Daya Cerna Protein In Vitro Teknik Multi Enzim Analisis Data

Bobot sampel g Kadar boraks = 0.1750.113 x Kadar H 3 BO 3

4. Daya Cerna Protein In Vitro Teknik Multi Enzim

Sampel digiling halus hingga lolos ayakan 80 mesh kemudian disuspensikan dalam akuades sampai diperoleh konsentrasi 6.25 mg proteinml. Sebanyak 50 ml suspensi sampel dimasukkan ke dalam gelas piala dan diatur pH-nya menjadi 8.0 dengan HCl 0.1 N atau NaOH 0.1 N. Sampel diinkubasi dalam penangas air 37 o C lalu diaduk selama 5 menit. Larutan multi enzim 1.6 mg tripsin, 3.1 mg kimotripsin, dan 1.3 mg peptidase per 1 ml akuades ditambahkan sebanyak 5 ml ke dalam suspensi protein sambil tetap diaduk dalam penangas air 37 o C saat penambahan enzim dicatat sebagai menit ke-0. Perubahan pH dicatat pada menit ke-10. Y = 210.464 – 18.103 8 – X Keterangan: X = Selisih pH menit ke-0 dengan pH menit ke-10 Y = Daya cerna protein

5. Analisis Solubilitas Protein a. Persiapan Sampel untuk Solubilitas Sathe, 1994

Sampel mie dikeringkan kemudian dihaluskan menjadi tepung. Tepung mie dihilangkan lemaknya dengan aseton dingin 4 o C menggunakan magnetic stirrer sampel:solven = 1:5. Endapan disaring dengan kertas saring. Residu disaring dan diekstraksi lagi dengan cara di atas. Residu yang tersisa dikeringkan dan dihaluskan. Sebanyak 2 g tepung mie yang telah dihilangkan lemaknya distirrer dalam 20 ml NaOH 0.1 M pada suhu ruang selama 30 menit. Selanjutnya, endapan disentrifugasi 5 000 rpm, 30 menit. Supernatan digunakan untuk analisis solubilitas metode Bradford.

b. Pengukuran Solubilitas Protein Metode Bradford

Pereaksi Bradford dibuat dengan melarutkan 100 mg coomassie brilliant blue G250 dalam 50 ml etanol 95, kemudian ditambah 100 ml asam fosfat 85 dan diencerkan dengan akuades sampai 1 liter. Larutan standar dibuat dengan menggunakan protein BSA. Sebanyak 100 mg BSA ditambah dengan 50 ml akuades atau 0.1 M NaCl, dikocok pelan- pelan, dan setelah larut diencerkan sampai 100 ml. Konsentrasi akhir larutan stok untuk standar ini adalah 1 mgml. Selanjutnya, dibuat larutan standar dengan konsentrasi 0.1, 0.2, 0.3, 0.4, 0.6, dan 0.8 mgml. Masing-masing konsentrasi larutan standar dipipet 0.1 ml dan ditambahkan 5 ml pereaksi Bradford. Larutan sampel dipipet sebanyak 0.1 ml dan direaksikan dengan 5 ml pereaksi Bradford. Blanko dibuat dengan cara mengganti sampel dengan akuades dalam jumlah yang sama. Setelah 5 menit, absorbansi masing-masing campuran reaksi diukur pada =595 nm. Kurva standar dibuat dengan menghubungkan kadar protein BSA sumbu X dan nilai absorbansi sumbu Y. Dengan menggunakan kurva standar yang telah diperoleh, konsentrasi protein dalam masing- masing sampel dapat ditentukan. Persamaan kurva standar: Y = aX + b Keterangan: X = konsentrasi BSA mgml Y = absorbansi Protein terlarut mg = X x faktor pengenceran Solubilitas = Protein terlarut x 100 Kadar protein mg per 100 mg tepung mie

c. Perubahan Solubilitas Protein akibat Perubahan pH

Sebanyak 1 ml sampel dicampur dengan 9 ml akuades kemudian ditetesi HCl 0.05 N atau NaOH 0.05 N sehingga dicapai variasi pH 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, dan 11. Semua tabung disentrifus 2 500 rpm 10 menit. Konsentrasi protein pada filtrat diukur menggunakan pereaksi Bradford.

d. Perubahan Solubilitas Protein di dalam Larutan Garam

Sebanyak 1 ml sampel dicampur dengan 9 ml akuades kemudian garam amonium sulfat ditambahkan sehingga tercapai konsentrasi 20, 30, 40, 50, 60, dan 70. Semua tabung disentrifus 2 500 rpm, 10 menit. Konsentrasi protein pada filtrat diukur menggunakan pereaksi Bradford.

6. Elektroforesis a. Persiapan Sampel untuk Elektroforesis

Sampel disiapkan seperti pada tahap persiapan sampel untuk analisis solubilitas protein. Selanjutnya, supernatan yang berisi protein didialisis menggunakan membran semipermeabel berukuran pori 8 000 Da. Kantung dialisis berisi larutan protein direndam dalam akuades selama 24 jam. Proses ini dibantu dengan adanya pengadukan menggunakan magnetic stirrer. Larutan protein yang telah didialisis siap digunakan untuk elektroforesis.

b. SDS-PAGE dan Native-PAGE

SDS-PAGE menggunakan separating gel dengan konsentrasi 10, sedangkan native-PAGE menggunakan separating gel dengan konsentrasi 5. Berbeda dengan separating gel, konsentrasi stacking gel yang digunakan dalam dua jenis elektroforesis ini sama, yaitu 5. Untuk SDS-PAGE, standar yang dipakai hanya satu, yaitu protein LMW Low Molecular Weight, sementara native-PAGE menggunakan dua standar, yaitu protein LMW dan protein HMW High Molecular Weight. Tahapan-tahapan di dalam elektroforesis dapat dilihat pada diagram alir di Gambar 5. Keterangan selengkapnya mengenai larutan- larutan elektroforesis, prosedur pengerjaan, dan kurva standar elektroforesis dapat dilihat pada Lampiran 18, Lampiran 19, dan Lampiran 20. Gambar 5. Diagram alir tahapan dalam elektroforesis

7. Analisis Data

Data pengukuran sifat fisik dan kimia dianalisis secara statistik dengan Anova-One Way yang dilanjutkan dengan uji Duncan. Sampel dinyatakan berbeda atau tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95. Pembuatan separating gel dan stacking gel Preparasi dan penyuntikan sampel Perangkaian alat elektroforesis Pengoperasian elektroforesis running Pewarnaan gel staining Penghilangan warna destaining Perhitungan BM protein

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK FISIK MIE BASAH MATANG

1. Warna

Pengukuran warna bisa dilakukan secara subjektif dan objektif. Penilaian secara subjektif sangat tergantung pada interpretasi masing- masing panelis terhadap visual produk. Sebelum direbus, mie basah mentah yang masih segar berwarna kekuningan. Warna kuning ini berasal dari pigmen-pigmen flavonoid yang dilepaskan dari pati pada kondisi alkali. Oleh karena itu, semakin tinggi penambahan formaldehid, warna kuning mie semakin memudar. Bahkan, mie basah mentah dengan penambahan formaldehid 3680 mgkg air perebus memiliki warna putih. Hal ini disebabkan formaldehid memiliki pH rendah. Nilai pH larutan formalin yang digunakan dalam penelitian ini adalah 3.8. Lain halnya dengan mie mentah yang rentan terhadap reaksi pencoklatan enzimatis, mie matang relatif lebih tahan. Penyebabnya adalah enzim polifenol oksidase PPO telah diinaktifkan selama perebusan. Warna mie matang di pasaran biasanya lebih dipengaruhi oleh pewarna sintetis. Dalam penelitian ini, mie dibuat tanpa penambahan pewarna sintetis. Namun, adanya penambahan minyak goreng setelah perebusan menjadikan warna mie basah matang berbeda dengan warna mie basah mentah. Pigmen karotenoid yang terkandung dalam minyak sangat mempengaruhi penampakan warna kuning mie matang. Itulah sebabnya, pengamatan secara visual memperlihatkan bahwa 14 dari 16 sampel mie matang memiliki warna kekuningan yang tidak jauh berbeda. Perbedaan secara jelas baru muncul ketika konsentrasi aditif dalam hal ini formaldehid yang digunakan sangat tinggi 3680 mgkg air perebus. Untuk mendapatkan penilaian yang lebih teliti, warna mie basah matang diukur secara objektif menggunakan kromameter. Histogram pada