MR = Resilient Modulus PELAPISAN ULANG CAMPURAN BERASPAL AC DI ATAS

III.3.3. Modulus Reaksi Tanah Dasar Modulus of subgrade reaction k menggunakan gabungan formula dan grafik penentuan modulus reaksi tanah dasar ketentuan CBR tanah dasar. M R = 1500 x CBR k = M R

19.4 MR = Resilient Modulus

Koreksi Effective Modulus of Subgrade Reaction, menggunakan grafik pada gambar 3.4. dibawah ini AASHTO ’93 hal II-27. Gambar 3.4. Correction of Effective Modulus of Subgrade Reaction for Potensial Loss Subbase Support Universitas Sumatera Utara No Tipe materal LS 1 2 3 4 5 6 7 Cement treated granular base E = 1.000.000 – 2.000.000 psi Cement aggregate mixture E = 500.000 – 1.000.000 psi Asphalt treated base E = 350.000 – 1.000.000 psi Bituminous stabilized mixtures E = 40.000 – 300.000 psi Lime stabilized E = 20.000 – 70.000 psi Unbound granular materials E = 15.000 – 45.000 psi Fine grainedNatural subgrade materials E = 3.000 – 40.000 psi 0 – 1 0 – 1 0 – 1 0 – 1 1 – 3 1 – 3 2 – 3 Tabel 3.6. Loss of Support Factors LS, AASHTO ’93 hal II-27 Pendekatan nilai modulus reaksi tanah dasar k dapat menggunakan hubungan nilai CBR dengan k seperti yang ditunjukkan gambar 3.5. dibawah ini. Diambil dari Highway Engineering Teknik Jalan Raya, Clarkson H Oglesby, R. Gary Hicks, Stanford University Oregon State University, 1996. Gambar 3.5. Hubungan antara k CBR Universitas Sumatera Utara III.3.4. Material Konstruksi Perkerasan Material perkerasan yang digunakan dengan parameter yang terkait dalam perencanaan tebal perkerasan sebagai berikut : a. Pelat beton  Flexural strength S c ’ = 45 kgcm 2  Kuat tekan benda uji silinder 15 x 30 cm, f c ’ = 350 kgcm 2 disarankan b. Wet lean concrete • Kuat tekan benda uji silinder 15 x 30 cm, f c ’ = 105 kgcm 2 S c ’ digunakan untuk penentuan parameter flexural strength dan f c ’digunakan untuk penentuan parameter modulus elastis beton E c . III.3.5. Reliability Realibility maksudnya adalah probabilitas perkerasan yang direncanakan akan tetap memuaskan selama masa layanannya. Penetapan angka Reliability dari 50 - 99.9 menurut AASHTO merupakan tingkat kehandalan desain untuk mengatasi, mengakomodasi kemungkinan melesetnya besaran-besaran desain yang dipakai. Semakin tinggi reliability yang dipakai semakin tinggi tingkat mengatasi terjadinya selisih deviasi desain. Besaran-besaran yang dipakai adalah : • Peramalan kinerja perkerasan Kinerja perkerasan diramalkan pada angka desain Terminal Serviceability p t = 2.5 jalan raya utama, p t = 2.0 jalan lalu lintas rendah dan Initial Serviceability p o = 4.5 angka ini bergerak dari 0 – 5. Universitas Sumatera Utara • Peramalan lalu lintas Dilakukan dengan studi tersendiri, bukan hanya didasarkan rumus empirik. Tingkat kehandalan jauh lebih baik dibandingkan bila dilakukan secara empirik, linear atau data skunder. • Perkiraan tekanan gandar Perkiraan tekanan gandar yang diperoleh secara primer dari WIM Survey, tingkat kehandalannya jauh lebih baik dibanding menggunakan data sekunder. • Pelaksanaan konstruksi Dalam pelaksanaan konstruksi, spesifikasi sudah membatasisyarat agar perkerasan sesuai atau lebih dari apa yang diminta desain. Bahkan desain merupakan syarat minimum dalam spesifikasi. Keempat faktor diatas, penetapan besaran dalam desain sebetulnya sudah menekan sekecil mungkin penyimpangan yang akan terjadi. Tetapi tidak ada satu jaminan pun berapa besar dari keempat faktor tersebut menyimpang. Klasifikasi Jalan Reliability, R Urban Rural Jalan tol Arteri Kolektor Lokal 85 – 99.9 80 – 99 80 – 95 50 – 80 85 – 99.9 75 – 95 75 – 95 50 – 80 AASHTO ’93 hal II-9. Tabel 3.7. Reliability R yang Disarankan Universitas Sumatera Utara Tabel 3.8. Standard Normal Deviation Z R AASHTO ’93 hal I-62 Standard deviasi untuk rigid pavement : S o = 0.30 – 0.40 AASHTO ’93 hal I-62. Parameter reliability dapat ditentukan sebagai berikut : • Berdasar parameter klasifikasi fungsi jalan • Berdasar status lokasi jalan urbanrural • Penetapan tingkat reliability R • Penetapan standard normal deviation Z R • Penetapan standard deviasi S o • Kehandalan data lalu lintas dan beban kendaraan III.3.6. Serviceability Terminal serviceability index p t mengacu pada tabel 2.9. diambil dari AASHTO ’93 hal II-10. Universitas Sumatera Utara Percent of people p t Stating unacceptable 12 55 85 3.0 2.5 2.0 Tabel 3.9. Terminal Serviceability p t Penetapan parameter serviceability : • Initial serviceability : p o = 4.5 • Terminal serviceability index jalan utama : p t = 2.5 • Terminal serviceability jalan lalu lintas rendah : p t = 2.0 • Total loss of serviceability : ∆ PSI = p o - p t III.3.7. Modulus Elastis Beton E c = 57000 √ f’ c Dimana : E c = Modulus elastis beton psi f c ’ = Kuat tekan beton, silinder psi Kuat tekan beton f c ’ ditetapkan sesuai spesifikasi pekerjaan jika dalam spesifikasi. Di Indonesia saat ini umumnya digunakan f c ’ = 350 kgcm 2 . III.3.8. Flexural Strength Dalam spesifikasi pekerjaan, flexural strength saat ini umumnya digunakan : S c ’ = 45 kgcm 2 = 640 psi Universitas Sumatera Utara III.3.9. Drainage Coefficient Sistem drainase pada perkerasan jalan sangatlah penting. Baik buruknya sistem drainase jalan akan berdampak kepada kondisi jalan itu sendiri. AASHTO memberikan 2 variabel untuk menentukan nilai koefisien drainase, yaitu : • Variable pertama : Quality of drainage Dengan variasi excellent, good, fair, very poor. Mutu ini ditentukan oleh berapa lama air dapat dibebaskan dari pondasi perkerasan. Hal ini mengacu pada tabel 2.10. AASHTO ’93 hal II-22, dengan pendekatan sebagai berikut : a. Air hujan atau air dari atas permukaan jalan yang akan masuk ke dalam pondasi jalan, relative kecil berdasar hidrologi yaitu berkisar 70 – 90 air yang jatuh di atas jalan aspalbeton akan masuk ke sistem drainase BINKOT Bina Marga Hidrologi Imam Subarkah. b. Air dari samping jalan yang kemungkinan akan masuk ke pondasi jalan, ini pun relatif kecil terjadi, karena adanya road side ditch, cross drain, juga muka air tertinggi didesain terletak di bawah subgrade. c. Pendekatan dengan lama dan frekuensi hujan, yang rata-rata terjadi hujan selama 3 jam perhari dan jarang sekali terjadi hujan menerus selama 1 minggu. Drainase dikatakan good, apabila air dari samping jalan masuk relatif kecil ke pondasi jalan. Dan apabila air mungkin masih masuk ke lapisan lainnya, Universitas Sumatera Utara quality of drainage diambil kategori fair. Untuk kondisi khusus, misalnya system drainase very poor, muka air tanah terletak cukup tinggi mencapai lapisan tanah dasar. Quality of drainage Water removed within Excellent Good Fair Poor Very poor 2 jam 1 hari 1 minggu 1 bulan Air tidak terbebaskan Tabel 3.10. Quality of Drainage No Kondisi permukaan jalan Koefisien pengaliran C 1 2 Jalan beton dan jalan aspal Bahu jalan : • Tanah berbutir halus • Tanah berbutir kasar • Batuan massif keras • Batuan massif lunak 0.70 – 0.95 0.40 – 0.65 0.10 – 0.20 0.70 – 0.85 0.60 – 0.75 Sumber : Petunjuk desain drainase permukaan jalan No. 008TBNKT1990, Binkot, Bina Marga, Dep. Pu, 1990. Tabel 3.11. Koefisien Pengaliran C Universitas Sumatera Utara Tipe daerah aliran C Jalan Beraspal Beton Bahu 0.70 – 0.95 0.80 – 0.95 0.70 – 0.85 Sumber : Hidrologi, Imam Subarkah Tabel 3.12. Koefisien Pengaliran C • Variabel kedua : persentasi struktur perkerasan dalam satu tahun terkena air sampai tingkat mendekati jenuh air saturated, dengan variasi 1-5 , 5-25 , 25 . Pendekatan persentase struktur perkerasan dalam 1 tahun terkena air dapat dilihat dari rumus dibawah ini : 100 365 24 x xW T x T P L hari jam heff = Dimana : P heff = Prosen hari efektif hujan dalam setahun yang akan berpengaruh terkenanya perkerasan T jam = Rata-rata hujan perhari jam T hari = Rata-rata jumlah hari hujan pertahun hari W L = Faktor air hujan yang akan masuk ke pondasi jalan Jadi, koefisien drainase C d dapat dilihat di tabel 2.13. AASHTO ’93 hal II-26. Universitas Sumatera Utara Quality of drainage Percent of time pavement structure is exposed To moisture levels approaching saturation 1 1 – 5 5 – 25 25 Exlellent 1.25 – 1.20 1.20 – 1.15 1.15 – 1.10 1.10 Good 1.20 – 1.15 1.15 – 1.10 1.10 – 1.00 1.00 Fair 1.15 – 1.10 1.10 – 1.00 1.00 – 0.90 0.90 Poor 1.10 – 1.00 1.00 – 0.90 0.90 – 0.80 0.80 Very poor 1.00 – 0.90 0.90 – 0.80 0.80 – 0.70 0.70 Tabel 3.13. Drainage Coefficient C d Penetapan parameter drainage coefficient :  Berdasar kualitas drainase  Kondisi Time pavement structure is exposed to moisture levels approaching saturation dalam setahun. III.3.10. Load Transfer Shoulder Asphalt Tied PCC Load transfer devices Yes No Yes No Pavement type 3. plain jointed jointed reinforced 4. CRCP 3.2 2.9 – 3.2 3.8 – 4.4 NA 2.5 – 3.1 2.3 – 2.9 3.6 – 4.2 NA Tabel 3.14. Load Transfer Coefficient J Pendekatan penetapan parameter load transfer : Universitas Sumatera Utara  Joint dengan dowel : J = 2.5 – 3.1 AASHTO ’93 hal II-26  Untuk overlay design : J = 2.2 – 2.6 AASHTO ’93 hal III-132 III.3.11. Summary Parameter Desain Perencanaan Overlay AASHTO ’93 Parameter desain perencanaan ini memberikan kemudahan bagi perencana dalam menentukan tebal pelat beton rigid pavement dan panduan dalam perencanaan overlay yang disarankan. No Parameter AASHTO Desain 1 Umur rencana - 2 Lalu lintas ESAL - 3 Terminal serviceability p t 2.0 – 3.0 4 Initial serviceability p o 4.5 5 Serviceability loss ∆ PSI p o – p t 6 Reliability R 75 – 99.9 7 Standard normal deviation Z R - 0. 674 sd – 1.645 8 Standard deviation S o 0.30 – 0.40 9 Modulus reaksi tanah dasar k Berdasar CBR = 6 10 Modulus elastic beton E c F c ’ = 350 kgcm2 11 Flexural strength S c ’ S c ’ = 45 kgcm2 12 Drainage Coefficient C d 1.10 – 1.20 13 Load transfer J 2.50 – 2.60 CBR yang disarankan. Tabel 3.15. Parameter Desain Perencanaan pada Rigid Pavement Overlay Universitas Sumatera Utara Pelapisan ulang pada perkerasan beton semen dibedakan atas : a. Pelapisan ulang perkerasan beton semen diatas perkerasan lentur. b. Pelapisan ulang perkerasan beton semen diatas perkerasan beton semen. c. Pelapisan ulang perkerasan lentur diatas perkerasan beton semen. Karena yang paling umum dipergunakan di Indonesia ialah perkerasan beton bersambung tanpa tulangan, maka pada tulisan ini hanya akan dibahas untuk lapis ulang perkerasan lentur seperti campuran beton aspal AC di atas perkerasan beton tanpa tulangan. III.3. METODA PELAPISAN ULANG CAMPURAN BERASPAL AC DI ATAS PERKERASAN BETON III.3.1. Metoda AUSTROADS Metoda AUSTROADS disesuaikan dengan kondisi di Indonesia yaitu Pedoman Teknis Pd. T-14-2003. Struktur perkerasan beton semen harus dievaluasi agar supaya tebal efektifnya dapat dinilai sebagai aspal beton. Untuk menentukan tebal efektif T e setiap lapisan perkerasan yang ada harus dikonversikan ke dalam tebal ekivalen aspal beton sesuai dengan tabel 3.16. dengan demikian tebal lapis tambah yang diperlukan, dihitung berdasarkan perhitungan lapis tambah pada perkerasan lentur. Tebal ekivalen perkerasan beton semen ditentukan dengan memperhatikan kondisi dan daya dukung lapisan beton semen yang ada. Apabila lapisan-lapisan perkerasan telah diketahui dan kondisinya ditetapkan, kemudian faktor konversi yang sesuai dipilih dari tabel 3.16. dan tebal efektif dari setiap lapisan dapat ditentukan. Universitas Sumatera Utara Tebal efektif T e setiap lapisan adalah hasil perkalian antara tebal lapisan dan faktor konversi. Tebal efektif untuk seluruh perkerasan merupakan jumlah tebal efektif dari masing-masing lapisan. Tebal lapisan ulang dihitung dengan rumus sebagai berikut : T r = T – T e ………… 1 Dimana : T r = Tebal lapis tambah T = Tebal perlu berdasarkan beban rencana dan daya dukung tanah dasar dan atau lapis pondasi bawah dari jalan lama T e = Tebal efektif perkerasan lama Pada metoda AUSTROADS, dilakukan survai untuk menentukan tebal efektif perkerasan eksisting berdasarkan survai kondisi permukaan, dimana hasil survai ini digunakan dalam menentukan faktor konversi untuk perencanaan tebal lapis ulang. Universitas Sumatera Utara Tabel 3.16. Faktor Konversi Lapis Perkerasan Lama untuk Perencanaan Lapis Ulang Menggunakan Perkerasan Beton Aspal Klasifikasi Bahan Deskripsi Bahan Faktor Konversi FK I Tanah dasar asli, tanah dasar perbaikan dengan bahan butir atau stabilitas kapur II Lapis pondasi atau pondasi bawah yang terdiri dari dari bahan berbutir bergradasi baik, keras mengandung bahan halus bersifat plastis, dengan CBR ≥ 20, Fk = 0.2 untuk PI Plastisitas Indeks ≤ 6 dan 0.1 untuk PI 6 0.1 – 0.2 III Lapis pondasi atau pondasi bawah yang distabilisasi semen atau kapur dengan PI ≤ 10 0.2 – 0.3 IV a. Lapis permukaan atau lapis pondasi dengan bahan pengikat aspal emulsi atau aspal cair yang telah retak menyeluruh, pelepasan butir, penurunan mutu agregat, pengaluran pada jejak roda, dan penurunan stabilitas. b. Perkerasan beton semen termasuk perkerasan yang telah ditutup lapis peraspalan yang telah patah-patah menjadi potongan-potongan dengan berukuran ≤ 0.6 m dalam arah dimensi maksimal. Fk = 0.5 apabila digunakan lapis pondasi bawah, dan 0.3 apabila pelat beton langsung di atas tanah dasar. 0.3 – 0.5 0.3 – 0.5 V a. Lapis permukaan dan lapis pondasi beton aspal, yang telah menunjukkan pola retak yang jelas. 0.5 – 0.7 Universitas Sumatera Utara b. Lapis permukaan dan lapis pondasi, dengan bahan pengikat aspal emulsi atau aspal cair, yang telah menunjukkan retak halus, pelepasan butir atau penurunan mutu agregat, dan alur kecil pada jejak roda tapi masih mantap. c. Perkerasan beton semen termasuk perkerasan yang telah ditutup peraspalan yang telah retak dan tidak rata dan tidak bisa ditutup secara baik. Potongan-potongan pelat berukuran sekitar 1 – 4 m 2 , dan telah diperbaiki. 0.5 – 0.7 0.5 – 0.7 VI a. Lapis permukaan dan lapis pondasi beton aspal yang telah menunjukkan retak halus dengan pola setempat-setempat dan alur kecil pada jejak roda tapi masih mantap. b. Lapis permukaan dan lapis pondasi dengan bahan pengikat aspal emulsi atau aspal cair yang masin mantap, secara umum belum retak, tidak menunjukkan kegemukan bleeding dan terjadi alur kecil pada jejak roda. c. Perkerasan beton semen termasuk perkerasan yang telah ditutup lapis peraspalan yang masih mantap dan telah ditutup undersealed, telah retak-retak tapi tidak terdapat potongan- potongan pelat yang berukuran lebih kecil dari 1 m 2 . 0.7 – 0.9 0.7 – 0.9 0.7 – 0.9 VII a. Lapis permukaan dan lapis pondasi beton aspal, secara umum belum retak, dan terdapat 0.9 – 1.0 Universitas Sumatera Utara alur kecil pada jejak roda. b. Perkerasan beton yang masih mantap, sudah ditutup undersealed dan umumnya belum retak. c. Lapis pondasi beton semen, dibawah lapis permukaan beraspal, yang masih mantap, tidak terjadi pumping dan memberikan retak refleksi yang kecil pada permukaan. 0.9 – 1.0 0.9 – 1.0 Sumber : AUSTROADS ‘92 Tebal lapis tambahan perkerasan lentur yang diletakkan langsung di atas perkerasan beton semen dianjurkan minimum 100 mm. Apabila tebal lapis tambahan lebih dari 180 mm, konstruksi lapis tambah dapat menggunakan lapis peredam retak sebagaimana terlihat pada gambar 3.1. dibawah ini : Gambar 3.6. Lapis Peredam Retak pada Sistem Lapisan Tambahan Universitas Sumatera Utara Gambar 3.7. Grafik untuk Menentukan Tebal Slab Beton Universitas Sumatera Utara Gambar 3.8. Flowchart Perhitungan Overlay Metoda AUSTROADS Metoda AUSTROADS Beban Lalu lintas Vehicle damage factor Faktor pertumbuhan Growth Factor Cum. Equivalent Axle Load CESA CBR - Value Tebal Lapis Tambah Koefisien distribusi C Universitas Sumatera Utara III.2. Metoda AASHTO Jika pelapisan ulang yang akan dihampar bertujuan untuk meningkatkan pelayanan dari segi fungsional seperti kekasaran atau kekesatan, maka ketebalan minimum lapis ulang perlu diambil akomodasi masalah fungsi tersebut. Tetapi jika lapis ulang yang akan dihampar bertujuan untuk meningkatkan struktural, maka ketebalan lapis ulang yang diperlukan merupakan fungsi terhadap kapasitas struktural yang diperlukan dengan memperhitungkan perkembangan lalu lintas yang akan datang dan kapasitas struktural perkerasan eksisting. Ketebalan lapis ulang yang akan diperlukan untuk meningkatkan kapasitas struktural dan mendukung lalu lintas dimasa yang akan datang ditentukan dari persamaan berikut : D oi = A D f – D eff ………… 2 Dimana : D oi = Tebal lapis ulang AC yang diperlukan A = Faktor konversi dari kekurangan tebal pelat beton ke tebal lapis ulang AC D f = Tebal pelat untuk mendukung lalu lintas di masa yang akan datang, yang merupakan fungsi dari properties pelat perkerasan eksisting dan pondasi, seperti : modulus elastisitas, modulus rupture, dan load transfer, dimana parameter tersebut ditentukan berdasarkan nilai lendutan dari pelat perkerasan beton eksisting. D eff = Tebal efektif dari perkerasan eksisting Faktor A merupakan fungsi dari kekurangan tebal pelat beton yang diberikan oleh gambar 3.2 atau dari persamaan berikut: Universitas Sumatera Utara A = 2.2233 + 0.0099 D f – D eff 2 – 0.1534 D f – D eff ………… 3 Gambar 3.9. Faktor Konversi dari Penurunan Ketebalan Perkerasan Beton ke tebal lapis ulang A Ketebalan tipikal lapis ulang AC pada perkerasan beton bersambung tanpa tulangan, umumnya antara 3 – 6 inchi. Menurut AASHTO, sebelum melakukan pelapisan ulang terhadap perkerasan beton, ada beberapa hal yang harus dilakukan antara lain : 4. Lendutan Deflection Dengan menggunakan alat FWD Falling Weight Deflectometer. Pengukuran lendutan dilakukan pada jejak roda luar dengan menempatkan sensor pada 0, 12, 24, dan 36 inchi dari pusat beban. Alat uji seperti FWD dianjurkan untuk mengukur lendutan dengan beban berat dan beban sebesar 9000 lbs 4,1 Ton. Plat beban yang digunakan berbentuk lingkaran dengan jari-jari 5.9 inchi atau 15 cm. Pada metoda AASHTO, pengukuran lendutan dilakukan untuk mengetahui kekuatan struktur perkerasan eksisting seperti Universitas Sumatera Utara modulus reaksi tanah dasar k dan modulus elastisitas pelat beton Ec. Hasil lendutan yang diperoleh merupakan gambaran dari kondisi struktural perkerasan eksisting. Gambar 3.10. Titik-titik Pengujian Lendutan pada Perkerasan Beton Universitas Sumatera Utara Gambar 3.11. Nilai k Dinamik Efektif yang ditentukan dari d dan AREA Gambar 3.12. Modulus Elastis Perkerasan Beton ditentukan dari Nilai k, AREA dan Tebal Pelat Universitas Sumatera Utara Gambar 3.13. Grafik untuk Mengestimasi Modulus Komposit Reaksi Tanah Dasar k 5. Transfer Beban Load Transfer pada sambungan Untuk perkerasan beton bersambung tanpa tulangan, pengukuran nilai load transfer pada sambungan dilakukan pada sisi luar jejak roda sebagai representative sambungan melintang dan pada temperatur lingkungan lebih kecil dari 80 F 27 C. Penempatan pelat beban dilakukan pada satu sisi dari sambungan dengan tepi pelat menyentuh sambungan. Lendutan di ukur pada titik tengah pelat beban dan pada 12 inci dari titik tengah. Universitas Sumatera Utara Nilai load transfer yang diperoleh dari nilai lendutan pada titik pengujian di tengah pelat dan pada sambungan merupakan gambaran dari penyebaran beban yang diterima setiap sambungan pelat tersebut. Jika nilai load transfer yang diperoleh mendekati 100 , berarti penyebaran beban dari sambungan tersebut bagus, tetapi jika nilainya lebih kecil maka penyebaran beban pada sambungan jelek AASHTO ’93. Transfer Beban Koefisien Load Transfer J Kriteria 70 3.2 Baik 50 – 70 3.5 Sedang 50 4.0 Buruk Tabel 3.17. Koefisien Load Transfer 6. Kondisi permukaan jalan eksisting Penurunan kondisi berikut di ukur selama survai kondisi untuk perkerasan beton bersambung tanpa tulangan. Tujuan dilakukannya survai ini adalah untuk melihat kondisi permukaan perkerasan beton. Contoh diambil pada umumnya pada jalur kendaraan berat yang digunakan untuk memperkirakan banyaknya kerusakan. Penurunan kondisi dapat di artikan rusak sedang atau berat, sebagai berikut :  Jumlah kerusakan pada sambungan transversal, permil  Jumlah retak melintang, permil  Jumlah tambalan pada full-depth AC, terkecuali sambungan lebar 1 inchi, dan sambungan muai permil kecuali pada jembatan. Universitas Sumatera Utara Pencatatan kerusakan yang terjadi dilakukan berdasarkan hasil pengukuran pada tiap pelat untuk perkerasan beton. Hasil kerusakan yang terjadi pada permukaan perkerasan eksisting sangat diperlukan untuk menentukan tebal efektif perkerasan eksisting D eff . Tebal efektif perkerasan eksisting D eff dihitung dengan persamaan sebagai berikut : D eff = F jc . F fat . D …………………………….. 4 Dimana : F jc = Faktor penyesuaian akibat kerusakan sambungan dan retak F fat = Faktor penyesuaian akibat beban berulang yang merupakan retak melintang D = Tebal perkerasan eksisting Gambar 3.14. Faktor F jc Universitas Sumatera Utara Deskripsi Kerusakan F fat Sedikit retak melintang bukan disebabkan oleh distress agregat reaktif. 5 pelat perkerasan terjadi retak 0.97 – 1.00 Jumlah retak melintang yang terjadi cukup signifikan bukan disebabkan distress agregat reaktif. 5-15 pelat perkerasan retak 0.94 – 0.96 Jumlah retak melintangpunchout cukup banyak bukan disebabkan oleh retak “D” atau distress agregat reaktif. 15 pelat perkerasan retak 0.90 – 0.93 Tabel 3.18. Perkiraan Nilai F fat berdasarkan Kerusakan Beton Dalam metoda ini perhitungan tebal lapis ulang dilakukan melalui suatu tahapan yang berurut dengan memasukkan parameter-parameter dalam suatu persamaan atau nomogram yang telah tersedia. Universitas Sumatera Utara Gambar 3.15. Flowchart Perhitungan Overlay Metoda AASHTO Metoda AASHTO Lalu lintas Kondisi perkerasan Lendutan load transfer CBR Vehicle Damage Factor Faktor distribusi arah D D Faktor distribusi lajur D L Faktor pertumbuhan lalu lintas Growth Factor Cumulative Equivalent Axle Load CESA Modulus reaksi tanah dasar k Modulus elastisitas beton E c’ Tebal Lapis Tambah Universitas Sumatera Utara

VI.3. Metoda Asphalt Institute MS – 17