Kadar abu masing-masing sampel dapat dilihat pada Lampiran 2. Analisis dengan Anova One-Way, yang hasilnya dapat dilihat pada
Lampiran 10, menunjukkan bahwa kadar abu antara sampel tidak berbeda nyata p0.05.
4. Kadar Protein
Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh, karena zat ini di samping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga
berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak
dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Metode Kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar
dalam bahan makanan secara tidak langsung, karena sebenarnya yang diukur dalam metode ini adalah kadar nitrogennya. Pengalian hasil
pengukuran dengan faktor konversi 5.71 akan menghasilkan nilai kadar protein. Angka 5.71 merupakan faktor konversi untuk tepung gandum.
SNI 1992 mensyaratkan kadar protein mie basah minimum 3 bb atau 4.6 bk. Sementara itu, kadar protein rata-rata mie basah matang
dalam penelitian adalah 11.27 bk, jauh lebih besar daripada syarat SNI. Hal ini disebabkan, di dalam adonan mie itu sendiri, tepung terigu Segitiga
telah mengandung protein 11.20 bk, dan tepung Cakra Kembar telah mengandung protein 14.00 bk. Dengan penggunaan tepung 100 g
Segitiga:Cakra=1:1, untuk menghasilkan 138 g adonan yang berkadar air 31.25 bb, diharapkan kadar protein mie maksimum 11.44 bk. Jadi,
kadar protein yang diperoleh dalam penelitian ini sesuai dengan harapan. Perbedaan formulasi terhadap keenambelas sampel mie ternyata
menghasilkan nilai kadar protein yang tidak berbeda nyata p0.05. Kesimpulan ini diambil berdasarkan pengujian menggunakan Anova One-
Way terhadap kadar protein seluruh sampel. Hasil analisis tersebut ditampilkan dalam Lampiran 11. Gambar 9 pada halaman 63
menggambarkan kadar protein dari masing-masing sampel. Untuk lebih jelasnya, nilai kadar protein masing-masing sampel juga dimuat dalam
Lampiran 2.
Penelitian yang dilakukan Fagbenro dan Jauncey 1994 menunjukkan fenomena yang hampir sama dengan yang terjadi pada mie
matang yaitu tidak terdapat perubahan kadar proksimat. Pemberian formaldehid 5 mlkg silase dan tanpa pemberian formaldehid tidak
menghasilkan kandungan protein kasar, lemak kasar, dan kadar abu yang berbeda. Namun ada pula penelitian lain yang mengunakan formaldehid
sebagai pengawet, yang menunjukkan adanya perubahan pada kandungan proksimat. Menurut Ang dan Hultin 1989, formaldehid dapat memberikan
perubahan yang kompleks pada silase ikan yang diawetkan dengan formaldehid. Protein cenderung untuk beragregasi dan kehilangan kelarutan
karena pembentukan ikatan non kovalen di antara molekul. Namun, berhubung metode Kjeldahl hanya mengukur protein secara kasar, yaitu
berdasarkan jumlah nitrogen, maka semua nitrogen dalam protein yang mungkin berikatan silang akan terlepas dalam tahap destruksi. Akibatnya
nitrogen dapat terukur sehingga kadar protein kasarnya tidak berbeda nyata di antara perlakuan.
2 4
6 8
10 12
14
O K
O + B
3 7
5 K +
B3 7
5 O +
B 7
5 K +
B7 5
O + F
5 5
.2 K +
F 5
5 .2
O + F
1 1
.4 K + F
1 1
.4 O +
F 3
6 8
K + F
3 6
8
O +
B 3
75+ F
5 5.
2
K +
B 3
75+ F
5 5.
2
O +
B 7
5 +
F 11
0. 4
K +
B 7
5 +
F 11
0. 4
Kode sampel K
a dar
p rot
ei n
bk
Gambar 9. Pengaruh penambahan aditif terhadap kadar protein mie
5. Kadar Lemak