PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TSTS (TWO STAY TWO STRAY) TERHADAP HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN IPS PADA MATERI SEJARAH SISWA KELAS X SMK NU 01 KENDAL TAHUN AJARAN 2014 2015

(1)

i

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TSTS

(TWO STAY TWO STRAY) TERHADAP HASIL BELAJAR

MATA PELAJARAN IPS PADA MATERI SEJARAH SISWA

KELAS X SMK NU 01 KENDAL

TAHUN AJARAN 2014/2015

SKRIPSI

Untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Sejarah

Oleh

Muhammad Chairil Anam

NIM 3101411118

JURUSAN SEJARAH

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2015


(2)

(3)

(4)

(5)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN MOTTO

 Sesungguhnya Allah SWT tidak akan mengubah nasib kaumnya sampai

kaum tersebut mau mengubah nasibnya sendiri (Al. Ra’ad).

 Selalu bersyukur adalah kunci kesuksesan. Dengan rasa syukur, kita bisa menerima keadaan yang ada dengan berusaha.

Persembahan :

Dengan rasa syukur kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya, karyaku ini kupersembahkanuntuk :  Bapak dan Ibu yang senantiasa mendukung dan

mendoakan demi keberhasilanku.

 Adikku tercinta, Arum, Arin, dan Arif, yang memberikan semangat.

 Sahabat-sahabatku : Indra, Bogas, Rois, Rendy,

Adit, mba Faridha, Aninda, dan seluruh teman-teman rombel C pendidikan sejarah angkatan 2011, yang senantiasa memberikan semangat.

 Dwi Cahya Supriasih, yang senantiasa mendampingi dan memberikan semangat.

 Teman-teman PPL, KKN, dan Kos Albarokah yang banyak memberikan pelajaran dan pengalaman


(6)

vi PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul

Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran TSTS (Two Stay Two Stray) Terhadap Hasil Belajar Mata Pelajaran IPS Pada Materi Sejarah Siswa Kelas X SMK NU 01 Kendal Tahun Ajaran 2014/2015”.

Skripsi merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan di Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu sosial Universitas Negeri Semarang. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis memperoleh bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, maka penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum, Rektor Universitas Negeri Semarang selaku pimpinan Universitas Negeri Semarang.

2. Dr. Subagyo, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan pada penulis menimba ilmu di fakultas ilmu sosial UNNES.

3. Arif Purnomo, S.Pd., S.S., M.Pd, Ketua Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan pengarahan penulis selama menimba ilmu di Jurusan Sejarah.

4. Drs, Abdul Muntholib.M.Hum., Dosen Pembimbing atas segala bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Keluarga besar Jurusan Sejarah Fakutas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang yang telah mendidik penulis selama belajar di Jurusan Sejarah. 6. Mokh.Izzudin, M.Pd., Kepala sekolah SMK NU 01 Kendal yang telah


(7)

vii

7. Diyah Nusantarawati, S.Pd., selaku guru mata pelajaran IPS di SMK NU 01 Kendal yang telah membantu dalam penelitian.

8. Siswa-siswi SMK NU 01 Kendal yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian.

9. Segenap karyawan dan staff Tata Usaha SMK NU 01 Kendal atas bantuan dan kerjasamanya selama penelitian.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Selain itu dapat menambah referensi dalam pendidikan.

Semarang, Agustus 2015


(8)

viii SARI

Anam, Muhammad Chairil. 2015. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran TSTS

(Two Stay Two Stray) Terhadap Hasil Belajar Materi Sejarah Pada Mata Pelajaran IPS Siswa Kelas X SMK NU 01 Kendal Tahun Ajaran 2014/2015. Skripsi. Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang.

Kata Kunci : Pengaruh, Model Pembelajaran TSTS, Hasil Belajar

Siswa merupakan komponen pembelajaran yang selalu mengalami perubahan, untuk itu guru dituntut kreatif dalam memilih model pembelajaran sebab model tersebut akan berhubungan dengan hasil belajar siswa. Untuk itu pemilihan model pembelajaran yang tepat untuk menunjang pengembangan diri siswa serta menuntut peran aktif mereka dalam pembelajaran adalah menggunakan model pembelajaran TSTS. Model TSTS yaitu salah satu model pembelajaran kooperatif yang memberikan kesempatan kepada kelompok membagikan hasil dan informasi kepada kelompok lain.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) penerapan model pembelajaran TSTS terhadap hasil belajar mata pelajaran IPS pada materi sejarah siswa kelas X, (2) ada pengaruh penerapan model pembelajaran TSTS dalam meningkatkan hasil belajar mata pelajaran IPS pada materi sejarah siswa kelas X. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, dengan desain quasy eksperimen. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMK NU 01 Kendal Tahun Ajaran 2014/2015. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan purposive sampling dan diperoleh kelas X-Busana Butik 1 sebagai kelas eksperimen dan kelas X-Busana Butik 2 sebagai kelas kontrol. Variabel dalam penelitian ini adalah model pembelajaran TSTS dan hasil belajar. Metode pengumpulan data menggunakan metode tes dan dokumen.

Hasilnya, hasil belajar siswa yang menggunakan model TSTS memiliki nilai rara-rata 77,94 sementara hasil belajar siswa yang tidak menggunakan model

TSTS memiliki nilai rata-rata 67,78. Untuk mengetahui perbedaannya digunakan uji beda dengan rumus uji t diperoleh ttabel = 1,67 pada α = 5% dan dk (kelas

kontrol) = 32,00 dk (kelas eksperimen) = 33,00 serta thitung = 4,714, diketahui

bahwa thitung >ttabel artinya, terdapat perbedaan yang signifikan terhadap hasil

belajar siswa, sedangkan uji regresi linear sederhana diperoleh nilai thitung = 4,207

dengan ttabel = 2,04. Karena thitung >ttabel artinya, bahwa Ha diterima yang berarti ada

pengaruh penerapan model pembelajaran TSTS terhadap hasil belajar sejarah pada mata pelajaran IPS siswa kelas X. Koefisien determinasinya adalah 0,3562. Hal ini berarti 35,62% hasil belajar sejarah pada mata pelajaran IPS siswa kelas X dipengaruhi oleh model TSTS, sisanya 64,38% dipengaruhi oleh fakor lain. Persentase ketuntasan hasil belajar klasikal kelas eksperimen yaitu 67,64% <75 %, sedangkan persentase ketuntasan hasil belajar klasikal kelas kontrol mencapai 15,15% < 75%. Berdasarkan hasil tersebut, maka model TSTS lebih efektif dan berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Sehingga model pembelajaran TSTS


(9)

ix DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iii

PERNYATAAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

SARI ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Batasan Istilah ... 12

BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Pengertian Belajar ... 13

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar ... 14


(10)

x

B. Hakikat Pembelajaran IPS ... 19

C. Efektifitas Penggunaan Metode Dalam Pembelajaran .. 24

1. Pengertian Metode Mengajar ... 24

2. Metode Kooperatif Berstruktur TSTS ... 26

D. Hasil Belajar ... 30

E. Kerangka Berfikir... 37

F. Hipotesis ... 38

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 39

B. Tempat Penelitian... 41

C. Populasi Penelitian ... 41

D. Sampel Penelitian ... 42

E. Variabel Penelitian ... 42

F. Teknik Pengumpulan Data ... 43

G. Uji Coba Instrumen ... 45

H. Teknik Analisis Data Penelitian ... 50

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 58

B. Pembahasan ... 78

BAB V PENUTUP A. Simpulan ... 83


(11)

xi

DAFTAR PUSTAKA ... 85 LAMPIRAN ... 87


(12)

xii DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Desain Penelitian Eksperimen ... 40

2. Hasil Perhitungan Validitas Soal ... 46

3. Hasil Perhitungan Daya Beda Soal ... 49

4. Hasil Perhitungan Tingkat Kesukaran ... 50

5. Hasil Uji Normalitas Populasi ... 65

6. Hasil Uji Homogenitas Populasi ... 65

7. Gambaran Umum Hasil Nilai Kognitif Pre Test Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 66

8. Hasil Perhitungan Uji Normalitas Data Pre Test ... 67

9. Hasil Perhitungan Uji Homogenitas Data Pre Test... 68

10. Hasil Perhitungan Uji Perbedaan Dua Varians Data Pre Test ... 69

11. Gambaran Umum Hasil Aspek Kognitif Post Test Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 70

12. Hasil Perhitungan Uji Normalitas Data Post Test ... 70

13. Hasil Perhitungan Uji Kesamaan Dua Varians Data Post Test ... 71

14. Hasil Perhitungan Uji Perbedaan Dua Varians Data Post Test ... 72

15. Hasil Perhitungan Uji Persamaan Regresi ... 73

16. Daftar Uji Keberartian... 74

17. Daftar Uji Linearitas ... 74


(13)

xiii DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Struktur Kelompok Metode Kooperatif TSTS ... 28

2. Skema Kerangka Berpikir ... 37

3. Foto-foto Penelitian ... 181

4. Surat Ijin Penelitian ... 184


(14)

xiv DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Silabus ... 87

2. RPP Model Two Stay Two Stray ... 89

3. RPP Model Ceramah ... 95

4. Materi ... 97

5. Kisi-kisi Soal Uji Coba Penelitian ... 119

6. Soal Uji Coba ... 121

7. Kunci Jawaban Uji Coba ... 130

8. Kisi-kisi Soal Pre Test ... 131

9. Soal Pre Test ... 133

10. Kunci Jawaban Pre Test ... 140

11. Kisi-kisi Soal Post Test ... 141

12. Soal Post Test ... 143

13. Kunci Jawaban Post Test ... 151

14. Daftar Nama Siswa Kelas Uji Coba ... 152

15. Daftar Nama Siswa Kelas Kontral ... 153

16. Daftar Nama Siswa Kelas Eksperimen ... 154

17. Nilai Ulangan Harian Sejarah Kelas X ... 155

18. Data Hasil Penelitian Normalitas Awal ... 156

19. Tabulasi Data Penelitian (Akhir) ... 164

20. Angket Respon Siswa ... 165


(15)

xv

22. Tabulasi Penilaian Respon Siswa... 171

23. Lembar Pengamatan Kegiatan Guru Kelas Eksperimen ... 172

24. Lembar Pengamatan Kegiatan Guru Kelas Kontrol ... 174

25. Hasil Pre Test Kelas Kontrol dan Eksperimen ... 176

26. Hasil Post Test Kelas Kontrol dan Eksperimen ... 177

27. Uji Validitas ... 178

28. Tabel Persiapan ... 179

29. Uji Keberartian ... 180

30. Foto-foto Penelitian ... 181

31 Surat Ijin Penelitian ... 184


(16)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Undang-undang No. 20 Tahun 2003 menyatakan Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnyayaitu manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti yang luhur, memiliki pengetahuan, ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani. Kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Melalui pendidikan nasional diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan dan martabat manusia yang beriman, dan berpengetahuan, berketrampilan, dan memiliki rasa tanggung jawab.

Pendidikan adalah suatu interaksi manusia antara pendidik atau guru dengan anak didik atau siswa yang dapat menunjang pengembangan manusia seutuhnya yang berorientasi pada nilai-nilai dan pelestarian serta pengembangan kebudayaan yang berhubungan dengan usaha-usaha pengembangan manusia tersebut. Pendidikan dipandang sebagai salah satu faktor utama yang menentukan pertumbuhan ekonomi, yaitu melalui peningkatan produktivitas tenaga kerja terdidik, dan juga pendidikan dipandang mempunyai peranan penting dalam menjamin perkembangan dan kelangsungan bangsa. Kualitas pendidikan dapat diketahui dari dua hal, yaitu: kualitas proses dan produk (Sudjana, 2004: 35). Pendidikan dikatakan berkualitas apabila terjadi penyelenggaraan pembelajaran yang efektif dan efisien dengan melibatkan semua komponen-komponen


(17)

pendidikan, seperti mencakup tujuan pengajaran, guru dan peserta didik, bahan pelajaran, strategi atau metode belajar mengajar, alat dan sumber pelajaran serta evaluasi . Komponen- komponen tersebut dilibatkan secara langsung tanpa menonjolkan salah satu komponen saja, akan tetapi komponen tersebut diberdayakan secara bersama-sama.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 (UU 20/2003) tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 (PP 19/2005) tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan kurikulum pada KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah disusun oleh satuan pendidikan yang mengacu pada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Termasuk dalam ketentuan umum adalah penjabaran amanat dalam UU 20/2003 dan ketentuan PP 19/2005 serta prinsip dan langkah yang harus diacu dalam pengembangan KTSP, tentu tidak dapat mengakomodasi kebutuhan seluruh daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan hendaknya digunakan sebagai referensi (BSNP, 2006 : 3).

Pada dasarnya, tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah bagaimana membuat siswa dan guru lebih aktif dalam pembelajaran. Selain murid harus aktif dalam kegiatan belajar dan mengajar, guru juga harus aktif dalam memancing kreativitas anak didiknya sehingga dialog dua arah terjadi dengan sangat dinamis. Kelebihan lain KTSP adalah memberi alokasi waktu pada kegiatan pengembangan diri siswa. Siswa tidak melulu mengenal teori, tetapi diajak untuk terlibat dalam sebuah proses pengalaman belajar.


(18)

3

Di Indonesia termasuk di Kabupaten Kendal, belum semua sekolah menerapkan KTSP, hanya beberapa sekolah yang sudah menerapkan KTSP tersebut. Salah satunya adalah SMK NU 01 Kendal, sebagai usaha untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan lulusan, sekolahan ini telah mencoba memulai menerapkan konsep KTSP dalam pembelajaran di semua mata pelajaran, termasuk IPS materi Sejarah pada tahun pelajaran 2014/2015.

Pembelajaran IPS pada materi sejarah sekarang ini menuntut siswa untuk dapat aktif dalam proses pembelajaran, memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari sehingga pengetahuan yang dimiliki siswa sewaktu dibangku sekolah dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sikap positif siswa dalam pembelajaran IPS sejarah, memiliki sumbangan positif terhadap peningkatan kualitas proses dan hasil pembelajaran IPS sejarah. Siswa yang mempunyai sikap positif selama kegiatan belajar mengajar pada dasarnya memiliki semangat dan motivasi belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang sikapnya negatif. Pada dasarnya, motivasi belajar yang tinggi dari peserta didik, akan diikuti oleh intensitas belajar yang lebih baik sehingga pada gilirannya dapat memperoleh prestasi belajar yang lebih tinggi. Kualitas proses dan hasil pembelajaran IPS sejarah juga dipengaruhi sikap siswa terhadap pelajaran tersebut selama kegiatan belajar mengajar berlangsung (Aman, 2011: 123).

Pembelajaran IPS sejarah dapat dilakukan dengan cara yang bervariasi. Guru IPS sejarah dapat menciptakan pembelajaran IPS sejarah yang menarik dengan melibatkan peserta didik selama proses pembelajaran. Hal ini bisa


(19)

dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran yang inovatif didukung sarana dan prasarana yang tersedia dalam sekolah. Hal tersebut bisa membuat siswa aktif dalam pembelajaran. Menurut Suprayogi, (2011:66) dalam pengajaran diperlukan juga berbagai strategi pembelajaran partisipasi siswa dalam kegiatan-kegiatan sosial serta keterampilan-keterampilan khusus membaca buku teks, membaca/menginterpresentasikan peta, pemanfaatan berbagai sumber belajar, metode, dan pendekatan serta perancangan model-model yang dipilih, sehingga setiap pengajaran dan uraian IPS sejarah yang disajikan dapat memberikan motivasi belajar. Oleh karena itu, pembelajaran IPS sejarah dilakukan dengan model-model pembelajaran yang inovatif dengan melibatkan keaktifan peserta didik selama proses pembelajaran sehingga pembelajaran IPS sejarah menarik.

Pada pembelajaran IPS Sejarah banyak guru mengalami situasi yang tidak jauh berbeda, anak-anak kuyu, tidak aktif dalam pembelajaran, enggan mengemukakan pendapatnya, mengantuk, bosan, malas, dan tidak termotivasi. Sementara guru tak jarang pula mengabaikan dirinya sendiri. Mereka mengajar dengan gaya tidak berubah, standar, formal, dan kaku. (Depdiknas, 2005: 5). Kondisi pembelajaran yang kurang kondusif, dimana peserta didik tidak aktif dalam pembelajaran dan guru mengajar dengan metode yang kurang menarik. Hal ini berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didik.

Hasil belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor dari dalam (internal) maupun faktor dari luar (eksternal). Menurut Sukmadinata (2009: 162-165) yang termasuk faktor internal adalah faktor fisiologis dan psikologis (misalnya kecerdasan motivasi berprestasi dan kemampuan kognitif), sedangkan


(20)

5

yang termasuk faktor eksternal adalah faktor lingkungan dan instrumental (misalnya guru, kurikulum, dan model pembelajaran). Suprijono (2009: 6) mengemukakan tiga faktor utama yang mempengaruhi hasil belajar, yaitu kemampuan kognitif, motivasi berprestasi dan kualitas pembelajaran. Kualitas pembelajaran adalah kualitas kegiatan pembelajaran yang dilakukan dan ini menyangkut model pembelajaran yang digunakan.

Seperti halnya pembelajaran IPS sejarah di SMK NU 01 Kendal. SMK ini termasuk SMK yang banyak diminati karena mutu pendidikan di SMK ini sudah lumayan baik dengan berstandar ISO 9001:2008 dan juga sebagai salah satu sekolah perintis UN Berbasis Komputer (UN-CBT) , akan tetapi berdasarkan observasi awal yang telah dilakukan peneliti di SMK ini, peneliti menemukan kenyataan bahwa dalam proses pembelajaran IPS sejarah, guru masih menggunakan metode ceramah sehingga guru belum dapat mendekatkan siswa dengan pengalaman belajarnya dan siswa masih kurang dalam hal kemampuan berpikir kritis, kreatif, serta mengkonstruksi pengetahuannya.

Peran guru di dalam kelas masih sangat dominan dan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran sangat terbatas, sehingga pembelajaran masih bersifat satu arah. Keadaan kelas cukup ramai karena ketika guru ceramah, ada beberapa siswa yang sering ijin kebelakang, ijin sakit, cerita sendiri di dalam kelas, dan bahkan ada yang mengantuk. Hal ini dikarenakan metode belajar yang digunakan oleh guru kurang menarik siswa untuk belajar.

Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 2 Maret 2015 di SMK NU 01 Kendal, terdapat guru IPS yang mengampu


(21)

kelas X. Jumlah kelas X di SMK NU 01 Kendal yaitu dua belas kelas terdiri dari 2 kelas program Akuntansi, 3 kelas program Administrasi Perkantoran, 1 kelas program Pemasaran, 2 kelas program Busana Butik, 1 kelas program Jasa Boga, 1 kelas program Rekayasa Perangkat Lunak, dan 2 kelas program Teknik Kendaraan Ringan.

Guru merupakan komponen sekolah yang berinteraksi langsung dengan siswa. Ibu Diah Nusantarawati S.Pd. sebagai pengampu mata pelajaran IPS kelas X Busana Butik I dan kelas X Busana Butik II di SMK NU 01 Kendal selalu mengajar IPS materi sejarah dengan menggunakan metode ceramah dengan power point dan diselingi dengan browsing melalui internet agar pengetahuan yang diajarkan kepada siswa semakin luas. Di SMK NU 01 Kendal Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) untuk mata pelajaran IPS sejarah adalah 75, tetapi banyak siswa yang belum dapat memenuhi batas tersebut. Menurut data yang diperoleh, nilai siswa banyak yang tidak memenuhi KKM pada mata pelajaran IPS materi sejarah. Lebih dari 59% rata-rata nilai siswa kelas X yang kurang dari KKM.

Guru memegang peranan yang cukup penting baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan kurikulum. Selain itu, guru sebagai salah satu sumber belajar berkewajiban menyediakan lingkungan belajar yang kreatif bagi kegiatan belajar anak didik di kelas. Salah satu yang harus dilakukan guru adalah melakukan pemilihan dan penentuan metode yang kan dipilih untuk mencapai tujuan pengajaran (Djamarah, 2002: 88). Guru IPS sejarah perlu memiliki pengetahuan tentang jalan-jalan tersebut agar dapat mengajarkan kisah tentang manusia kepada anak-anak secara efektif. Dengan pertambahan yang pesat pada metode, peralatan,


(22)

7

materi, dan sarana pengajaran selama beberapa dekade terakhir, guru harus mampu menyelaraskan dan mengombinasikan metode perlengkapan, dan teknik pengajaran agar pembelajaran IPS sejarah menjadi menarik, penting, dan hidup (Kochhar, 2008: 286).

Metode mengajar adalah cara yang dipergunakan guru dengan mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran, oleh karena itu, peranan metode sebagai alat untuk menciptakan proses mengajar dan belajar siswa sehubungan dengan kegiatan mengajar guru, proses interaksi ini akan berjalan dengan baik kalau siswa banyak aktif dibandingkan dengan guru, oleh karenanya metode mengajar yang baik adalah metode yang dapat menumbuhkan kegiatan belajar siswa (Sudjana, 1987: 76). Ada peningkatan dengan menggunakan metode di dalam pengajaran, antara lain: dapat menggiatkan interaksi antara peserta didik dan lingkungannya, dapat mengembangkan pemikiran, pelajaran IPS sejarah menambah pemikiran yang komplek bagi peserta didik, dan hasil belajar akan dapat berlangsung lama dengan cara belajar ditransfer dalam situasi yang berbeda.

Penggunaan metode mengajar yang sesuai disertai materi pengajaran dari pihak guru sebagai pengajar memungkinkan siswa lebih cepat menerima dan mencerna informasi yang disampaikan. Keikutsertaan siswa dalam aneka ragam kegiatan belajar mengajar akan dapat membangkitkan motivasi yang optimal untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar tersebut.

Di era sekarang ini diperlukan pengetahuan dan keanekaragaman keterampilan agar siswa mampu memberdayakan dirinya untuk menemukan,


(23)

menafsirkan, menilai dan menggunakan informasi, serta melahirkan gagasan kreatif untuk menentukan sikap dalam pengambilan keputusan. Banyaknya metode pembelajaran yang bisa di katakan menarik yaitu salah satunya metode pembelajaran bentuk TSTS ( Two Stay Two Stray ), karena sejarah merupakan peristiwa masa lalu yang bisa di simulasikan atau di gambarkan. Hal ini juga di dukung dengan kebanyakan para siswa kelas X SMK NU 01 Kendal yang berkeinginan menunjukan kemampuan dan keaktifannya dalam berdiskusi atau bertukar informasi kesesama teman.Dari hasil penelitian terdahulu, Wijiasih (2012: 8) salah satu faktor yang paling dominan adalah belum digunakannya model pembelalajaran yang bervariasi, kurang digunakannya metode pembelajaran yang menarik, yang bisa menumbuhkan motivasi belajar siswa sehingga mampu meningkatkan hasil belajar siswa.

Keberhasilan suatu proses pembelajaran dapat diukur dari keberhasilan siswa mengikuti pembelajaran tersebut. Sedangkan hasil belajar yang baik harus didukung oleh pembelajaran yang berkualitas yakni pembelajaran yang mampu menumbuhkan motivasi. Pembelajaran akan lebih optimal jika pendekatan atau metode yang digunakan tepat. Model pembelajaran seperti ini meniadakan persaingan individu, menumbuhkan sikap demokratis dan melatih kemampuan memecahkan suatu tugas yang diberikan. Salah satu teknik/struktur didalam model pembelajaran kooperatif adalah Two Stay Two Stray (TSTS).

Melalui metode kooperatif berstruktur Two Stay Two Stray diharapkan siswa dapat mengungkapkan pendapatnya di kelompok sendiri dan di kelompok lain. Anita Lie (2010 : 61) juga mengungkapkan bahwa dalam struktur Two Stay


(24)

9

Two Stray memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain. Melalui struktur Two Stay Two Stray ini, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok heterogen, masing-masing kelompok 4 siswa. Mereka berdiskusi atau bekerja sama membuat laporan suatu peristiwa dengan tema tertentu yang disampaikan guru. Setelah selesai, dua siswa dari masing-masing kelompok akan bertamu ke kelompok lain. Dua siswa yang tinggal dikelompoknya bertugas membagi hasil kerja atau menyampaikan informasi kepada tamu mereka. Siswa yang menjadi tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri. Mereka melaporkan hal yang didapat dari kelompok lain, kemudian siswa membuat laporan tentang hasil diskusi tersebut.

Metode Kooperatif berstruktur TSTS ini secara teoritis baik berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian terdahulu yang relevan berkaitan dengan keefektifan pembelajaran kooperatif berstruktur Two Stay Two Stray

(TSTS) dapat dijadikan bahan kajian pengembangan penelitian ini.

Berdasarkan paparan diatas maka peneliti ingin mencoba melakukan

penelitian dengan judul: “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran TSTS (Two

Stay Two Stray) terhadap Hasil Belajar Mata Pelajaran IPS pada Materi Sejarah

Siswa Kelas X SMK NU 01 Kendal Tahun Ajaran 2014/2015”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, dalam penelitian ini akan diangkat beberapa permasalahan, yaitu:


(25)

1. Bagaimana Penerapan Model Pembelajaran TSTS (Two Stay Two Stray)

terhadap Hasil Belajar Mata Pelajaran IPS Pada Materi Sejarah Siswa Kelas X SMK NU 01 Kendal Tahun Ajaran 2014/2015?

2. Apakah Penerapan Model Pembelajaran TSTS (Two Stay Two Stray)

dapat meningkatkan Hasil Belajar Mata Pelajaran IPS Pada Materi Sejarah Siswa Kelas X SMK NU 01 Kendal Tahun Ajaran 2014/2015?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan diatas, maka penelitian ini bertujuan:

1. Untuk mengetahui Penerapan Model Pembelajaran TSTS (Two Stay Two Stray) Mata Pelajaran IPS Pada Materi Sejarah Siswa Kelas X SMK NU 01 Kendal Tahun Ajaran 2014/2015.

2. Untuk mengetahui Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran TSTS (Two Stay Two Stray) terhadap Hasil Belajar Mata Pelajaran IPS Pada Materi Sejarah Siswa Kelas X SMK NU 01 Kendal Tahun Ajaran 2014/2015.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan akan memberi manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber referensi oleh pihak yang berkepentingan untuk penelitian lebih lanjut mengenai hasil belajar IPS materi sejarah siswa.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Siswa:


(26)

11

1. Membentuk siswa untuk lebih aktif dalam proses belajar mengajar dan tidak monoton.

2. Memberikan hal baru bagi siswa dalam proses belajar mengajar agar siswa dapat meningkatkan hasil belajarnya dalam mata pelajaran IPS pada materi sejarah.

b. Bagi Guru:

1. Model pembelajaran kooperatif TSTS (Two Stay Two Stray) dapat dijadikan salah satu alternatif mengajar dalam proses pembelajaran IPS sejarah serta sebagai sarana untuk meningkatkan profesionalisme guru dengan segala upaya dan kemandirian untuk mengembangkan model-model pembelajaran yang sudah ada.

c. Bagi Sekolah:

1. Dapat sebagai masukan dalam upaya mewujudkan keberhasilan belajar IPS sejarah setelah penelitian ini dilakukan.

2. Dapat memberikan sumbangan yang baik bagi sekolah dalam usaha perbaikan proses pembelajaran untuk meningkatkan keberhasilan belajar siswa khususnya pada mata pelajaran IPS materi sejarah. d. Bagi Peneliti

Memperoleh pengalaman, wawasan dan pengetahuan tentang penggunaan Model Pembelajaran TSTS (Two Stay Two Stray) dalam materi sejarah mata pelajaran IPS serta dapat kita jadikan sebagai salah satu tolak ukur, supaya keberhasilan belajar juga dapat meningkat. Diharapkan peneliti sebagai calon guru IPS siap melaksanakan tugas sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman.


(27)

E. Batasan Istilah

Pengertian istilah sangat penting artinya karena fungsinya untuk memberikan batasan ruang lingkup dan ini merupakan usaha peneliti untuk menyamakan persepsi antara peneliti dengan pembaca atau pihak-pihak yang terkait agar tidak terjadi kesalahpahaman. Pada penelitian ini yang perlu mendapatkan penegasan istilah adalah:

1. Model Pembelajaran TSTS (Two Stay Two Stray)

Meninjau nama model pembelajaran kooperatif ini, yaitu two stay (dua tinggal) dan two stray (dua berpencar), maka dapat dipahami bahwa pada saat pembelajaran berlangsung, dari sebuah kelompok akan ada 2 siswa yang tetap tinggal di kelompoknya dan dua siswa yang berpencar ke kelompok lain (asumsi ada 4 orang siswa dalam setiap kelompok).

2. Hasil Belajar

Hasil belajar dalam KKBI diartikan sebagai peguasaan atau ketrampilan yang dikembangkan melalui mata pelajaran, lzimnya ditunjukan dengan nilai tes atau agka nilai yang diberikan oleh guru.

Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotorik. Berdasarkan pengertian tersebut, yang dimaksud hasil belajar siswa dalam penelitian ini adalah penguasaan materi pada mata pelajaran IPS materi Sejarah oleh siswa kelas X di SMK NU 01 Kendal.


(28)

13 BAB II

LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori

1. Pengertian Belajar

Belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam perilaku atau potensi perilaku sebagai hasil dari pengalaman atau latihan yang diperkuat.Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Trianto (2009:16) berpendapat bahwa belajar secara umum diartikan sebagai perubahan pada individu yang terjadi melalui pengalaman dan bukan karena pertumbuhan atau perkembangan tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak lahir. Belajar merupakan suatu proses dan bukan semata-mata hasil yang hendak dicapai. Proses itu sendiri berlangsung melalui serangkaian pengalaman sehingga terjadi modifikasi tingkah laku seseorang atau terjadi penguatan pada tingkah laku yang dimiliki sebelumnya. Belajar bukan menghafal dan bukan pula mengingat. Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, keterampilannya, kecakapan dan kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya serta aspek yang ada pada individu. Belajar adalah proses yang diarahkan kepada tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman.

Teori belajar yang diterapkan dalam pembelajaran IPS pada materi Sejarah dengan menggunakan model Two Stay Two Stray ini adalah teori belajar konstruktivistik. Menurut Anita Lie (2010: 55) dukungan teori Konstruktivisme


(29)

sosial Vygotsky telah meletakan arti penting model pembelajaran kooperitif tersebut. Konstruktivisme sosial Vygotsky menekankan bahwa pengetahuan dibangun dan dikonstruksi secara mutual. Peserta didik berada dalam konteks sosiohistoris. Keterlibatan dengan orang lain membuka kesempatan bagi mereka mengevaluasi dan memperbaiki pemahaman.dengan cara ini, pengalaman dalam konteks sosial memberikan mekanisme penting untuk perkembangan peserta didik.

Menurut pandangan teori konstruktivistik diatas, belajar berarti mengkonstruksi makna atas informasi dan masukan-masukan yang masuk ke dalam otak. Belajar yang berarti konstruktif ini sering digunakan untuk menggambarkan jenis belajar yang terjadi selama penemuan ilmiah, invention, diplomasi, dan pemecahan masalah kreatif di dalam kehidupan sehari-hari. Belajar yang bersifat konstruktif ini seperti halnya aktivitas belajar yang dilakukan oleh para ilmuwan, misalnya ketika ilmuwan mencari jawaban tentang alasan terjadinya sesuatu, atau ketika ilmuwan berandai-andai. Untuk memperoleh jawaban tersebut, ilmuwan harus mengeksplorasi dan melakukan eksperimen yang

dilandasi oleh hasrat ingin tahu, kreativitas, kesabaran, dan kerja kelompok (Rifa’i

& Anni, 2011:137).

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar

Dalam Ngalim Purwanto (2009: 102), bahwa belajar adalah suatu proses yang menimbulkan terjadinya suatu perubahan atau pembaharuan dalam tingkah laku dan atau kecakapan. Berhasil atau tidaknya belajar bergantung pada


(30)

15

bermacam-macam faktor. Adapun faktor-faktor itu, dapat kita bedakan menjadi dua golongan:

1) Faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri yang kita sebut faktor individual, yang termasuk faktor individual antara lain: faktor kematangan atau pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi dan faktor pribadi.

a) Faktor Kematangan

Kita tidak dapat mengajar ilmu sosial kepada anak kelas tiga sekolah dasar, atau mengajar ilmu filsafat kepada anak-anak yang baru duduk di bangku sekolah menengah pertama. Semua itu disebabkan karena pertumbuhan mentalnya belum matang untuk menerima pelajaran itu. Mengajarkan sesuatu baru dapat berhasil jika taraf pertumbuhan pribadi telah memungkinkannya, potensi-potensi jasmani atau rohaninya telah matang untuk itu.

b) Kecerdasan

Faktor individu selain kematangan, intelegensi pun turut memegang peranan. Kenyataan menunjukkan bahwa meskipun anak yang berumur 14 tahun ke atas pada umumnya telah matang untuk belajar ilmu sosial, tetapi tidak semua anak-anak tersebut pandai dalam ilmu sosial. Demikian pula halnya dalam mempelajari mata pelajaran dan kecakapan lainnya.

c) Latihan dan ulangan

Sudah terlatih, karena seringkali mengulangi sesuatu, maka kecakapan dan pengetahuan yang dimilikinya dapat menjadi semakin dikuasai dan semakin mendalam. Sebaliknya, tanpa latihan, pengalaman-pengalaman yang telah dimilikinya dapat hilang dan berkurang. Karena latihan, seseorang dapat timbul


(31)

minatnya kepada sesuatu itu. Makin besar pula perhatiannya sehingga memperbesar hasratnya untuk mempelajarinya.

d) Motivasi

Motivasi atau motif intrinsik dapat mendorong seseorang sehingga akhirnya orang itu menjadi spesialis dalam bidang ilmu pengetahuan tertentu. Tidak mungkin seseorang mau berusaha mempelajari sesuatu dengan sebaik-baiknya, jika ia tidak mengetahui betapa pentingnya hasil yang akan dicapai dari belajarnya itu bagi dirinya sendiri.

e) Sifat-sifat pribadi seseorang

Faktor pribadi seseorang turut memegang peranan penting dalam belajar. Tiap orang memiliki sifat dan kepribadian masing-masing yang berbeda. Sifat-sifat kepribadian yang ada pada seseorang sedikit banyak mempengaruhi hasil belajar yang dicapai.

2) Faktor yang ada diluar individu yang kita sebut faktor sosial. Yang termasuk faktor sosial antara lain: faktor keluarga atau keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya, alat-alat yang digunakan untuk mengajar, lingkungan dan kesempatan yang tersedia dan motivasi sosial.

a) Keadaan keluarga

Suasana dan keadaan keluarga yang bermacam-macam turut menentukan bagaimana dan sampai dimana belajar dialami dan dicapai seseorang. Ada keluarga kaya, ada juga keluarga yang miskin, ada keluarga yang mempunyai cita-cita yang tinggi bagi anaknya, ada juga yang biasa- biasa saja. Termasuk dalam


(32)

17

keluarga ini, ada tidaknya atau tersedia tidaknya fasilitas-fasilitas yang diperlukan dalam belajar turut memegang peranan penting pula.

b) Guru dan cara mengajar

Faktor guru dan cara mengajarnya merupakan faktor yang penting pula. Sikap dan kepribadian guru, tinggi rendahnya pengetahuan yang dimiliki guru, dan cara guru dalam mengajar pengetahuan turut menentukan hasil belajar yang dicapai anak.

c) Alat-alat pelajaran

Sekolah yang cukup memiliki alat-alat dan perlengkapan yang diperlukan untuk belajar ditambah dengan cara mengajar yang baik dari guru, kecakapan guru dalam menggunakan alat tersebut akan mempermudah dan mempercepat belajar siswa.

d) Motivasi sosial

Anak dapat menyadari apa guna belajar dan apa tujuan yang hendak dicapai dengan belajar jika diberi rangsangan, atau diberi motivasi yang baik dan sesuai. Motivasi sosial dapat timbul pada anak dari orang-orang lain di sekitarnya, seperti tetangga, sanak saudara yang berdekatan, teman-teman. Pada umumnya motivasi semacam ini diterima anak tidak dengan sengaja dan tanpa sadar.

e) Lingkungan dan kesempatan

Faktor lingkungan dan kesempatan mempengaruhi proses dan hasil belajar dari siswa juga. Banyak anak-anak yang tidak dapat belajar dengan baik dan tidak dapat mempertinggi belajarnya, karena tidak adanya kesempatan yang disebabkan


(33)

oleh sibuknya pekerjaan setiap hari, pengaruh lingkungan yang buruk dan negatif serta faktor-faktor lain yang terjadi di luar kemampuannya.

3. Prinsip Pembelajaran

Prinsip belajar adalah konsep-konsep ataupun asas (kaidah dasar) yang harus diterapkan di dalam proses belajar-mengajar ini mengandung maksud bahwa pendidik akan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik apabila dapat menerapkan cara mengajar sesuai dengan prinsip-prinsip mengajar. Menurut Slameto (2003: 27), berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar adalah: 1) Dalam belajar setiap siswa harus diusahakan partisipasi aktif, meningkatkan

minat, dan membimbimng untuk mencapai tujuan instruksional.

2) Belajar harus dapat menimbulkan penguatan dan motivasi yang kuat pada siswa untuk mencapai tujuan instruksional.

3) Belajar perlu lingkungan yang menantang dimana anak dapat mengembangkan kemampuannya bereksplorasi dan belajar dengan efektif.

4) Belajar perlu ada interaksi siswa dengan lingkungannya.

Rogers dalam Dimyati dan Mudjiono (2009: 16) mengemukakan pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan. Prinsip pendidikan dan pembelajaran tersebut sebagai berikut:

1) Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.


(34)

19

3) Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru, sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.

4) belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses-proses belajar, keterbukaan belajar mengalami sesuatu, bekerja sama dengan melakukan pengubahan diri terus-menerus.

5) Belajar yang optimal akan terjadi, bila siswa berpartisipasi secara bertanggung jawab dalam proses belajar.

6) Belajar mengalami (experiental learning) dapat terjadi, bila siswa mengevaluasi dirinya sendiri. Belajar mengalami dapat memberi peluang untuk belajar kreatif, self evalution dan kritik diri. Hal ini berarti bahwa evaluasi dari instruktur bersifat sekunder. Belajar mengalami menuntut keterlibatan siswa secara penuh dan sungguh-sungguh.

B. Hakekat Pembelajaran IPS

Pengorganisasian bahan pengajaran IPS di SMK sumbernya dari berbagai ilmu sosial yang diintegrasikan menjadi satu ke dalam mata pelajaran. Dengan demikian pengajaran IPS di SMK merupakan bagian integral dari bidang studi. Namum ketika membicarakan suatu topik yang berkaitan dengan sejarah, bahan – bahan pengajaran bisa dibicarakan secara lebih tajam. Ada dua bahan kajian IPS, yaitu bahan kajian pengetahuan sosial mencakup lingkungan sosial, yang terdiri atas ilmu bumi, ekonomi dan pemerintahan dan bahan kajian sejarah meliputi perkembangan masyarakat Indonesia sejak lampau hingga masa kini. Mengajar IPS sejarah pada tingkat menengah kejuruan memerlukan stimulan yang besar serta berbagai variasi pendekatan untuk mendapatkan partisipasi peserta didik.


(35)

Akan tetapi kondisi kelas juga harus tetap dijaga supaya tidak kehilangan kendali dan disiplin. Selain itu diharapkan juga pengajar harus selalu antusias dalam kelas, yaitu :

(1) partisipasi peserta didik melalui ketrampilan latihan, (2) partisipasi peserta didik melalui penelitian, dan (3) partisipasi peserta didik melalui Diskusi.

Partisipasi peserta didik dalam melalui ketrampilan latihan, yang bisa dilakukan ialah dengan membuat catatan. Hal ini disebabkan karena buku catatan mampu menyimpan semua hasil belajar di kelas, seperti ringkasan, diagram, chart dan gambar. Dalam partisipasi peserta didik melalui penelitian, yang bisa dilakukan ialah berupa pembuatan kegiatan suatu proyek yang dapat memberikan keaktifan kepada peserta didik yang kurang begitu tertarik dalam mempelajari materi sejarah. Sedangkan dalam partisipasi peserta didik dilakukan melalui diskusi merupakan salah satu aktivitas yang dapat melatih kemampuan mental peserta didik dalam menghadapi situasi tertentu, karena mental merupakan isi penting dalam perkembangan peserta didik. Peserta didik yang aktif dalam kegiatan ini akan terlatih berpikir kritis dan mengembangkan kerangka jiwanya untuk menghadapi setiap masalah, membentuk pengertian terhadap fakta sejarah dan melatih dirinya untuk membuat suatu kesimpulan. Bahannya tidak berbentuk permasalahan atau pertanyaan saja, tetapi dapat pula berupa diskusi setelah mereka mengamati suatu model dramatisasi peristiwa sejarah yang diperagakan oleh temannya.


(36)

21

Sejarah adalah studi keilmuan tentang segala sesuatu yang telah dialami manusia di waktu lampau dan yang telah meninggalkan jejak-jejaknya di waktu sekarang I Gde Widja (1998:91). Sementara itu, Subagyo (2010:1) berpendapat bahwa sejarah adalah ilmu tentang manusia yang hidup di masa lalu. Sejarah berkaitan dengan ilmu hanya apabila sejarah mengkaji tentang kerja keras manusia dan pencapaian yang diperolehnya. Sejarah mengutamakan kajian tentang orang-orang yang “menaklukan daratan dan lautan tanpa istirahat”

daripada tentang mereka yang “hanya berdiri dan menunggu”.

Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa sejarah adalah ilmu tentang kehidupan manusia dimasa lampau yang meninggalkan jejak di masa sekarang untuk kehidupan yang lebih baik dimasa yang akan datang. Oleh karena itu, sejarah sangat berguna dipelajari di sekolah dengan berbagai tujuan yang positif.

Pengajaran IPS sejarah bertujuan agar siswa memperoleh kemampuan untuk berfikir historis dan memahami sejarah. Melalui pengajaran IPS sejarah, diharapkan siswa mampu mengembangkan kompetensi untuk berfikir secara kronologis dan memiliki pengetahuan tentang masa lampau yang dapat digunakan untuk memahami dan menjelaskan proses perkembangan dan perubahan masyarakat serta keragaman sosial budaya dalam rangka menemukan dan menumbuhkan jati diri bangsa di tengah-tengah kehidupan masyarakat dunia. Tujuan pengajaran IPS sejarah bagi siswa menurut Hill, yaitu :


(37)

a) Secara unik memuaskan rasa ingin tahu anak tentang orang lain, kehidupan, tokoh-tokoh, perbuatan dan cita-citanya yang dapat menumbuhkan kegairahan dan kekaguman.

b) Mewariskan kebudayaan dari umat manusia, penghargaan terhadap sastra, seni serta cara hidup orang lain.

c) Melatih tertib intelektual yaitu ketelitian dalam memahami dan ekspresi, menimbang bukti, memisahkan yang penting dari yang tidak penting, antara propaganda dan kebenaran.

d) Melalui pelajaran IPS sejarah dapat dibandingkan kehidupan sekarang dan masa yang akan datang.

e) Pelajaran IPS sejarah memberikan latihan dalam pemecahan masalah-masalah atau pertentangan dunia masa kini.

f) Mengajarkan siswa untuk berpikir sejarah, menggunakan masa lampau untuk mempelajari masa sekarang dan yang akan datang.

g) Mengajarkan siswa untuk berpikir kreatif. h) Untuk menjelaskan masa sekarang.

i) Untuk menjelaskan sejarah bahwa status apapun dari ini adalah hasil dari apa yang terjadi pada masa lampau, dan apa yang akan terjadi pada hari ini mempengaruhi masa depan.

j) Menikmati IPS sejarah.

k) Membantu siswa akrab dengan unsur-unsur dalam IPS sejarah.

Menurut Depdiknas (2005), pengajaran IPS sejarah di sekolah juga berfungsi untuk menyadarkan siswa akan adanya proses perubahan dan


(38)

23

perkembangan masyarakat dalam dimensi waktu dan untuk membangun perspektif serta kesadaran sejarah dalam menemukan, memahami, dan menjelaskan jati diri bangsa di masa lalu, masa kini dan masa depan di tengah-tengah perubahan dunia. Tujuan pelajaran IPS sejarah menjadi tujuan bagi setiap manusia di dunia yang selalu menginginkan kehidupan yang bahagia, adil, dan makmur. Manusia sadar bahwa kehidupan itu tidak akan tercapai jika tidak diperjuangkan sekuat tenaga, seperti yang telah diketahui oleh manusia pada masa lampau.

Tujuan pembelajaran IPS sejarah yang ingin dicapai menurut I Gde Widja adalah untuk mengembangkan tiga aspek (ranah) kemampuan yaitu: aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik I Gde Widja (1989:27-28). Ketiga aspek kemampuan tersebut merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan seperti dalam tujuan akhir pembelajaran IPS sejarah. Konsekuensinya adalah pengembangan-pengembangan konsep-konsep sejarah (aspek kognitif) tidak dilepaskan dari pengembangan sikap dan nilai (aspek afektif). Agar konsep dan nilai sejarah tersebut berkembang secara optimal maka subyek didik memiliki ketrampilan intelektual (aspek psikomotor) serta terlihat aktif secara fisik, mental, dan emosional dalam pembelajarannya (Semiawan, 1987:7).

Pada hakekatnya, tujuan belajar IPS pada materi sejarah yaitu untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, dan ketrampilan. Tujuan tersebut disesuaikan dengan Dasar Negara dan Kurikulum Pendidikan Sejarah yang dilaksanakannya. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran IPS pada sejarah di sekolah yaitu untuk meningkatkan dan


(39)

menyadarkan generasi muda untuk mengembangkan dan memahami pengetahuan, sikap, dan ketrampilan yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yang berdasarkan pancasila.

C. Metode Pembelajaran Kooperatif Berstruktur Two Stay Two Stray

(TSTS)

1. Pengertian Metode Mengajar

Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode diperlukan oleh guru dan penggunaannya bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai setelah pengajaran berakhir. Seorang guru tidak akan dapat melaksanakan tugasnya bila guru tidak menguasai satupun metode mengajar yang telah dirumuskan dan dikemukakan para ahli psikologi dan pendidikan (Djamarah, 2002: 72).

Dalam kegiatan belajar mengajar, guru tidak harus terpaku dengan satu metode, tetapi guru sebaiknya menggunakan metode yang bervariasi agar jalannya pengajaran tidak membosankan, tetapi mampu menarik perhatian anak didik. Namun penggunaan metode yang bervariasi tidak akan menguntungkan kegiatan belajar mengajar bila penggunaannya tidak tepat dan sesuai dengan situasi yang mendukungnya dan dengan kondisi anak didik.

Metode menurut I Gde Widja, (1989: 2) adalah cara atau teknik mengerjakan sesuatu. Dalam kegiatan belajar mengajar metode diartikan sebagai teknik atau cara yang merupakan seperangkat sarana untuk menunjang strategi mengajar. Metode berasal dari kata Method yang berarti cara. Berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran di sekolah maka setiap pendidik harus dapat memilih


(40)

25

dan mampu menerapkan metode pengajaran yang baik dan tepat, agar terjadi interaksi eduktif yang produktif. Pemberian kecakapan dan pengetahuan kepada anak didik merupakan proses pengajaran yang dilakukan oleh guru dengan menggunakan metode-metode pengajaran tertentu. Hal ini disebut dengan metode pengajaran. Metode pengajaran adalah suatu cara untuk menyampaikan materi agar materi pelajaran tersebut dapat diterima oleh siswa dengan mudah.

Penggunaan metode belajar sangat tergantung pada kemampuan guru dalam menggunakan metode pengajaran, pada intinya untuk mengefektifkan komunikasi belajar dan mengajar antara peserta didik dan pendidik (Djamarah, 2002: 75). Dari kutipan beberapa pendapat tersebut di atas penulis mengambil kesimpulan bahwa metode pengajaran adalah suatu cara yang ditempuh oleh seorang guru untuk menyampaikan pelajaran yang merupakan bagian dari strategi mengajar sehingga siswa mampu menguasai materi pelajaran dengan baik.

Pemberian kecakapan dan pengetahuan kepada peserta didik merupakan proses pengajaran yang membutuhkan penggunaan metode yang tepat sehingga segala informasi dan pengetahuan yang disampaikan oleh seorang guru kepada siswanya mampu terserap secara baik. Semakin bervariasi metode pengajaran yang digunakan oleh seorang guru akan semakin berkurang kejenuhan yang dialami oleh peserta didik dalam hal ini adalah siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. Metode diskusi atau kooperatif bestruktur Two Stay Two Stray

digunakan oleh guru adalah dalam rangka untuk membangkitkan minat dan meningkatkan hasil belajar siswa terhadap pelajaran IPS materi sejarah.


(41)

Secara teori metode yang dapat digunakan dalam pengajaran IPS materi sejarah dapat dipilih dari sekian banyaknya metode mengajar yang telah tersedia. Namun dalam prakteknya setiap pendidik harus mampu memilih dan mampu menerapkan metode pengajaran yang baik dan tepat untuk setiap pokok bahasan yang akan disampaikan. Pemilihan metode juga berhubungan dengan model pembelajaran yang dikembangkan oleh seorang pendidik.

Pengajaran yang baik dalam pembelajaran IPS materi sejarah maupun mata pelajaran yang lain, metode, pendekatan dan model pembelajaran yang dipilih merupakan alat komunikasi yang baik bagi pengajar dan peserta didik. Sehingga setiap pengajaran dan setiap uraian dari isi pembelajaran dapat ditangkap dan diserap oleh siswa serta dapat memberikan motivasi belajar dan meningkatkan hasil belajar bagi peserta didik tersebut.

2. Metode Kooperatif Berstruktur Two Stay Two Stray (TSTS)

a. Pengertian Two Stay Two Stray (TSTS)

Meninjau nama model pembelajaran kooperatif ini, yaitu two stay (dua tinggal) dan two stray (dua berpencar), maka dapat dipahami bahwa pada saat pembelajaran berlangsung, dari sebuah kelompok akan ada 2 siswa yang tetap tinggal di kelompoknya dan dua siswa yang berpencar ke kelompok lain (asumsi ada 4 orang siswa dalam setiap kelompok).

Metode kooperatif berstruktur Two Stay Two Stray dikembangkan pertama kali oleh Spencer Kagan pada tahun 1992. Struktur TSTS yaitu salah satu model pembelajaran kooperatif yang memberikan kesempatan kepada kelompok membagikan hasil dan informasi kepada kelompok lain Anita Lie ( 2010: 61).


(42)

27

Model pembelajaran kooperatif ini dapat digunakan oleh guru pada berbagai mata pelajaran dan berbagai tingkatan usia siswa.

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan model pembelajaran kooperatif berstruktur Two Stay Two Stray merupakan teknik pembelajaran dengan struktur kelompok yang khas yang bertujuan agar siswa belajar bekerja sama, bertanggung jawab, saling membantu memecahkan masalah dan saling mendorong untuk berprestasi serta melatih siswa agar dapat bersosialisasi dengan baik.

Menurut Agus Suprijono (2009:93) metode Two Stay Two Stray atau metode dua tinggal dua tamu. Pembelajaran dengan metode itu diawali dengan pembagian kelompok. Setelah kelompok terbentuk guru memberikan tugas berupa permasalahan-permasalahan yang harus mereka diskusikan jawabannya. Setelah diskusi intrakelompok usai, dua orang dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya untuk bertamu pada kelompok yang lain. Anggota kelompok yang tidak dapat tugas sebagai duta (tamu) mmempunyai kewajiban menerima tamu dari suatu kelompok. Tugas mereka adalah menyajikan hasil kerja kelompok mereka kepada tamu tersebut. Dua orang yang bertugas sebagai tamu diwajibkan bertamu kepada semua kelompok. Jika mereka telah usai menunaikan tugasnya, mereka kembali ke kelompoknya masing-masing. Setelah kembali ke kelompok asal, baik peserta dididk yang bertugas bertamu maupun mereka yang bertugas menerima tamu mencocokan dan membahas hasil kerja yang telah mereka tunaikan.


(43)

Guru membuat kelompok yang heterogen dengan alasan memberi kesempatan siswa untuk saling mengajar dan saling melengkapi, interaksi antar gender serta memudahkan pengelolaan kelas karena masing-masing kelompok memiliki siswa berkemampuan tinggi, yang dapat membantu temannya dalam memecahkan suatu permasalahan dalam kelompok. Dari beberapa uraian diatas bahwa model TSTS mempunyai ciri-ciri khusus yaitu kelompok belajar terdiri dari 4 orang, dimana 2 orang tinggal dikelompoknya sebagai sumber informasi atau yang akan mempresentasikan hasil kerja kelompoknya kepada 2 orang dari kelompok lain. Kemudian 2 orang lagi bertamu untuk mencari informasi dari kelompok lain.

Gambar 1 Struktur Kelompok Metode Kooperatif TSTS


(44)

29

Menurut Anita Lie (2010 : 61) terdapat sebelas langkah penerapan model TSTS, adapun langkah-langkahnya sebagai berikut :

1. Guru menyampaikan indikator dan tujuan pembelajaran.

2. Guru menggali pengetahuan siswa tentang materi yang akan dipelajari melalui tanya jawab.

3. Guru mempresentasikan tata cara pembelajaran kooperatif Two Stay Two Stray (Dua Tinggal Dua Tamu).

4. Guru memberikan pengarahan tentang hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam pembelajaran kooperatif seperti : semua anggota kelompok bertanggung jawab atas keberhasilan belajar anggota kelompoknya, menghargai pendapat teman, saling membantu selama proses pembelajaran, membagi tugas individu sehingga semua anggota mempunyai tanggung jawab yang sama dalam mempelajari materi.

5. Siswa dibagi dalam kelompok, masing-masing kelompok beranggotakan 4 orang siswa.

6. Guru memberikan beberapa tugas dan pertanyaan yang harus diselesaikan siswa secara berkelompok.

7. Siswa bekerja sama dalam kelompok tersebut, yang disebut dengan kelompok awal. Dalam kelompok awal ini siswa berdiskusi tentang semua permasalahan yang diberikan oleh guru.

8. Setelah selesai, dua siswa dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya dan bertamu ke kelompok lain. Dalam kelompok ini, siswa berbagi informasi tentang berbagai permasalahan yang telah dipecahkan


(45)

dalam kelompok awal. Kelompok ini disebut dengan kelompok bertamu dan bertamu ke kelompok tersebut.

9. Dua siswa yang tinggal dalam kelompok awal bertugas membagikan hasil kerja dan informasi kepada 2 siswa yang bertamu ke kelompok tersebut. 10. Setelah batas waktu bertamu dan menerima tamu habis, tamu mohon diri

untuk kembali ke kelompok awal dan melaporkan hasil tukar informasi dari kelompok lain.

11. Siswa yang bertamu ke kelompok lain dan siswa yang bertugas menerima tamu dari kelompok lain saling mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja siswa.

Berdasarkan uraian diatas tentang pembelajaran TSTS memiliki kelebihan bahwa setiap siswa jadi lebih aktif karena setiap siswa mempunyai aktivitas dan tanggung jawab masing-masing untuk kelompoknya, dapat meningkatkan motivasi belajar siswa karena setiap siswa mempunyai tanggung jawab belajar baik untuk dirinya sendiri maupun kelompoknya, prestasi dan daya ingat saat bertamu, meningkatkan kreativitas misalnya berkaitan dengan bagaimana cara mereka menyajikan hasil kerja kelompok mereka kepada tamu (anggota kelompok lain) yang berkunjung ke kelompoknya.

D. Hasil Belajar

Proses belajar mengajar dapat dikatakan berhasil apabila setiap guru memiliki pandangan masing-masing sejalan dengan filsafatnya. Akan tetapi, untuk menyamakan persepsi sebaiknya berpedoman pada kurikulum yang berlaku


(46)

31

mengajar tentang suatu bahan pengajaran dinyatakan berhasil apabila tujuan instruksionalnya dapat tercapai” adapun banyak pendapat para ahli tentang hasil belajar akan dijelaskan lebih rinci.

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan-tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah yakni:

a. Ranah Kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

b. Ranah Afektif, berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisai, dan internalisasi.

c. Ranah Psikomotoris, berkenaan dengan hasil belajar ketrampilan dan kemampuan bertindak.

Ketiga ranah tersebut menjadi penilaian hasil belajar. Diantara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi pengajaran. Menurut Bloom (dalam Chatarina, dkk, 2011:86) menjelaskan, ranah kognitif berdasarkan Taksonomi Bloom yang telah disempurnakan oleh Anderson terdiri dari enam aspek/ kategori proses kognitif yaitu mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Hierarki ranah kognitif tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:


(47)

a. Mengingat (remembering)

Mengingat adalah kemampuan paling rendah dalam ranah kognitif, yang didefinisikan sebagai pemanggilan ulang informasi (recalling information). Contoh kata kerja yang digunakan adalah sebutkan (cite), pilihlah (choose), tunjukkan (show), jodohkan (match), dan sebagainya.

b. Memahami (understanding)

Pemahaman selalu berhubungan dengan menjelaskan ide atau konsep. Pada tingkat ini, siswa dapat memahami maksud dari informasi dengan cara menafsirkan dan mengartikan apa yang telah dipelajarinya. Kata kerja yang dgunakan seperti hubungkan (associate), deskripsikan (describe), jelaskan (explain), definisikan (define), diskusikan (discuss), dan sebagainya.

c. Mengaplikasikan/ menerapkan (applying)

Penerapan mengacu pada kemampuan menggunakan materi pembelajaran dalam situasi yang baru dan nyata yang meliputi aplikasi suatu peraturan, metode, konsep, prinsip, hukum, dan teori. Dicirikan dengan kata kerja sesuaikan (adapt), aplikasikan (apply), peragakan (demonstrate), berikan gagasan (construct), gambarkan (illustrate), dan sebagainya.

d. Menganalisis (analyzing)

Analyzing, evaluating, dan creating tergolong dalam kemampuan berpikir kritis. Menganalisis didefinisikan dengan kemampuan siswa memecah informasi menjadi bagian-bagian untuk mengeksplorasi pemahaman dan hubungannya yang menjadi bagian-bagian untuk mengeksplorasi pemahaman dan hubungannya, yang


(48)

33

ditunjukkan dengan kata kerja analisis (analyze), susun (arrange), bandingkan (compare), hubungkan (relate), dan sebagainya.

e. Mencipta (creating)

Penciptaan selalu berhubungan dengan kemampuan menciptakan ide baru atau sudut pandang. Siswa diharapkan mampu untuk mencipta ide dan informasi baru menggunakan apa yang telah dipelajari sebelumnya, yang ditunjukkan dengan kata kerja seperti lakukan (act), kumpulkan (assemble), kombinasikan (combine), susun (compile), kembangkan (develop), dan sebagainya.

Hasil Belajar merupakan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar (Chatarina, dkk, 2004:4). Perolehan aspek-aspek perilaku tergantung pada apa yang dipelajari oleh pembelajar. Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotorik (Sudjana 1999:3).

Prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai oleh siswa dalam mengikuti program pengajaran pada waktu tertentu dalam bentuk nilai. Hasil belajar siswa adalah akumulasi nilai pada raport. Bermacam-macam prestasi diantaranya adalah: prestasi baik, prestasi cukup, prestasi kurang. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam prestasi belajar antara lain: faktor individu, faktor lingkungan belajar, dan faktor materi pembelajaran. Beberapa cara untuk menentukan hasil belajar dengan menggunakan tes tertulis, tes lisan, tes perbuatan atau ketrampilan proses.

Untuk menumbuhkan motivasi belajar dalam rangka untuk meraih prestasi, dapat dilakukan dengan berbagai upaya diantaranya adalah sebagai


(49)

berikut: 1. Menumbuhkan keyakinan dan percaya diri bahwa seseorang dapat melaksanakan tugas atau belajar dengan baik, dan keyakinan tersebut akan mampu berkembang bila ada upaya yang bersungguh-sungguh. 2. Dalam melaksanakan tugas atau belajar untuk mencapai prestasi dilakukan dengan rasa ikhlas dan senang, serta mempunyai tujuan yang jelas. 3. Antara tujuan yang ingin dicapai dan keberhasilan yang dicapai pada diri seseorang ada keterkaitannya. Berbagai hasil penelitian, sebagaimana diungkapkan oleh Noehi Nasution (1993 : 8), telah menunjukkan hubungan erat antara IQ dengan hasil belajar di sekolah. Hasil belajar di sekolah dapat dijelaskan dengan IQ, yaitu kecerdasan yang diukur dengan tes intelgensi. Anak-anak yang mempunyai IQ 90 – 100 pada umumnya akan mampu menyelesaikan sekolah dasar tanpa kesukaran, sedang anak-anak yang mempunyai IQ 70 – 89 pada umumnya akan memerlukan bantuan khusus untuk dapat menyelesaikan sekolah dasar. Pada sisi lain, pemuda yang mempunyai IQ di atas 120 pada umumnya akan mempunyai kemampuan untuk belajar di perguruan tinggi (Djamarah, 2002:161).

Menurut B.S Bloom (dalam Chatarina, dkk, 2011:86) untuk mendapatkan hasil belajar kognitif seseorang memiliki 6 (enam) tingkatan kognitif, yaitu: (1) pengetahuan (knowledge), yaitu sebagai perilaku mengingat atau mengenali informasi (materi pembelajaran) yang telah dicapai sebelumnya, (2) pemahaman (Comprehention), yaitu sebagai kemampuan memperoleh makna dari materi pembelajaran. Hal ini ditujukan melalui penerjemahan materi pembelajaran, (3)penerapan (application), yaitu penerapan yang mengacu pada kemampuan menggunakn pembelajaran yang telah dipelajari di dalam situasi baru dan konkrit.


(50)

35

Ini mencakup penerapan hal-hal seperti aturan, metode, konsep, prinsip-prinsip,dalil dan teori, (4) analisis (analysis), yaitu mengacu pada kemampuan memecahkan materi ke dalam bagian-bagian sehingga dapat dipahami struktur organisasinya. Hal ini mencakup identifikasi bagian-bagian, analisis antar bagian, dan mengenali prinsip-prinsip pengorganisasian, (5) sintesis (synthesisa), yaitu mengacu pada kemampuan menggabungkan bagian-bagian dalam rangka membentuk struktur yang baru. Hal ini mencakup komunikasi yang unik (tema atau percakapan), perencanaan operasional (proposal), atau seperangkat hubungan yang abstrak (skema untuk mengklasifikasi informasi), (6) penilaian (evaluation), yaitu mengacu pada kemampuan membuat keputusan tentang nilai materi pembelajaran untuk tujuan tertentu.

Menurut Gagne dan Briggs (dalam Chatarina, dkk, 2011:90) hasil belajar pada proses belajar ditentukan oleh 5 (lima) faktor, diantaranya:

1. Informasi Verbal (Verbal Information) Yang dimaksud adalah pengetahuan awal/dasar yang memiliki seseorang dan dapat diungkapkan dalam bentuk bahasa, lisan dan tulisan. Apabila siswa hendak belajar/menerima pelajaran suatu pokok bahasan, maka pengetahuan awal sebelum pokok bahasan diberikan siswa harus sudah menguasai.

2. Kemahiran Intelektual (Intelektual Skill) yang dimaksud adalah kemampuan untuk berhubungan dengan lingkungan hidup dan dirinya sendiri dalam bentuk suatu representasi. Intelektual atau kecerdasan bila dikembangkan dapat berupa Intellegece Quotient (IQ), Intellegence emotional (IE), Spiritual Intellegence (IS). IQ berhubungan dengan intelegensi atau kecerdasan otak, IE


(51)

berkaitan dengan emosi atau tingkat pengendalian diri, IS berhubungan dengan tingkat keyakinan kepada Tuhan.

3. Strategi kognitif (pengaturan kegiatan kognitif) merupakan aktivitas mentalnya sendiri, sedangkan ruang gerak kemahiran intelektual adalah representasi dalam kesadaran terhadap lingkungan hidup dan diri sendiri. Strategi kognitif mencakup, penggunaan konsep dan kaidah yang telah dimiliki, terutama bila sedang menghadapi suatu problem.

4. Ketrampilan Motorik ( Motor Skill) Yang dimaksud adalah kemampuan melakukan suatu rangkaian gerak-gerik jasmaniah dalam urutan tertentu yang terkoordinir dan terpadu. Ciri khas dari ketrampilan motorik adalah otomatisme, yaitu rangkaian gerak-gerik tertentu.

5. Sikap (Attitude) Kecenderungan menerima atau menolak suatu obyek berdasarkan penilaian terhadap obyek itu serta berguna/berharga atau tidak sering dinyatakan sebagai suatu sikap dan hal bila dimungkinkan adanya berbagai tindakan. Misalnya seorang siswa harus mengambil tindakan/keputusan, apakah belajar untuk menghadapi ujian, atau nonton film dengan temannya pada waktu yang sama.


(52)

37

E.Kerangka Berfikir

Gambar 2. Kerangka Berpikir penelitian Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran TSTS (Two Stay Two Stray) terhadap Hasil Belajar Siswa Mata Pelajaran IPS Pada Materi Sejarah Kelas X.

TSTS (Two Stay Two Stray)

1. Model pembelajar yang inovatif dan aktif membuat siswa tidak merasa jenuh.

2. Dirancang untuk melatih anak berbicara aktif dan menikmati proses belajar diskusi yang menyenangkan.

3. Selain itu siswa dilatih untuk siap menyampaikan hasil dari diskusi kelompoknya terhadap kelompok lain.

Proses pembelajaran IPS materi sejarah

Fakta yang ditemui:

1. Siswa kurang aktif saat mengikuti pembelajaran IPS materi sejarah.

2. Siswa tidak tidak konsentrasi karena jenuh. 3. Siswa kurang mau berpendapat.

4. Guru masih menggunakan metode ceramah.

Siswa merasa bosan karena proses pembelajaran monoton, perlu adanya inovasi agar siswa aktif dan tidak jenuh


(53)

F. Hipotesis

Berdasarkan kerangka berpikir yang telah diuraikan diatas, maka hipotesis yang penulis ajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Ho

Tidak ada pengaruh hasil belajar sejarah siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran TSTS (Two Stay Two Stray).

2. Ha

Ada pengaruh hasil belajar sejarah siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran TSTS (Two Stay Two Stray)


(54)

39 BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah cara atau jalan yang ditempuh dalam melaksanakan penelitian. Untuk mendapatkan hasil yang optimal maka penelitian harus berdasarkan pada metode yang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya meliputi:

A. PENDEKATAN PENELITIAN

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif jenis eksperimen. Sugiyono (2010: 107) menyatakan bahwa penelitian eksperimen adalah metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan. Menurut Margono (2009: 110) penelitian eksperimen merupakan suatu percobaan yang dirancang secara khusus guna membangkitkan data yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan penelitian.

Penelitian yang akan dilakukan merupakan jenis penelitian Quasi Eksperimen. Quasi Eksperimen merupakan metode eksperimen yang mengikuti prosedur dan memenuhi syarat eksperimen seperti kelompok kontrol, pemberian perlakuan, serta pengujian hasil. Namun dalam pengontrolan variable hanya dilakukan terhadap satu variable yang dipandang paling dominan (Sukmadinata, 2009: 58-59). Desain ini hampir sama dengan pretest-posttest control group design, hanya pada desain ini kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tidak dipilih secara random.


(55)

Tabel 1. Desain Penelitian Eksperimen

Kelompok Pre Test Treatment Post Tes

Eksperimental X

Kontrol -

Keterangan:

: Pre Test Kedua Kelompok : Post Test Kedua Kelompok X : Treatment atau perlakuan

Pada penelitian ini terdapat 2 kelompok yang akan diteliti yaitu kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Prosedur penelitian ini meliputi langkah-langkah sebagai berikut:

a. Mengambil 2 kelas penelitian, yaitu 1 kelas sebagai kelas eksperimen dan 1 kelas kontrol.

b. Menyusun instrumen penelitian yang meliputi perangkat pembelajaran, lembar kerja siswa, lembar observasi, soal Pre-Test dan soal Post-Test.

c. Melakukan uji coba perangkat test, serta menghitung validitas dan reliabilitas. d. Memberikan pre-test pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

e. Memberikan perlakuan sebanding, pada kelompok eksperimen pembelajaran dilakukan dengan penerapan model pembelajaran TSTS (Two Stay Two Stray)

pada materi sejarah mata pelajaran IPS dan pada kelompok kontrol diberikan metode yang biasa digunakan oleh guru.


(56)

41

g. Menghitung perbedaan antara hasil Pretest dan Posttest untuk masing-masing kelompok.

h. Perbandingan perbedaan-perbedaan tersebut, untuk menentukan apakah penerapan perlakuan X itu berkaitan dengan perubahan yang lebih besar pada kelompok eksperimental.

i. Menggunakan Uji-t untuk menentukan apakah perbedaan dalam hasil tes itu signifikan.

j. Melakukan analisis Regresi untuk mengetahui adanya pengaruh penerapan model pembelajaran TSTS (Two Stay Two Stray) terhadap hasil belajar IPS materi sejarah.

B.TEMPAT PENELITIAN

Tempat pelaksanaan penelitian ini adalah di SMK NU 01 Kendal dengan Jl. Pekauman Kendal 51313 Tlp.(0294) 5790156 Fax.(0294) 3686427 email:smknu01@yahoo.co.id

C.POPULASI PENELITIAN

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMK NU 01 Kendal tahun ajaran 2014/2015 yang terdiri dari 12 kelas. Ke-12 kelas tersebut dianggap homogen, dengan alasan:

1. Kesamaan alokasi waktu mata pelajaran IPS materi sejarah untuk setiap kelas. 2. Siswa-siswa tersebut berada dalam semester yang sama.

3. Penempatan siswa di setiap kelas secara heterogen (tidak ada kelas favorit). 4. Kesamaan sarana dan prasarana pembelajaran yang digunakan.


(57)

5. Siswa-siswa tersebut mendapatkan pengajaran yang sama dengan kurikulum yang ada di SMK NU 01 Kendal dengan guru pengajar yang sama.

D.SAMPEL PENELITIAN

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Sampling Purposive. Teknik ini dipakai karena pengambilan sampel tidak memberi peluang/ kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Teknik penentuan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu. Sampel pada penelitian ini terdiri dari dua kelas yang diambil dengan teknik Sampling Purposive (purposif sampel).

E.VARIABEL PENELITIAN

Variabel merupakan objek peneliti atau yang menjadi titik perhatian dalam suatu penelitian.

1. Variabel Bebas

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel terikat (Arikunto, 2009: 119). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran. Pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran TSTS (Two Stay Two Stray).

2. Variabel Terikat

Variabel terikat adalah variabel akibat adanya variabel bebas (Arikunto, 2009: 119). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar siswa yang berupa nilai tes mata pelajaran IPS pada materi sejarah kelas X SMK NU 01 Kendal tahun ajaran 2014/2015 yang diperoleh setelah proses pembelajaran.


(58)

43

F. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Mengumpulkan data adalah aktifitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan (Sanjaya, 2006:205).

1. Observasi

Observasi awal dilakukan dengan pengamatan terhadap kondisi fisik sekolah, meliputi kondisi bangunan sekolah, ketersediaan sarana prasarana pembelajaran, kurikulum, media pembelajaran yang digunakan dan hasil belajar siswa pada pokok bahasan sebelumnya. Observasi lanjutan dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan proses pembelajaran IPS materi sejarah menggunakan metode pembelajaran TSTS (Two Stay Two Stray).

2. Dokumentasi

Metode Dokumentasi dilakukan untuk mengambil data nama-nama siswa yang mendukung penelitian, profil sekolah, dan foto-foto yang diambil saat penelitian. Dokumentasi ini sebagai bukti otentik bahwa penelitian ini benar-benar dilakukan sebagaimana yang telah dirancang sebelumnya.

3. Tes

Metode tes adalah pengumpulan data yang bertujuan untuk mengetahui hasil dari perlakuan Test merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan. Untuk mengerjakan tes ini tergantung dari petunjuk yang diberikan misalnya: melingkari salah satu huruf di depan pilihan jawaban, menerangkan, mencoret jawaban yang salah, melakukan tugas atau suruhan, menjawab secara lisan, dan sebagainya (Arikunto, 2009:52).


(59)

Bentuk tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk tes objektif. Tes objektif adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat dilakukan secara objektif. Hal ini memang dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dari tes esai. Dalam penggunaan tes objektif ini jumlah soal yang diajukan jauh lebih banyak dari pada tes esai. Kadang-kadang untuk tes yang berlangsung selama 60 menit dapat diberikan 30-40 buah soal (Arikunto, 2009:164).

Tes objektif ini akan di ujikan kepada kelas kontrol dan kelas eksperimen. Tes objektif yang dimaksud dalam penelitian ini bentuk tes pilihan ganda (multiple choice test). Metode ini dipilih, karena dianggap sebagai metode yang paling tepat dalam rangka mencari pemecahan yang terdapat dalam penelitian yang menjadi dasar penulisan skripsi ini. Tes yang digunakan pada penelitian ini adalah:

a. Pre Test

Pre test merupakan uji untuk menyamakan kedudukan masing-masing kelompok sebelum dilakukan eksperimen pada sampel penelitian. Dalam penelitian ini yang digunakan sebagai nilai pre test yaitu hasil pre test siswa kelas X Busana Butik 1 dan X Busana Butik 2 sebelum diberikan perlakuan.

b. Post Test

Post test merupkan uji akhir eksperimen atau tes akhir, yaitu tes yang dilaksanakan setelah eksperimen. Tujuan post test ini adalah untuk mendapatkan bukti pengaruh pembelajaran TSTS terhadap hasil belajar IPS materi sejarah siswa


(60)

45

kelas X SMK NU 01 Kendal. Langkah-lagkah penyusunan perangkat tes antara lain sebagai berikut:

1) Menentukan materi pelajaran 2) Menentukan alokasi waktu 3) Membuat kisi-kisi soal

4) Membuat perangkat tes, yakni dengan menulis petunjuk/pedoman mengerjakan serta membuat kunci jawaban

5) Menganalisis hasil tes

G.UJI COBA INSTRUMEN

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data yang diharapkan agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah.

Uji coba dilakukan diluar sampel, tepi yang akan diuji cobakan dikelas X yang telah mendapatkan materi tersebut dengan tujuan untuk mengetahui butir-butir soal yang diuji cobakan sudah memenuhi syarat tes yang baik atau tidak. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: validitas, reliabilitas, daya beda, dan tingkat kesukaran.

1. Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya, instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu


(61)

mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat (Arikunto, 2013: 69) Pengujian validitas intermal dapat menggunakan dua cara, yaitu analisis faktor dan analisis butir. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis butir dengan menskor hasil jawaban yang kemudian ditabulasi dan dimasukkan dalam korelasi product moment, dengan rumus:

Keterangan: (Arikunto, 2013: 70)

= koefisien korelasi x dan y N = jumlah responden

X = jumlah skor butir soal Y = Jumlah skor total yang benar

Hasil perhitungan validitas soal adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Hasil Perhitungan Validitas Soal

Kriteria No butir soal Jumlah

Valid 1, 2, 3, 4, 6, 8, 9, 12, 13, 15, 16, 17, 18, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38

30

Tidak valid 5, 7, 10, 11, 14, 19, 30, 31, 39, 40 10

Perhitungan selengkapnya terdapat pada lampiran 27.

2. Realibilitas.



2 2

2

 

2

Y X -XY Y Y N X X N N rxy          


(62)

47             

 2 2

11 S pq S 1 -k k r

Reliabilitas menunjukkan bahwa suatu instrumen cukup dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrument tersebut sudah baik (Arikunto, 2013: 86). Suatu tes dapat dikatakan reliabel jika dapat memberikan hasil yang tetap apabila diteskan berkali-kali atau dengan kata lain hasil – hasil tersebut tetap.

keterangan:

r11: reliabilitas tes secara keseluruhan

p: proporsi subjek yang menjawab item dengan benar

q: proporsi subjek yang menjawab item dengan salah (q = p - 1)

k: banyaknya butir soal

S: standar deviasi dari tes

Berdasarkan perhitungan reliabilitas diperoleh harga r

11 sebesar 0.8099

termasuk kategori reliabel. Hasil selengkapnya terdapat pada lampiran 27. 3. Daya Pembeda.

Daya pembeda soal adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang kursng pandai (berkemampuan rendah). Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi, disingkat D. Indeks diskriminasi ini berkisar antara 0,00 – 1,00 (Arikunto, 2013:211).

Daya pembeda soal dari masing-masing soal digunakan dengan tujuan untuk mengetahui kualitas soal tersebut dalam membedakan siswa yang pandai


(63)

dengan siswa yang tidak pandai. Langkah-langkah untuk menghitung daya pembeda soal adalah sebagai berikut:

a. Merangking skor hasil tes uji coba, yaitu megurutkan hasil tes siswa mulai dari skor tertinggi sampai dengan skor terendah.

b. Mengelompokkan seluruh peserta tes menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok atas dan kelompok bawah.

Untuk menghitung daya pembeda soal pilihan ganda dapat digunakan rumus sebagai berikut A B A JS JB JB

DP  atau

B B A JS JB JB

DP  (Arikunto, 2013:214) Keterangan:

= jumlah siswa kelompok atas yang menjawab soal dengan benar.

= jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar.

= jumlah siswa kelompok atas yang menjawab soal dengan salah.

= jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab soal dengan salah. Klasifikasi daya pembeda dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: DP = 0,00 adalah sangat jelek

0,00 < DP ≤ 0,20 adalah jelek 0,20 < DP ≤ 0,40 adalah cukup 0,40 < DP ≤ 0,70 adalah baik

0,70 < DP ≤ 1,00 adalah sangat baik (Arikunto, 2013: 218).

Hasil perhitungan daya pembeda dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: A JB B JB A JS B JS


(64)

49

Tabel 3. Hasil Perhitungan Daya Beda Soal

Kriteria DP No Butir Soal Jumlah

Sangat Jelek - -

Jelek 7,11,30,31,39,40 6

Cukup 5,8,9,10,14,17,19,32,34,35 10

Baik

1,2,3,4,6,12,13,15,16,18,20,21,22,23,25,26,27, 29,36,37,38

21

Sangat baik 24,28,33 3

Perhitungan selengkapnya terdapat pada lampiran 27. 4. TingkatKesukaran.

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar, dengan perhitungan tingkat kesulitan soal dapat diketahui soal yang mudah atau sukar yang ditujukan dengan indeks kesukaran soal. Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya sesuatu soal disebut indeks kesukaran

(difficulty index) (Arikunto, 2013:207-208).Untuk menguji kesukaran atau indeks kesukaran butir soal digunakan rumus sebagai berikut:

IK =

B A

B A

JS JS

JB JB

 

Keterangan:

IK=Tingkat kesukaran

= Jumlah yang benar pada butir soal kelompok atas


(65)

= Banyaknya siswa pada kelompok atas

= Banyaknya siswa pada kelompok bawah

Indeks kesukaran dapat diklasifikasikan sebagai berikut: IK = 0, 00 adalah soal terlalu sukar

0, 00 < IK ≤ 0, 30 adalah soal sukar 0, 30 < IK ≤ 0, 70 adalah soal sedang 0, 70 < IK ≤ 1, 00 adalah soal mudah

Tabel 4. Hasil Perhitungan Tingkat Kesukaran

Kriteria No. Butir Soal Jumlah

Sukar 35 1

Sedang

1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 19, 21, 22, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31,

32, 33, 34, 36, 37, 38, 39, 40

35

Mudah 2, 18, 20, 23 4

Berdasarkan hasil analisis validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda soal maka jumlah soal yang memenuhi kriteria sebagai alat ukur sebanyak 30 butir yaitu soal nomor 1, 2, 3, 4, 6, 8, 9, 12, 13, 15, 16, 17, 18, 20, 21, 22 , 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38. Perhitungan selengkapnya terdapat pada lampiran 27.

H.TEKNIK ANALISIS DATA

Dalam penelitian yang dilaksanakan, analisis data terbagi menjadi tiga tahap yaitu, analisis data populasi, analisis data tahap awal, dan analisis data tahap akhir.


(1)

Lampiran 29

Uji Keberartian Koefisien Korelasi

Untuk menguji keberartian koefisien korelasi digunakan uji t dengan rumus:

-t(1-a)(n- 2) t(1-a)(n- 2)

Berdasarkan rumus tersebut diperoleh:

34 2

1

-Pada a = 5% dan dk = (34-2) = 32 diperoleh t(0,975)(32) =

Karena t berada pada daerah penolakan Ho, berarti bahwa koefisien korelasi ini signifikan. Apabila t berada pada daerah penerimaan Ho, yaitu -t(1-1/2a)(n-2) < t < t(1-1/2a)(n-2), berarti

bahwa koefisien korelasi tidak signifikan.

= 0,60 = 4,207

0,356

2,04

-2,04 2,04 4,207

t

Daerah penerimaan

Ho

Daerah penolakan Ho Daerah

penolakan Ho

Daerah penerimaan

Ho

Daerah penolakan Ho Daerah

penolakan Ho xy 2 xy

r

1

2

n

r

t


(2)

Lampiran 30

Gambar 3. Foto-foto Penelitian

Gambar a : Gedung SMK NU 01 Kendal

Sumber : Primer, Tahun 2015

Gambar b : Pelaksanaan uji coba pada kelas uji coba

Sumber : Primer, Tahun 2015


(3)

Gambar c : Pembelajaran Pada Kelas Kontrol

Sumber : Primer, Tahun 2015

Gambar d : Pelaksanaan Pre Test Kelas Kotrol

Sumber : Primer, Tahun 2015


(4)

Gambar e : Pelaksanaan

TSTS

di Kelas Eksperimen

Sumber : Primer, Tahun 2015

Gambar f : Pelaksanaan Post Test di Kelas Eksperimen

Sumber : Primer, Tahun 2015


(5)

Lampiran 31


(6)

Lampiran 32


Dokumen yang terkait

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray(Dua Tinggal Dua Tamu) Dengan Pendekatan Nilai Untuk meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Konsep Cahaya

0 6 192

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray Terhadap Keterampilan Menyimak Siswa Kelas V MIN 15 Bintaro Jakarta Selatan

1 10 130

Perbedaan hasil belajar ips siswa dengan menggunakan pembelajaran kooperatif teknik inside outside circle dan two stay two stray

0 12 0

Perbedaan Hasil Belajar Antara Siswa yang Menggunakan Metode Pembelajaran Two Stay Two Stray dan Jigsaw Pada Konsep Pencernaan

2 14 198

Pengaruh teknik kooperatif Two Stay Two Stray (TSTS) dengan Guided Note Taking (GNT) terhadap hasil belajar siswa pada konsep archaebacteria dan eubacteria: kuasi eksperimen di SMA Negeri 1 Kota Tangerang Selatan.

0 9 243

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STRAY TWO STAY TERHADAP HASIL BELAJAR PKn SISWA KELAS X IPS 1 SMA YADIKA BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

1 15 95

perbedaan hasil belajar peserta didik menggunakan pendekatan sts, sets, dan stem pada pembelajaran konsep virus

3 22 77

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN TWO STAY TWO STRAY TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN MEMBERIKAN PELAYANAN KEPADA PELANGGAN SMK NEGERI 1 MEDAN TAHUN PEMBELAJARAN 2014/2015.

0 2 27

(ABSTRAK) UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TSTS (TWO STAY TWO STRAY) PADA MATA PELAJARAN SEJARAH KELAS XI IPS 4 MAN 2 PATI TAHUN AJARAN 2009/2010.

0 1 2

PenGARUH MOdel PeMBelAJARAn kOOPeRATIF TIPe TWO STAY TWO STRAY (TSTS) TeRHAdAP HASIl BelAJAR IPA

0 0 5