PELAKSANAAN PENELITIAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

nantinya akan dilakukan dengan menggunakan metode statistika nonparametrik.

b. Uji Linearitas

Uji linearitas dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah kedua variabel dalam penelitian ini memiliki hubungan yang linear atau tidak. Hasil pengujian linearitas pada penelitian ini dapat disimak pada tabel VIII berikut ini: Tabel VIII Hasil Uji Linearitas Sum of Squares df Mean Square F Sig. skor skala sikap konsumtif jumlah jam menonton sinetron per minggu Between Groups Combined 4107.350 7 586.764 2.742 .017 Linearity 1339.865 1 1339.865 6.261 .016 Deviation from Linearity 2767.485 6 461.247 2.155 .062 Within Groups 11128.583 52 214.011 Total 15235.933 59 Nilai signifikansi linearity sebesar 0,016, karena nilai signifikansi lebih kecil daripada 0,05 0,0160,05, maka dapat disimpulkan bahwa antara variabel sikap konsumtif dan frekuensi menonton sinetron terdapat hubungan yang linear.

3. Uji Hipotesis

Seperti yang telah disampaikan sebelumnya pengujian hipotesis pada penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan statistika nonparametrik. Hal ini disebabkan uji normalitas data menghasilkan kesimpulan bahwa data tidak berdistribusi normal, padahal syarat menggunakan statistika parametrik adalah datanya berdistribusi normal, oleh karena itu penelitian ini menggunakan statistika nonparametrik. Menurut Singgih 2005 hal ini adalah kelebihan statistika nonparametrik yaitu bisa digunakan pada data yang tidak bisa diproses dengan prosedur parametrik. Penggunaan statistika nonparametrik dalam penelitian korelasi dapat dilakukan menggunakan beberapa cara: koefisien kontingensi, koefisien korelasi rank spearman, atau koefisien korelasi rank Kendall Siegel, dalam Purwanto, 2008. Penelitian ini akan menggunakan uji hipotesis dengan koefisien korelasi Spearman. Hasil uji hipotesis dapat dilihat pada tabel IX berikut: Tabel IX Hasil Uji Hipotesis jumlah jam menonton sinetron per minggu skor skala sikap konsumtif Spearmans rho jumlah jam menonton sinetron per minggu Correlation Coefficient 1.000 .354 Sig. 2-tailed . .006 N 60 60 skor skala sikap konsumtif Correlation Coefficient .354 1.000 Sig. 2-tailed .006 . N 60 60 Pada tabel IX terlihat bahwa nilai koefisien korelasi r sebesar 0,354 dengan signifikansi 0,006. Nilai signifikansi tersebut lebih kecil daripada 0,05 0,0060,05 yang berarti hipotesis penelitian ini diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara kedua variabel, atau dengan kata lain ada hubungan antara frekuensi menonton sinetron dengan sikap konsumtif. Koefisien korelasi hasil uji hipotesis bernilai positif. Hal ini berarti hubungan diantara kedua variabel, yaitu variabel frekuensi menonton sinetron dan variabel sikap konsumtif memiliki hubungan yang positif. Semakin tinggi frekuensi menonton sinetron maka sikap konsumtif juga akan semakin tinggi dan sebaliknya. Koefisien korelasi sebesar 0,354 berada diantara 0,2 – 0,4, menurut Young dalam Trihendradi, 2008 berarti juga menunjukkan derajat hubungan yang rendah. Koefisien determinasi r 2 diperoleh dengan mengkuadratkan nilai r yang menghasilkan skor sebesar 0,125 0,354². Koefisien determinasi ini menunjukkan besarnya sumbangan yang diberikan variabel bebas terhadap variabel tergantung, maka dapat disimpulkan bahwa frekuensi menonton sinetron memberikan sumbangan sebesar 0,125 atau 12,5 terhadap sikap konsumtif remaja putri.

C. PEMBAHASAN

Uji hipotesis yang telah dilakukan sebelumnya, menghasilkan koefisien korelasi r sebesar 0,354. Berdasarkan nilai koefisien korelasi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa hipotesis yang diajukan pada penelitian ini diterima. Hal ini berarti memang ada hubungan yang positif antara variabel frekuensi menonton sinetron dengan variabel sikap konsumtif pada remaja putri. Semakin tinggi frekuensi menonton sinetron maka sikap konsumtif juga akan semakin tinggi dan sebaliknya, semakin rendah frekuensi menonton sinetron pada remaja putri maka sikap konsumtifnya juga akan semakin rendah. Hasil ini sejalan dengan teori peniruan modeling theories yang telah disampaikan sebelumnya. Teori peniruan ini memandang seseorang sebagai individu yang secara otomatis cenderung berempati dengan perasaan orang-orang yang diamatinya dan meniru sikapnya Rakhmat, 2001. Pertama kita membandingkan sikap kita dengan orang yang kita amati yang berfungi sebagai model Rakhmat, 2001, kemudian kita mulai meniru sikapnya. Rakhmat 2001 bahkan menyatakan bahwa melalui televisi, orang meniru sikap idola mereka, apalagi menurutnya televisi, film, dan komik secara dramatis mempertontonkan sikap fisik yang mudah ditiru. Televisi yang dalam penelitian ini diamati melalui sinetron, selalu mempertontonkan tema yang seragam, yaitu lebih sering menggarap tema kehidupan masyarakat kota dan kelas sosial atas, selalu mengumbar kemewahan duniawi, dan mengandung unsur kapitalis. Tema-tema itulah yang ditonton dan ditiru oleh remaja sehingga tidak menutup kemungkinan dapat membuat remaja menjadi konsumtif. Pertama remaja akan mengamati sikap konsumtif yang ditampilkan oleh tokoh-tokoh dalam sinetron, kemudian mereka mulai meniru sikap konsumtif tokoh sinetron idola mereka tadi. Keadaan tersebut juga didukung oleh sifat remaja yang menurut Sinta Indra Astuti, MSi, dosen Unisba Bandung, masih sangat rentan terhadap siaran berbagai media, terutama sinetron, apalagi mereka belum memiliki bekal yang cukup untuk mengkritisi sebuah produk seperti sinetron dan gampang meniru setiap adegan yang ada didalam sinetron ”Sinetron Remaja”, 2008. Data pada penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar subjek penelitian yaitu sebanyak 70 hanya menonton sinetron dibawah 6 jam setiap minggunya. Data penelitian juga menunjukkan bahwa rata-rata frekuensi menonton sinetron pada subjek yang sudah kuliah 3,25 lebih tinggi daripada rata-rata menonton sinetron pada subjek yang masih duduk di bangku sekolah menengah 3,05. Hal tersebut mengindikasikan bahwa subjek remaja putri yang sudah kuliah menonton sinetron lebih sering daripada remaja putri yang masih duduk di bangku sekolah menengah atas. Data penelitian juga mendukung kesimpulan yang telah disampaikan sebelumnya bahwa ada hubungan yang positif antara variabel frekuensi menonton sinetron dengan variabel sikap konsumtif, yang berarti semakin rendah frekuensi menonton sinetron pada remaja putri maka sikap konsumtifnya juga akan semakin rendah. Data penelitian menunjukkan bahwa frekuensi menonton sinetron pada subjek tergolong cukup rendah, yaitu hanya dibawah 6 jam setiap minggunya. Hal tersebut tampaknya menjadi penyebab rendahnya sikap konsumtif subjek. Rendahnya sikap konsumtif tersebut tercermin dari hasil nilai mean empiris yang lebih kecil daripada nilai mean teoritis 104,03130, yang berarti bahwa rata-rata subjek penelitian memiliki tingkat sikap konsumtif yang rendah. Skor koefisien korelasi yang dihasilkan dari penelitian ini sebesar 0,354 menunjukkan derajat hubungan yang rendah antara variabel frekuensi menonton sinetron dan variabel sikap konsumtif. Sumbangan yang diberikan oleh variabel frekuensi menonton sinetron terhadap sikap konsumtif remaja putri pun tergolong cukup rendah, yaitu hanya sebesar 0,125 atau 12,5. Hal ini berarti frekuensi menonton sinetron hanya memberi sedikit sumbangan terhadap sikap konsumtif remaja. Sumbangan frekuensi menonton sinetron yang cukup rendah tadi dan derajat korelasi yang juga tergolong rendah, dapat menggambarkan bahwa frekuensi menonton sinetron hanya merupakan sebagian kecil saja dari berbagai hal yang mempengaruhi sikap konsumtif. Selain itu frekuensi menonton sinetron pada penelitian ini hanya dilihat dari lamanya subjek menonton sinetron setiap minggunya. Hal ini merupakan salah satu keterbatasan penelitian. Data mengenai jenis sinetron apa yang ditonton oleh subjek, kapan saja waktu menonton, serta apakah subjek benar-benar mengikuti jalan cerita sinetron yang ia tonton belum diungkap pada penelitian ini. Pilihan jawaban frekuensi menonton sinetron pada angket pun hanya terbatas sampai diatas 21 jam. Data-data tersebut sangat penting untuk mengungkap mengenai intensitas menonton sinetron, sebab data frekuensi saja kurang dapat mengungkap seberapa intens subjek menonton sinetron. Oleh sebab itu data-data tersebut harus diungkap apabila ingin mengetahui seberapa jauh intensitas menonton sinetron mempengaruhi sikap konsumtif. Data mengenai frekuensi saja, belum cukup memadai untuk mengetahui indikator yang kemungkinan mempengaruhi sikap konsumtif. Berdasarkan uraian sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa frekuensi menonton sinetron bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi sikap konsumtif, tetapi masih banyak faktor lain yang juga mempengaruhi sikap konsumtif dan perlu untuk dipertimbangkan seperti kebudayaan, kelas sosial, kelompok sosial, dan kelompok referensi, keluarga, motivasi, proses belajar, kepribadian, serta konsep diri. Oleh karena itu sebaiknya dalam membahas sikap konsumtif perlu juga untuk mempertimbangkan keseluruhan faktor-faktor yang mempengaruhi sikap konsumtif dan bukan hanya menyorotinya dari salah satu faktor saja. Kesimpulan tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Evanita, Afnidarti, dan Armida. Mereka meneliti pengaruh terpaaan iklan televisi terhadap sikap konsumtif ibu rumah tangga di kota Padang. Penelitian tersebut berkesimpulan bahwa sikap konsumtif ibu rumah tangga tidak hanya dipengaruhi oleh variabel iklan saja, melainkan juga dipengaruhi oleh variabel diluar iklan yang melekat pada pemirsa. Lebih jelas lagi penelitian ini mencapai kesimpulan bahwa iklan televisi, model iklan televisi, repetisi iklan televisi, motivasi, umur, pendidikan, pendapatan, dan kelompok acuan secara bersama-sama berpengaruh terhadap sikap konsumtif ibu rumah tangga. Faktor-faktor lain yang belum dipertimbangkan di dalam penelitian ini juga merupakan salah satu keterbatasan penelitian. Subjek penelitian yang hanya diambil di kota Yogyakarta dan adanya heterogenitas sekolah subjek juga merupakan keterbatasan penelitian ini. Seperti yang dapat dilihat pada tabel VI subjek berasal dari jenis sekolah yang berbeda-beda, ada yang berasal dari SMK, Akper, maupun sekolah swasta dan negeri. Meskipun sama-sama berasal dari kota Yogyakarta, tetapi heterogenitas sekolah subjek menyebabkan subjek memiliki latar belakang yang berbeda-beda, baik itu dalam hal pergaulan, pendidikan, dan juga motivasi belajar.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang positif antara frekuensi menonton sinetron dengan sikap konsumtif pada remaja putri.

B. SARAN

Berdasarkan kesimpulan di atas dapat diberikan beberapa saran bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti mengenai konsumtivitas, yaitu untuk lebih memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumtif ketika melakukan penelitian dengan menggali informasi sebanyak mungkin dari subjek. Disarankan juga untuk meneliti faktor lain yang mempengaruhi perilaku konsumtif, tetapi belum pernah diteliti sebelumnya. Sebaiknya peneliti selanjutnya mempertimbangkan untuk menggunakan alat ukur maupun metode penelitian lain selain yang digunakan dalam penelitian ini ketika ingin meneliti mengenai sikap maupun perilaku konsumtif. DAFTAR PUSTAKA Aiken, Lewis R. 2002. Attitudes and Related Psychosocial Constructs: Theories, Assessment, and Research. London: Sage Publications. Anggarasari, Rina Ekaningdyah. 1997. Hubungan tingkat religiusitas dengan sikap konsumtif pada ibu rumah tangga. Psikologika, 4, 15-20. Azwar, Saifuddin. 2000. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Bauer, Gabrielle. 2005, September. Awas serangan iklan. Reader’s Digest Indonesia, 57-62. Dewasa muda menonton paling sedikit. 2008, Agustus. AGB Nielsen Newsletter, 24, 1-2. Dipungut 18 November, 2008 dari http:cs.agbnmr.com. Dharmmesta, Drs. Basu Swastha Handoko, Drs. T. Hani. 2000. Manajemen Pemasaran Analisis Perilaku Konsumen. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta. Evanita, S., Afnidarti, A. R., Armida. S. tanpa tahun. Pengaruh Terpaan Iklan Televisi Terhadap Perilaku Konsumtif Ibu Rumah Tangga di Kota Padang Sumatera Barat. Dipungut Juli, 2008, dari http:menegpp.go.id. Gilarso, T. 1986. Ekonomi Indonesia Sebuah Pengantar jilid I. Yogyakarta: Kanisius. Gilarso, T. 2004. Pengantar Ilmu Ekonomi Makro. Yogyakarta: Kanisius. Herawati, Prillia. 2008, 28 Februari-5 Maret. Rela ngutang demi tampil gaya. Femina, No. 09XXXVI, 42-46. Ikawati, Yuni. 2008, Agustus 6. Menangkal “racun” di TV anda. Kompas, 14. Konsumtifisme Memancing Kriminalitas. 2008, Agustus 6. Kompas. 1, 15. Lina Rosyid, Haryanto F. 1997. Perilaku konsumtif berdasar locus of control pada remaja putri. Psikologika, 4, 5-13. Lukmantoro, Triyono. 2007, Oktober 29. Sinetron, Market Disciplining, And Women Utopia. Dipungut 16 Agustus, 2008, dari http:www.menegpp.go.id. Muizzudin. 1997. Studi diskriptif frekuensi tayangan erotis siaran televisi sebagai simulator erotika dan penggunaan durasi waktu menonton televisi pada pemuda dan pemudi di pedesaan: Studi kasus di Kabupaten Dati II Blitar. Dipungut 15 November, 2008, dari http:digilib.itb.ac.id. Munandar, Ashar Sunyoto. 2001. Psikologi Industri Dan Organisasi. Tangerang: Universitas Indonesia UI-Press. Nainggolan, Nancy. 2008. Mencermati Pola Menonton TV Anak Dan Remaja. Dipungut 15 November, 2008, dari http:indonesiabreakingnewsonline.blogspot.com Purwanto, M.Pd. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Untuk Psikologi Dan Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Saatnya Diet Menonton Televisi. 2008, Mei. Dipungut 15 November, 2008, dari http:buntomijanto.wordpress.com. Santrock, John W. 2003. Adolescence Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga. Sarwono, Sarlito W. 2005. Psikologi Remaja. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Sayang Anak, Sayang Anak. 2005, September. Reader’s Digest Indonesia, 60- 61. Sembiring, JJ Amstrong. 2007, Juli 19. Budaya Konsumerisme. Dipungut Juli, 2008, dari http:indowarta.com. Sinetron Berseri TV Indonesia Banyak Yang Tidak Mendidik Bikin Ketagihan. 2007, Agustus 17. Dipungut 16 Agustus, 2008, dari http:organisasi.org. Sinetron Indonesia Dan Pembodohan. 2006, Desember 27. Dipungut 16 Juli, 2008, dari http:nofieiman.com200612sinetron-indonesia-dan- pembodohan. Sinetron: Rating, Mimpi Dan Perempuan. 2001, April-Juni. Dipungut 16 Juli, 2008, dari http:www.insideindonesia.orgedit66sinetron.htm. Sinetron Remaja Masih Tetap Buram. 2008, Februari 20. Dipungut 16 Agustus, 2008, dari http:entertainment.kompas.com. Singgih, Santoso. 2005. Seri Solusi Bisnis Berbasis Teknologi Informasi: Menggunakan SPSS Untuk Statistika Nonparametrik. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Sugiyatma Wahyuni, Sri. 2006. Pencegahan perilaku anak dan remaja dari pengaruh negatif tayangan televisi. Media Informasi Penelitian, 188, 389- 400. Rakhmat, Drs. Jalaluddin. 2001. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Tambunan S. Psi, Raymond. 2007, April 6. Remaja Dan Perilaku Konsumtif. Dipungut 16 Juli, 2008, dari http:kajiangemanusa.blogspot.com. Team Pustaka Phoenix. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Media Pustaka Phoenix. Televisi Dan Komputer Ganggu Perkembangan Anak. 2008, 18 Februari. Dipungut 16 Juli, 2008, dari www.kompas.com Trihendradi, C. 2008. Langkah Mudah Menguasai Analisis Statistik Menggunakan SPSS 15. Yogyakarta: Penerbit ANDI. Widiastuti, Retno. 2003, Maret 17. Konsumerisme Vs Konsumtivisme Martabat Perempuan Sebagai Konsumen. Dipungut Juli, 2008, dari http:www2.kompas.com. Wirodono, Sunardian. 2006. Matikan TV-Mu. Yogyakarta: Resist Book. Yuliana, Fitri. 2006. Perilaku konsumtif terhadap barang yang berdiskon pada remaja putri. Abstrak dipungut 18 November, 2008, dari http:library.gunadarma.ac.id. LAMPIRAN