II.3.7. Kriteria Suatu Perkerasan Jalan untuk di Lapis Tambah overlay
Konstruksi jalan yang telah habis masa pelayanannya atau telah mencapai indeks permukaan akhir yang diharapkan perlu diberikan lapis ulang untuk dapat
kembali mempunyai nilai kekuatan, nilai keamanan dan kenyamanan dalam menopang kembali beban lalu lintas yang bekerja di atasnya untuk jangka waktu
yang lebih panjang lagi. Sebelum melakukan lapis ulang, perlu dilakukan terlebih dahulu survai kondisi permukaan dan survai kelayakan struktural konstruksi
perkerasan. a.
Survai Kondisi Permukaan Perkerasan Berhubungan dengan kinerja fungsi pelayanan functional performance
jalan tersebut. Survai ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kenyamanan rideability permukaan jalan saat ini. Bagaimana perkerasan tersebut memberikan
pelayanan kepada pengguna jalan. Survai ini dilakukan secara visual ataupun dengan bantuan alat mekanis. Survai secara visual meliputi :
• Penilai kondisi lapisan permukaan jalan, dapat dikelompokkan menjadi
: baik, kritis atau rusak. •
Penilaian terhadap keamanan dan kenyamanan, dapat dikelompokan menjadi : nyaman, kurang nyaman dan tidak nyaman. Kenyamanan dan
keamanan berkendara merupakan penggambaran fungsi pelayanan. Ditentukan oleh besarnya gesekan adanya kontak ban dengan
permukaan jalan. Besarnya gaya gesek yang terjadi dipengaruhi oleh bentuk dan kondisi ban, tekstur permukaan jalan
kerataangelombangkekasaran, dan kondisi cuaca.
Universitas Sumatera Utara
Baik atau tidaknya kinerja suatu perkerasan jalan beton ditinjau dari kemampuan-layananan Serviceability jalan beton itu sendiri. Kinerja
perkerasan diramalkan pada angka sebagai berikut :
Percent of people p
t
Stating unacceptable
12 55
85 3.0
2.5 2.0
Tabel 2.2. Terminal Serviceability p
t
• Initial serviceability
: p
o
= 4.5 •
Terminal serviceability index jalan utama : p
t
= 2.5 •
Terminal serviceability jalan lalu lintas rendah : p
t
= 2.0 •
Total loss of serviceability :
∆ PSI = p
o
- p
t
Parameter diatas merupakan parameter yang berkembang untuk menyatakan tingkat kemampuan pelayanan jalan atau skala dari tingkat
kenyamanan atau kinerja dari jalan dan bisa juga sebagai nilai kemunduran jalan secara fungsional yang dapat diperoleh dari hasil pengukuran dengan
bantuan alat roughometer kekasarankerataan AASHTO ’93. Kinerja jalan dari segi fungsional secara umum tidak menjadi patokan
suatu jalan itu untuk di overlay. Suatu perkerasan jalan itu sudah seharusnya di overlay lebih berdasarkan tinjuan kondisi strukturalnya.
Universitas Sumatera Utara
b. Survai Kelayakan Struktural Konstruksi Perkerasan Structural Pavement
Survai kelayakan structural konstruksi perkerasan jalan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :
• Pemeriksaan secara destruktif
Pemeriksaan ini tidak lazim digunakan untuk mengevaluasi kinerja perkerasan karena dalam pemeriksaannya cara ini mengambil sampel
dari jalan tersebut sehingga dapat merusak lapisan perkerasan dari jalan lama.
• Pemeriksaan secara non-destruktif
Pemeriksaan dengan alat yang diletakkan di atas permukaan jalan sehingga tidak berakibat rusaknya konstruksi perkerasan jalan.
Diantaranya melakukan pengujian lendutan deflection dan transfer beban load transfer dengan menggunakan alat FWD Falling
Weight Deflectometer. 1.
Lendutan Deflection Pengukuran lendutan dilakukan pada jejak roda luar dengan
menempatkan sensor pada 0, 12, 24, dan 36 inchi dari pusat beban. Alat uji seperti FWD dianjurkan untuk mengukur lendutan dengan beban berat dan
beban sebesar 9000 lbs 4,1 Ton. Plat beban yang digunakan berbentuk lingkaran dengan jari-jari 5.9 inchi atau 15 cm. Pada metoda AASHTO,
pengukuran lendutan dilakukan untuk mengetahui kekuatan struktur perkerasan eksisting seperti modulus reaksi tanah dasar k dan modulus
elastisitas pelat beton E
c
. Selain itu nilai k dan E
c
juga dapat ditentukan dari nilai CBR subgrade.
Universitas Sumatera Utara
Untuk perkerasan beton bersambung tanpa tulangan JRCP = Jointed Reinforced Concrete Pavement, ukuran lendutan dengan
menggunakan alat FWD mendekati 0.02 inchi 0.005 mm AASHTO ’93. Apabila nilai lendutan yang diperoleh lebih besar dari yang telah ditentukan
berarti jalan tersebut mengalami penurunan kondisi perkerasan dan perlu dilakukan pelapisan ulang yang bertujuan untuk meningkatkan lagi
pelayanan jalan itu dari segi struktural. Hasil lendutan yang diperoleh merupakan gambaran dari kondisi struktural perkerasan eksisting.
Gambar 2.5. Titik-titik Pengujian Lendutan pada Perkerasan Beton
Pada perkerasan beton, hasil dari pengujian lendutan tidaklah berpengaruh penting dalam perencanaan overlay karena hasilnya terlalu
kecil dan kurang mencerminkan kondisi struktural perkerasan , tetapi pengujian yang lebih penting dari lendutan adalah load transfer.
Universitas Sumatera Utara
∆
a
∆
l
2. Transfer Beban Load Transfer
Metoda AUSTROADS dan Asphalt Institute tidak memperhitungkan nilai lendutan dan transfer beban load transfer dari sambungan pelat
perkerasan, nilai modulus reaksi tanah dasar k ditentukan berdasarkan nilai CBR. Sedangkan AASHTO justru memperhitungkannya AASHTO, 1993.
Untuk perkerasan beton bersambung tanpa tulangan, pengukuran nilai load transfer pada sambungan dilakukan pada sisi luar jejak roda
sebagai representatif sambungan melintang dan pada temperatur lingkungan lebih kecil dari 80
F 27 C. Penempatan pelat beban dilakukan pada satu
sisi dari sambungan dengan tepi pelat menyentuh sambungan. Lendutan di ukur pada titik tengah pelat beban dan pada 12 inci dari titik tengah.
Nilai load transfer yang diperoleh dari nilai lendutan pada titik pengujian di tengah pelat dan pada sambungan merupakan gambaran dari
penyebaran beban yang diterima setiap sambungan pelat tersebut. Jika nilai load transfer yang diperoleh mendekati 100 , berarti penyebaran beban
dari sambungan tersebut bagus, tetapi jika nilainya lebih kecil maka penyebaran beban pada sambungan jelek AASHTO ’93.
Load transfer efficiency dapat didefinisikan dengan rumus dibawah ini : Efficiency = x 100
Dimana : ∆
a
= lendutan di awal mendekati slab beton ∆
l
= lendutan di akhir menjauhi slab beton
Universitas Sumatera Utara
Transfer Beban Koefisien Load Transfer J
Kriteria
70 3.2
Baik 50 – 70
3.5 Sedang
50 4.0
Buruk
Tabel 2.3. Koefisien Load Transfer “J”
Shoulder Asphalt
Tied PCC Load transfer devices
Yes No
Yes No
Pavement type
1. plain jointed jointed
reinforced 2.
CRCP 3.2
2.9 – 3.2 3.8 – 4.4
NA 2.5 – 3.1
2.3 – 2.9 3.6 – 4.2
NA Pendekatan penetapan parameter load transfer :
Joint dengan dowel : J = 2.5 – 3.1 AASHTO ’93 hal II-26
Untuk overlay design : J = 2.2 – 2.6 AASHTO ’93 hal III-132
Jadi, pelapisan ulang overlay untuk perkerasan beton bersambung tanpa tulangan load transfer koefisiennya J harus berkisar antara 2.5 – 3.1.
Gambar 2.6. Skema Load Transfer
Universitas Sumatera Utara
3. Survai Kondisi Lapisan Permukaan Perkerasan Eksisting
Berhubungan dengan kondisi fisik dari jalan tersebut. Penilaian tingkat kerusakan yang terjadi baik secara kaulitas maupun kuantitas.
Penilain terhadap kerusakan jalan dilihat dari adanya retak-retak cracks, deformasi
deformation, lobang
pothole, gelombang, defleksi
penurunan, gompal spalling, ketidakcukupan drainase permukaan perkerasan joint seal defects, kerusakan bagian tepi slab edge drop-off
serta kerusakan pada pengisi sambungan, dll. Menurut Dirjen Perhubungan RI yang dikutip dari KapanLagi.com
1752008 mengatakan : “secara umum suatu perkerasan jalan yang layak di overlay di lihat dari kondisi struktural perkerasan itu sendiri yaitu kondisi
lapisan permukaannya, apakah telah mengalami retak-retak yang banyak, berlobang dan terjadi amblas di-antar sambungan perkerasan. Ini terlebih
dahulu disurvai dan dilaporkan dalam bentuk form”. Senada dengan pernyataan diatas Master Theses from Magister
Teknik Sipil ITB, Kadiar Yunas 12122007 yang dikutip dari ITB Central Library juga mengatakan : “pengoverlay-an suatu perkerasan beton selain
dengan melakukan dengan pengujian lendutan juga dilakukan survai kondisi lapisan permukaan perkerasan secara visual. Semua kerusakan di catat dan
di analisa. Masyarakat melihat suatu jalan dari tampilan permukaan perkerasannya saja. Jadi, overlay juga dipengaruhi oleh pandangan visual
dari manusia itu sendiri, apakah jalan masih aman dan nyamankan di lalui “. Penurunan kondisi lapisan permukaan perkerasan eksisting dilihat
dari segi struktural perkerasan yang diukur selama survai kondisi untuk
Universitas Sumatera Utara
perkerasan beton bersambung tanpa tulangan. Contoh diambil pada umumnya pada jalur kendaraan berat yang digunakan untuk memperkirakan
banyaknya kerusakan. a.
Retak Cracks Retak yang terjadi pada perkerasan beton berdasarkan pada tekanan yang
terjadi pada lapisan permukaan beton. Keretakan juga disebabkan oleh kegagalan struktural yang terjadi akibat hilangnya daya dukung
yangdisertai kerusakanpecahnya material pada permukaan perkerasan Yoder, E.J. and Witczak, M.W, 1975.
Keretakan pada perkerasan beton antara lain adalah :
Retak Refleksi Reflection Cracks Seperti retak memanjang memanjang longitudinal crack, retak
diagonal diagonal crack atau retak yang menyerupai kotak. Retak ini disebabkan oleh material dan disain yang kurang cocok pada
awal perencanaan.
Retak Susut Shrinkage Craks Retak ini disebabkan oleh penyusutan campuran beton umumnya pada
selama pelaksanaan.
Retak Membelok Warping Cracks Retak yang terjadi pada tengah pelat center slab membentuk arah
memanjang seperti longitudinal cracks. Retak ini disebabkan oleh tekanan yang sangat berat di atas tengah pelat Yoder, E.J. and
Witczak, M.W, 1975.
Universitas Sumatera Utara
b. Scaling Sisik
Adalah kerusakan pada tekstur permukaan perkerasan, dimana hal ini disebabkan oleh masuknya unsur-unsur lain ke dalam campuran agregat
seperti lumpur silt atau tanah liat clay, sehingga menyebabkan lapisan permukaan beton kurang rata karena adanya agregat yang muncul
menyerupai sisik Yoder, E.J. and Witczak, M.W, 1975. c.
Deformasi Deformation Adalah penurunan permukaan perkerasan sebagai akibat terjadinya retak
atau pergerakan diantara slab. Kerusakan deformasi NAASRA, 1987 antara lain adalah :
• Pemompaan pumping
Adalah peristiwa keluarnya air disertai butiran-butiran tanah dasar melalui sambungan dan retakan atau pada bagian pinggir perkerasan,
akibat gerakan lendutan atau gerakan vertikal pelat beton karena beban lalu lintas, setelah adanya air bebas yang terakumulasi di bawah pelat
beton. Pumping dapat mengakibatkan terjadinya rongga di bawah pelat beton sehingga menyebabkan rusakretaknya pelat beton.
• Patahan faulting
Perbedaan elevasi antara slab akibat penurunan pada sambungan atau retakan.
• Amblas depression
Penurunan permanen permukaan slab dan umumnya terletak di sepanjang retakan atau sambungan. Kerusakan ini dapat menimbulkan
Universitas Sumatera Utara
terjadinya genangan air dan seterusnya masuk melalui sambungan atau retakan.
• Rocking
adalah fenomena, dimana terjadi pergerakan vertikal pada sambungan atau retakan yang disebabkan oleh beban lalu lintas.
d. Kerusakan pada bagian tepi perkerasan edge drop-off
Penurunan bagian tepi perkerasan adalah penurunan yang terjadi pada bahu yang berdekatan dengan tepi slab. Disebabkan oleh drainase bahu
yang kurang baik dan material pada bahu yang tidak stabil. e.
Drainase permukaan perkerasan surface drainage Ketidak-cukupan drainase di daerah permukaan perkerasan erat kaitannya
dengan rendahnya kekesatan. Hal ini disebabkan oleh karena kehilangan friction sebagai akibat adanya film air di permukaan perkerasan ketika
hujan turun. f.
Lubang pothole Adalah pelepasan mortar dan agregat pada bagian permukaan perkerasan
membentuk cekungan dengan kedalaman 15 mm dan tidak memperlihatkan pecahan-pecahan yang bersudut seperti pada gompal.
g. Kerusakan pada pengisi sambungan
Disebabkan oleh pengausan dan pelapukan bahan pengisi, kualitas bahan yang rendah, kurangnya kelekatan adhesi bahan pengisi terhadap
dinding sambungan dan terlalu banyak tidak cukup bahan pengisi di dalam sambungan.
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian, suatu perkerasan jalan mengalami hal-hal diatas atau melebihi dari ketentuan yang telah ditetapkan maka perkerasan jalan telah siap untuk
direhabilitasi bertujuan untuk meningkatkan kembali pelayanan jalan tersebut yaitu dengan melakukan lapis ulang overlay.
Universitas Sumatera Utara
II.3.8. Summary Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Perkerasan Beton Faktor-faktor yang