Jika boraks yang tertahan di dalam produk akhir dibandingkan dengan formaldehid yang ada dalam produk akhir, akan diperoleh hubungan
yang berbanding lurus secara linier, seperti terlihat pada Gambar 17. Jadi, secara umum peningkatan kadar boraks dapat menyebabkan peningkatan
penyerapan formaldehid. Dugaan sementara adalah ikatan silang dapat terbentuk bukan hanya antara formaldehid dan protein atau boraks dan
protein, melainkan juga antara formaldehid, boraks, dan protein.
Gambar 17. Hubungan formaldehid dengan boraks dalam mie matang
C. DAYA CERNA PROTEIN
Enzim yang bereaksi dengan protein memiliki spesifisitas tertentu. Enzim tripsin bersifat spesifik terhadap grup karboksil dari asam amino lisin
70 75
80 85
90 95
O K
O+ B3
75 K+B
3 75
O+ B7
50 K+B
7 50
O+ F
5 5
.2 K+
F 5
5 .2
O+F1 10
.4 K+
F110.4 O+
F36 8
K+F3680 O+
B 3
7 5
+ F
5 5
.2
K+ B
3 7
5 +
F 55
.2
O +
B7 50+
F 1
1 .4
K+B 7
5 +
F 11
0. 4
Kode sampel Daya cer
na pr otei
n
y = 0 . 2 2 5 6 x + 1 6 . 7 0 7 R
2
= 0 . 7 9 0 3
5 1 0
1 5 2 0
2 5 3 0
3 5 4 0
4 5
2 0 4 0
6 0 8 0
1 0 0 1 2 0
[ B o r a k s ] m g 2 7 0 g m i e m a t a n g [Formaldehi
d ] mg
270 g mi
e mata
ng
dan arginin, enzim peptidase bersifat spesifik terhadap ikatan peptida yang berdekatan dengan ikatan karboksil, sedangkan enzim kimotripsin
mengkatalisis hidrolisis ikatan peptida yang berdekatan dengan grup karboksil dari asam amino aromatik. Sebagian besar protein yang berada dalam struktur
alami native cukup tahan terhadap enzim proteolitik. Namun, di dalam pencernaan, protein terekspos dengan pH ekstrim sehingga strukturnya berubah
menjadi mudah bereaksi dengan molekul enzim. Perubahan struktur ini menjadikan protein lebih rentan terhadap proteolisis. Jadi, kecepatan dan
jumlah proteolisis dapat dijadikan indikator denaturasi protein. Gambar 18. Pengaruh penambahan aditif terhadap daya cerna protein mie
Gambar 18 menunjukkan bahwa penurunan daya cerna protein lebih terlihat pada mie yang mengandung boraks, dibandingkan mie yang hanya
mengandung formaldehid. Nilai biologis protein dapat menurun karena kerusakan asam amino esensial atau reaksi ikatan silang yang mengurangi
kemampuan hidrolisis enzim terhadap protein Damodaran dan Paraf, 1997. Boraks mampu berikatan silang dengan protein sehingga menurunkan daya
cerna. Di pihak lain, setelah mencapai konsentrasi tertentu, boraks juga mampu mendenaturasi protein sehingga meningkatkan daya cerna. Di dalam penelitian
ini, tingkat konsentrasi boraks yang digunakan rupanya memungkinkan terbentuknya ikatan silang. Di dalam penelitiannya, Motoki et al. 1987
menyatakan bahwa, film yang mengandung kasein yang terikat silang dapat dicerna oleh kimotripsin namun pada kecepatan yang lebih lambat
dibandingkan protein yang belum termodifikasi. Ikatan silang juga dapat menurunkan daya cerna lisosim oleh larutan pepsin-pankreatin sebesar 30
Miller dan Gerrard, 2005. Ikatan silang tidak hanya bisa terjadi karena adanya boraks. Formalin
juga mampu membentuk ikatan silang metilen di antara protein pada ε-amino
grup dari lisin. Ikatan pada komponen metilen ini masih dapat dihidrolisis pada kondisi asam-pepsin sehingga protein dapat terlepas. Namun, jika kadar
formaldehid terlalu tinggi, ikatan irreversibel dapat terjadi dan asam amino lisin rusak Fagbenro dan Jauncey, 1994. Hasil penelitian terhadap silase ikan
yang dilakukan Fagbenro dan Jauncey tersebut menunjukkan bahwa koefisien dapat dicerna coefficient of digestibility silase yang mengandung formaldehid
mengalami penurunan dibandingkan perlakuan tanpa formaldehid. Akan tetapi, dalam kasus mie basah matang ini, yang terjadi adalah daya cerna protein
paling tinggi justru dicapai pada mie yang mengandung formaldehid dalam jumlah paling tinggi. Penurunan daya cerna baru terjadi apabila formaldehid
dikombinasikan dengan boraks. Saat ini baru diketahui bahwa formaldehid bisa meningkatkan water
holding capacity WHC, sehingga selama perebusan mie semakin menyerap air panas, dan semakin banyak denaturasi yang terjadi. Seperti telah dikatakan
sebelumnya, salah satu indikator adanya denaturasi adalah semakin cepatnya proteolisis. Proteolisis juga bisa dipicu oleh pH ekstrim. Dari penelitian
pendahuluan, diketahui bahwa pH larutan formaldehid yang digunakan dalam penelitian ini sangat rendah, yaitu 3.8. Suhu tinggi selama perebusan dan
pengeringan mie serta pH ekstrim menyebabkan struktur protein berubah. Perubahan struktur menjadikan protein lebih rentan terhadap enzim proteolisis.
Seiring dengan semakin besarnya proteolisis, selisih pH sebelum penambahan enzim dengan pH setelah perlakuan enzim pun menjadi semakin besar. Namun,
penjelasan di atas hanya mungkin terjadi bila ikatan silang antara formaldehid dan protein bersifat reversibel, yaitu pada konsentrasi formaldehid rendah.
Sebaliknya, jika konsentrasi formaldehid sangat tinggi, ikatan silang dengan protein terjadi secara irreversibel sehingga tingginya daya cerna protein pada
konsentrasi formaldehid tinggi belum dapat dijelaskan. Oleh karena itu, hasil penelitian ini tidak langsung menunjukkan
bahwa mie matang yang mengandung formaldehid dan boraks aman untuk dikonsumsi. Berdasarkan data-data penelitian lainnya, penggunaan formaldehid
sebagai firming agent menyebabkan kualitas inferior pada makanan yang dihasilkan berdasarkan analisis lisin tersedia. Selain itu asam amino esensial
lain juga rusak akibat penggunaan formaldehid Sotelo et al., 1995. Percobaan jangka pendek in vivo yang dilakukan pada tikus Sprague-Dawley,
menghasilkan penurunan berat badan pada jumlah formaldehid 100 mgkg berat badan per hari. Percobaan in vivo jangka panjang pada tikus, yang
diberikan formaldehid 82 mgkg berat badan per hari melalui air minumnya, menunjukkan terjadinya perubahan jaringan pada lambung tikus WHO, 2002.
Contoh kasus lainnya, penelitian in vivo terhadap tikus Sprague-Dawley, yang diberi ransum dengan jumlah boraks 87.5 mgkg berat badan selama 90 hari,
menunjukkan terjadinya penurunan berat organ dan perubahan sistem reproduksi WHO, 1998.
D. SOLUBILITAS