yang menonton sinetron, maka ini juga dapat memicu remaja untuk menjadi penonton sinetron.
Selanjutnya remaja akan memperhatikan tokoh-tokoh dalam sinetron tersebut. Tidak menutup kemungkinan apabila remaja kemudian mengidolakan
tokoh tadi. Mereka kemudian membandingkan perilaku mereka dengan tokoh tadi dan mulai meniru perilaku tokoh idola mereka. Apalagi bila teman-teman sebaya
mereka pun melakukan hal yang sama, maka remaja akan merasa tertinggal bila tidak meniru tokoh sinetron idolanya.
Sinetron kebanyakan ditonton oleh remaja putri. Lukmantoro 2007 menyebutkan bahwa sinetron sangat disukai oleh kaum perempuan, sehingga
sinetron memang sangat populer dikalangan perempuan. Selanjutnya Modleski dalam Lukmantoro, 2007 mengatakan perempuan sangat tertarik untuk
menonton opera sabun karena perempuan lebih dapat mengikuti narasi dengan pola feminim daripada pria. Menurutnya opera sabun memang dibuat berdasarkan
cara berpikir dan perasaan yang dimiliki oleh perempuan.
C. HUBUNGAN ANTARA FREKUENSI MENONTON SINETRON DENGAN SIKAP KONSUMTIF PADA REMAJA
Sinetron seperti telah dijelaskan sebelumnya, umumnya menggarap tema yang sama yaitu seputar percintaan, intrik keluarga, maupun perselingkuhan.
Hal tersebut tidak jauh berbeda dengan sinetron remaja yang belakangan semakin banyak beredar di televisi. Sinetron remaja tersebut biasanya merupakan hasil
adaptasi dari film seri luar negeri, maupun hasil adaptasi dari rubik-rubrik majalah remaja. Sinetron remaja, seperti juga sinetron lainnya juga tetap menggarap
konflik kehidupan masyarakat perkotaan kelas atas. Keadaan itu membuat kebanyakan sinetron selalu menampilkan kemewahan dan gaya hidup kelas atas
yang cenderung konsumtif dan tidak masuk akal. Fenomena sinetron yang demikian dapat menjadi contoh yang kurang
baik bagi remaja yang menontonnya. Apalagi sifat sinetron yang ditayangkan setiap hari bahkan ada yang diulang dua kali dalam sehari, tentu saja membuat
remaja cenderung ingin menonton sinetron setiap hari untuk mengetahui kelanjutan ceritanya. Padahal menurut Rakhmat 2001 perulangan pesan yang
berkali-kali ini dapat memperkokoh dampak media massa. Ia juga menulis dampak ini diperkuat dengan keseragaman para wartawan consonance of
journalist, yang menyebabkan siaran berita cenderung sama, sehingga dunia yang disajikan pada khalayak juga dunia yang sama. Rakhmat 2001 melanjutkan
bahwa pada akhirnya khalayak tidak mempunyai alternatif yang lain, sehingga mereka membentuk persepsinya berdasarkan informasi yang diterimanya dari
media massa. Hal yang sama juga berlaku pada sinetron. Keseragaman tema sinetron
membuat penonton tidak memiliki alternatif tontonan lain. Sinetron juga disiarkan hampir setiap hari, maka tidak mengherankan apabila kemudian remaja menjadi
terbiasa melihat kemewahan dan barang-barang mahal yang digunakan tokoh dalam sinetron, seperti tas dan sepatu bermerek yang tentu saja tidak murah,
handphone keluaran terbaru dengan berbagai teknologinya, mobil-mobil mewah, dan aksesoris mahal yang dikenakan oleh pemain dalam sinetron.
Fenomena ini menjadi makin memprihatinkan karena sinetron-sinetron saat ini lebih banyak menggunakan aktris-aktris muda yang tentu saja juga berusia