menit. Serbuk yang sudah dipanaskan ditimbang kembali dan dihitung sebagai bobot setelah pemanasan. Selisih bobot sebelum pemanasan dan sesudah
pemanasan merupakan kadar air serbuk daun M. tanarius. Penetapan kadar air dilakukan di Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta. Hasil pengujian didapatkan bahwa kandungan air dari serbuk kering daun M. tanarius sebesar 8,76 sehingga dapat dikatakan telah
memenuhi persyaratan serbuk simplisia yang baik.
B. Hasil Penimbangan Bobot Pengeringan Tetap dan Rendemen FHEMM
Pembuatan FHEMM dilakukan dengan metode maserasi. Keuntungan utama metode maserasi yaitu prosedur dan peralatan yang digunakan sederhana,
serta metode ekstraksi maserasi tidak dipanaskan sehingga metabolit-metabolit yang tidak tahan pemanasan tidak menjadi terurai. Akan tetapi, metode maserasi
memiliki kekurangan antara lain membutuhkan waktu pengerjaan yang lama dan peralatan yang mahal. Proses ekstraksi dilakukan terlebih dahulu sebelum
dilanjutkan ke tahap fraksinasi. Proses ekstraksi dimulai dengan memasukkan serbuk daun M. tanarius sebanyak 40 gram ke dalam erlenmeyer kemudian
diekstraksi dalam pelarut 100 ml metanol dan 100 ml air. Penggojogan dilakukan dengan menggunakan shaker selama 24 jam dengan putaran 140 rpm. Kemudian
disaring dengan corong buchner yang dilapisi dengan kertas saring dengan bantuan pompa vakum, dievaporasi, dan diuapkan di oven selama 24 jam pada
suhu 45°C, hingga bobot pengeringan tetap. Proses remaserasi tetap dilanjutkan hingga ekstrak menjadi bening yang menunjukkan bahwa sudah tidak ada lagi
senyawa metabolit yang bisa diikat oleh pelarut. Pada setiap pengulangan, jumlah
filtrat yang dihasilkan semakin banyak. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya senyawa yang dapat ditarik oleh pelarut pada setiap perendaman yang
dikarenakan oleh penguapan pelarut dan tingkat penyerapan oleh sampel. Namun, ekstrak yang dihasilkan pada perendaman pertama jauh lebih banyak daripada saat
pengulangan atau remaserasi karena sebagian besarnya sudah terikat pada perendaman pertama. Tingkat penyerapan pelarut juga dapat dilihat dari
perubahan warna saat perendaman, dimana semakin banyak senyawa yang diikat, warna filtrat pun semakin pekat dan semakin sedikit senyawa yang diikat maka
warna filtrat yang dihasilkan akan semakin bening. Pemilihan pelarut pada proses ekstraksi didasarkan pada kandungan zat aktif yang terdapat pada daun M.
tanarius sehingga diharapkan zat aktif tersebut dapat larut dalam cairan penyari. Bagian tanaman yang diambil berupa daun karena penelitian ini mengacu pada
penelitian Puteri dan Kawabata 2010 dimana kandungan senyawa ellagitannin terdapat pada bagian daun. Berdasarkan penelitian Matsunami et al., 2006
bahwa senyawa antioksidan yang diperoleh dari daun M. tanarius merupakan hasil isolasi dari ekstrak metanol yang bersifat polar. Kandungan senyawa
glikosida fenolik dari daun M. tanarius dapat larut dalam air. Untuk menentukan bobot pengeringan yang sudah tetap dilakukan dengan cara menimbang ekstrak
yang berada dalam cawan setiap waktu tertentu atau hingga berat menjadi konstan. Tujuan penimbangan bobot ekstrak yaitu untuk menghitung berat zat
setelah dilakukan pengeringan pada suhu 45°C sehingga dapat diketahui pelarut penyari ekstrak sudah tidak terdapat sisa. Bobot penimbangan ekstrak yang
diperoleh selama 3 kali penimbangan berturut-turut tiap hari setelah 24 jam di
oven dinyatakan tetap ketika selisih antar bobot sebesar 0 sehingga dapat dikatakan tidak ada sisa dari pelarut ekstrak.
Proses fraksinasi dapat dikatakan hampir sama dengan proses ekstraksi. Setelah bobot pengeringan dari ekstrak tetap, maka selanjutnya dilakukan
fraksinasi. Seluruh ekstrak digunakan karena yang akan digunakan pada tahap selanjutnya dari ekstraksi adalah fraksi-fraksi yang terbentuk dari proses
fraksinasi ekstrak pekat. Fraksinasi dilakukan dari pelarut dengan tingkat kepolaran rendah atau non polar bertujuan agar proses pengikatan senyawa terjadi
secara seimbang dimana pelarut polar akan menarik kandungan senyawa yang polar dan pelarut non polar akan menarik kandungan senyawa yang non polar.
Pelarut yang digunakan untuk proses fraksinasi yaitu heksan sebagai pelarut non polar dan etanol sebagai pelarut polar dengan perbandingan 1:1. Sejumlah ekstrak
pekat yang diperoleh ditimbang dan dilarutkan dengan pelarut heksan-etanol dimana perbandingan antara pelarut dan ekstrak pekat yaitu 1:5. Proses maserasi
selanjutnya sama dengan proses maserasi pada saat ekstraksi. Remaserasi tetap dilanjutkan hingga fraksi menjadi bening yang menunjukkan bahwa sudah tidak
ada lagi senyawa metabolit yang bisa diikat oleh pelarut. Pemilihan pelarut heksan-etanol dalam fraksinasi didasarkan pada kepolaran senyawa antioksidan
daun M. tanarius. Nilai kepolaran dari heksan dan etanol sebesar 2,97. Menurut Puteri dan Kawabata 2010 terdapat tiga senyawa yang larut dalam heksan dan
etanol berdasarkan kepolarannya yaitu chebulagic acid sebesar 2,64; macatanin A sebesar 2,76; dan macatanin B sebesar 2,94.
Penentuan bobot pengeringan yang sudah tetap sama seperti penentuan bobot tetap pada ekstrak. Bobot penimbangan
tetap yang diperoleh selama 3 kali penimbangan berturut-turut tiap hari setelah 24 jam di oven sebesar 0
sehingga dapat dikatakan tidak ada sisa dari pelarut fraksi.
Dari hasil penimbangan bobot fraksi didapatkan rendemen FHEMM sebesar 19,46. Untuk pembuatan fraksi, digunakan
156 g ekstrak metanol-air
daun M. tanarius sehingga dapat dihasilkan 30 g fraksi.
C. Uji Pendahuluan