Masyarakat Mengambil Alih Tanah yang Ditinggalkan Jepang

sebesar 16 dari total luas lahan yang ada sehingga produksi minyak sawitpun di Indonesia hanya mencapai 56.000 Ton pada tahun 19481949, padahal pada tahun 1940 Indonesia mengekspor 250.000 Ton minyak sawit ke luar negeri 60 Seiring dengan pengeboman yang dilakukan Tentara Sekutu tanggal 6 Agustus 1945 di Hiroshima dan 9 Agustus 1945 di Nagasaki mengakibatkan Penguasa Jepang meninggalkan Perusahaan Perkebunan Padang Halaban dan seluruh kulinya, dikarenakan bangsa Jepang kalah oleh perang dengan Tentara Sekutu. Mengingat begitu pentingnya lahan yang ditinggalkan oleh Bangsa Jepang untuk keperluan hidup rakyat bekas kuli bangsa Jepang, sementara saat itu Indonesia belum berdaulat penuh atas kemerdekaan yang telah diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 maka, penguasa perang Indonesia saat itu, Presiden Soekarno, menyampaikan perintah langsung kepada seluruh rakyat Indonesia dan para Laskar Rakyat agar areal-areal atau tanah bekas perkebunan bangsa asing . Di Padang Halaban sendiri menurut keterangan yang diperoleh dari masyarakat setempat menyatakan bahwa lahan perkebunan kelapa sawit di Padang Halaban menyusut dikarenakan Jepang lebih menekankan kepada tanaman pangan untuk keperluan perang melawan Tentara Sekutu. Sekitar 3000 Ha dari total 8000 Ha yang tadinya perkebunan kelapa sawit diganti dengan tananam pangan. Sampai tahun 1945 perkebunan yang ada di Padang Halaban dikuasai seutuhnya oleh Jepang.

3.3.2. Masyarakat Mengambil Alih Tanah yang Ditinggalkan Jepang

60 http:gatsgarden.combibit-tanaman-kayubibit-kelapa-sawit diakses tanggal 20 November 2011 Universitas Sumatera Utara yang ditinggalkan pemiliknya, supaya dibagikan kepada rakyat Indonesia termasuk bekas kuli bangsa Jepang untuk ditanami dengan tanaman pangan guna membantu keperluan logistik perang para Laskar Rakyat, selain itu juga sebagai tanda bangsa yang sudah merdeka adalah memiliki tanah asal konvensi bangsa asing 61 1. Tanah di bekas Divisi I yang diduduki rakyat dinamakan Desa Sidomulyo . Guna menjalankan perintah langsung penguasa perang bangsa Indonesia saat itu, pada tahun 1945 juga, hampir seluruh areal lahan di Perkebunan Padang Halaban asal konvensi bangsa asing yang ditinggalkan oleh bangsa Jepang seluas sekitar 3000 Ha, dibagikan kepada rakyat bekas kuli bangsa Jepang. Setiap Kepala Keluarga mendapat 2 Ha. Tanah-tanah tersebut dibagikan berdasarkan bekas divisi perkebunan padang halaban di masing-masing tempat. Untuk selanjutnya dikembangkan menjadi perkampungan rakyatdesa, dengan luas tanah yang berhak diusahai rakyat masing-masing seluas 2 dua HaKepala Keluarga KK. Pada saat itu jumlah KK yang terdiri dari 3 maskape berjumlah 2040 KK. Dari 3 maskape berbaur menjadi satu kelompok dan menciptakan perkampungan seluas 3000 Ha. Perkampungan rakyatdesa yang dibentuk dari tanah pembagian tersebut masing-masing: 2. Tanah di bekas Divisi Pabrik yang diduduki rakyat dinamakan Desa Karang Anyar 3. Tanah di bekas Divisi II yang diduduki rakyat dinamakan Desa Sidodadi 61 Data ini diperoleh dari hasil wawancara dengan para saksi hidup saat berlangsungnya peristiwa tersebut. Universitas Sumatera Utara 4. Tanah di bekas Divisi III yang diduduki rakyat dinamakan Desa PurworejoAek Ledong 5. Tanah di bekas Divisi IV-V yang diduduki rakyat dinamakan Desa KartosentonoBrussel 6. Tanah di bekas Divisi VI yang diduduki rakyat dinamakan Desa SukadamePanigoran Menurut masyarakat, dengan keberadaan perkampungan ini para Laskar Rakyat Labuhanbatu pada waktu itu mendapat pasokan bahan pangan yang cukup dari hasil-hasil panen tanaman yang ditanam masyarakat di perkebunan. Perkebunan kelapa sawit yang masih ada seluas lebih kurang 5000 Ha sisa dari lahan yang sudah dijadikan perkampungan oleh masyarakat juga dikelola secara bersama-sama oleh masyarakat. Kemudian berjalanlah perkampungan ini dengan baik dan tidak ada masalah sampai pada tahun 1949 tepat pada saat Agresi Militer Belanda II.

3.3.3. Agresi Militer Belanda dan Perlawanan Rakyat Padang Halaban