C. Hepatotoksin
Hepatotoksin adalah senyawa yang dapat menyebabkan gangguan pada jaringan hepar Robbins and Kumar, 1995. Hepatotoksin juga merupakan zat
yang mempunyai efek toksik pada hepar dengan dosis berlebih atau dalam jangka waktu yang lama Watt and Zimmerman, 1978.
Berdasarkan mekanisme kerusakan hepar, hepatotoksin dibagi menjadi dua macam :
a. Hepatotoksin intrinsik
Hepatotoksin intrinsik merupakan hepatotoksin yang dapat diprediksi, tergantung dosis dan melibatkan mayoritas individu yang menggunakan obat
dalam jumlah tertentu. Rentang waktu antara mulainya dan timbulnya kerusakan hepar sangat bervariasi dari beberapa jam sampai beberapa minggu. Contoh obat
dari hepatotoksin tipe ini antara lain tetrasiklin, parasetamol, karbon tetraklorida, dan salisilat Aslam, Tan dan Prayitno, 2003.
b. Hepatotoksin idiosinkratik
Hepatotoksin idiosinkratik merupakan hepatotoksin yang tidak dapat diprediksi. Hepatotoksin ini terkait dengan hipersensitivitas atau kelainan
metabolisme. Respon dari hepatotoksin ini tidak dapat diprediksi dan tidak tergantung pada dosis pemberian. Contoh obat dari hepatotoksin tipe ini antara
lain isoniazid, halothane dan chlorpromazine Aslam dkk., 2003.
D. Karbon Tetraklorida
Gambar 7. Struktur Karbon Tetraklorida Dirjen POM, 1995.
CCl
4
Gambar 7 merupakan cairan jernih, tak berwarna, tidak larut dalam air, mudah menguap dan mempunyai bau khas. Berat Molekul CCl
4
yaitu 153,82 Dirjen POM, 1995. CCl
4
merupakan cairan yang tidak mudah terbakar dan larut dalam etanol, aseton, benzene, dan karbon disulfida. CCl
4
digunakan dalam
industri sebagai pelarut organik. Oehha, 2000. CCl
4
merupakan senyawa kimia yang sudah terbukti bersifat karsinogenik. Pada penelitian Haki 2009 telah dilakukan penelitian
menggunakan hepatotoksin CCl
4.
Panjaitan, Handharyani, Chairul, Masriani, Zakiah, dan Manalu 2007 melaporkan bahwa
sekelompok tikus galur Sprague Dawley yang diinduksi karbon tetraklorida mengalami steatosis pada sel-sel hepar
tikus dan kerusakan yang diakibatkan oleh CCl
4
sebanding dengan dosis yang diinduksikan. Rosnalini 1995 melakukan penelitian mengenai hepatotoksin CCl
4
dengan menggunakan senyawa hepatoprotektif kurkuminoid. CCl
4
dapat melalui membran sel dan CCl
4
yang tertelan akan didistribusikan ke semua organ, tetapi
efek toksiknya terutama terlihat pada hepar Gambar 8.
Gambar 8: Mekanisme CCl
4
merusak hepar Fausto, 2006
Hepar menjadi target utama karena senyawa ini bergantung pada aktivasi metabolisme sitokrom P-450 CYP2E1. Dosis rendah karbon tetraklorida
dapat menyebabkan perlemakan hepar dan destruksi CYP2E1. Destruksi CYP2E1 terjadi terutama di sentrilobular dan daerah tengah hepar. Senyawa ini selektif
untuk isoenzim tertentu, pada tikus diketahui selektif untuk CYP2E1, sedangkan pada isoenzim lain seperti CYP1A1 tidak mempengaruhi Timbrell, 2008.
CCl
4
merupakan xenobiotik yang lazim digunakan untuk menginduksi peroksidasi lipid dan keracunan. Dalam endoplasmik retikulum hepar CCl
4
dimetabolisme oleh sitokrom P-450 2E1 CYP2E1 menjadi radikal bebas triklorometil CCl3 Jeon, Hwang, Park, Shin, Choi, Park, 2003. Triklorometil
dengan oksigen akan membentuk radikal triklorometilperoksi yang dapat menyerang lipid membran endoplasmik retikulum dengan kecepatan yang
melebihi radikal
bebas triklorometil.
Selanjutnya triklorometilperoksi
menyebabkan peroksidasi lipid sehingga mengganggu homeostasis Ca
2+
, dan
akhirnya menyebabkan kematian sel Shanmugasundaram and Venkataraman, 2006.
Penyusun utama membran sel adalah lipid, protein, dan karbohidrat. Lipid yang menyusun membran adalah fosfolipid. Fosfolipid merupakan molekul
yang bersifat amfipatik, artinya memiliki daerah hidrofilik dan hidrofobik. Keberadaan dua lapis fosfolipid mengakibatkan membran memiliki permeabilitas
selektif, tetapi protein juga ikut menentukan sebagian besar fungsi spesifik membran. Membran plasma dan membran organel memiliki ragam protein yang
spesifik. Molekul lipid dan molekul protein pada membran tidak terikat secara kovalen, melainkan melalui interaksi nonkovalen yang kooperatif Delgado and
Remers, 1991. Asam lemak penyusun membran sel khususnya asam lemak rantai
panjang tak jenuh PUFAs amat rentan terhadap radikal bebas. Menurut Jeon et al. 2003 jumlah PUFAs dalam fosfolipid membran endoplasmik retikulum akan
berkurang sebanding dengan jumlah CCl
4
yang diinduksikan. Pemberian CCl
4
dalam dosis tinggi dapat merusak endoplasmik retikulum, mengakumulasi lipid, mengurangi sintesis protein, mengacaukan proses oksidasi, menurunkan bobot
badan, menyebabkan pembengkakan hepar sehingga bobot hepar menjadi bertambah, dan pemberian jangka panjang dapat menyebabkan nekrosis
sentrilobular serta degenerasi lemak di hepar. Jeon et al., 2003 Gambar 9
Gambar 9: Mekanisme CCl
4
terhadap akumulasi lemak di hepar Fausto, 2006
E. Macaranga tanarius L.