Analisis Boraks SNI, 1991 BORAKS 1. Sifat Kimia dan Fisik Boraks

masalah ginjal adalah individu yang paling rentan terkena pengaruh toksik dari boron Siegel dan Wason, 1986. Sehubungan dengan tidak adanya cukup bukti mengenai sifat karsinogen dalam penelitian terhadap tikus, boron diklasifikasikan sebagai grup IVC, yang berarti kemungkinan tidak bersifat karsinogen terhadap manusia National Toxicology Program, 1987. Data yang dihasilkan dari beberapa studi terhadap anjing dan tikus mengindikasikan bahwa boron menyebabkan atropi testis dan kerusakan sperma, yang mengakibatkan infertilitas. Pada penelitian terhadap hewan, angka NOAEL yang teramati adalah 350 ppm ekuivalen dengan 17.5 mgkg berat badan perhari. Dari nilai tersebut, nilai ADI Acceptable Daily Intake diturunkan sebagai berikut: ADI = 17.5 mgkg berat badan per hari = 0.035 mgkg berat badan per hari 500 Keterangan: • 17.5 mgkg berat badan adalah angka NOAEL atropi testicular dan kerusakan sperma tikus jantan yang didapat dari studi selama 2 tahun. • 500 merupakan faktor ketidakpastian x10 untuk variasi intraspesies, x10 untuk variasi interspesies, dan x5 untuk gradien kurva dosis-respon.

3. Analisis Boraks SNI, 1991

Salah satu metode pengukuran boraks adalah mengukur jumlah asam borat dengan metode SNI 1991. Proses kerjanya meliputi beberapa tahapan dengan tujuan menentukan jumlah asam borat secara asidimetri. Tahap pertama dalam analisis ini adalah penghancuran senyawa organik melalui proses pengarangan dan pengabuan, sehingga yang tersisa adalah mineral, CO 2 , dan H 2 O. Mie mempunyai pH ± 8.0. Pada pH tersebut, boraks tidak akan mengalami perubahan menjadi asam borat, karena hal itu hanya terjadi jika pH lebih rendah dari 7.0. Jika pH berada pada kisaran 6-11, senyawa boraks dapat berubah menjadi ion poliborat, yaitu B 4 O 5 OH 4 2- . Adanya penambahan NaOH 10 pada tahap ini dimaksudkan untuk mengubah ion poliborat menjadi garam borat yang stabil, sesuai dengan reaksi: B 4 O 5 OH 4 2- + 2 Na + + 8 H 2 O Na 2 [B 4 O 5 OH 4 ].8H 2 O Tahap kedua adalah ekstraksi asam borat dari senyawa boron dalam kondisi asam. Reaksi terjadi antara senyawa boron dengan HCl dan akuades panas menurut persamaan berikut: Na 2 [B 4 O 5 OH 4 ] + 3 H 2 O + 2 HCl 2 NaCl + 4 H 3 BO 3 Selanjutnya, larutan disaring sehingga larutan yang mengandung asam borat bebas akan terpisah dengan padatan yang tidak terlarut. Kertas saring yang digunakan untuk memisahkan larutan mungkin saja masih menyisakan borat. Jadi, pada tahap ketiga, dilakukan pengabuan kembali, kali ini terhadap kertas saring, untuk mengambil borat yang tertinggal. Dengan pengabuan, senyawa organik akan hancur, sehingga yang tersisa adalah mineral boron. Penambahan air kapur dimaksudkan untuk memberi suasana basa agar terbentuk ion poliborat B 4 O 5 OH 4 2- . Abu kertas saring kemudian ditambah HCl dan CaCl 2 . Di sini, Ca akan membentuk kompleks dengan boron dalam kondisi asam. B 4 O 5 OH 4 2- + Ca 2+ CaB 4 O 5 OH 4 Di tahap keempat, semua karbonat dalam larutan diendapkan oleh kapur dalam kondisi alkalis. Karena pada tahap sebelumnya pH larutan diatur menjadi asam, maka perlu penambahan NaOH untuk mengembalikan kondisi pH menjadi basa. Untuk menghilangkan sisa-sisa karbonat yang mungkin tertinggal dalam larutan borat, dilakukan penambahan H 2 SO 4 . H 2 SO 4 mengikat karbonat dengan cara bereaksi dengan kompleks CaB 4 O 5 OH 4 . CaB 4 O 5 OH 4 + H 2 SO 4 + 3 H 2 O CaSO 4 + 4 H 3 BO 3 Selanjutnya larutan dipanaskan untuk mengeluarkan CO 2 . Sebelum masuk ke tahap berikutnya, kondisi asam akibat penambahan H 2 SO 4 dinetralkan terlebih dahulu dengan penambahan NaOH. Tahap kelima, yang merupakan tahap terakhir, adalah penentuan asam borat menggunakan metode asidimetri. Asam borat bebas direaksikan dengan manitol. Salah satu hasil reaksinya adalah H + . Reaksi yang terjadi dapat digambarkan sebagai berikut: CH 2 OH HO C H H 3 BO 3 + HO C H BO 4 CH 4 + H + + H 2 O H C OH H C OH CH 2 OH H + yang dilepaskan dari reaksi di atas selanjutnya dinetralkan oleh NaOH melalui titrasi. Dengan demikian, jumlah asam borat dalam sampel dapat diketahui 1 ml NaOH 0.2 N ≈ 0.0124 g H 3 BO 3 . E. ELEKTROFORESIS Elektroforesis merupakan cara pemisahan fraksi-fraksi suatu zat berdasarkan pergerakan partikel bermuatan atau ion-ion makromolekul di bawah pengaruh medan listrik. Dalam medium tertentu, molekul-molekul yang bermuatan ini akan bergerak ke arah elektroda yang polaritasnya berlawanan apabila diberi arus listrik Nur dan Adijuwana, 1988. Pergerakan partikel bermuatan tersebut dapat terjadi karena perbedaan ukuran, bentuk, muatan, atau sifat kimia molekul. Semakin besar muatan, semakin cepat molekul bergerak. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemisahan suatu senyawa dengan menggunakan elektroforesis di antaranya adalah sistem buffer, suhu, waktu, dan besar arus listrik. Semakin tinggi arus yang digunakan, semakin pendek waktu yang dibutuhkan. Konsekuensinya, suhu yang dihasilkan juga meningkat Tanojo, 1992. Jenis elektroforesis yang umum digunakan dalam pemisahan molekul protein adalah polyacrilamide gel electrophoresis PAGE. Keuntungan pemakaian PAGE ini adalah ukuran pori-pori gelnya dapat diatur, gel transparan, mudah diwarnai, inert, tidak bereaksi dengan sampel, dan tidak bermuatan Laemmli, 1970. Gel dibuat dengan cara menyuntikkan larutan poliakrilamid ke dalam celah di antara dua buah plat kaca yang berjarak 0.5-1.5 mm sehingga terbentuk gel yang tipis Tampubolon, 2000. Menurut Westermeier 1997, keuntungan penggunaan gel yang tipis adalah pemisahan protein terjadi dengan cepat, pita-pita yang dihasilkan lebih jelas, pewarnaan lebih cepat, dan sensitivitasnya tinggi. Gambar 2. Reaksi polimerisasi akrilamid Reaksi pembentukan poliakrilamid dimulai oleh reaksi antara radikal- radikal bebas yang terbentuk dari amonium persulfat dengan akrilamid sehingga terbentuk akrilamid yang aktif. Akrilamid aktif akan bereaksi dengan molekul akrilamid lain dengan proses yang sama sehingga dihasilkan rantai polimer yang panjang Nur dan Adijuwana, 1988. Untuk dapat membentuk gel, diperlukan N,N’-metilen-bis-akrilamid yang bertindak sebagai cross- linking agent. Ukuran pori gel ditentukan oleh jumlah akrilamid yang digunakan per unit volume medium reaksi dan derajat ikatan silangnya Boyer, 1986. Hal ini dapat dikontrol dengan memilih konsentrasi yang tepat dari akrilamid dan pereaksi penginduksi ikatan silang. Semakin besar konsentrasi akrilamid yang digunakan, semakin kecil ukuran pori-pori gel. Sebagian besar protein yang telah dipisahkan melalui gel tidak dapat langsung terlihat oleh mata, sehingga perlu dikembangkan metode untuk memvisualisasinya setelah elektroforesis selesai. Pewarna yang umum digunakan untuk mewarnai protein ialah coomassie brilliant blue. Setelah dikeluarkan dari perangkat elektroforesis, gel berisi protein direndam dalam larutan pewarna yang mengandung asam dan alkohol. Larutan ini mendenaturasi protein, menahannya di dalam gel sehingga tidak dapat tercuci, dan memudahkan pewarna untuk mengikatnya. Kelebihan pewarna kemudian dicuci, sehingga terlihatlah protein sebagai pita biru. Sedikitnya 0.1-1.0 µg protein di dalam gel dapat divisualisasi menggunakan coomassie brilliant blue. Pita protein yang telah divisualisasi kemudian diukur mobilitas elektroforetiknya. Menurut Copeland 1994, mobilitas relatif protein Rf merupakan jarak migrasi pita dibagi jarak migrasi dye. Berat molekul sampel yang dicari ditentukan dari mobilitas pada gel berdasarkan standar berat molekul yang digunakan Tampubolon, 2000.

1. SDS-PAGE