasil wawancara di atas, terlihat bahwa pemberian sanksi berupa hukuman kepada anak-anak PPA adalah salah satu cara membuat seorang anak
terutama pada masa pembentukan karakter agar memiliki karakter yang patuh dan taat kepada pemimpin dan peraturan. Hasil penelitian menunjukan anak-anak PPA yang
69 tidak begitu patuh dalam berdisiplin melaksanakan perintah atau tugas adalah anak-
anak yang masih berusia kelas enam SD ke bawah, anak-anak PPA yang sudah memasuki usia kelas satu SMP ke atas terlihat lebih patuh dalam berdisiplin
mengerjakan tugas. Ini disebabkan karena anak-anak PPA yang masih berada pada masa pembelajaran dalam hal kepatuhan, sedangkan anak-anak PPa yang suddah
memasuki usia kelas SMP ke atas adalah anak-anak yang sudah berada pada masa dimana anak-anak sudah mempratekkan pembelajaran kepatuhan.
Gambar 23. Anak-anak DisiplinMenyusun Piring Sendiri
70 Pelatihan diharapkan dapat membuat serta membentuk kepribadian anak menjadi
anak yang patuh terhadap orang tuapemimpin.Wawancara Penulis dengan Santa karo usia 34 tahun mengatakan bahwa:
“disiplin itu merupakan suatu unsure yang diketahui oelh anggota masyarakat melalui sosialisasi dini, dan akhirnya dijadikan wahana
untuk bertingkah laku”.
Berdasarkan hasil penelitian, sosialisasi dalam setiap interaksi anak-anak PPA sangat dipengaruhi oleh terintegrasinya anak-anak PPA dengan linkungan Yayasan
Bukit Doa. Dalam interaksi anak-anak PPA dan guru mis, anak-anak PPA harus merasa bahwa guru mis adalah orang tua kandungnya. Anak-anak PPA juha harus
merasa bahwa anak-anak PPA lainya di dalam satu rumah ruangannya juga sebagai saudara kandungnya dan rumah tempat sia anak tinggal sebagai rumahnya sendiri.
Sehingga anak-anak PPA merasa tidak canggung an tidak kaku dalam berinteraksi dengan teman dan lingkungannya. Mendekatkan diri dengan guru mis dan anak-
anak PPA lainnya sebagi saudara kandung telah membuat anak-anak di Yayasan Bukit Doa terintergrasi menjadi satu keluarga.
Perhatian dan kasih sayang yang diberikan oleh ibu kandung memang tidak dapat tergantikan oleh apapun, namun guru mis dengan tulus memberikan cinta dan
kasih sayangnya kepada anak-anak sehingga anak tidak kehilangan cinta dan kasih sayang Ibu yang seharusnya memang mereka butuhkan. Berbagai perasaan yang
berbeda yang dirasakan oleh anak-anak PPA pada pertama kali masuk ke Yayasan Bukit Doa. Hal yang sangat wajar ketika pertama kali masuk ke tempat yang baru.
Pengenalan tehadap lingkungan yang baru, orang yang baru, dan suasana yang baru merupakan suatu proses bagi mereka. Namun semua akan terlewati tahap demi tahap
interaksi dan sosialisasi secara terus menerus.
71 Hasil analisis wawancara penulis, sosialisasi yang terjasi di Yayasan Bukit
Doa sesuai dengan penjelasan Jadi Ester Sinuhaji, usia 45 tahunbahwa interaksi yang dilakukan oleh orang tua kepada anaknya dapat mengembangkan konsep diri pada
anaknya. Konsep diri anak dibangun melalui pengalaman berinteraksi denga orang lain. Interkasi tersebut membuat anak mulai mengindentifikasikan dirinya dengan
orang lain. Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan
linkungannya Putri, 2011 : 11. Keluarga inti merupakan agan sosialisasi yang utama kepada anak-anak.
Keluarga inti dalam ruang lingkup Yayasan Bukit Doa adalah guru mis dan anak- anak PPA yang terdiri dari beberapa orang. Sehingga peran guru mis sebagai kepala
rumah tangga dan sesama anak-anak PPA yang tinggal di dalam rumah disini memegang peran yang sangat penting sebagai agen sosialisasi terhadap anak-anak
PPA di Yayasan Bukit DOA. Pengalaman interaksi yang terjadi antara guru mis dengan anak-anak PPA di
Yayasan Bukit Doa membuat anak-anak mengindentifikasikan dirinya sebagai anak- anakyang diterima layaknya seperti anak kandung dari guru mis. Meskipun tidak
mudah, namun dengan penerimaan tersebut membuat anak-anak PPA menjadi bersikap fleksibel dan tidak canggung dalam berinteraksi dengan guru mis, dengan
sesame anak PPA dan lingkungan sekitar rumahnya. Hubungan guru mis dengan anak-anak PPA sudah terintegrasi layaknya seperti hubungan kandung, maka gutu
mis pun tidak merasa kesusahan dalam member pengajaran untuk pembelajaran terhadap anak-anak PPA. Guru mis adalah orang yang berperan penting dalam
proses sosialisasi terhadap anak-anak PPA. Dalam setiap Interkasi antara Guru mis
72 dengan anak-anak PPA, guru berperan menjadi orang yang memberikan pelajaran
dalam bersikap dan bertindak baik terhadap guru mis, sesame anak-anak PPA, Pembina dan orang lain di luar yayasan. Sikap dan tindakan positif ketika berjumpa
dengan orang lain yang diajarkan oleh guru mis kepada anak-anak PPA misalnya memberi salam dan menyapa seseorang baik kepada orang-orang di yayasan maupun
orang-orang diluar lingkungan yayasan. Guru mis juga akan memberi contoh bagaimana besikap baik dan santun di depan orang baik jika anak-anak di luar rumah
ataupun kepada orang lain yang sedang bertamu atau berkunjung ke yayasan. Sosialisasi yang dilakukan oleh guru mis terhadap anak-anak PPA terjadi
hamper setiap saat dalam satu hari sebab guru mis memang berinteraksi dengan anak-anak PPA setiap saat kecuali juka si anak sedang sekolah. Guru mis memang
bertanggung jawab penuh dalam menjaga, merawat, membimbing, dan mendidik anak-anak setiap hari. Hal ini sesuai dengan pendapat Matsumoto Juang 2008
yang mengatakan sosialisasi adalah proses dimana kita belajar dan menginternalisasi aturan-aturan dan pola masyarakat dimana kita hidup. Hal-hal yang diajarkan dalam
proses sosialisasi guru mis terhadap anak-anak PPA meliputi pendidikan moral seperti etika dan kesantunan dalam berbicara dan bersikap, nilai-nilai kehidupan
seperti kejujuran, bertanggung jawab, dan kebaikan serta pendidikan formal dalam membantu mengerjakan PR si anak.
Interaksi sesama anak PPA dalam satu ruangan juga terlihat sangat akrab dan harmonis sama seperti hubungan sesame anak kandung karena diajari untuk saling
berintegrasi. Sedangkan hubungan sesama anak PPA yang berlainan ruangan walau tidak seakrab dengan yang satu ruangan, sesama anak-anak PPA yang berlainan
ruangan tersebut terjalin persahabatan dan persamaan tempat tinggal di dalam
73 lingkungan Yayasan Bukit Doa. Pola interaksi yang terjadi yaitu anak-anak PPA
mendapatkan pelajaran dasar dalam kehidupan seperti menghormati yang tua dan menyayangi yang muda, berbagi dengan bersamaa, cara bertingkah laku yang ba yang
lebih dewasaik, kesopanan dan kesantunan dan lain sebagainya. Cara yang dilaukan oleh guru mis untuk memberi pengajaran-pengajaran tersebut adalah dengan
member contoh prilaku dan tindakan mana yang baik dan mana yang buruk. Anak- anak PPA yang lebih muda cenderung mengikuti atau mencontoh prilaku anak-anak
PPA yang lebih dewasa misalnya dalam hal bersikap sopan dan ramah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru mis dan anak-anak PPA terlibat
terbuka dengan berbagai semua permasalahan dan keluhan mereka kepada guru mis. Sekalipun ada juga anak yang bersifat tertutup, mis selalu melakukan pendekatan
untuk membuka diri anak-anak PPA. Begitu juga halnya dengan mis yang bersifat terbuka kepada anak—anak PPA dengan menceritakan permasalahan dan memberi
pengertian kepada anak-anak PPA misalnya dalam hal keuangan. Keterbukaan akan uneng-uneng dan suatu permasalahan merupakan hal yang memudahkan proses
sosialisasi terhadap anak-anak PPA, karena dengan begitu guru mis dapat memahami setiap anak-anak PPA dan dapat saling mengerti keadaan guru mis dan
saudara-saudaranya. Penerapan peraturan secara umum di Yayasan Bukit Doa. Anak-anak PPA
hamper secara keseluruhan mematuhi peraturan-peraturan tersebut, walaupun ada juga anak yang melanggarnya. Konsekuensi bagi anak yang melanggar peraturan
umum tersebut adalah bukan dalam bentuk hukuman melainkan dalam bentuk teguran, nasihat, dan diberi pengertian untuk tidak mengulangi perbuatannya. Namun
jika pelanggaran tetap terjadi, maka akan diberikan skorsing dimana skorsing pada
74 seorang anak tergantung keadaan dan kondisi si anak dan juga tergantung
kebijaksanaan yayasan. Oleh karena itu, dapat diartikan bahwa proses sosialisasi berlangsung pada
saat proses pengasuhan terjadi setiap hari dimana antara guru mis dan anak-anak PPA berinteraksi setiap harinya. Dengan begitu bisa dikatakan bahwa pengasuhan
anak merupakan bagian dari sosialisasi. Pengasuhan anak-anak PPA adalah menyiapkan seseorang menjadi anggota masyarakat kelak agar masyarakat dan
kebudayaannya dapat terpelihara secara terus menerus Wulan, 2008 : 10-11. Dimasing-masing ruangan di Yayasan Bukit Doa terdapat disiplin di dalam
ruangan atau disebut jadwal kegiatan harian, penerapan disiplin di dalam ruangan oleh guru mis kepada anak-anak PPA terlihat tidak kaku dan monoton. Anak-anak lebih
bersifat fleksibel terhadap guru mis dan dalam berdisiplin di dalam ruangan. Anak- anak PPA yang tidak melakukan disiplin dalam ruangan kegiatan harian tidak pernah
dihukum atau semacamnya melainkan akan diberi nasihat, pengertian, dan peringatan kepada anak-anak PPA agar berdisilpin di dalam ruangan mereka. Guru mis juga
tidak bersikap otoritasmemaksa terhadap anak-anak dalam berdisilpin. Para guru mis lebih bersikap sabar, menerima, dan terbuka terbuka tehadap sifat masing-
masing anak-anak PPA. Anak-anak PPA yang tidak mengikuti jadwal harian tersebut adalah anak-anak asuh yang sudah memasuki usia kelas satu SMP ke atas terlihat
lebih berdisiplin mengikuti kegiatan harian tersebut. Guru mis dan sesama anak-anak PPA adalah agen utama dalam sosialisasi
bagi anak-anak di dalam lingkungan Yayasan Bukit Doa. Anak-anak PPA akan mendapatkan pelajaran dasar dalam kehidupan, menghormati, dan mengasihi guru
mis, menghormati yang tua, dan menyayangi yang muda, berbagi dengan sesama,
75 moral, etika, nilai kesopanan, dan kesantunan dan lain sebagainya. Cara yang
dilakukan oleh guru mis untuk member pengajaran-pengajaran tersebut adalah dengan cara member contoh suatu perilaku dan tindakan mana yang baik dan mana
yang buruk. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Darji yang mengatakan bahwa disiplin
merupakan suatu cara atau alat dalam pendidikan yang melatih anak-anak untuk bertingkah laku menurut pola baik atau aturan-aturan yang termasuk juga untuk
memperbaiki tingkah laku yang kurang baik agar dapat terbentuk tingkah laku sesuai dengan norma Sunarti, 1989 : 63.
4.5. Sosialisasi di Luar Lingkungan Yayasan Bukit Doa