Keberadaan Sentralisme Hukum dan Pluralisme Hukum yang membentuk Aneka Ragam Hukum

BAB IV ANEKA RAGAM HUKUM

4.1. Keberadaan Sentralisme Hukum dan Pluralisme Hukum yang membentuk Aneka Ragam Hukum

Dari kronologis permasalahan sengketa tanah antara KTPH-S dengan PT. SMART Tbk. Padang Halaban yang diuraikan pada bab di atas maka, dapat dilihat bahwa pada kasus sengketa tanah yang terjadi terdapat berbagai macam hukum yang “bergerak” dalam kasus tersebut yang menyatakan bahwa gejala pluralisme hukum dan hybrid law muncul menghiasi serangkaian proses dari awal terjadinya sengketa sampai pada proses penyelesaian sengketa. Untuk itu, pada bab ini akan ditunjukkan keanekaragaman hukum yang ada pada kasus sengketa tanah yang terjadi yang saya lihat dari kasus sengketa tanah antara KTPH-S dengan PT. SMART Tbk. Padang Halaban dengan terlebih dahulu memaparkan pandangan sentralisme hukum dan pluralisme hukum untuk mempermudah saya dalam menjelaskan keanekaragaman hukum pada kasus sengketa tanah tersebut. Sentralisme hukum memaknai hukum sebagai “hukum negara” yang berlaku seragam untuk semua orang yang berada di wilayah yurisdiksi negara tersebut. Dengan demikian, hanya ada satu hukum yang diberlakukan dalam suatu negara, yaitu hukum negara. Hukum hanya dapat dibentuk oleh lembaga negara yang ditugaskan secara khusus untuk itu. Meskipun ada kaidah-kaidah hukum lain, sentralisme hukum menempatkan hukum negara berada di atas kaidah hukum lainnya, seperti hukum adat, hukum agama, maupun kebiasan-kebiasaan. Universitas Sumatera Utara Para ahli hukum meninjau hukum secara yuridis-normatif. Hukum dipersepsikan sebatas undang-undang. Studi hukum secara yuridis-normatif ini tidak memberi gambaran mengenai apa yang sesungguhnya terjadi dengan hukum itu dalam kenyataan empiris. Ideologi sentralisme hukum diartikan sebagai suatu ideologi yang menghendaki pemberlakuan hukum negara state law sebagai satu- satunya hukum bagi semua warga masyarakat, dengan mengabaikan keberadaan sistem-sistem hukum yang lain, seperti hukum agama religious law, hukum kebiasaan customary law, dan juga semua bentuk mekanisme-mekanisme pengaturan lokal inner-order mechanism atau mekanisme pengaturan sendiri self-regulation yang secara empiris hidup dan berkembang dalam kehidupan masyarakat 84 Jadi, secara jelas ideologi sentralisme hukum cenderung mengabaikan kemajemukan sosial dan budaya dalam masyarakat, termasuk di dalamnya norma- norma hukum lokal yang secara nyata dianut dan dipatuhi warga dalam kehidupan bermasyarakat, dan bahkan sering lebih ditaati dari pada hukum yang diciptakan dan diberlakukan oleh negara state law. Karena itu, pemberlakuan sentralisme hukum dalam suatu komunitas masyarakat yang memiliki kemajemukan sosial dan budaya hanya merupakan sebuah kemustahilan. Hal yang demikian inilah yang muncul dalam keadaan yang dinamakan pluralisme hukum yang pada mulanya hadir sebagai tanggapan atas pendapat sentralisme hukum yang ternyata memang bukan hanya sekadar pendapat belaka namun lebih dari itu keadaan . 84 Griffiths, terdapat pada http:boyyendratamin.blogspot.com201111sistem-hukum-adat- ditengah-kuatnya.html diakses tanggal 6 Desember 2011 Universitas Sumatera Utara pluralisme hukum memang selalu setia “menghiasi” proses-proses hukum yang ada. Ideologi sentralisme hukum jelas bertentangan dengan hukum dalam perspektif antropologi karena dalam perspektif antropologi hukum dilihat bukan semata-mata berwujud peraturan perundang-undangan yang diciptakan oleh negara state law, tetapi juga hukum dalam wujudnya sebagai peraturan- peraturan lokal yang bersumber dari suatu kebiasaan masyarakat customary lawfolk law, termasuk pula di dalamnya mekanisme-mekansime pengaturan dalam masyarakat self regulation yang juga berfungsi sebagai sarana pengendalian sosial legal order 85 85 . Pluralisme hukum secara umum didefinisikan sebagai suatu situasi di mana dua atau lebih sistem hukum bekerja secara berdampingan dalam suatu bidang kehidupan sosial yang sama. Konsep mengenai pluralisme hukum secara umum dipertentangkan dengan ideologi sentralisme hukum. Konsep pluralisme hukum yang dikemukakan Griffiths pada dasarnya dimaksudkan untuk menonjolkan keberadaan dan interaksi sistem-sistem hukum dalam suatu masyarakat, antara hukum negara state law dengan sistem hukum rakyat folk law dan sistem hukum agama religious law dalam suatu komunitas masyarakat. Keberadaan pluralisme hukum ini membuat hukum itu menjadi beranekaragam yang secara tegas mengungkap bahwa dalam setiap masyarakat yang ada pasti ada hukum yang hidup di tengah-tengah mereka yang mereka ciptakan sendiri. http:id.shvoong.comlaw-and-politicslaw2222834-hukum-dalam-perspektif-antropologi diakses tanggal 6 Desember 2011 Universitas Sumatera Utara Berkenaan dengan hal di atas saya berpendapat bahwa hukum bukan hanya persoalan sebuah aturan yang berasal dari negara saja yang dibuat untuk mengatur dan menciptakan keteraturan di antara masyarakat yang bernaung di dalam suatu negara tetapi, lebih dari itu para aktor, dalam hal ini warga masyarakat, memiliki kemampuan untuk menciptakan aturan dan mekanisme keadilannya sendiri, bagaimana ko-eksistensi antara berbagai peraturan di tingkat nasional dan lokal dalam suatu arena sosial tertentu, dan bagaimana hukum internasional 86 dan transnasional 87 Hal yang demikian ini menyebabkan beraneka ragamnya hukum yang hidup living law di tengah-tengah masyarakat yang dinamis. Bentuk aturan seperti apapun jika aturan itu hidup dan tumbuh di suatu masyarakat maka, secara tinjauan antropologi itu adalah hukum. Jadi, dari uraian di atas tentang pluralisme hukum yang menentang sentralisme hukum sebenarnya yang ingin ditunjukkan adalah bahwa di dalam suatu masyarakat yang bernaung di bawah keberadaan hukum negara yang sifatnya formal yang mengatur masyarakat tersebut dengan peraturan tertulis yang dimuat dalam undang-undang ternyata dalam prosesnya dan faktanya di masyarakat ada hukum-hukum lain yang mengatur segi-segi berdampak pada semakin rumitnya konstelasi keberagaman sistem hukum. Perjumpaan dan saling adopsi, dan terkadang juga kontestasi di antara berbagai sistem hukum ini menyebabkan hukum terus menerus berubah mengikuti pergerakan masyarakat. 86 http:id.wikipedia.orgwikiHukum_internasional diakses tanggal 3 Oktober 2011 87 Hukum Transnasional yaitu hukum yang mengatur peraturan yang mencakup lintas negara. Contohnya: Terorisme, Pencurian benda seni dan budaya, Pencurian Hak Intelektual, Kejahatan Lingkungan, Penyelundupan senjata api, Pembajakan pesawat terbang, bajak laut, Perdagangan orang, Kejahatan Perbankan, http:rosyidhartanto.blogspot.com201105aspek-hukum- transnasional-dari-tindak.html diakses tanggal 3 Oktober 2011 Universitas Sumatera Utara kehidupan mereka dan mereka juga memiliki pandangan mereka sendiri tentang keadilan. Persepsi terhadap keadilan ternyata juga berbeda-beda tiap-tiap orang dan keadilan yang menurut pandangan sentralisme hukum itu adalah semua yang diatur dalam hukum negara ternyata tidak sepenuhnya seperti itu. Keadaan- keadaan yang seperti saya uraikan ini akan saya tunjukkan dari kasus sengketa tanah antara KTPH-S dengan PT. SMART Tbk. Padang Halaban. Dari uraian di atas, yang ingin saya tunjukkan sebenarnya di sini adalah bahwa dalam suatu permasalahan atau suatu kasus apa pun itu hukum yang digunakan sebagai cara untuk penyelesaian kasus-kasus tersebut adalah beranekaragam. Dalam tulisan ini yang akan dibahas yaitu bagaimana keanekaragaman hukum dalam suatu kasus sengketa tanah. Pada kasus sengketa tanah jika kita telaah lebih jauh maka, permasalahannya sebenarnya adalah permasalahan kepemilikan tanah. Kedua belah pihak yang bersengketa sama-sama meng-klaim bahwa mereka berhak atas kepemilikan tanah yang sedang mereka sengketakan tersebut. Tentu masalah kepemilikan tanah diatur secara tegas di dalam undang-undang hukum negara yang telah disusun oleh pemerintah khusus untuk mengatur masalah hukum yang berhubungan dengan kepemilikan tanah. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa fakta di lapangan menunjukkan bahwa ternyata hukum yang mengatur kepemilikan tanah itu bukan hanya hukum negara saja melainkan banyak hukum-hukum yang lain yang sebenarnya lebih mempunyai pengaruh yang besar dalam kancah mengatur masalah kepemilikan tanah. Universitas Sumatera Utara Dalam hal kepemilikan tanah, hukum adat juga merupakan suatu jalur hukum yang dapat digunakan untuk penyelesaian sengketa tanah. Tetapi, pada kasus sengketa tanah antara KTPH-S dan PT. SMART Tbk. Padang Halaban bukan merupakan sengketa tanah ulayat. Temuan saya di lapangan bahwa ternyata pada kasus sengketa tanah yang terjadi antara KTPH-S dengan PT. SMART Tbk. Padang Halaban terdapat hukum yang mengatur dan merupakan hukum yang hidup living law secara nyata dan memang benar-benar berjalan yang secara tidak langsung mengesampingkan hukum-hukum formal yang ada dan dalam keberadaannya hukum itu membentuk suatu kepentingan dari orang-orang atau kelompok tertentu.

4.2. Aneka Ragam Hukum pada Kasus Sengketa Tanah Padang Halaban