pada  tahun  1667  Sultan  Hasanudin  dipaksa  untuk  menandatangani   Perjanjian Bongaya
, yang isinya: 1 VOC memperoleh monopoli perdagangan di Makasar;
2 VOC boleh mendirikan benteng di Makasar; 3 Hasanudin harus melepas daerah jajahanya;
4 Aru Palaka diakui sebagai Raja Bone;
c. Perlawan Sultan Ageng Tirtayasa
Kerajaan Banten merupakan sebuah kerajaan yang mengembangkan pelabuhan bebas, sehingga  perdagangan  di  Banten  berkembang  pesat.  Kondisi  ini  mengakibatkan
kondisi  VOC  terancam.  Oleh  karena  itu,  VOC  berusaha  menghancurkan  banten. Kesempatan untuk menghancurkan Banten terbuka setelah terjadi perselisihan antara
Sultan  Ageng  Tirtayasa  dengan  putera  mahkota  yaitu  Sultan  Haji.  Karena  dekat dengan pedagang Belanda Sultan Haji kurang disegani oleh rakyat Banten.
Kedudukan Sultan Haji yang lemah memaksanya untuk bergabung dengan VOC guna menghadapi  pihak  Sultan  Ageng  Tirtayasa.  Dengan  bantuan  VOC,  akhirnya  Sultan
Ageng  Tirtayasa  dapat  dikalahkan.  Selanjutnya  Sultan  Haji  dipaksa  oleh  Belanda untuk   menandatangani  perjanjian  yang   salah  satunya  isinya  menyatakan  bahwa
VOC  memegang  hak  monopoli  di  Banten.  Sejak  saat  itu  Kerajaan  Banten  dibawah kekuasaan Belanda.
d. Perlawanan Sultan Badarudin
Beberapa penyebab utama terjadinya perlawanan Sultan Badarudin terhadap Belanda antara lain :
1 Penyerahan kembali wilayah Indonesia dari Inggris kepada Belanda; 2 Belanda melaksanakan peraturan peraturannya kembali di Sumatera;
3 Sultan Najamudin merasa keberatan menyerahkan daerahnya.
e. Perang Paderi 1821-1838
Perang Paderi terjadi di Sumatera Barat, dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol. Perang ini pada awalnya adalah perang saudara antara golongan Paderi kaum agamisulama
dan  golongan  adat.  Tetapi  akhirnya  Belanda  ikut  campur  didalamnya.  Beberapa penyebab terjadinya Perang Paderi :
Berkembangnya ajaran Wahabi yang ingin melaksanakan ajaran islam secara benar;
Adanya kebiasaan golongan adat yang bertentangan dengan ajaran Islam;
Hukum  adat  matrilineal  yang  tidak  sesuai  dengan  hukum  islam  yang mengenal patrilineal;
Perebutan pengaruh golongan adat dan agama.
Campur tangan Belanda dalam perebutan pengaruh untuk menguasai wilayah Sumbar;
Adapun  penyebab  khususnya  ialah  penyerangan  kaum  ulama  terhadap  kaum  adat sehingga akhirnya kaum adat meminta bantuan Belanda.
Secara umum, jalanya perang ini dibagi dalam 3 periode sebagai berikut : 1  Periode 1821-1825
Periode  ini  merupakan  permulaan  perang,  karena  kaum  adat  meminta  bantuan terhadap  Belanda,  maka  Belanda  mengirimlan  pasukan  dibawah  pimpinan  Letkol
Raaf.  Pasukan  Belanda  berhasil  menguasai  Tanah  Datar  dan  berhasil  mendirikan Benteng Fort  Van De Capellen.
Untuk menghindari kerugian yang besar, pihal Belanda dan kaum Paderi melakukan Perjanjian Padang 1824, tetapi tidak mampu menghentikan perang. Kemudian pada
masa  pimpinan  Kolonel  Stuers,  diadakan  perjanjian  kembali  tahun  1825.  Isi perjanjian tersebut ialah :
Diadakan penghentian tembak menembak diantara kedua belah pihak;
Tuanku Lintaau diakui kekuasaanya;
Belanda tidak campur tangan dalam masalah agama di Sumatera Barat. 2  Periode 1826-1830
Karena belum berakhirnya perang ini, Belanda mendirikan Benteng Ford De Kock di Bukit Tinggi sebagai pertahanan untuk menghadapi golongan Paderi. Pada tahap ini
kekuatan Belanda terpecah karena harus menghadapi Perang Diponegoro yang terjadi di Pulau Jawa
3  Periode 1831-1836 Setelah  perang  Diponegoro  di  Pulau  Jawa  selesai,  Belanda  Menginginkan  perang
Paderi  juga  selesai.  Prajurit-prajurit  jawa  yang  ditangkap,  dikirim  untuk  menumpas perang  Paderi  dibawah  pimpinan  Sentot  Ali  Basyah.  Pada  tahun  1834  pasukan
Belanda dibawah pimpinan Cochius dan Michaels berhasil menguasai daerah Bonjol. Setelah  bertahan  lama,  akhirnya  pada  tahun  1837,  Imam  Bonjol  tertangkap.  Setelah
itu,  wilayah  Minagkabau  jatuh  ke  tangan  Belanda  dan  Tuanku  Imam  Bonjol diasingkan  ke  Batavia  lalu  ke  Cianjur,  Ambon  dan  Manadohingga  wafat  di  sana
tahun 1864.
f. Perang patimura