38
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni untuk mengetahui hubungan ada tidaknya akibat setelah perlakuan yaitu penurunan
aktivitas serum LDH setelah diberi FHEMM, kemudian terdapat kelompok kontrol sebagai pembanding dan kelompok perlakuan yang diberi perlakuan yang
sama. Setiap kelompok diambil darahnya sebelum dan sesudah perlakuan untuk perbandingan. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian acak lengkap
pola searah dimana hewan uji diambil secara random dan variabel bebas yang digunakan hanya satu yaitu dosis FHEMM.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Variabel-variabel yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Variabel utama
a. Variabel bebas. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi
dosis pemberian FHEMM. Dosis FHEMM yang digunakan adalah miligram FHEMM tiap kilogram berat badan hewan uji.
b. Variabel tergantung. Variabel tergantung penelitian ini adalah
penurunan kadar LDH serum pada sel hepar tikus betina galur Wistar yang terinduksi CCl
4
setelah pemberian jangka panjang FHEMM.
2. Variabel pengacau
a. Variabel pengacau terkendali. Variabel pengacau terkendali dalam
penelitian ini adalah kondisi hewan uji, yaitu tikus betina galur Wistar dengan berat badan 130-180 g dan umur 2-3 bulan,
frekuensi pemberian FHEMM satu kali sehari selama 6 hari berturut-turut pada waktu pemberian yang sama, cara pemberian
senyawa dilakukan secara per oral dan intraperitoneal, dan bahan uji yang digunakan berupa daun M. tanarius yang diperoleh dari
daerah Paingan, Yogyakarta. b.
Variabel pengacau tak terkendali. Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah kondisi patologis tikus betina galur
Wistar.
3. Definisi Operasional
a. Ekstrak metanol-air daun M. tanarius. Didefinisikan sebagai
ekstrak kental dari 40 gram serbuk daun M. tanarius yang diekstraksi dengan pelarut 100 ml metanol dan 100 ml air ke dalam
labu erlenmyer secara maserasi menggunakan shaker selama 24 jam dengan putaran 140 rpm. Kemudian disaring menggunakan
corong Buchner yang dilapisi dengan kertas saring dengan bantuan pompa vakum, dievaporasi, dan diuapkan di oven selama 24 jam
pada suhu 45°C, hingga bobot pengeringan tetap.
b. Fraksi daun M. tanarius.
Fraksi dihasilkan dari proses maserasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius. Sejumlah ekstrak pekat yang
diperoleh, ditimbang dan dilarutkan dengan pelarut heksan etanol 1:1 dimana perbandingan antara pelarut dan ekstrak pekat yaitu 1:5.
Setelah dilarutkan dalam labu erlenmeyer, dilakukan penggojogan menggunakan shaker selama 24 jam dengan putaran 140 rpm.
Kemudian disaring menggunakan corong buchner yang dilapisi dengan kertas saring dengan bantuan pompa vakum lalu di oven
selama 24 jam pada suhu 45°C hingga bobot pengeringan tetap. c.
Pemberian jangka panjang. Pemberian FHEMM satu kali sehari selama enam hari berturut-turut dalam waktu pemberian yang
sama. d.
Efek hepatoprotektif. Efek hepatoprotektif adalah kemampuan FHEMM yang diberikan secara jangka panjang pada dosis tertentu
dapat menunjukkan potensi penurunan aktivitas LDH pada tikus betina galur Wistar yang terinduksi CCl
4
. e.
Penurunan aktivitas
serum LDH.
Didefinisikan sebagai
kemampuan FHEMM pada dosis tertentu untuk menurunkan kadar LDH secara signifikan dibandingkan dengan kontrol CCl
4
pada tikus betina galur Wistar yang terinduksi CCl
4
.
C. Bahan Penelitian
1. Bahan utama
a. Hewan uji yang digunakan berupa tikus betina galur Wistar
berumur 2-3 bulan dengan berat badan 130-180 gram yang diperoleh dari Laboratorium Imono Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
b. Bahan uji yang digunakan adalah daun M. tanarius yang diperoleh
dari daerah Paingan, Yogyakarta pada bulan Februari 2015. Daun
yang dipilih adalah yang berwarna hijau, segar, dan tidak bercacat. 2.
Bahan kimia
a. Bahan hepatotoksin yang digunakan adalah CCl
4
yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis dan Instrumental Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
b. Kontrol negatif yang digunakan adalah CMC-Na 1 yang
diperoleh dari Laboratorium Farmakologi-Toksikologi Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
c. Olive Oil Bertolli
®
sebagai pelarut hepatotoksin CCl
4
yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi-Toksikologi Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
d. CMC-Na 1 sebagai pelarut FHEMM yang diperoleh dari
Laboratorium Farmakologi-Toksikologi
Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
e. Pelarut ekstrak daun M. tanarius yang digunakan adalah metanol
teknis dan aquadest yang diperoleh dari CV General Labora Yogyakarta.
f. Pelarut fraksi daun M. tanarius yang digunakan yaitu heksan dan
etanol teknis yang diperoleh dari CV General Labora Yogyakarta. g.
Blanko pengukuran aktivitas LDH menggunakan aquabidestilata yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis dan Instrumental
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. h.
Reagen LDH yang digunakan adalah reagen serum LDH Thermo
Scientific. D.
Alat Penelitian 1.
Alat pembuatan serbuk kering daun M. tanarius
Alat untuk pembuatan serbuk kering daun M. tanarius adalah oven, mesin penyerbuk, ayakan, dan timbangan analitik Mettler Toledo.
2. Alat pembuatan fraksi daun
M. tanarius
Seperangkat alat gelas yaitu erlenmeyer, beaker glass, gelas ukur, labu ukur, batang pengaduk, kertas saring, cawan porselen, labu alas bulat,
pipet tetes, rotary evaporator IKAVAC; shaker Orbital Shaker Optima; timbangan analitik Mettler Toledo; dan oven.
3. Alat uji hepatoprotektif
Seperangkat alat gelas, yaitu beaker glass, labu ukur, gelas ukur, batang pengaduk, dan tabung reaksi; timbangan analitik; spuit injeksi per
oral dan intraperitonial; pipa kapiler, microlab 200 Merck, stopwatch, vortex Genie Wilten, centrifuge Centurium Scientific, dan eppendorf.
E. Tata Cara Penelitian
1. Determinasi daun
M. tanarius.
Determinasi daun M. tanarius dilakukan dengan mencocokkan ciri-ciri tanaman M. tanarius pada buku acuan determinasi dan disesuaikan
dengan kunci determinasinya. Determinasi dilakukan di Unit II Biologi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada.
2. Pengumpulan bahan uji
Bahan uji yang digunakan adalah daun M. tanarius yang diperoleh dari Paingan, Yogyakarta pada bulan Februari 2015. Daun yang
dipilih adalah daun yang masih segar, muda, berwarna hijau dan tidak berlubang.
3. Pembuatan serbuk daun
M. tanarius
Daun M. tanarius dicuci dengan air mengalir hingga bersih. Setelah bersih daun diangin-anginkan hingga kering kemudian dilakukan
pengeringan menggunakan oven pada suhu 30°C selama 3 hari. Daun yang telah kering kemudian diserbuk dan diayak dengan ayakan nomer mesh 50
untuk mendapatkan serbuk daun M. tanarius yang lebih halus.
4. Penetapan kadar air serbuk daun
M. tanarius
Penetapan kadar air bertujuan mengetahui kadar air dalam serbuk agar memenuhi persyaratan serbuk yang baik, yaitu kurang dari 10
Dirjen POM, 1995. Serbuk dimasukkan ke dalam alat moisture balance ± 5 g. Bobot serbuk kering ditimbang sebagai bobot sebelum pemanasan.
Serbuk kemudian dipanaskan pada suhu 110°C selama 15 menit. Serbuk yang sudah dipanaskan ditimbang kembali dan dihitung sebagai bobot
setelah pemanasan. Selisih bobot sebelum pemanasan dan sesudah pemanasan merupakan kadar air serbuk daun M. tanarius.
5. Pembuatan ekstrak metanol-air daun
M. tanarius
Serbuk daun M. tanarius diekstraksi secara maserasi. 40 gram serbuk dilarutkan dengan 100 ml pelarut metanol
dan 100 ml air di dalam labu erlenmeyer pada suhu kamar 24 jam menggunakan shaker dengan
kecepatan 140 rpm. Hasil maserasi disaring menggunakan kertas saring dan corong buchner dengan bantuan pompa vakum . Hasil saringan
dipindahkan ke dalam cawan porselen yang telah ditimbang sebelumnya
kemudian digunakan rotary vaccum evaporator untuk memisahkan cairan penyari. Setelah itu, dimasukkan ke dalam oven selama 24 jam pada suhu
45°C hingga didapatkan ekstrak dengan bobot tetap. Proses remaserasi tetap dilanjutkan hingga ekstrak menjadi bening.
6. Pembuatan fraksi daun
M. tanarius
Fraksinasi dilakukan dengan menggunakan pelarut heksan dan etanol 1:1 dengan metode maserasi. Ekstrak pekat ditimbang dan
dilarutkan dengan pelarut heksan dan etanol 1:1 ke dalam labu erlenmeyer dimana volume pelarut disesuaikan dengan bobot ekstrak 1:5. Hasil
maserasi disaring menggunakan kertas saring dan corong buchner dengan bantuan pompa vakum. Hasil saringan dipindahkan ke dalam cawan
porselen yang telah ditimbang sebelumnya kemudian digunakan rotary vaccum evaporator. Setelah itu, dimasukkan ke dalam oven selama 24 jam
pada suhu 45°C hingga didapatkan fraksi dengan bobot tetap. Proses remaserasi tetap dilanjutkan hingga fraksi menjadi bening.
Rendemen fraksi merupakan selisih berat cawan berisi fraksi dan berat cawan kosong. Rata-rata rendemen dihitung dari jumlah bobot fraksi
dari semua replikasi per jumlah replikasi. Persentase rendemen FHEMM didapatkan dari total jumlah bobot fraksi per total jumlah bobot ekstrak
dikalikan 100. Persentase rendemen FHEMM merupakan banyaknya fraksi yang didapatkan dari ekstrak daun M. tanarius.
7. Pembuatan larutan CMC-Na 1
5,0 gram CMC-Na yang telah ditimbang seksama didispersikan ke dalam 250 ml air mendidih dan didiamkan selama 24 jam hingga CMC-
Na mengembang di dalam gelas beaker. Larutan CMC-Na 1 yang telah mengembang dipindahkan ke labu takar 500 ml dan di add 250 ml sisa air
mendidih hingga tanda batas.
8. Pembuatan suspensi FHEMM
Sejumlah FHEMM ditimbang kemudian diujikan kelarutannya terlebih dahulu di dalam olive oil dan CMC-Na 1. Berdasarkan hasil
pengujian, FHEMM mempunyai kelarutan yang paling besar terhadap CMC-Na 1. Dari hasil orientasi, didapatkan jumlah FHEMM yang dapat
larut dalam CMC-Na 1 adalah 600 mg dalam 25 ml, sehingga diperoleh konsentrasi suspensi FHEMM sebesar 600 mg25 ml.
9. Pembuatan larutan karbon tetraklorida
Berdasarkan penelitian Janakat dan Al-Merie 2002, larutan karbon tetraklorida dibuat dalam konsentrasi 50 dengan perbandingan
volume CCl
4
dan pelarut adalah 1:1. Pelarut yang digunakan yaitu olive oil.
10. Uji pendahuluan
a. Penetapan dosis toksin karbon tetraklorida. Berdasarkan penelitian
Janakat dan Al-Merie 2002, dosis hepatotoksin CCl
4
yang dapat
menyebabkan kerusakan sel-sel hepar pada tikus yaitu sebesar 2 mlkgBB yang diberikan secara intraperitonial i.p.
b. Penetapan konsentrasi fraksi daun M. tanarius. Konsentrasi yang
digunakan adalah konsentrasi pekat yang dapat dibuat dimana pada konsentrasi tersebut fraksi dapat terlarut sempurna dalam pelarut
CMC-Na 1. Konsentrasi fraksi yang dapat ditetapkan yaitu 600 mg25 ml.
c. Penetapan dosis fraksi daun M. tanarius. Penetapan dosis FHEMM
diperoleh berdasarkan konsentrasi dan volume FHEMM yang disesuaikan dengan berat badan tertinggi tikus. Dosis tertinggi yang
dapat ditetapkan yaitu 137,14 mgkgBB. Peringkat dosis II ditetapkan dengan menurunkan seperdua dari dosis tertinggi ½ x
137,14 mgkgBB = 68,57 mgkgBB dan peringkat dosis I ditetapkan dengan menurunkan seperdua dari peringkat dosis II ½
x 68,57 mgkgBB = 34,28 mgkgBB d.
Penetapan waktu pencuplikan darah. Hewan uji terdiri dari 5 ekor tikus yang diambil darahnya pada jam ke-0, 24, dan 48.
Pengambilan darah dilakukan melalui sinus orbitalis mata.
11. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji
Hewan uji yang digunakan sebanyak 30 ekor tikus yang dibagi secara acak ke dalam 6 kelompok perlakuan.
a. Kelompok I merupakan kontrol negatif yaitu CMC-Na 1 yang
diberikan secara per oral selama 6 hari beturut-turut dan dilakukan pengukuran darah pada jam ke-24.
b. Kelompok II merupakan kontrol hepatotoksin CCl
4
yang dilarutkan dalam olive oil 1:1 dengan dosis 2 mlkgBB secara intraperitonial
i.p dan dilakukan pengukuran darah pada jam ke-24. c.
Kelompok III merupakan kontrol FHEMM jangka panjang dimana kontrol diberikan FHEMM dosis tertinggi yaitu 137,14 mgkgBB
selama 6 hari berturut-turut pada waktu yang sama secara per oral dan dilakukan pengukuran darah pada jam ke-24.
d. Kelompok IV-VI merupakan kelompok perlakuan FHEMM dengan
3 peringkat dosis yaitu dosis 1 atau dosis terendah sebesar 34,28 mgkgBB, dosis II atau dosis tengah sebesar 68,57 mgkgBB, dan
dosis III atau dosis tertinggi sebesar 137,14 mgkgBB yang diberikan selama 6 hari berturut-turut pada waktu yang sama secara
per oral dan pada hari ke-7 diberikan CCl
4
. Pengukuran darah dilakukan pada jam ke-24 setelah penyuntikan CCl
4
.
12. Pengukuran aktivitas LDH
Pengukuran aktivitas LDH dilakukan di Laboratorium Bethesda Yogyakarta. Alat yang digunakan yaitu konelab prime 30 dan atau cobas 501
ROCHE. Reagen yang digunakan yaitu reagen serum LDH Thermo Scientific. Hasil pengukuran dinyatakan dengan satuan UL. Pengukuran sampel dimulai
dengan pembuatan serum darah tikus terlebih dahulu. Pertama-tama, sampel darah
sebanyak 2-3 ml dimasukkan dalam tabung vaccum, kemudian sampel dibiarkan membeku ± 15-30 menit. Setelah itu, tabung darah dimasukkan ke dalam alat
centrifuge dengan kecepatan 3500 rpm selama 10 menit yang akan membentuk 2 lapisan dimana lapisan atas merupakan serum dan lapisan bawah merupakan sel-
sel darah. Serum diambil dan selanjutnya dilakukan pengukuran. Persiapan reagen dimulai dengan mencampurkan substrat bersama 11,4 ml air yang sudah
dipurifikasi ke dalam tabung kerucut 15 ml hingga larut, kemudian tambahkan 0,6 ml Assay buffer ke dalamnya dan lindungi dari cahaya hingga siap digunakan.
Pengukuran aktivitas serum LDH dilakukan dengan panjang gelombang 490 nm dan 680 nm.
F. Tata Cara Analisis Hasil
Data aktivitas serum LDH diuji dengan metode Shapiro-Wilk untuk mengetahui distribusi data setiap kelompok hewan uji dan didapatkan data
terdistribusi normal. Data yang terdistribusi normal selanjutnya dianalisis variansi pola searah One Way ANOVA untuk mengetahui signifikansi perbedaan rata-rata
antara kelompok sampel yang satu dengan yang lain namun tidak spesifik kelompok manakah yang berbeda dengan taraf kepercayaan 95. Kemudian
dilanjutkan dengan uji Scheffe yang lebih spesifik untuk melihat perbedaan masing-masing kelompok bermakna signifikan p0,05 atau tidak bermakna
p0,05.
G. Ruang Lingkup Penelitian
Gambar 14. Flowchart ruang lingkup penelitian
Keterangan :
=
Peneliti fokus pada pengujian efek hepatoprotektif FHEMM daun Macaranga tanarius yang diberikan secara peroral pada tikus betina
galur Wistar terinduksi CCl
4
Penelitian ini
merupakan penelitian
payung, yang
dilakukan berkelompok untuk mengetahui efek hepatoprotektif, antiinflamasi, dan analgesik
pemberian FHEMM daun M. tanarius. Peneliti hanya fokus pada pengaruh pemberian FHEMM daun M. tanarius secara peroral terhadap aktivitasnya
sebagai hepatoprotektor pada tikus betina galur Wistar terinduksi CCl
4
Gambar 14, dengan dosis pemberian fraksi sebesar 34,28; 68,57; dan 137,14 mgkgBB.
Dosis FHEMM Daun M. tanarius dosis 34,28; 68,57; dan 137,14 mgkgBB
Hepatoprotektif pada tikus terinduksi karbon tetraklorida
Antiinflamasi pada mencit terinduksi karagenin 1
Analgesik pada mencit terinduksi asam asetat 1
51
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian jangka panjang FHEMM pada tikus betina galur Wistar yang terinduksi CCl
4
berdasarkan aktivitas LDH serta untuk mengetahui kekerabatan antar dosis pemberian
FHEMM terhadap penurunan kadar serum LDH pada tikus betina galur Wistar yang terinduksi CCl
4
. Kekerabatan antar dosis pemberian FHEMM dapat ditunjukkan dengan semakin besar tingkatan dosis, maka efek yang dihasilkan
juga semakin baik atau penurunan aktivitas serum LDH yang terjadi semakin baik dan berbeda signifikan.
A. Penyiapan Bahan
1. Hasil Determinasi Tanaman
Penelitian mengenai efek hepatoprotektif ini menggunakan daun tanaman M. tanarius sebagai hepatoprotektor yang diuji akitivitasnya. Daun M. tanarius
didapat dari daerah Paingan Yogyakarta. Sebelum melakukan penelitian dilakukan determinasi terlebih dahulu untuk memastikan bahwa daun tanaman yang akan
digunakan benar-benar berasal dari daun tanaman M. tanarius. Determinasi ini menggunakan bagian batang dan daun tanaman M. tanarius kemudian dicocokan
dengan ciri-ciri morfologis daun M. tanarius pada buku acuan determinasi. Determinasi dilakukan di Unit II Biologi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas
Gadjah Mada . Hasil determinasi menunjukan bahwa daun tanaman memang benar daun tanaman M. tanarius.