meningkatkan aktivitas ALT dan AST adalah 2 mgkgBB tikus. Pelarut CCl
4
yang digunakan adalah olive oil dengan perbandingan 1 : 1. Pemberian hepatotoksin
CCl
4
diberikan secara intraperitonial. Pemberian secara intraperitonial dipilih selain karena mengacu pada beberapa penelitian sebelumnya dimana pemberian
CCl
4
diberikan secara i.p, dan juga karena terdapatnya banyak pembuluh darah di dalam rongga perut sehingga hepatotoksin akan langsung masuk ke dalam
pembuluh darah dan efek yang dihasilkan lebih cepat. Setelah pemberian CCl
4
terjadi kenaikan serum ALT dan AST sebesar 3-4 kali dari kondisi normal yang menandakan telah terjadi kerusakan pada hepar tikus Zimmerman, 1999. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dosis hepatotoksin CCl
4
sebesar 2 mlkgBB dapat meningkatkan serum ALT sebesar 3-4 kali dari kondisi normal dan serum AST
sebesar 4-5 kali dari kondisi normal yang menandakan telah terjadi kerusakan pada hepar tikus setelah induksi CCl
4
.
3. Penetapan Waktu Pencuplikan Darah
Penetapan waktu pencuplikan darah bertujuan untuk mengetahui waktu dimana hepatotoksin CCl
4
dengan dosis 2 mlkgBB mencapai efek atau respon yang maksimum dalam merusak organ hepar. Sebelum hepatotoksin diberikan
secara i.p kepada tikus, serum darah tikus diambil terlebih dahulu sebagai jam ke- 0 atau sebagai kontrol yang bertujuan untuk membandingkan kadar serum ALT
dan AST sebelum dan sesudah perlakuan. Pada penelitian ini dilakukan penentuan waktu pencuplikan darah pada jam ke-24 dan 48. Dari pengujian ini kemudian
didapatkan waktu terjadinya peningkatan ALT dan AST yang paling besar. Waktu inilah yang kemudian dijadikan pedoman pengambilan darah tikus dalam
melakukan penelitian lebih lanjut. Apabila ketoksikan CCl
4
sampai pada hepar, maka serum aminotransferase yaitu ALT dan AST yang merupakan enzim utama
dalam hati akan terlebih dahulu keluar ke dalam darah dan mengalami peningkatan. ALT berperan dalam membentuk glutamat ke piruvat. Piruvat yang
terbentuk bereaksi dengan 2,4-dimitro phenylhidrasin dalam suasana alkalis. Piruvat kemudian diubah menjadi laktat dikatalisis oleh LDH yang membutuhkan
NADH Campbell, Mitchell, Reece, Taylor, and Simon, 2006. Oleh karena itu, apabila terjadi peningkatan ALT maka piruvat yang terbentuk juga semakin
banyak dan LDH yang dibutuhkan untuk mengkatalisis juga semakin banyak, maka laktat yang terbentuk juga semakin banyak, sedangkan hepar juga
mengalami penurunan fungsi untuk membersihkan laktat akibat ketoksikan dari CCl
4
sehingga terjadilah kenaikan aktivitas serum LDH. Berdasarkan hasil penelitian Ohta, Kaida, Chiba, Tada, Teruya, Imai, et al., 2009
menyatakan bahwa terjadi peningkatan aktivitas serum ALT, AST, LDH, kreatin kinase, urea
nitrogen dan kreatinin pada tikus yang mengalami stres oksidatif. Hal ini dapat dikaitkan dengan stres oksidatif yang terjadi pada tikus akibat radikal bebas yang
ditimbulkan oleh CCl
4
sehingga setelah pemberian hepatotoksin CCl
4
terjadi peningkatan aktivitas serum ALT dan AST kemudian LDH. Pada penelitian Ho,
Lai, Lin, Liu, Huang, Chiu, et al., 2009 terjadi peningkatan yang signifikan antara serum AST, ALT dan LDH setelah pemberian 8-24 jam pada tikus yang
terinduksi hepatotoksin acetaminophen. Peningkatan LDH terkait dengan steatosis sebesar 1-2 kali dari normal Gupta, 2014, namun pada penelitan ini merupakan
penelitian payung dimana terdapat parameter-parameter kerusakan hati lain
seperti albumin, bilirubin, dan ALP yang belum diketahui besarnya peningkatan yang berhubungan dengan kerusakan hati steatosis oleh induksi hepatotoksin
CCl
4
. Oleh karena itu, ALT dan AST digunakan sebagai patokan waktu pencuplikan darah pada penelitian ini.
Hasil pengujian aktivitas serum ALT dapat dilihat pada tabel I dan gambar 15.
Tabel I. Nilai purata ± SE aktivitas serum ALT darah tikus setelah pemberian CCl
4
dengan dosis 2 mlkgBB pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam
Selang waktu jam Purata Aktivitas serum ALT ± SE UL
66,8 ± 0,8 24
184,0 ± 16,5 48
62,3 ± 15,6 Keterangan : SE = Standard Error
Gambar 15. Diagram batang rata-rata aktivitas serum ALT tikus setelah pemberian 2 mlkgBB CCl
4
pada waktu pencuplikan 0, 24, dan 48 jam
Pada tabel I dan gambar 15 dapat dilihat bahwa aktivitas serum ALT yang paling besar terjadi pada jam ke -24 184,0 ± 16,5 UL jika dibandingkan
dengan jam ke-0 66,8 ± 0,8 UL. Aktivitas serum ALT mengalami kenaikan sebesar 3 kali dari keadaan normal pada jam ke-24, kemudian pada saat jam ke-48
62,3 ± 15,6 UL aktivitas serum ALT mulai mengalami penurunan. Hasil uji statistik aktivitas serum ALT menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang
bermakna antara aktivitas serum ALT pada jam ke-24 dengan jam ke-0, namun terdapat perbedaan yang tidak bermakna antara aktivitas ALT pada jam ke-0
dengan jam ke-48. Hal ini berarti bahwa pada jam ke-48, aktivitas serum ALT sudah kembali normal mendekati jam ke-0. Dari hasil yang didapatkan dapat
dikatakan bahwa CCl
4
dengan dosis 2 mlkgBB menyebabkan kerusakan hepar yang paling parah pada jam ke-24.
Hepar mempunyai kemampuan untuk mengeluarkan toksikan dengan kapasitasnya yang lebih tinggi dalam proses biotransformasi toksikan, sehingga
CCl
4
perlahan-lahan mulai dikeluarkan dan hepar mempunyai fungsi fisiologis dalam menetralkan racun atau obat yang masuk dalam tubuh kita apabila tidak
diberikan dalam jumlah berlebihan dan waktu yang lama sehingga kedua hal inilah yang menyebabkan pada saat jam ke-48 terjadi penurunan aktivitas serum
ALT Chandrasoma and Taylor, 1995. Hasil pengujian statistik aktivitas serum ALT dapat dilihat pada tabel II.
Tabel II. Perbedaan kenaikan aktivitas serum ALT setelah pemberian 2 mlkgBB CCl
4
pada waktu pencuplikan darah jam ke-0, 24, dan 48 jam
Jam 0 Jam 24
Jam 48 Jam 0
BB BTB
Jam 24 BB
BB Jam 48
BTB BB
BB= Berbeda bermakna p0,05; BTB= Berbeda tidak bermakna p0,05 Selain ALT, dilakukan juga analisis uji statistik aktivitas serum AST.
Pengukuran aktivitas serum AST juga dilakukan karena kedua enzim ini merupakan indikator spesifik kerusakan hepar. Jika sel hepar mengalami
kerusakan maka kedua enzim utama ini yang ada dalam sel hepar akan keluar dan masuk kedalam peredaran darah sehingga jumlah ALT dan AST dalam darah
meningkat. Aktivitas serum AST juga diukur pada waktu pencuplikan 0, 24, dan 48
jam. Pengukuran waktu pencuplikan ini dilakukan untuk mengetahui kenaikan aktivitas serum AST yang paling besar.
Hasil pengujian aktivitas serum AST dapat dilihat pada tabel III dan gambar 16.
Tabel III. Nilai purata ± SE aktivitas serum AST darah tikus setelah pemberian CCl
4
dengan dosis 2 mlkgBB pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam
Selang waktu jam Purata Aktivitas serum AST ± SE UL 154,2 ± 2,1
24 669,6 ± 8,4
48 197,7 ± 9,6
Keterangan : SE = Standard Error
Gambar 16. Diagram batang rata-rata aktivitas serum AST tikus setelah pemberian 2 mlkgBB CCl
4
pada waktu pencuplikan 0, 24, dan 48 jam
Dari gambar 16 dan tabel III menunjukkan bahwa kenaikan aktivitas serum yang paling besar terjadi pada jam ke-24 669,6 ± 8,4 Ul. Berdasarkan
hasil uji yang juga telah dilakukan pada ALT, kenaikan aktivitas serum yang paling besar terjadi pada jam ke-24, sehingga dapat dikatakan bahwa kerusakan
hepar yang paling parah terjadi pada jam ke-24. Kenaikan aktivitas serum AST pada jam ke-24 sebesar 4-5 kali lipat dari keadaan normal. Pada jam ke-48 197,7
± 9,6 Ul sudah mulai terjadi penurunan aktivitas serum AST. Secara statistik pada pencuplikan jam ke-0, 24, dan 48 memiliki perbedaan yang bermakna satu
sama lain yang berarti bahwa terdapat perbedaan aktivitas serum AST secara signifikan setelah penginduksian CCl
4
. Perlu diperhatikan bahwa antara jam ke-0 dan 48 terjadi perbedaan yang bermakna, artinya bahwa aktivitas serum AST
belum berada pada keadaan normal atau belum mendekati jam ke-0. Hal ini dikarenakan bahwa serum AST tidak hanya terdapat di hepar namun juga terdapat
dalam sel jantung, ginjal, pankreas dan eritrosit Thapa dan Walia, 2007 sehingga apabila terjadi kerusakan pada salah satu organ dapat mempengaruhi konsentrasi
AST dalam tubuh yang menyebabkan pada jam ke-48 belum mendekati normal atau jam ke-0. Meskipun ketoksikan CCl
4
yang utama terlihat pada hepar, namun senyawa ini mudah larut dalam komponen lemak, yang mengakibatkan senyawa
ini terdistribusi ke seluruh tubuh melalui aliran sistemik, sehingga kerusakan tidak hanya terjadi pada hepar namun juga dapat terjadi pada sel-sel jantung, ginjal dan
pankreas Timbrell, 2008. CCl
4
sebagai pelarut lipid memudahkan senyawa tersebut dalam menyeberangi membran sel dan dapat menimbulkan efek pada berbagai organ
tubuh termasuk susunan saraf pusat, hepar, ginjal dan peredaran darah Gene,
1999. Apabila kerusakan terjadi di luar hepar, maka kemampuan untuk
regenerasinya lebih lambat daripada sel hepar sehingga pada jam ke-48 belum mendekati normal atau jam ke-0.
Hasil pengujian statistik aktivitas serum AST dapat dilihat pada tabel IV.
Tabel IV. Perbedaan kenaikan aktivitas serum AST setelah pemberian 2 mlkgBB CCl
4
pada waktu pencuplikan darah jam ke-0, 24, dan 48 jam
Jam 0 Jam 24
Jam 48 Jam 0
BB BB
Jam 24 BB
BB Jam 48
BB BB
BB= Berbeda bermakna p0,05
Berdasarkan pengujian pencuplikan waktu terhadap kadar ALT dan AST, maka penelitian tentang efek hepatoprotektif pemberian jangka panjang FHEMM
dipilih waktu pencuplikan darah yaitu pada jam ke-24 setelah pemberian 2 mlkgBB CCl
4
.
4. Penetapan lama pemejanan FHEMM