Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Profesi guru adalah suatu profesi yang sangat mulia. Pekerjaan yang mereka lakukan sangatlah berat dan penuh tanggung jawab baik kepada pribadi, masyarakat maupun pemerintah. Dengan tanggung jawab yang diemban oleh seorang guru seharusnya seorang guru mendapatkan balas jasa yang seimbang dengan tanggung jawabnya. Seharusnya kehidupan dan pengembangan profesi mereka lebih diperhatikan agar seorang guru lebih berkualitas dalam mengajar atau bisa dibilang lebih professional dalam mengajar. Namun dalam kenyataannya, profesi guru sering dianggap rendah oleh banyak kalangan, karena dilihat dari gaji yang mereka terima. Padahal guru salah satu faktor penentu tinggi rendahnya hasil dari pendidikan. Tinggi rendahnya hasil pendidikan bisa dilihat dari kesiapan guru dalam mengajar. Kesiapan guru dalam mengajar bisa dihasilkan bila didukung oleh perekonomian dan kesejahteraan guru yang memadai. Bila perekonomian guru dan kesejahteraan guru bisa diatasi maka seorang guru tidak akan mencapai pendapatan di luar profesinya yang bisa mengganggu profesionalitas seorang guru. Guru dianggap professional bila dapat menyiapkan mata pelajaran yang akan diajarkan kepada siswanya tidak hanya dari buku pelajaran semata tetapi dari pengetahuan-pengetahuan baru dan yang sedang hangat-hangatnya 1 2 dibicarakan. Untuk mendapatkan berita ini seorang guru minimal hatus mendengarkan berita dari radio, televisi atau membacanya di Koran. Salah satu persoalan klasik di Indonesia yang sudah dirasakan bertahun-tahun, dari periode berikutnya dan belum pernah terpecahkan adalah rendahnya gaji guru dan tingkat kesejahteraannya. Pertanyaan yang sekarang perlu dicari jawabanya adalah apakah mungkin dengan gaji yang kecil seorang guru bisa mencukupi kebutuhan dasarnya? Apa yang menjadi dasar kita mengatakan kesejahteraan guru di Indonesia rendah atau gaji yang kecil? Penelitian atas kesejahteraan yang rendah itu didasarkan paa beberapa hal. Pertama dibandingkan dengan kesejahteraan guru di negara-negara lain, termasuk negara tetangga kita Malaysia. Kedua dibandingkan dengan alokasi waktu yang dicurahkan oleh guru dan beban tanggungjawab yang harus mereka pikul, dibandingkan dengan gaji Pegawai Negeri Sipil PNS pada umumnya. Ketiga dibandingkan dengan nilai tukar uang atas kebutuhan dasar untuk hidup sehari-hari seorang guru. Dibanding dengan gaji guru-guru di negara tetangga Malaysia, gaji guru Indonesia amatlah rendah, karena nilai tukarnya tidak mencukupi kebutuhan hidup selama satu bulan dengan tiga atau empat anggota keluarga. Untuk memenuhi kebutuhan makan yang memenuhi standar empat sehat lima sempurna tidak mencukupi, apalagi untuk kebutuhan lainnya. Bila dibandingkan dengan kesejahteraan PNS lain di Indonesia, secara nominal gaji guru lebih tinggi untuk golongan dan masa kerja yang sama. Misalnya sama-sama golongan IIIA antara PNS guru dengan PNS non guru 3 karena guru mendapatkan tambahan tunjangan fungsional. Memang jam kerja PNS guru dan PNS non guru tidak sama, kalau PNS non guru bekerja sehari 8 sampai 10 jam atau kurang lebih 42 jam per minggu. Tetapi jam kerja seorang guru tidak terbatas. Memang seorang guru mengajarnya hanya pukul 07.00 saampai 12.45 tetapi sebelum mengajar seorang guru harus mempersiapkan bahan mata pelajaran yang akan disampaikan dan membuat satuan pelajaran. Setelah mengajar harus memeriksa hasil pelajaran siswa. Peluang seorang PNS guru untuk mendapatkan pendapatan diluar gaji sangatlah sulit atau sangatlah kecil. Sedang PNS non guru lebih banyak mendapatkan peluang karena sering ada proyek-proyek dengan masyarakat. Sedangkan guru memiliki peluang dengan cara memberi les di sekolah maupun diluar sekolah. Harapan masyarakat terhadap guru saangatlah besar, bukan hanya disekolah saja tetapi juga di lingkungan tempat tinggalnya seorang guru dianggap sebagai panutan atau teladan bagi masyarakat. Hal yang paling menyedihkan yang sekarang ini dialami para guru tidak tetap di Indonesia, terutama disekolah-sekolah kecil terlebih di pedesaan. Sampai sekarang banyak sekolah kecil terutama di desa yang memberi honor sebesar Rp.2.500,00 per jam mengajar. Dengan demikian, kalau seorang guru mengajar dalam satu minggu 24 jam, maka dalam satu bulan hanya mendapatkan gaji Rp 60.000,00. di Jakarta sampai sekarang masih ada sekolah yang menggaji guru sebesar Rp.4.000,00 per jam. Engan demikian bila guru mengajar dalam satu minggu mengajar 24 jam mata pelajaran maka dalam satu bulan hanya mendapatkan honor Rp. 96.000,00. dapat dilihat dari 4 gaji yang mereka peroleh amatlah tidak sesuai dengan pengorbanan yang mereka keluarkan. Di kota besar seperti Jakarta, para guru swasta mengajar di sekolah- sekolah yang tergolong sekolah mahal saja gaji yang diteima amatlah kecil, yaitu kurang dari Rp. 1.500.000,00 per bulan yang diatas Rp 1.500.000,00 per bulan sangatlah jarang. Dengan tuntutan ekonomi yang tinggi, gaji dibawah Rp 1.500.000,00 per bulan sangatlah tidak cukup untuk memenuhi hidup sehari-hari. Hal serupa juga terjadi pada sekolah-sekolah negeri di Jakarta. Gaji yang diterima guru tidak tetap guru pemula, guru bantu amatlah renah di Jakarta saja masih ada yang memperoleh gaji dibawah Rp 200.000,00 per bulan, nasibnya juga tidak jelas, amat tergantung dari otoritas kepala sekolah sehingga sewaktu-waktu bisa dipecat, seperti yang di alami oleh Umas Abdhali and kawan-kawan yang mengajar di SMU 112 Jakarta Kompas 20 Sept 2000. Bila guru-guru swasta menapat dana insentif dari pemerintah sebesar Rp 75.000,00 per bulan, yang pembayarannya dilakukan enam bulan sekali, juga ada daerah yang memberi tambahan insentif lain sebesar Rp 50.000,00 per bulan maka para guru tidak tetap terutama guru pemula dan guru Bantu disekolah-sekolah negeri, baik SD sampai SMU tidak memperoleh dana insentif sama sekali. Pemerintah dan masyarakat jangan menutup mata terhadap kekurangan dan keganjilan yang di alami guru, termasuk soal kesejahteraan atau kecukupan kebutuhan dasar guru. Kondisi itu menjadi ironis karena disisi lain seorang guru harus mempersiapkan keberhasilannya dalam mengajar, tetapi 5 disisi lain seorang guru harus berfikir bagaimana caranya untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Akibat tekanan ekonomi yang rendah, tak jarang mereka melakukan aksi mogok mengajar bahkan demonstrasi. Mereka melakukan hal itu cukup beralasan dan masuk akal dan bisa dipahami. Bila kesejahteraan guru tidak diperbaiki maka akibatnya akan fatal, bisa jadi untuk memenuhi kebutuhan mereka akan mencari pendapat dari usaha lain sehingga waktunya akan habis. Akibatnya kualitas pendidikan akan merosot. Oleh karena itu, menjadi kewajiban kita semua baik pemerintah maupun masyarakat, untuk mensejahterkan guru secara berlahan-lahan, sehingga para guru dapat mencukupi kebutuhan dasarnya untuk mempertahankan kehidupan mereka yang lebih layak. Kita tahu, kesejahteraan guru pada jaman dahulu dengan jaman sekarang sangatlah berbeda, jaman dahulu kebutuhan dasar mereka sangatlah baik karena kebutuhan dasar mereka terjamin, tapi sekarang tingkat kesejahteraan mereka terabaikan, sehingga harus mencari tambahan atau usaha lain untuk mencukupi kebutuhan mereka. Rekomendasi Bank Dunia untuk memberdayakan guru dan tenaga kependidikan 1999 menyebutkan bahwa apapun yang diluncurkan untuk meningkatkan mutu guru guna memacu mutu mutu pendidikan missal, peningkatan kualifikasi pendidikan, penataran-penataran, pengendalian saran dan prasarana pendidikan, serta restrukturisasi system insentitif dengan pemberian imbalan yang baik kepada guru berprestasi merit system tidak akan memberi pengaru maksimal bagi peningkatan mutu jika kesejahteraan semua guru belum terpecahkan untuk hidup layak bersama keluarganya. 6 Selanjutnya, survey yang dilakukan Bank Dunia di Indonesia, Liberia dan Somalia menunjukan jumlah guru yang memiliki sambilan kedua atau ketiga untuk mencari penghasilan tambahan. Masalah keasejahteraan guru, menyangkut guru keseluruhan, baik guru negeri, guru swasta, guru tidak tetap guru pemula, guru bantu guru TK, SD, SMP, SMU maupun dosen. Dengan adanya pemilihan-pemilihan yang jelas, kirany dapat mengetahui sebetulnya cenderung membicarakan rendahnya gaji guru. Rendahnya guru dilihat dari nominal yang diperoleh, bukan pada usaha atau langkah atau usaha yang ditempuh oleh guru dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan kemampuan yang ada dan berdasarkan pada permasalahan di atas, maka penulis bermaksud untuk melakukan penelitian tentang “Pola-pola Penggajian Guru Tidak Tetap GTT, Tingkat Kecukupan Kebutuhan Dasar, dan Tingkat Kecukupan Kebutuhan Pengembangan Profeasional di Kotamadya Daerah Istimewa Yogyakarta”.

B. Batas Masalah