Pengaruh Faktor Upaya Pengobatan Dan Pencegahan Yang Dilakukan Ibu Pada Balita Dengan Penyakit Diare Di Puskesmas Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2008

(1)

Hamdani : Pengaruh Faktor Upaya Pengobatan Dan Pencegahan Yang Dilakukan Ibu Pada Balita Dengan Penyakit Diare Di Puskesmas Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2008, 2009

PENGARUH FAKTOR UPAYA PENGOBATAN DAN PENCEGAHAN

YANG DILAKUKAN IBU PADA BALITA DENGAN PENYAKIT

DIARE DI PUSKESMAS BANDAR BARU

KABUPATEN PIDIE JAYA

TAHUN 2008

TESIS

Oleh

HAMDANI

057023005/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009

S

E K O L AH

P A

S C

A S A R JA


(2)

PENGARUH FAKTOR UPAYA PENGOBATAN DAN PENCEGAHAN

YANG DILAKUKAN IBU PADA BALITA DENGAN PENYAKIT

DIARE DI PUSKESMAS BANDAR BARU

KABUPATEN PIDIE JAYA

TAHUN 2008

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi Administrasi

Kesehatan Komunitas/Epidemiologi pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

HAMDANI

057023005/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(3)

Judul Tesis : PENGARUH FAKTOR UPAYA PENGOBATAN DAN PENCEGAHAN YANG DILAKUKAN IBU PADA BALITA DENGAN PENYAKIT DIARE DI PUSKESMAS BANDAR BARU KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2008

Nama Mahasiswa : Hamdani Nomor Pokok : 057023005

Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Konsentrasi : Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. dr. Guslihan Dasatjipta, Sp.A (K)) (drh. Hiswani, M.Kes)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Dr. Drs. Surya Utama, MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)


(4)

Telah diuji pada Tanggal 30 Juni 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Guslihan Dasatjipta, Sp.A (K) Anggota : 1. drh. Hiswani, M.Kes

2. dr. Halinda Sari Lubis, M.Kes 3. Ir. Indra Chahaya S, M.Si


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH FAKTOR UPAYA PENGOBATAN DAN PENCEGAHAN

YANG DILAKUKAN IBU PADA BALITA DENGAN PENYAKIT

DIARE DI PUSKESMAS BANDAR BARU

KABUPATEN PIDIE JAYA

TAHUN 2008

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini disebut dalam daftar pustaka.

Medan, Juni 2009


(6)

ABSTRAK

Diare hingga kini masih menjadi salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian, Epidemiologi penyakit diare dapat ditemukan pada seluruh daerah geografis dunia dan kasus diare dapat terjadi pada semua kelompok umur, tetapi penyakit berat dengan kematian yang tinggi terutama terjadi pada bayi dan anak balita. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 angka kematian akibat diare di Indonesia mencapai 23 orang per 100 ribu penduduk untuk dewasa dan 75 per 100 ribu balita.

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan desain cross-sectional yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor upaya pengobatan dan pencegahan yang dilakukan ibu pada balita dengan penyakit diare di Puskesmas Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya. Pengambilan sampel berjumlah 271 orang, dengan menggunakan simple random sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner. Metode analisa data yang digunakan adalah Chi-Square Test dan Regresi Logistik.

Berdasarkan hasil penelitian, variabel yang berhubungan secara bermakna dengan kejadian diare pada balita adalah status gizi anak, sumber air bersih, tempat pembuangan tinja, lamanya pemberian ASI, kebiasaan cuci tangan. Berdasarkan uji multivariat ditemukan bahwa variabel yang paling berpengaruh terhadap kejadian diare pada balita adalah variabel status gizi anak dengan dengan nilai Exp ( ) 5,426.

Diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie Jaya agar selalu memperhatikan program peningkatan status gizi anak dan diusahakan agar program pemberian makanan tambahan kepada balita dapat diteruskan dalam penyusunan rencana strategis (Renstra) pada tahun berikutnya.


(7)

ABSTRACT

Up to now, diarrhea is still one of the main causes of the incident of morbidity and mortality. The epidemiology of diarrhea can geographically be found in all areas of the world and the cases of diarrhea can occur in all age groups but severe diarrhea with high mortality especially occurs in the infants and children under five years old. Based on the Household Health Survey done in 2004, in Indonesia, the diarrhea caused mortality rate reached 23 persons out of 100 thousand adults and 75 persons out of 100 thousand children under five years old.

The purpose of this analytical study with cross-sectional design is to analyze the influence of the treatment and prevention efforts done by mothers of children under five years old on diarrhea in Bandar Baru Health Center, Pidie Jaya District. The samples for this study were 271 mothers, selected through simple random sampling technique. The data for this study were obtained through questionnaire based interviews. The data obtained were analyzed through Chi-square and Logistic Regresion tests.

The result of bivariate test shows that the variables that are significantly related to the incident of diarrhea in the children under five years old are the children’s nutrition status, clean water resources, human feces dumping place, length of breasfeeding, and habit of washing hand. The result of multivariate test shows that the most influencing variable on the incident of diarrhea in the children under five years old is the children’s nutrition status with Exp ( ) 5.426.

It is expected that Pidie Jaya District Health Office to pay attention to the improvement of the children’s nutrition status and continue the program of administrating supplementary food to the children under five years old in the planning process of strategic plan for the coming years.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Pengaruh Faktor Upaya Pengobatan dan Pencegahan yang Dilakukan Ibu pada Balita dengan Penyakit Diare di Puskesmas Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2008”.

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini dapat penulis selesaikan oleh karena adanya arahan dan bimbingan serta dukungan dari berbagi pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini izinkanlah penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara Bapak Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A (K) yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk menempuh pendidikan.

2. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Ketua Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS yang juga telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 4. Komisi Pembimbing, Prof. dr. Guslihan Dasatjipta, Sp.A(K) selaku Ketua Komisi

Pembimbing dan Ibu drh. Hiswani, M.Kes selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan yang sangat besar, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

5. Kepada Ibu dr. Halinda Sari Lubis, M.Kes dan Ibu Ir. Indra Chahaya S, M.Si selaku Dosen Pembanding.

6. Kepala Dinas Kesehatan Pidie Jaya yang telah memberikan izin untuk dapat melaksanakan penelitian pada Puskesmas Bandar Baru.


(9)

7. Camat Bandar Baru yang juga telah memberikan izin kepada penulis untuk dapat melaksanakan penelitian di Puskesmas Bandar Baru.

8. Kepala Puskesmas Bandar Baru yang telah memberikan izin dan data-data yang penulis perlukan dalam menulis tesis ini.

9. Isteri tercinta Cut Fajriah, Amd.Keb yang telah sangat banyak membantu penulis dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

10.Ananda tercinta Hanif Fuadi, dan Syakir Afifi yang telah menjadi motivator besar bagi penulis untuk dapat menyelesaikan pendidikan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

11.Ayahanda sekeluarga yang juga telah membantu dan mendoakan sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

12.Yusnidariyani, SKM, dr. Irawati, Alfian Helmi, S.Kep,M.Kes, Laila Kusumawati, SKM, M.Kes dan Zulkifli, M.Kes yang juga turut membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.

13.Seluruh teman-teman peminatan Epidemiologi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Penulis juga menyadari bahwa tesis ini masih perlu perbaikan, untuk itu penulis mengharapkan kirtik dan saran yang sifatnya membangun.

Medan, Januari 2009


(10)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Hamdani

Tempat/Tanggal Lahir : Pulo Pueb, 22 Januari 1975

Agama : Islam

Status Perkawinan : Menikah Jumlah Anak : 2 Orang

Alamat Kantor : AKPER Pemerintah Kabupaten Pidie Sigli

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. Tahun 1987 Lulus SD Negeri Pulo Pueb 2. Tahun 1990 Lulus SMP Negeri Lueng Putu 3. Tahun 1993 Lulus SMA Negeri Lueng Putu 4. Tahun 1996 Lulus AKPER MONA Banda Aceh 5. Tahun 1999 Lulus FKM UNMUHA Banda Aceh

6. Tahun 2005 Tugas Belajar pada Sekolah Pascasarjana Universitas

Sumatera Utara.

RIWAYAT PEKERJAAN

1. 1 Maret 2000 diangkat menjadi CPNS.

2. 1 April 2001 diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil.


(11)

DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... RIWAYAT HIDUP... DAFTAR ISI……… DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN………

BAB I. PENDAHULUAN………

1.1. Latar Belakang………..…………. 1.2. Permasalahan…..………..………. 1.3. Tujuan Penelitian…….……….…... 1.4. Hipotesis…..………..……… 1.5. Manfaat ………….……….…

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA………..……….

2.1. Pengertian Diare……....……… 2.2. Etiologi...………... 2.3. Patogenesis ………....………..………. 2.4. Gejala Diare……….……….. 2.5. Epidemiologi Penyakit Diare………. 2.6. Faktor yang Berpengaruh terhadap Pencegahan dan

Pengobatan Diare….….…………... 2.7. Pencegahan Penyakit Diare...……….……… 2.8. Kerangka Teoritis...………. 2.9. Kerangka Konsep Penelitian....……….………

BAB III. METODE PENELITIAN……….………

3.1. Jenis Penelitian…...……….…... 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian …..………... 3.3. Populasi dan Sampel....………...………... 3.4. Metode Pengumpulan Data...………... 3.5. Variabel dan Definisi Operasional ….………... 3.6. Metode Pengukuran..………... 3.7. Metode Analisa Data ……….…………... i ii iii v vi viii xi xii 1 1 6 6 6 7 8 8 10 19 22 24 26 37 46 47 48 48 48 49 50 52 57 58


(12)

BAB IV. HASIL PENELITIAN... 4.1. Gambaran Lokasi Penelitian ... 4.2. Analisis Univariat... 4.3. Analisis Bivariat... 4.4. Analisis Multivariat ... BAB V. PEMBAHASAN...

5.1. Karakteristik Ibu... 5.1. Karakteristik Anak... 5.3. Upaya Pengobatan ... 5.4. Pencegahan Diare ... BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 6.1. Kesimpulan ... 6.2. Saran ... DAFTAR PUSTAKA...

60 60 64 71 80 83 83 88 91 92 98 98 98 100


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Sistem Skor Dehidrasi……….. 23 2.2 Tingkat Pengetahuan dalam Domain Kognitif………. 28 2.3 Baku Antropometri Menurut Standar WHO – NCHS………….. 31 2.4 Cara Pemberian Oralit……….. 33 3.1 Definisi Operasional.……… 53

3.2 Tabel Skor……… 59

4.1 Nama-Nama Desa yang Termasuk Wilayah Kerja Puskesmas

Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2008………. 61 4.2 Jumlah Kunjungan Menurut Bulan pada Puskesmas Bandar

Baru Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2008……….. 62 4.3 Distribusi Tenaga Kesehatan Berdasarkan Jenis Pendidikan

yang Bekerja pada Puskesmas Bandar Baru Kabupaten

Pidie Jaya Tahun 2008………. 63 4.4 Distribusi Sepuluh Besar Penyakit yang Dilayani di Puskesmas

Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2008……... 63 4.5 Distribusi Responden Menurut Umur, Tingkat Pendidikan,

Pengetahuan dan Pekerjaan di Wilayah Kerja Puskesmas

Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2008……….. 65 4.6 Distribusi Balita Menurut Umur, Jenis Kelamin, dan Status

Gizi di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Baru Kabupaten

Pidie Jaya Tahun 2008……….. 67 4.7 Distribusi Responden Menurut Upaya Pengobatan di Wilayah

Kerja Puskesmas Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya

Tahun 2008……… 68

4.8 Distribusi Responden Menurut Sarana Air Bersih, Tempat Pembuangan Tinja, di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Baru


(14)

4.9 Distribusi Responden Menurut Kebiasaan Mencuci Tangan di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya

Tahun 2008………. 69

4.10 Distribusi Responden Menurut Lamanya Penyapihan,

di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya

Tahun 2008………. 70

4.11 Distribusi Responden Menurut Pemberian Imunisasi

di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya

Tahun 2008………. 71

4.12 Distribusi Responden Berdasarkan Umur dan Kejadian Diare pada Balita di Puskesmas Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya

Tahun 2008………. 72

4.13 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Ibu dan Kejadian Diare pada Balita di Puskesmas Bandar Baru Kabupaten

Pidie Jaya Tahun 2008……… 72 4.14 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan

Kejadian Diare pada Balita di Puskesmas Bandar Baru

Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2008……… 73 4.15 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan dan Kejadian

Diare Pada Balita di Puskesmas Bandar Baru Kabupaten

Pidie Jaya Tahun 2008……… 74 4.16 Distribusi Balita Berdasarkan Umur dan Kejadian Diare

di Puskesmas Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2008…. 74 4.17 Distribusi Balita Berdasarkan Jenis Kelamin dan Kejadian Diare

di Puskesmas Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2008….. 75 4.18 Distribusi Balita Berdasarkan Status Gizi dan Kejadian Diare

di Puskesmas Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2008…... 76 4.19 Distribusi Responden Berdasarkan Upaya Pengobatan dan

Kejadian Diare di Puskesmas Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya

Tahun 2008………. 76

4.20 Distribusi Responden Berdasarkan Sarana Air Bersih dan

Kejadian Diare di Puskesmas Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya

Tahun 2008………. 77

4.21 Distribusi Responden Berdasarkan Tempat Pembuangan Tinja dan Kejadian Diare di Puskesmas Bandar Baru Kabupaten


(15)

4.22 Distribusi Responden Berdasarkan Lamanya Pemberian ASI dan Kejadian Diare di Puskesmas Bandar Baru Kabupaten

Pidie Jaya Tahun 2008……… 78 4.23 Distribusi Responden Berdasarkan Kebiasaan Cuci Tangan dan

Kejadian Diare di Puskesmas Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya

Tahun 2008………. 79

4.24 Distribusi Responden Berdasarkan Pemberian Imunisasi dan Kejadian Diare di Puskesmas Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya

Tahun 2008………. 80

4.25 Hasil Analisis Regresi Logistik Ganda Pemodelan Faktor Resiko Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar

Baru Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2008... 81 4.26 Hasil Analisis Regresi Logistik Ganda Pemodelan Faktor Resiko

Diare pada Balita Setelah Dikeluarkan Faktor Pemberian ASI di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Model Interelasi Tumbuh Kembang Anak ... 46 2.2 Kerangka Konsep Penelitian... 47


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuisioner Penelitian ………. 105

2. Hasil Uji Regresi Logistik ……….. 111

3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas………. 130


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Diare merupakan salah satu penyakit menular dengan peningkatan kasus kesakitan dan kematian yang signifikan di beberapa daerah di Indonesia, terutama pada golongan umur di bawah lima tahun masih merupakan masalah kesehatan yang harus mendapat perhatian yang lebih serius dari berbagai lapisan masyarakat, terutama pemerintah melalui bidang kesehatannya.

Diare hingga kini masih menjadi salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian, epidemiologi penyakit diare dapat ditemukan pada seluruh daerah geografis dunia dan kasus diare dapat terjadi pada semua kelompok umur, tetapi penyakit berat dengan kematian yang tinggi terutama terjadi pada bayi dan anak balita. Di negara berkembang anak-anak menderita diare lebih dari 12 kali dalam setahun, dan menjadi penyebab kematian dengan CFR 15% sampai dengan 34% dari semua kematian, kebanyakan terjadi pada anak-anak (Aman, 2004).

Di negara maju walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan ekonomi masyarakat tetapi insiden diare infeksi tetap tinggi dan masih menjadi masalah kesehatan. Tingginya kejadian diare di negara Barat ini oleh karena foodborne infections dan waterborne infections yang disebabkan bakteri Salmonella spp, Campylobacter jejuni, Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, Clostridium perfringens dan Enterohemorrhagic Escherichia Coli (EHEC).


(19)

Di negara maju diperkirakan insiden diare 0,5-2 episode/orang/tahun sedangkan di negara berkembang lebih dari itu. Di USA dengan penduduk sekitar 200 juta diperkirakan 99 juta episode diare akut pada dewasa terjadi setiap tahunnya. Berdasarkan laporan organisasi kesehatan dunia (WHO, 2000), di Bangladesh selama kurun waktu 10 tahun (1974 - 1984) angka kejadian diare berkisar 1,93% - 4,2%, dan di Thailand dari seluruh pasien rawat jalan anak di rumah sakit ditemukan 20% merupakan penderita diare. Di negara berkembang, diare infeksi menyebabkan kematian sekitar 3 juta penduduk setiap tahun. Di Afrika anak-anak terserang diare infeksi 7 kali setiap tahunnya.

Hasil Survei Depkes R.I tahun 2000 memperlihatkan angka kesakitan diare pada semua usia mencapai 301 per 1000 penduduk. Kebanyakan kasus diare muncul pada dua tahun pertama usia anak dan proporsi tertinggi terjadi pada kelompok usia 6-11 bulan saat dimulainya pemberian makanan pendamping ASI atau makanan sapihan "Case fatality ratenya saat KLB mencapai 1,6%.

Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 angka kematian akibat diare di Indonesia mencapai 23 orang per 100 ribu penduduk untuk dewasa dan 75 per 100 ribu balita. Angka kejadian itu termasuk masih cukup tinggi dibandingkan negara lain.

Hasil survei Depkes RI, pada 2006 menunjukkan bahwa kejadian diare pada semua usia di Indonesia adalah 423 per 1000, dan frekwensi 1-2 kali per tahun pada anak-anak berusia di bawah 5 tahun. Pada 2001, angka kematian rata-rata yang diakibatkan diare adalah 23 per 100.000 penduduk, sedangkan angka yang lebih


(20)

tinggi terjadi pada kelompok anak berusia di bawah 5 tahun, yaitu 75 per 100.000 orang. Sementara kematian anak berusia di bawah tiga tahun akibat diare dengan CFR 19%.

Di Indonesia angka insiden diare selama kurun waktu 4 tahun dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2003 mempunyai kecenderungan menurun dari 21,9 per 1000 pada tahun 2000 menjadi 10,6 per 1000 pada tahun 2003. Namun dalam kurun waktu dua tahun terakhir terjadi peningkatan hampir 2 kali lipat yakni 6,7 per 1000 pada tahun 2002 menjadi 10,6 per 1000 pada tahun 2003 (Depkes RI, 2004).

Kondisi kejadian diare pada balita di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam pada tahun 2004 sebanyak 32.466 balita, untuk tahun 2005 berjumlah 37.801 balita, yang berarti terjadi peningkatan sebesar 16,43% pada tahun 2006 kejadian diare pada balita berjumlah 36.960 balita. Bila dibandingkan dengan tahun 2005 terjadi penurunan sebesar 2,2% (Dinkes NAD, 2007). Namun demikian penurunan ini tidak dapat disimpulkan insiden diare menurun, tetapi karena cakupan penerimaan laporan juga menurun.

Dari seluruh kejadian diare pada balita di Nanggroe Aceh Darussalam pada tahun 2006 yang berjumlah 36.960 balita, 18% di antaranya terjadi di Kabupaten Pidie. Kontribusi ini merupakan yang tertinggi bila dibandingkan dengan kabupaten lainnya (Dinas NAD, 2007).

Untuk Kabupaten Pidie pada tahun 2005, tercatat jumlah penderita diare pada usia kurang dari 1 tahun sebanyak 2.794 penderita, dan untuk usia 1 sampai dengan 5


(21)

tahun berjumlah 5158. Jumlah ini mencapai 50% dari seluruh penderita diare untuk semua golongan umur (Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie, 2005).

Pada tahun 2006, mulai bulan Januari sampai dengan bulan November 2006 tercatat jumlah penderita untuk golongan umur di bawah 5 tahun sebanyak 4.773 penderita, dari jumlah keseluruhan untuk semua golongan umur 13.677 penderita, atau 35% penderita diare adalah golongan umur di bawah lima tahun. Bila dibandingkan dengan penyakit lainnya dari sepuluh besar penyakit yang sering dialami oleh balita pada tahun 2006, maka penyakit diare menduduki peringkat kedua terbesar setelah penyakit Influenza, dengan jumlah kasus 4773 balita, atau 35%. Sedangkan peringkat ketiga terbesar adalah kasus Pneumonia dengan jumlah penderita 581 balita (Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie, 2005).

Tingginya kasus diare dapat disebabkan oleh faktor lingkungan dan perilaku masyarakat karena penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan (Depkes RI, 2000). Selain itu faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya diare dapat berupa lingkungan, gizi, kependudukan, pendidikan, sosial ekonomi, dan faktor perilaku (

Dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan, pemerintah telah mendirikan Rumah Sakit dan Puskesmas. Dalam sistem manajemen, kesehatan puskesmas adalah salah satu ujung tombak pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Puskesmas merupakan pelaksana pelayanan kesehatan dasar. Untuk hal tersebut dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal, puskesmas harus dapat


(22)

menetapkan program, mempertahankan jangkauan dan pemerataan serta meningkatkan mutu pelayanan (Depkes R.I, 1999).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nielsen di Pakistan tahun 2001 didapatkan bahwa persepsi ibu yang keliru tentang penyebab terjadinya diare. Menurut ibu terjadinya diare pada balita disebabkan oleh karena terlalu banyak mengkonsumsi cairan, tidak seimbangnya antara diet makanan panas dan dingin, ASI ibu yang buruk, pemberian makanan pada bayi yang berusia lebih dari 6 (enam) bulan, dan juga terjadi diare bila bayangan melewati anak (Nielsen, 2001).

Penelitian yang dilakukan oleh litbang Depkes RI tahun 2001 tentang perilaku ibu untuk mengobati anaknya yang menderita diare adalah pernah mengobati sendiri sebesar 46,6%, berobat ke dukun/tabib sebesar 0,9%, sedangkan yang berobat ke tenaga kesehatan sebesar 52,5%. Dari keseluruhan ibu yang membawa anaknya berobat ke pelayanan kesehatan, 29% dibawa ke Puskesmas dan pustu, praktek petugas kesehatan 16,7% dan praktek dokter 6,8%.

Pemanfaatan pelayanan kesehatan di Kabupaten Pidie masih rendah, angka kunjungan ke pelayanan kesehatan hanya sebasar 30%, selebihnya tidak menggunakan pelayanan kesehatan (Surkesda Kab. Pidie, 2006).

Berdasarkan data-data di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh faktor upaya pengobatan dan pencegahan yang dilakukan ibu pada balita terhadap penyakit diare di Puskesmas Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya”.


(23)

1.2. Permasalahan

Diare pada anak balita masih merupakan permasalahan kesehatan yang penting mengingat angka kesakitan dan kematian yang relatif masih tinggi, dan diare pada balita dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Selain itu adanya kenyataan dalam masyarakat di mana upaya mencari pelayanan kesehatan di saat kondisi anak sudah dalam keadaan parah dan persepsi masyarakat tentang pelayaan kesehatan yang kurang memuaskan. Maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan masalah “Apakah ada pengaruh faktor upaya pengobatan dan pencegahan yang dilakukan ibu pada balita terhadap penyakit diare di Puskesmas Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya?”.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh faktor upaya pengobatan dan pencegahan yang dilakukan ibu pada balita terhadap penyakit diare di Puskesmas Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya.

1.4. Hipotesis

Ada pengaruh faktor upaya pengobatan dan pencegahan yang dilakukan ibu pada balita terhadap penyakit diare di Puskesmas Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya.


(24)

1.5. Manfaat

1. Manfaat bagi tenaga kesehatan, pemerintah/pengambil keputusan dapat memberikan informasi tentang pengaruh antara faktor upaya pengobatan dan pencegahan yang dilakukan ibu terhadap balita terhadap penyakit diare di Puskesmas Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya yang dapat digunakan sebagai dasar untuk mengambil keputusan dalam menentukan kebijakan untuk pencegahan dan penanganan kejadian diare.

2. Manfaat bagi ilmu pengetahuan, memberikan informasi baru tentang ada pengaruh faktor upaya pengobatan dan pencegahan yang dilakukan ibu pada balita terhadap penyakit diare di Puskesmas Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya yang dapat digunakan sebagai dasar penelitian dimasa yang akan datang. .


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Diare

Suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi berak lebih dari biasanya 3 kali atau lebih dalam 1 hari (Depkes RI, 2005). Dikatakan diare apabila tinja mengandung lebih banyak air dibandingkan dengan yang normal. Mengeluarkan tinja normal secara berulang tidak disebut diare (Andrianto, 1995).

Diare Akut adalah kondisi buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair dan bersifat mendadak datangnya, dan berlangsung dalam waktu kurang dari 2 (dua) minggu (Suharyono, 2008).

Di samping itu ada juga klasifikasi yang lain berdasarkan organ yang terkena infeksi yaitu:

a. Diare infeksi enteral atau diare karena infeksi di usus (bakteri, virus, parasit). b. Diare infeksi parenteral atau diare karena infeksi di luar usus (Otitis media,

infeksi saluran pernafasan, infeksi saluran urin dan lainnya) (Suharyono, 2008). Menurut Depkes RI (1996), diare merupakan penyakit gastroenteritis yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja menjadi lembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi berak lebih dari biasanya, lazimnya tiga kali atau lebih dalam sehari. Menurut WHO (1999) secara klinis diare didefinisikan sebagai bertambahnya defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya/lebih dari tiga


(26)

kali sehari, disertai dengan perubahan konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah. Secara klinik dibedakan tiga macam sindroma diare yaitu diare cair akut, disentri, dan diare persisten. Menurut Depkes RI (2000), secara operasional didefinisikan bahwa diare adalah buang air besar lembek/cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya 3 kali atau lebih dalam sehari).

Departemen Kesehatan RI (2000), mengklasifikasikan jenis diare menjadi 4 kelompok yaitu:

1) Diare akut: yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang dari 7 hari),

2) Disentri; yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya,

3) Diare persisten; yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus menerus,

4) Diare dengan masalah lain; anak yang menderita diare (diare akut dan persisten) mungkin juga disertai penyakit lain seperti demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya.

Suharyono (1991), menjelaskan bahwa diare adalah buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal (meningkat) dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair.

Diare akut diberi batasan sebagai meningkatnya kekerapan, bertambah cairan, atau bertambah banyaknya tinja yang dikeluarkan, akan tetapi hal itu sangat relatif terhadap kebiasaan yang ada pada penderita dan berlangsung tidak lebih dari satu


(27)

minggu. Apabila diare berlangsung antara satu sampai dua minggu maka dikatakan diare yang berkepanjangan (Soegijanto, 2002).

Diare adalah suatu penyakit yang ditandai dengan meningkatnya frekuensi buang air besar lebih dari tiga kali sehari disertai adanya perubahan bentuk dan konsistensi tinja penderita. Dikenal diare akut yang timbul dengan tiba-tiba dan berlangsung beberapa hari dan diare kronis yang berlangsung lebih dari tiga minggu bervariasi dari hari ke hari yang disebabkan oleh makanan tercemar atau penyebab lainnya (Winardi, 1981).

2.2. Etiologi

Penyebab diare dapat berupa: 1. Faktor infeksi

a. Infeksi enteral, Infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare pada anak, meliputi:

(1).Infeksi bakteri seperti Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya.

(2).Infeksi virus seperti Enterovirus (virus ECHO, Coxsackie, Polimyelitis) Adeno-virus, Rotavirus, dan lain-lain.

(3).Infeksi parasit seperti cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, Strongyloides), protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis), jamur (Candida albicans).


(28)

b. Infeksi parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti otitis media akut (OMA), tonsilitis/tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis, dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.

2. Faktor malabsorbsi

(1).Malabsorbsi korbohidrat, disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering intoleransi laktosa.

(2).Malabsorbsi lemak. (3).Malabsorbsi protein.

3. Faktor makanan, makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.

4. Faktor psikologis, rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih besar) (Ngastiyah, 2005).

Etiologi diare, pada 25 tahun yang lalu sebagian besar belum diketahui, akan tetapi kini, telah lebih dari 80% penyebabnya telah diketahui. Pada saat ini telah dapat diidentifikasi tidak kurang dari jenis 25 jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare pada bayi dan anak. Penyebab itu dapat digolongkan lagi ke dalam penyakit yang ditimbulkan adanya virus, bakteri, dan parasit usus. Penyebab utama oleh virus yang terutama ialah Rotavirus (40-60%) sedangkan virus lainnya ialah virus Norwalk, Astrovirus, Calcivirus, Coronavirus, Minirotavirus dan virus bulat kecil.


(29)

Di seluruh pelosok dunia diestimasikan bahwa Rotavirus menyebabkan lebih dari 125 juta episode diare dan menjadi sebab hampir 1 juta kematian setiap tahun pada bayi dan anak-anak. Bakteri-bakteri yang dapat menyebabkan penyakit tersebut adalah Aeromonas hydrophila, Bacillus cereus, Campylobacter jejuni, Clostridium defficile, Clostridium perfringens, E. Coli Plesiomonas, Shigelloides, Salmonella spp, Staphylococcus aureus, Vibrio cholrae dan Yersinia enterocolitica.

Sedangkan penyebab diare oleh parasit adalah Balantidium coli, Capillaria Philippinensis, Cryptosporodium, Entamoeba hytolitica, Giardia lamblia, Isopora billi, Fasiolopsis buski, Sarcocytis suihominis, Strongiloides stercoralis, dan Trichuris trichiura. Virus dapat menyebabkan 40-60% dari semua penyakit diare pada bayi dan anak yang datang berobat ke rumah sakit, sedangkan untuk komunitas sebesar 15%. Patogenesa terjadinya diare yang disebabkan virus (misal Rotavirus) adalah sebagai berikut: virus masuk ke dalam tubuh bersama makanan dan minuman setelah virus sampai ke dalam enterosit (sel epitel usus halus) akan menyebabkan infeksi serta kerusakan jonjot-jonjot (fili) usus halus. Enterosit usus yang rusak diganti oleh enterosit fungsinya masih belum baik. Jonjot-jonjot usus mengalami atrofi dan tidak dapat mengabsorpsi cairan dan makanan dengan baik, cairan dan makanan yang tidak terserap dan tercerna akan meningkatkan tekanan koloid osmotik usus, usus meningkatkan motilitasnya (hiperperistaltik) sehingga cairan dan makanan yang tak terserap akan didorong keluar usus melalui anus dan terjadilah apa yang disebut diare.


(30)

Diare karena virus ini biasanya tak berlangsung lama, hanya beberapa hari (3-4 hari) dapat sembuh tanpa pengobatan (self limiting disease). Penderita akan sembuh kembali setelah enterosit usus yang rusak diganti oleh enterosit yang baru dan yang normal serta sudah matang (mature), sehingga dapat menyerap dan mencerna cairan serta makanan dengan baik.

Bakteri penyebab diare dapat dibagi dalam dua golongan besar, ialah bakteri non infasif dan bakteri infasif. Yang termasuk dalam golongan bakteri noninfasif adalah; Vibrio chlorerae, E. Coli patogen (EPEC, ETEC, EIEC). Sedangkan golongan bakteri infasi adalah Salmonella spp, shigella spp, E. coli infasif (EIEC), E. coli hemorrhagic (EHEC) dan Campylobacter spp. Diare karena bakteri infasif dan nonifasif terjadi melalui salah satu mekasnisme yang berhubungan dengan pengaturan transport ion dalam sel-sel usus berikut ini: cAMP (Cyclic Adenosin Monophosphate), cGMP (Cyclic Guanosin Monophosphate), Ca-dependet dan pengaturan ulang sitokeleton.

Terjadinya diare karena bakteri non infasif (misal V. cholerae) adalah sebagai berikut: Bakteri masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan dan atau minuman yang tercemar oleh bakteri tersebut. Bakteri tertelan dan masuk ke lambung, di dalam lambung bakteri akan dibunuh oleh asam lambung, namun bila jumlah bakteri cukup banyak maka ada yang lolos sampai ke dalam usus 12 jari (duodenum). Di dalam duodenum bakteri akan berkembang biak sehingga jumlahnya mencapai 100 juta koloni atau lebih per ml cairan usus halus. Dengan memproduksi enzim mucinase bakteri berhasil mencairkan lapisan lendir yang menutupi permukaan sel epitel


(31)

usus sehingga bakteri dapat masuk ke dalam membran (dinding sel epitel). Di dalam membran bakteri mengeluarkan toksin yang disebut subunit A dan subunit B. Subunit B akan melekat di dalam membran dari subunit A dan akan bersentuhan dengan membran sel serta mengeluarkan cAMP (Cyclic Adenosin Monophosphate). cAMP berkhasiat merangsang sekresi cairan usus di bagian kripta vili dan menghambat absopsi cairan di bagian apical vili, tanpa menimbulkan kerusakan set epitel tersebut sebagai akibat adanya rangsangan sekresi cairan dan hambatan absorpsi cairan tersebut, volume cairan di dalam lumen usus akan bertambah banyak. Cairan ini akan menyebabkan dinding usus menggelembung dan tegang dan sebagai reaksi dinding usus akan mengadakan kontraksi sehingga terjadi hipermotilitas atau hiperperistaltik untuk mengalirkan cairan ke bawah atau ke usus besar. Dalam keadaan normal usus besar akan meningkatkan kemampuannya untuk menyerap cairan yang bertambah banyak, tetapi tentu saja ada batasnya. Bila jumlah cairan meningkat sampai dengan 4500 ml (4,5 liter), masih belum terjadi diare, tetapi bila jumlah tersebut melampaui kapasitasnya untuk menyerap, maka akan terjadilah diare. Jadi diare ini sebenarnya merupakan proses fisiologis tubuh untuk mengeluarkan cairan yang berlebih di dalam lumen usus, sama seperti halnya dengan terjadinya proses batuk, flatus, bersin, dan sebagainya.

Toksin V cholerae dapat bertahan di dalam tubuh sehingga 36 - 72 jam dan masih tetap akan menyebabkan diare walaupun kumannya telah mati. Diare karena kolera ini dapat berlangsung sangat cepat sehingga kehilangan cairan dapat


(32)

mencapai 5-10 liter sehari dan menyebabkan kematian yang cukup banyak. Kolera biasanya terjadi dalam bentuk KLB (kejadian luar biasa) atau wabah, misalnya karena banjir, adanya pengungsian besar-besaran karena bencana alam atau perang dan sebagainya.

Patogenesis terjadinya diare oleh Salmonella, Shigella, E coli agak berbeda dengan patogenesis diare oleh V. cholera, tetapi prinsipnya hampir sama. Bedanya bakteri Salmonella dan Shigella dapat mengadakan invasi (menembus) sel mukosa usus halus sehingga dapat menyebabkan reaksi sistemik (demam, kram perut dan sebagainya) toksin Shigellae spp juga dapat masuk ke dalam serabut saraf otak dan juga menyebabkan kejang. Diare oleh Salmonella dan Shigella sering juga menyebabkan adanya darah dalam tinja, suatu keadaan yang disebut disentri.

Pada Entamoeba yang bersifat enterotoksigenik selain mengeluarkan toksin yang bersifat labil pada suhu panas, juga mengeluarkan toksin yang stabil pada suhu panas. Toksin itu merupakan suatu peptida kecil yang dapat menstimulasi guanyllat cyclase yang mengakibatkan peningkatan konsentrsi cGMP intra seluler, dan sebagaimana halnya cAMP, keadaan itu menyebabkan sekresi klorida dan diare. Fasano A, 1998 menyebutkan pula bahwa kalsium intra seluler merupakan regulator utama dari transpot elektrolit pada mamalia, dan berperanan secara langsung maupun tidak langsung poda regulasi tranport dari elektrolit aktif, baik di dalam usus halus maupun usus besar. Dalam sejumlah besar studi mengenai entrosit, suatu keadaan yang menyebabkan peningkatan kosentrasi kalsium dapat mengakibatkan satu atau semua hal yang berhubungan dengan transpor ion yaitu


(33)

menghambat absorbsi Na dan Ca, menstimulasi sekresian ion atau memodulasi konduksi Kapika atau basolateral membran. Dari hal-hal yang telah disebutkan itu hasilnya adalah akumulasi cairan di dalam lumen, meskipun keadaan tersebut efeknya lebih sedikit jika dibandingkan dengan cAMP.

Teori lain menegenai proses infasi, spreading, dan modulasi dari permebilitas usus halus dari bakteri adalah konsep mengenai perubahan susunan sitoskeleton dari enterosit. Perubahan susunan itu berhubungan dengan modifikasi fungsional epitel usus halus, yaitu mempermudah "komunikasi" antara kuman-kuman yang patogen pada usus dengan enterosit.

Lokasi dan faktor yang mempengaruhi timbulnya diare selalu saling terkait. diare sendiri dapat dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu: diare infeksi, yaitu suatu diare yang disebabkan infeksi kuman-kuman seperti bakteri, virus dan parasit, sedangkan diare non inteksi yaitu penyakit diare yang disebabkan bukan oleh infeksi kuman apapun, tetapi disebabkan oleh karena kurang gizi, alergi maupun intoleran makanan tertentu (misalnya: susu atau produk susu) makanan asing terhadap individu tertentu yang pedas atau tak sesuai kondisi usus, dapat pula disebabkan penyakit imunodefisiensi (gangguan dalam pembuatan zat anti, keracunan makanan oleh bahan-bahan kimiawi dan faktor psikologis).

Keseimbangan mikroflora atau mikrobiota dalam saluran gastrointestinal dapat dikatakan merupakan kunci utama untuk nutrisi dan kesehatan manusia. Melalui proses fermentasi, mikroflora usus memetabolisir berbagai macam substrat terutama komponen dari diet, dengan hasil akhir asam lemak rantai


(34)

pendek dan gas. Metabolisme anaerob ini akan membantu memberikan tambahan energi terhadap pejamu. Dalam keadaan tertentu gangguan keseimbangan dapat menyebabkan proses fermentasi menghasilkan metabolit yang tidak diinginkan dan hal ini bisa menyebabkan gangguan gastrointestinal baik akut maupun kronis, terutama diare.

Beberapa macam obat, terutama antibiotika, dapat juga menjadi penyebab diare. Antibiotika agaknya membunuh flora normal usus sehingga organisme yang tidak biasa atau yang kebal terhadap antibiotika akan berkembang bebas. Di samping itu, sifat famakokinetika dari antibiotika itu sendiri juga memegang peran penting. Sebagai contoh ampisilin dan klindamisin adalah antibiotik yang dikeluarkan di dalam empedu yang merubah flora tinja secara intesig walaupun diberikan secara parental. Antibiotik dapat pula menyebabkan malabsorbsi, misalnya Tetrasiklin, Kanamisin, Basitrasin, Polimiksin, danNeomisin.

Beberapa keadaan akut bedah, misalnya invaginasi dapat menyebabkan diare. Diare juga dapat berhubungan dengan penyakit lain, misalnya malaria, schistosomiasis, campak, atau pada infeksi sistemik lain, misalnya peneumonia, radang tenggorok dan otitis media serta mungkin akibat intoleransi ataupun alergi terhadap makanan tertentu.

Menurut patofisiologinya diare dibedakan dalam beberapa kategori yaitu diare somotik dan diare sekretorik, serta diare karena gangguan motilitas usus. Diare osmotik terjadi karena adanya bahan yang tidak dapat diabsorpsi pada lumen usus sehingga keadaan lumen usus yang hiperosmoler ini akan


(35)

menyebabkan air dari intraseluler diikuti hiperperistaltik usus, sebagai contoh adalah akibat defisiensi laktase atau malabsorbsi glukosa galaktosa. Pada diare sekretonik terjadi sekresi, cairan dan elektrolit oleh mukosa akibat stimulan primer oleh enterotoksin atau oleh neoplasma yang mengeluarkan hormon tertentu yang mempengaruhi sekresi, sedangkan transport absorpsi dan sekretonik diatur oleh pembawa pesan intraselular termasuk ion kalsium bebas, adenosin, monofosfat siklik (c-AMP) dan guanosin monofosfat siklik (c-GMP), serta sitokleton. Cara kerja enterotoksin dan toksin lain dari bakteri terutama melalui pembawa pesan intraselular ini. Sedangkan pada diare akibat gangguan motilitas usus terjadi akibat adanya gangguan pada kontrol otonomik, misalnya diaberik neuropati, post vagotomi, post reseksi usus serta tiroksikosis.

Diare akut dapat mengakibatkan: (1) kehilangan air dan elektrolit serta gangguan asam basa yang menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik dan hipokalemia, (2) Gangguan sirkulasi darah, dapat berupa renjatan hipovolemik sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai muntah, (3) Gangguan gizi yang terjadi akibat keluarnya cairan berlebihan karena diare dan muntah. Hipoglikemia akan lebih sering terjadi pada anak yang sebelumnya telah menderita mulnutrisi (Soegijanto, 2002).

Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan 6 besar, tetapi yang sering ditemukan di lapangan adalah diare yang disebabkan infeksi dan keracunan. Penyebab diare secara lengkap adalah sebagai berikut: (1) infeksi yang dapat disebabkan: a) bakteri, misal: Shigella, Salmonela, E. Coli, golongan vibrio,


(36)

bacillus cereus, Clostridium perfringens, Staphyiccoccus aureus, Campylobacter dan aeromonas; b) virus misal: Rotavirus, Norwalk dan norwalk like agen dan adenovirus; c) parasit, misal: cacing perut, Ascaris, Trichiuris, Strongyloides, Blastsistis huminis, protozoa, Entamuba histolitica, Giardia labila, Belantudium co/i dan Crypto; (2) alergi, (3) malabsorbsi, (4) keracunan yang dapat disebabkan: a) keracunan bahan kimiawi dan b) keracunan oleh bahan yang dikandung dan diproduksi: jasat renik, ikan, buah-buahan dan sayur-sayuran, (5) Imundefisiensi dan (6) sebab-sebab lain (Widaya, 2004).

2.3. Patogenesis

Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih dari patofisiologi berikut, yakni gangguan osmotik dan gangguan sekretorik (Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 1998, Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman, 1999).

2.3.1. Gangguan Osmotik

Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilewati air dan elektrolit dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara isi usus dengan cairan ekstraseluler. Diare terjadi jika bahan yang secara osmotik aktif dan sulit diserap. Bahan tersebut berupa larutan isotonik dan hipertonik. Larutan isotonik, air dan bahan yang larut di dalamnya akan lewat tanpa diabsorbsi sehingga terjadi diare. Bila substansi yang diabsorbsi berupa larutan hipertonik, air dan elektronik akan pindah


(37)

dari cairan ekstraseluler ke dalam lumen usus sampai osmolaritas dari isi usus sama dengan cairan ekstraseluler dan darah, sehingga terjadi pula diare.

2.3.2. Gangguan Sekretorik

Akibat rangsangan mediator abnormal misalnya enterotoksin, menyebabkan vili gagal mengabsorbsi natrium, sedangkan sekresi klorida di sel epitel berlangsung terus atau meningkat. Hal ini menyebabkan peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus mengeluarkannya sehingga timbul diare.

1. Diare mengakibatkan terjadinya:

a. Kehilangan air dan elektrolit serta gangguan asam basa yang menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik dan hipokalemia.

b. Gangguan sirkulasi darah dapat berupa renjatan hipovolemik atau prarenjatan sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai dengan muntah, perpusi jaringan berkurang sehingga hipoksia dan asidosismetabolik bertambah berat, kesadaran menurun dan bila tak cepat diobati penderita dapat meninggal. c. Gangguan gizi yang terjadi akibat keluarnya cairan berlebihan karena diare

dan muntah, kadang-kadang orang tuanya menghentikan pemberian makanan karena takut bertambahnya muntah dan diare pada anak atau bila makanan tetap diberikan dalam bentuk diencerkan. Hipoglikemia akan lebih sering terjadi pada anak yang sebelumnya telah menderita malnutrisi atau bayi dengan gagal bertambah berat badan. Sebagai akibat hipoglikemia dapat


(38)

terjadi edema otak yang dapat mengakibatkan kejang dan koma (Suharyono, 2008).

2. Faktor penyebab diare:

a. Pengurangan atau penghambatan ion-ion.

b. Perangsangan dan sekresi aktif ion-ion pada usus (secretory diarrhea).

3. Terdapatnya zat yang sukar diabsorpsi atau cairan dengan tekanan osmotic yang tinggi pada usus, yaitu:

a. Larutan yang sulit diserap/laksatif. b. Penyimpangan pencernaan makanan.

c. Kegagalan pengangkutan makanan non-elektrolit yang mempunyai tekanan osmotik yang tinggi.

4. Perubahan pergerakan dinding usus

a. Penurunan pergerakan peristaltik yang menyebabkan bertambahnya perkembangbiakan bakteri dalam rongga usus.

b. Meningkatnya pergerakan usus yang menyebabkan kurangnya waktu kontak antara makanan dengan permukaan usus halus, sehingga makanan cepat masuk ke dalam lumen kolon.

c. Pengosongan kolon secara premature yang disebabkan isi kolon atau proses peradangan kolon (sindrom irritable colon) yang mempersingkat waktu kontak, sehingga volume dan feses akan bertambah cair (Inayah, 2004).

Menurut Hasan dkk (1985), mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare adalah: 1) Gangguan osmotik. Gangguan terjadi akibat makanan atau zat


(39)

makanan tidak dapat diserap oleh organ pencernaan. Hal ini di sebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit di rongga usus. Akibat isi rongga usus berlebihan, merangsang usus mengeluarkannya sehingga terjadi diare; 2) Gangguan sekresi. Diare terjadi karena ada rangsangan zat tertentu misalnya oleh toksin. Hal ini menyebabkan dinding usus meningkatkan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus; 3) Gangguan motilitas usus. Hiperperitaltik usus akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya jika peristaltik usus menurunkan meningkatkan bakteri tumbuh berlebihan, dan akan memicu terjadinya diare.

2.4. Gejala Diare

Diare dapat menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit, terutama natrium dan kalium dan sering disertai dengan asidosis metabolik. Dehidrasi dapat diklasifikasikan berdasarkan defisit air dan atau keseimbangan serum elektrolit. Setiap kehilangan berat badan yang melampaui 1% dalam sehari merupakan hilangnya air dari tubuh. Kehidupan bayi jarang dapat dipertahankan apabila defisit melampaui 15% (Soegijanto, 2002).

Gejala diare atau mencret adalah tinja yang encer dengan frekuensi 4 kali atau lebih dalam sehari, yang kadang disertai: muntah, badan lesu atau lemah, panas, tidak nafsu makan, darah dan lendir dalam kotoran, rasa mual dan muntah-muntah dapat mendahului diare yang disebabkan oleh infeksi virus. Infeksi bisa secara tiba-tiba menyebabkan diare, muntah, tinja berdarah, demam, penurunan nafsu makan atau


(40)

kelesuan. Selain itu, dapat pula mengalami sakit perut dan kejang perut, serta gejala- gejala lain seperti flu misalnya agak demam, nyeri otot atau kejang, dan sakit kepala. Gangguan bakteri dan parasit kadang-kadang menyebabkan tinja mengandung darah atau demam tinggi (Amiruddin, 2007).

Menurut Ngastisyah (2005) gejala diare yang sering ditemukan mula-mula pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang, tinja mungkin disertai lendir atau darah, gejala muntah dapat timbul sebelum dan sesudah diare. Bila penderita benyak kehilangan cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi mulai nampak, yaitu berat badan menurun, turgor berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering.

Dehidrasi merupakan gejala yang segera terjadi akibat pengeluaran cairan tinja yang berulang-ulang. Dehidrasi terjadi akibat kehilangan air dan elektrolit yang melebihi pemasukannya (Suharyono, 1986). Kehilangan cairan akibat diare menyebabkan dehidrasi yang dapat bersifat ringan, sedang atau berat. Untuk dipakai di lapangan oleh tenaga paramedis, dibuat suatu sistem untuk menilai derajat dehidrasi seperti diperlihatkan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Sistem Skor Dehidrasi

Nilai Untuk Gejala yang Ditemukan Bagian Tubuh yang

Harus Diperiksa 0 1 2

Keadaan umum Sehat Gelisah, lekas marah, apatis,

ngantuk (lunglai)

Mengigau, koma atau renjatan

Kekenyalan kulit Normal Sedikit kurang Sangat kurang

Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung

Ubun-ubun Normal Sedikit cekung Sangat cekung

Mulut Normal Kering Kering dan membisu

Denyut nadi Normal 120 – 140 >140

Catatan : Jml nilai 0 – 2 = dehidrasi ringan 3 – 6 = dehidrasi sedang 7 – 2 = dehidrasi berat

Skor pasien = ... Kesimpulan :

Dehidrasi ringan/sedang/berat Sumber: King, 1974 cit Suharyono, 1986.


(41)

2.5. Epidemiologi Penyakit Diare

Menurut WHO pada tahun 2000 memperkirakan, tidak kurang dari 1 milyar episode diare terjadi tiap tahun di seluruh dunia, 25-35 juta di antaranya terjadi di Indonesia (Zein, 2001). Di negara berkembang, anak mengalami episode diare lebih dari 12 kali setiap tahun, diperkirakan 4-6 juta penderita diare meninggal setiap tahunnya.

Di Indonesia, dari beberapa penelitian di laporkan bahwa angka kesakitan diare bervariasi dari tahun ke tahun. Dari survei Kesehatan Rumah Tangga (SKTR) tahun 1980 dilaporkan angka proporsi kejadian diare 28,09%, SKTR tahun 1986 menurun menjadi 20,05%. Analisis lanjut dari survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1991 menyatakan bahwa satu dari sepuluh balita menderita diare dalam dua Minggu terakhir. Diare juga merupakan salah satu penyebab utama kematian anak balita. SKRT tahun 1986 di laporkan 19,6% kematian, proporsi ini meningkat pada SKRT 1992 menjadi 23%. Sementara itu hasil survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1991 menunjukkan bahwa anak yang termasuk kelompok umur 12-23 bulan, merupakan golongan yang paling banyak menderita diare dibanding dengan kelompok umur lain dari anak balita (Atmojo, 1998).

Pada tahun 1992 diare tidak lagi menempati urutan pertama dari penyebab kematian di Indonesia. Hal ini mungkin disebabkan karena perbaikan kesehatan lingkungan serta perorangan dan mungkin pula karena meningkatnya penggunaan oralit dalam penanganan penyakit diare oleh masyarakat. Bila dibandingkan dengan 25 tahun yang lalu diare di Indonesia pada saat ini boleh dikatakan tidak merupakan


(42)

masalah serius lagi. Pada tahun 1974 angka kesakitan diare 70-80%. Pada tahun 1986 angka kesakitan diare menurun dari penyebab kesakitan nomor satu menjadi nomor 9 dengan angka 5,3%. Tahun 1992 sebesar 31% dari angka kesakitan terjadi pada anak balita (Soegijanto, 2002).

Berdasarkan SKRT (1986), menunjukkan angka kesakitan diare untuk seluruh golongan umur 120-360 per 1000 penduduk dan untuk balita 1-2 kali episode diare setiap tahunnya atau 60% dari semua kesakitan diare. Angka kematiannya dapat mencapai 5 per 1000 balita atau 135.000 kematian tiap tahun yang berarti tiap 4 menit 1 balita meninggal karena diare (Sudarmo dkk, 2001).

Dari hasil survei P2 diare (2000), diketahui angka kesakitan diare masih cukup tinggi mencapai 301 per 1000 penduduk pada semua umur, dan episode pada balita sebesar 1,5 per tahun. Dari SKRT (1995) diketahui angka kematian karena diare untuk semua adalah 54 per 1000 penduduk dan pada balita 2,5 per 1000 balita (Widaya, 2004).

Selama 2001-2003, KLB diare masih sering terjadi, malah di beberapa daerah di Indonesia terjadi peningkatan kejadian dan penderitanya, tetapi dengan case fatality rate yang semakin menurun, seperti terjadi di Propinsi NAD, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Lampung, Bengkulu, Jawa Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta, Kalimantan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Bali, NTB, NTT, dan Papua. KLB sering terjadi di daerah yang mengalami kekeringan, kemarau panjang, sanitasi buruk dan rendahnya kebersihan perorangan (Depkes RI, 2004).


(43)

2.6. Faktor yang Berpengaruh terhadap Pencegahan dan Pengobatan Diare 2.6.1. Karakteristik Ibu

2.6.1.1.Umur

Menurut Siagian (1995), semakin lanjut usia seseorang semakin meningkat pula kedewasaan tehnisnya, demikian pula psikologis serta menunjukkan kematangan jiwa. Usia yang semakin meningkat akan meningkat pula kebijaksanaan kemampuan seseorang dalam mengambil keputusan, berpikir rasional, mengendalikan emosi, dan bertoleransi terhadap pandangan orang lain, sehingga berpengaruh terhadap peningkatan motivasinya.

2.6.1.2.Pendidikan

Pendidikan adalah proses di mana seseorang mengembangkan kemampuan sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat di mana ia hidup, proses sosial di mana orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah), sehingga ia dapat memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimum (Ihsan, 1997).

Tingginya angka kesakitan dan kematian karena diare di Indonesia disebabkan oleh faktor kesehatan lingkungan yang belum memadai, keadaan gizi, kependudukan, pendidikan, keadaan sosial ekonomi, dan perilaku masyarakat yang secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi keadaan penyakit diare (Depkes RI., 1995). Hasil penelitian didapatkan bahwa kelompok ibu dengan tingkat pendidikan SLTP ke atas, mempunyai kemungkinan 1,6 kali lebih baik dalam memberikan cairan


(44)

rehidrasi pada balita, bila dibandingkan dengan kelompok ibu yang tingkat pendidikannya SD kebawah. (Erial, 1994). Penelitian Wibowo, dkk (2002) menunjukkan bahwa 23,8% kejadian diare pada anak balita yang ibunya memiliki tingkat pengetahuan tentang diare dengan katagori kurang. Berdasarkan tingkat pendidikan ibu, balita yang memiliki ibu dengan pendidikan rendah (SLTA kebawah) lebih berisiko menderita diare dari pada balita dengan ibu yang berpendidikan tinggi. 2.6.1.3.Pengetahuan

Pengalaman atau pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan faktor yang sangat berperan dalam menginterpretasikan suatu rangsangan yang diperoleh. Pengalaman masa lalu akan menyebabkan terjadinya perbedaan dalam interpretasi (Notoatmodjo, 2005). Sebelum seseorang mengadobsi perilaku baru, harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut bagi dirinya atau keluarganya (Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkat seperti dalam tabel berikut:


(45)

Tabel 2.2. Tingkat Pengetahuan dalam Domain Kognitif

Domain Definisi Tahu Mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

Memahami Kemampuan menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan secara benar.

Aplikasi Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil.

Analisis Kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut.

Sintesis Kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Evaluasi Kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek.

(Notoatmodjo, 2003)

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan sebagai parameter keadaan sosial dapat sangat menentukan kesehatan masyarakat. Masyarakat dapat terhindar dari penyakit asalkan pengetahuan tentang kesehatan dapat ditingkatkan, sehingga perilaku dan keadaan lingkungan sosialnya menjadi sehat (Slamet, 1994).

2.6.1.4.Pekerjaan

Menurut Khomsan (2004), permasalahan penyakit diawali masalah kesehatan berakar dari kemiskinan yang disebabkan oleh krisis ekonomi yang belum membaik. Permasalahan kesehatan dapat dikendalikan apabila angka kemiskinan dikurangi serta perlakuan yang adil pada perempuan bisa menjadi salah satu kunci pemecahan masalah kesehatan. Status sosial perempuan akan meningkat apabila mereka


(46)

mempunyai posisi ekonomi yang baik. Hal ini juga disertai dengan mendapatkan pendidikan, kesehatan, dan kesehatan yang lebih baik bagi anak-anaknya.

Pekerjaan ibu dapat dikatagorikan sebagai pegawai negeri dan pegawai swasta memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi bila dibandingkan dengan ibu yang bekerja sebagai buruh atau petani. Kondisi ini mempengaruhi ibu dalam dalam mengasuh anaknya, ibu yang bekerja harus membiarkan anaknya diasuh oleh orang lain, sehingga mempunyai resiko lebih besar untuk terjadi diare (Giyantini, 2000).

2.6.2. Karakteristik Anak 2.6.2.1.Umur

Umur mempengaruhi seseorang untuk menderita suatu penyakit. Ada penyakit yang banyak menyerang kelompok umur anak saja seperti Morbilli, Polio, Pertusis, Diphtherie, Cacar air dan juga diare, hal ini terjadi karena anak belum mempunyai kekebalan terhadapnya (Soemirat, 2005). Faktor umur sangat berpengaruh dalam proses terjadinya suatu penyakit infeksi atau penyakit menular. Menurut Crofton et al. (1992), kekuatan untuk melawan infeksi merupakan pertahanan tubuh untuk mengatasi perkembangan infeksi, tergantung tingkat umur penderita saat terkena infeksi. Pada awal kelahiran pertahanan tubuh sangat lemah dan akan meningkat perlahan-lahan sampai umur 10 tahun. Setelah puberitas, pertahanan tubuh lebih baik dalam mencegah penyebaran infeksi.

Menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) DepKes RI tahun 2000, bahwa 10% penyebab kematian bayi adalah diare. Data statistik menunjukkan bahwa setiap tahun diare menyerang 50 juta penduduk Indonesia dan dua pertiganya adalah


(47)

bayi dengan korban meninggal sekitar 600.000 jiwa (Widjaja, 2002). Angka kesakitan dan kematian pada anak usia 1-4 tahun dikarenakan diare sebagai akibat pengaruh gizi buruk, anak di bawah 1 tahun rata-rata mendapat diare 1 kali dalam setahun, sedangkan usia 1-5 tahun mendapat lebih dari 2 kali setahun terserang diare.

Sebagian besar diare terjadi pada anak di bawah umur usia 2 (dua) tahun. Hasil analisis lanjut SDKI (1995) didapatkan bahwa umur balita 12 sampai dengan 24 bulan mempunyai risiko terjadi diare 2,23 kali dibandingkan anak umur 25 sampai dengan 59 bulan.

2.6.2.2.Jenis kelamin

Insiden berbagai penyakit di antara jenis kelamin kebanyakan berbeda. Perbedaan ini terutama disebabkan karena paparan terhadap agent bagi setiap jenis kelamin berbeda, misalnya anak laki-laki lebih suka aktivitas fisik dari pada anak perempuan, maka penyakit yang diderita akan berbeda akibat perilaku dan fungsi sosial berbeda (Soemirat, 2005). Jenis kelamin adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan dan mempunyai perbedaan dalam menentukan status kesehatan (Depkes. RI, 1994).

2.6.2.3.Status gizi

Status gizi merupakan tanda-tanda atau penampilan seseorang akibat keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat gizi yang berasal dari pangan yang dikonsumsi. Penentuan status gizi anak atau seseorang didasarkan pada kategori dan indikator yang digunakan. Di bawah ini adalah kategori dan indikator yang digunakan dan batas-batasnya, yang merupakan hasil kesepakatan nasional pakar gizi


(48)

di Bogor bulan Januari 2000 dan di Semarang bulan Mei 2000, yang tercantum dalam surat edaran Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat No: KM.02.03.1,4,1298, tanggal 31 Juli 2000 tentang Kartu Menuju Sehat (KMS) Balita, Pemantauan Status Gizi (PSG) dan Pemantauan Konsumsi Gizi (PKG). Standar antropometri untuk pengukuran status gizi dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Baku Antropometri Menurut Standar WHO – NCHS

Indikator Status Gizi Keterangan

Berat badan menurut umur (BB/U)

Gizi Lebih Gizi Baik Gizi Kurang Gizi Buruk

> 2 SD

≥ -2 SD - 2 SD < 2 SD - ≥ 3 SD < - 3 SD

Tinggi badan menurut umur (TB/U)

Normal Pendek

≥ 2 SD sampai + 2 SD < - 2 SD

Berat badan menurut tinggi badan

(BB/TB)

Gemuk Normal Kurus Kurus sekali

> 2 SD

≥ -2 Sd sampai+ 2 SD < -2 SD sampai ≥-3 SD < -3 SD

Penilaian status gizi berguna untuk memperoleh gambaran tentang:

Status gizi anak untuk memutuskan apakah anak perlu diberikan intervensi atau tidak. Status gizi masyarakat yang sering digambarkan dengan besaran masalah gizi pada kelompok anak balita. Besaran masalah gizi ini biasanya disajikan dalam nilai Prevalensi Kurang Gizi (Depkes RI, 2000).


(49)

2.6.3. Upaya Pengobatan 2.6.3.1.Rumah sakit

Fungsi rumah sakit selain yang diatas juga merupakan pusat pelayanan rujukan medik spesialistik dan sub spesialistik dengan fungsi utama menyediakan dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan (kuratif) dan Pemulihan (rehabilitasi pasien) (Depkes R.I, 1989).

Rumah sakit merupakan salah satu sistem penyelenggara pelayanan kesehatan. Menurut Wolpen dan Pena (Azwar, 1997), rumah sakit adalah tempat orang sakit mencari dan menerima pelayanan kedokteran serta tindakan, penelitian klinis untuk mahasiswa kedokteran, perawat dan berbagai tenaga profesi kesehatan lainnya diselenggarakan. Dari batasan tersebut di atas, fungsi dan kegiatan rumah sakit saat ini mengalami berbagai perkembangan. Jika dahulu fungsi rumah sakit hanya untuk menyembuhkan orang sakit (nasocomium/hospital), maka pada saat ini telah berkembang menjadi tempat pendidikan.

2.6.3.2.Puskesmas

Depkes RI (1991) mendefinisikan puskesmas sebagai suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat di samping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.

Salah satu kegiatan pokok puskesmas dalam upaya pencegahan penyakit menular, termasuk diare adalah: mengumpulkan dan menganalisa data tentang


(50)

penyakit diare, melaporkan kasus penyakit diare, menyelidiki di lapangan untuk melihat benar atau tidaknya laporan yang masuk untuk menemukan kasus-kasus baru, dan untuk mengetahui sumber-sumber penularan, tindakan sesegera mungkin untuk mencegah perkembangan penyakit secara luas, mengobati penderita sehingga tidak lagi menjadi sumber penularan penyakit, pemberian imunisasi, pemberantasan vektor, serta memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat (Effendy, 1998).

Upaya pengobatan diare yang dilakukan puskesmas yaitu: Melaksanakan diagnosa penyakit diare sedini mungkin meliputi: mengkaji riwayat penyakit, mengadakan pemeriksaan fisik, mengadakan pemeriksaan laboratorium, menegakkan diagnosa diare. Setelah penentuan diagnosa, maka dilakukan tindakan pengobatan segara terhadap penderita diare. Melakukan upaya rujukan bila dianggap perlu (Effendy, 1998).

Penanganan penderita diare dengan dehidrasi ringan atau sedang dilakukan dengan pemberian oralit selama periode 3 (tiga) jam. Ketentuan pemberian oralit berdasarkan usia dan berat badan.

Tabel 2.4. Cara Pemberian Oralita

Usia Barat Badan Jumlah (ml)

0 Sampai 4 bulan < 6 kg 200 – 400 4 sampai 12 bulan 6 s/d 10 kg 400 – 700 12 sampai 24 bulan 10 s/d 12 kg 700 – 900 2 sampai 5 tahun 12 s/d 19 kg 900 – 1400


(51)

Kemudian ajarkan kepada ibu cara pemberian oralit yaitu: a. Minum sedikit-sedikit, tetapi sering.

b. Jika anak muntah, tunggu 10 menit kemudian lanjutkan lagi pemberian oralit. c. Lanjutkan pemberian ASI selama anak mau (Sudiharto, 2007).

2.6.3.3.Dokter praktek

Dokter praktek umum adalah kontraktor independen, yang memberikan serangkaian pelayanan medik yang menyeluruh selama 24 jam sehari dan 7 hari dalam seminggu kepada pasien pasien praktik mereka dan pasien di luar itu yang mengalami kedaruratan. Dokter umum ini menetapkan target tertentu untuk Imunisasi, sitologi dan screening untuk usia lanjut dan juga menetapkan anggaran praktik.

2.6.3.4.Biaya

Perilaku seorang ibu dalam menangani anak balita yang sakit banyak dipengaruhi oleh sosial diantaranya adalah fasilitas kesehatan yang diperlukan sangat jauh letaknya, para petugas kesehatan tidak simpatik, judes, tidak responsif. Alasan lain adalah takut kepada dokter, takut pergi ke rumah sakit, dan takut akan biaya yang besar. Katagori penggunaan pelayanan kesehatan juga dipengaruhi oleh pendapatan keluarga. Ini berarti bahwa sumber pendapatan keluarga menentukan kesanggupan untuk memperoleh pelayanan kesehatan bagi anggota keluarganya (Notoatmodjo, 2003).

Pendapatan rumah tangga merupakan sumber terbesar bagi pembiayaan atau pembayaran yang dilakukan keluarga kepada penyedia pelayanan kesehatan.


(52)

Pembayaran ini adalah setiap pembayaran yang dilakukan konsumen kepada pemberi pelayanan kesehatan seperti pembayaran atas jasa yang dikonsumsi atau harga yang harus dibayar untuk penggunaan barang dan peralatan fasilitas kesehatan pemerintah mungkin saja menarik biaya kepada pengguna atas penggunaan pelayanan tertentu.

Tingkat pengeluaran rumah tangga yang ada saat ini sebagian besar akibat dari pola pelayanan kesehatan yang ada, serta keterbatasan untuk dapat menggunakan pelayanan kesehatan pemerintah yang gratis/murah biayanya. Masyarakat berpendapatan rendah cenderung menunda penggunaan pelayanan kesehatan sampai penyakitnya parah benar, sebagian dengan asumsi bahwa mereka menghindarkan pembayaran yang tidak terjangkau (Tjiptoherijanto, 1994).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sigit diketahui bahwa tidak semua balita dibawa berobat ke pelayanan kesehatan dan tingkat ekonomi berpengaruh dengan pencarian pengobatan, di mana keluarga dengan tingkat ekonomi kurang berpeluang 1,42 kali, keluarga dengan tingkat ekonomi sedang berpeluang 1,65 kali, keluarga dengan tingkat ekonomi cukup berpeluang 1,56 kali dan keluarga dengan tingkat ekonomi tinggi berpeluang 2,09 kali untuk menggunakan pelayanan kesehatan bagi balita (Purwatmoko, 2001).

Faktor yang mempengaruhi pencarian pengobatan pada oleh ibu balita adalah pengaruh orang lain dan kepercayaan pengobatan. Pengaruh variabel orang lain berpeluang mengobati anaknya ke tenaga kesehatan 6,54 kali dibandingkan dengan ibu yang memilih upaya pencarian pengobatan dengan inisiatif sendiri (Hendarawan, 2003).


(53)

Sosial ekonomi keluarga mencerminkan singkat kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup, sosial ekonomi keluarga sama dengan tingkat pendapatan yang diterima keluarga, sosial ekonomi menggambarkan tingkat kesejahteraan anggota keluarga terhadap pemenuhan kebutuhan, begitu juga terhadap pengelolaan jamban keluarga, membutuhkan dana dan kemampuan untuk dapat membuat jamban yang memenuhi syarat sehat (Rahmat, 1994).

2.6.3.5.Cara pemberian obat

Diare yang diinduksi oleh virus dan bakteri biasanya hanya membutuhkan diet cair bersih serta peningkatan asupan cairan. Terapi anti mikroba dapat diindikasikan bila ada darah dalam tinja. Zat-zat anti diare yang menurunkan mobilitas usus dikontra indikasikan pada penyakit infeksi parasit dan beberapa infeksi bakteri, karena menghambat pengeluaran organisme. Diare yang diinduksi oleh obat atau toksin paling baik diterapi dengan menghentikan zat penyebab bila memungkinkan (Olson, 2004).

Ada tiga patokan bagi seorang ibu untuk mengobati sendiri diare yaitu: menambah cairan, makanan bagi si anak terus diberikan, jika tidak membaik maka anak harus segera dibawa ke petugas kesehatan (Andrianto, 1995).

Menurut penelitian LA Maiman, faktor pendapatan dan pendidikan ibu mempengaruhi perlakuan ibu terhadap pemberian obat bagi anaknya. Selain itu persepsi ibu tentang kerentanan anaknya terhadap penyakit tertentu dan status sosial ekonomi juga mempengaruhi pola pemberian obat pada anaknya (Maiman, 2003).


(54)

Pemberian obat yang dilakukan oleh keluarga untuk penyembuhan penyakit, cara pemberiannya dilakukan dengan petunjuk tenaga medis dan kebiasaan masyarakat dalam pemberian obat jika yang dimakan obat tradisional, sedangkan pemberian makanan pada anak balita bertujuan untuk mendapatkan zat gizi yang diperlukan tubuh dan digunakan oleh tubuh untuk pertumbuhan dan pengaturan faal tubuh. Di samping itu zat gizi yang berperan dalam memelihara dan memulihkan kesehatan serta untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari.

Pengasuhan merupakan serangkaian kegiatan yang intensif dilakukan oleh orang tua dalam mengarahkan anak untuk memiliki kecakapan hidup. Pengasuh harus memiliki ketrampilan dalam memberikan rangsangan dan respon kepada anak apabila mengalami kesulitan dalam hidupnya. Pengasuh harus merespon rangsangan yang bersumber dari anak baik dalam makanan, kebersihan dan dalam permainan anak (Sunarti, 2004).

2.7. Pencegahan Penyakit Diare

Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum yakni: pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention) yang meliputi promosi kesehatan dan pencegahan khusus, pencegahan tingkat kedua (Secondary Prevention) yang meliputi diagnosis dini serta pengobatan yang tepat, dan pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) yang meliputi pencegahan terhadap cacat dan rehabilitasi (Nasry Noor, 1997).


(55)

2.7.1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer penyakit diare dapat ditujukan pada faktor penyebab, lingkungan dan faktor pejamu. Untuk faktor penyebab dilakukan berbagai upaya agar mikroorganisme penyebab diare dihilangkan. Peningkatan air bersih dan sanitasi lingkungan, perbaikan lingkungan biologis dilakukan untuk memodifikasi lingkungan. Untuk meningkatkan daya tahan tubuh dari pejamu maka dapat dilakukan peningkatan status gizi dan pemberian imunisasi.

1. Penyediaan air bersih

Air adalah salah satu kebutuhan pokok hidup manusia, bahkan hampir 70% tubuh manusia mengandung air. Air dipakai untuk keperluan makan, minum, mandi, dan pemenuhan kebutuhan yang lain, maka untuk keperluan tersebut WHO menetapkan kebutuhan per orang per hari untuk hidup sehat 60 liter. Selain dari peranan air sebagai kebutuhan pokok manusia, juga dapat berperan besar dalam penularan beberapa penyakit menular termasuk diare (Sanropie, 1984).

Sumber air yang sering digunakan oleh masyarakat adalah: air permukaan yang merupakan air sungai, dan danau. Air tanah yang tergantung kedalamannya bisa disebut air tanah dangkal atau air tanah dalam. Air angkasa yaitu air yang berasal dari atmosfir seperti hujan dan salju (Soemirat, 1994).

Air dapat juga menjadi sumber penularan penyakit. Peran air dalam terjadinya penyakit menular dapat berupa, air sebagai penyebar mikroba patogen, sarang insekta penyebar penyakit, bila jumlah air bersih tidak mencukupi, sehingga orang tidak


(56)

dapat membersihkan dirinya dengan baik, dan air sebagai sarang hospes sementara penyakit (Soemirat, 1994).

Dengan memahami daur/siklus air di alam semesta ini, maka sumber air dapat diklasifikasikan menjadi; a) air angkasa seperti hujan dan air salju, b) air tanah seperti air sumur, mata air dan artesis, c) air permukaan yang meliputi sungai dan telaga. Untuk pemenuhan kebutuhan manusia akan air, maka dari sumber air yang ada dapat dibangun bermacam-macam saran penyediaan air bersih yang dapat berupa perpipaan, sumur gali, sumur pompa tangan, perlindungan mata air, penampungan air hujan, dan sumur artesis (Sanropie, 1984).

Untuk mencegah terjadinya diare maka air bersih harus diambil dari sumber yang terlindungi atau tidak terkontaminasi. Sumber air bersih harus jauh dari kandang ternak dan kakus paling sedikit sepuluh meter dari sumber air. Air harus ditampung dalam wadah yang bersih dan pengambilan air dalam wadah dengan menggunakan gayung yang bersih, dan untuk minum air harus di masak. Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air bersih mempunyai resiko menderita diare lebih kecil bila dibandingkan dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air besih (Andrianto, 1995).

2. Tempat pembuangan tinja

Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari kesehatan lingkungan. Pembuangan tinja yang tidak tepat dapat berpengaruh langsung terhadap insiden penyakit tertentu yang penularannya melalui tinja antara lain penyakit diare (Haryoto, 1983).


(57)

Keluarga yang tidak memiliki jamban harus membuat dan keluarga harus membuang air besar di jamban. Jamban harus dijaga dengan mencucinya secara teratur. Jika tak ada jamban, maka anggota keluarga harus membuang air besar jauh dari rumah, jalan dan daerah anak bermain dan paling kurang 10 meter dari sumber air bersih (Andrianto, 1995).

Untuk mencegah kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik. Suatu jamban memenuhi syarat kesehatan apabila memenuhi syarat kesehatan: tidak mengotori permukaan tanah, tidak mengotori air permukaan, tidak dapat di jangkau oleh serangga, tidak menimbulkan bau, mudah digunakan dan dipelihara, dan murah (Notoatmodjo, 1996).

Tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan meningkatkan risiko terjadinya diare berdarah pada anak balita sebesar dua kali lipat dibandingkan keluarga yang mempunyai kebiasaan membuang tinjanya yang memenuhi syarat sanitasi (Wibowo, 2003). Menurut hasil penelitian Irianto (1996), bahwa anak balita berasal dari keluarga yang menggunakan jamban (kakus) yang dilengkapi dengan tangki septik, prevalensi diare 7,4% terjadi di kota dan 7,2% di desa. Sedangkan keluarga yang menggunakan kakus tanpa tangki septik 12,1% diare terjadi di kota dan 8,9 % di desa. Kejadian diare tertinggi terdapat pada keluaga yang mempergunakan sungai sebagi tempat pembuangan tinja, yaitu, 17,0% di kota dan 12,7% di desa.


(58)

3. Status gizi

Status gizi didefinisikan sebagai keadaan kesehatan yang berhubungan dengan penggunaan makanan oleh tubuh (Parajanto, 1996). Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode, yang tergantung dan tingkat kekurangan gizi. Menurut Gibson (1990) metode penilaian tersebut adalah; 1) konsumsi makanan; 2) pemeriksaan laboratorium, 3) pengukuran antropometri dan 4) pemeriksaan klinis. Metode-metode ini dapat digunakan secara tunggal atau kombinasikan untuk mendapatkan hasil yang lebih efektif.

Makin buruk gizi seseorang anak, ternyata makin banyak episode diare yang dialami. Mortalitas bayi dinegara yang jarang terdapat malnutrisi protein energi (KEP) umumnya kecil (Canada, 28,4 permil). Pada anak dengan malnutrisi, kelenjar timusnya akan mengecil dan kekebalan sel-sel menjadi terbatas sekali sehingga kemampuan untuk mengadakan kekebalan nonspesifik terhadap kelompok organisme berkurang (Suharyono, 1986).

4. Pemberian air susu ibu (ASI)

ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi komponen zat makanan tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sama umur 4-6 bulan. Untuk menyusui dengan aman dan nyaman ibu jangan memberikan cairan tambahan seperti air, air gula atau susu formula terutama pada awal kehidupan anak. Memberikan ASI segera setelah bayi lahir, serta berikan ASI sesuai kebutuhan. ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan zat-zat


(59)

lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare, pemberian ASI kepada bayi yang baru lahir secara penuh mempunyai daya lindung empat kali lebih besar terhadap diare dari pada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Pada bayi yang tidak diberi ASI pada 6 bulan pertama kehidupannya, risiko mendapatkan diare adalah 30 kali lebih besar dibanding dengan bayi yang tidak diberi ASI (Depkes, 2000).

Bayi yang memperoleh ASI mempunyai morbiditas dan mortalitas diare lebih rendah. Bayi dengan air susu buatan (ASB) mempunyai risiko lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang selain mendapat susu tambahan juga mendapatkan ASI, dan keduanya mempunyai risiko diare lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang sepenuhnya mendapatkan ASI. Risiko relatif ini tinggi dalam bulan-bulan pertama kehidupan (Suryono, 1988).

5. Kebiasaan mencuci tangan

Diare merupakan salah satu penyakit yang penularannya berkaitan dengan penerapan perilaku hidup sehat. Sebahagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fekal-oral. Kuman-kuman tersebut ditularkan dengan perantara air atau bahan yang tercemar tinja yang mengandung mikrooranisme patogen dengan melalui air minum. Pada penularan seperti ini, tangan memegang peranan penting, karena lewat tangan yang tidak bersih makanan atau minuman tercemar kuman penyakit masuk ke tubuh manusia.

Pemutusan rantai penularan penyakit seperti ini sangat berhubungan dengan penyediaan fasilitas yang dapat menghalangi pencemaran sumber perantara oleh tinja


(60)

serta menghalangi masuknya sumber perantara tersebut kedalam tubuh melalui mulut. Kebiasaan mencuci tangan pakai sabun adalah perilaku amat penting bagi upaya mencegah diare. Kebiasaan mencuci tangan diterapkan setelah buang air besar, setelah menangani tinja anak, sebelum makan atau memberi makan anak dan sebelum menyiapkan makanan. Kejadian diare makanan terutama yang berhubungan langsung dengan makanan anak seperti botol susu, cara menyimpan makanan serta tempat keluarga membuang tinja anak (Howard & Bartram, 2003).

Hubungan kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian diare dikemukakan oleh Bozkurt et al (2003) di Turki, orang tua yang tidak mempunyai kebiasaan mencuci tangan sebelum merawat anak, anak mempunyai risiko lebih besar terkena diare. Heller (1998) juga mendapatkan adanya hubungan antara kebiasaan cuci tangan ibu dengan kejadian diare pada anak di Betim-Brazil.

Anak kecil juga merupakan sumber penularan penting diare. Tinja anak, terutama yang sedang menderita diare merupakan sumber penularan diare bagi penularan diare bagi orang lain. Tidak hanya anak yang sakit, anak sehatpun tinjanya juga dapat menjadi carier asimptomatik yang sering kurang mendapat perhatian. Oleh karena itu cara membuang tinja anak penting sebagai upaya mencegah terjadinya diare (Sunoto dkk, 1990). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Aulia dkk., (1994) di Sumatera Selatan, kebiasaan ibu membuang tinja anak di tempat terbuka merupakan faktor risiko yang besar terhadap kejadian diare dibandingkan dengan kebiasaan ibu membuang tinja anak di jamban.


(61)

6. Imunisasi

Diare sering timbul menyertai penyakit campak, sehingga pemberian imunisasi campak dapat mencegah terjadinya diare. Anak harus diimunisasi terhadap penyakit campak secepat mungkin setelah usia 9 bulan (Andrianto, 1995).

2.7.2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan tingkat kedua ini ditujukan kepada sianak yang telah menderita diare atau yang terancam akan menderita yaitu dengan menentukan diagnosa dini dan pengobatan yang cepat dan tepat, serta untuk mencegah terjadinya akibat samping dan komplikasi. Prinsip pengobatan diare adalah mencegah dehidrasi dengan pemberian oralit (rehidrasi) dan mengatasi penyebab diare. Diare dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti salah makan, bakteri, parasit, sampai radang. Pengobatan yang diberikan harus disesuaikan dengan klinis pasien. Obat diare dibagi menjadi tiga, pertama kemoterapeutika yang memberantas penyebab diare seperti bakteri atau parasit, obstipansia untuk menghilangkan gejala diare dan spasmolitik yang membantu menghilangkan kejang perut yang tidak menyenangkan. Sebaiknya jangan mengkonsumsi golongan kemoterapeutika tanpa resep dokter. Dokter akan menentukan obat yang disesuaikan dengan penyebab diarenya misal bakteri, parasit. Pemberian kemoterapeutika memiliki efek samping dan sebaiknya diminum sesuai petunjuk dokter (Fahrial Syam, 2006).

2.7.3. Pencegahan Tertier

Pencegahan tingkat ketiga adalah penderita diare jangan sampai mengalami kecatatan dan kematian akibat dehidrasi. Jadi pada tahap ini penderita diare


(62)

diusahakan pengembalian fungsi fisik, psikologis semaksimal mungkin. Pada tingkat ini juga dilakukan usaha rehabilitasi untuk mencegah terjadinya akibat samping dari penyakit diare. Usaha yang dapat dilakukan yaitu dengan terus mengkonsumsi makanan bergizi dan menjaga keseimbangan cairan. Rehabilitasi juga dilakukan terhadap mental penderita dengan tetap memberikan kesempatan dan ikut memberikan dukungan secara mental kepada anak. Anak yang menderita diare selain diperhatikan kebutuhan fisik juga kebutuhan psikologis harus dipenuhi dan kebutuhan sosial dalam berinteraksi atau bermain dalam pergaulan dengan teman sepermainan.


(63)

2.8. Kerangka Teoritis

Dasar teori dalam penelitian ini mengacu pada konsep UNICEF (1992), Dampak

Penyebab Langsung Penyebab tidak langsung

Pendidikan keluarga Pokok masalah

di masyarakat

Struktur Ekonomi Sebab dasar

(Nasional)

Sumber: UNICEF, 1992 dalam Jonsson, 1992.

Gambar 2.1. Model Interelasi Tumbuh Kembang Anak Kecukupan Keadaan makanan kesehatan

Asuhan Bagi ibu dan

anak Memadai

Sanitasi, air bersih dan

yankes Ketahanan

makanan keluarga

Keberadaan dan kontrol sumber daya keluarga : Manusia, Ekonomi dan Organisasi

Potensi Sumber Daya Tumbuh Kembang Anak


(1)

3. Dari manakah sumber air yang digunakan untuk keperluan cuci piring, pakaian dan peralatan lainnya?

a. Sumur b. PAM c. Sungai

4. Dari manakan sumber air yang digunakan untuk keperluan mandi?

a. Sumur b. PAM c. Sungai

5. Apakah ibu menyediakan air minum untuk keluarga yang sudah dimasak?

6. Bila sumber air bersih jauh dari rumah ibu, apakah ibu berusaha untuk memperolehnya?

Tempat Pembuanga Tinja

Pertanyaan Ya Tidak Skor

1 2 3 4

1. Dimanakah keluarga ibu biasanya buang air besar ? a. Jamban/WC

b. Sawah c. Sungai

d. Semak-semak

2. Jika jawabannya poin “a” apakah jamban/WCmempunyai lantai ?

3. Apakah jarak jamban/WC dengan sumber air minum lebih dari 10 m?

4. Bagaimana keadaan Jamban/WC? a. Bersih


(2)

Pemberian ASI

Pertanyaan Ya Tidak Skor 1. Apakah ibu memberikan ASI kepada anak ibu?

2. Jika “YA” Apakah ibu memberikan ASI Eklusive pada anak ibu sampai umu r anak 6 bulan ?

3. Apakah ibu memberikan susu buatan untuk anak ibu? 4. Apakah untuk pemberian susu buatan menggunakan dot?

5. Jika “YA” Apakah dot selalu dicuci sebelum digunakan?

6. Apakah ibu menyusui anak ibu sampai umur 2 tahun? 7. Apakah selama ibu memberikan ASI ada pantangan

makanan tertentu ? Kebiasaan mencuci tangan

Pertanyaan Ya Tidak Skor 1. Apakah ibu selalu mencuci tangan sebelum

memberikan makanan anak ?

2 Apakah ibu selalu mencuci tangan setelah membersihkan buang air besar ?

3. Jika “ Ya” apakah ibu memakai sabun ?

4. Apakah ibu selalu mencuci tangan sebelum menyuapi anak?

5. Jika tangan ibu kotor karena bekerja, sedangkan anak ibu menangis minta ASI, apakah ibu segera mencuci tangan ?

6. Apakah ibu mengajarkan anak ibu mencuci tangan sebelum makan ?


(3)

Imunisasi

Pertanyaan Ya Tidak Skor

1 2 3 4

1. Apakah ibu tahu tentang imunisasi?

2. Apakah anak ibu mendapat imunisasi secara lengkap?

. 3. Dimana anak ibu di imunisasi? a. Posyandu

b. Puskesmas c. Dokter praktek

4. Apakah keluarga ibu mendukung agar anak ibu di imunisasi?

5. Apakah anak ibu mendapatkan imunisasi campak? 6. jika jawaban “ tidak “ mengapa?

a. Tidak tahu

b. Jauh dari pelayanan kesehatan . c. Takut anak SAKIT

...2008 Pengumpul data


(4)

Lampiran 3

Uji Kualitas Data • Pengujian

Hasil Uji Validitas

Variabel Butir CITC Status Pengetahuan Pengetahuan1 1 0,480 Valid Pengetahuan2 2 0,659 Valid Pengetahuan3 3 0,543 Valid Pengetahuan4 4 0,503 Valid Pengetahuan5 5 0,760 Valid Pengetahuan6 6 0,787 Valid Pengetahuan7 7 0,484 Valid Pengetahuan8 8 0,738 Valid Pengetahuan9 9 0,672 Valid Pengobatan

Pengobatan 1 0,639 Valid Pengobatan 2 0,451 Valid Pengobatan 3 0,559 Valid Pengobatan 4 0,507 Valid Pengobatan 5 0,720 Valid Pengobatan 6 0,457 Valid Pengobatan 7 0,366 Valid Pengobatan 8 0,639 Valid Pengobatan 9 0,451 Valid Pengobatan 10 0,559 Valid Pengobatan 11 0,461 Valid

Sarana

Sarana1 1 0,610 Valid

Sarana2 2 0,554 Valid

Sarana3 3 0,420 Valid

Sarana4 4 0,692 Valid

Sarana5 5 0,562 Valid


(5)

Pembuangan Pembuangan 1 0,427 Valid Pembuangan 2 0.390 Valid Pembuangan 3 0,491 Valid Pembuangan 4 0,379 Valid

Valid

ASI

ASI1 1 0,579 Valid

ASI2 2 0,477 Valid

ASI3 3 0,489 Valid

ASI4 4 0,526 Valid

ASI5 5 0,603 Valid

ASI6 6 0,661 Valid

ASI7 7 0,469 Valid

Pengujian

Berdasarkan tabel diatas, nilai Corrected Item-Total Correlation untuk tiap- tiap butir item variabel > dari nilai r tabel sebesar 0,361 (df = 30-2 ; 0,05 ), maka variabel dinyatakan valid.

2. Uji Reliabilitas

Variabel Butir Cronbach Alpha ( r hasil )

r tabel

Pengetahuan Pengetahuan1 1 0,879 0,361 Pengetahuan2 2 0,865 0,361 Pengetahuan3 3 0,875 0,361 Pengetahuan4 4 0,878 0,361 Pengetahuan5 5 0,856 0,361 Pengetahuan6 6 0,853 0,361 Pengetahuan7 7 0,879 0,361 Pengetahuan8 8 0,858 0,361 Pengetahuan9 9 0,864 0,361 Pengobatan


(6)

Pengobatan 2 0,838 0,361 Pengobatan 3 0,829 0,361 Pengobatan 4 0,833 0,361 Pengobatan 5 0,816 0,361 Pengobatan 6 0,837 0,361 Pengobatan 7 0,845 0,361 Pengobatan 8 0,822 0,361 Pengobatan 9 0,838 0,361 Pengobatan 10 0,829 0,361 Pengobatan 11 0,837 0,361

Sarana

Sarana1 1 0,799 0,361

Sarana2 2 0,810 0,361

Sarana3 3 0,838 0,361

Sarana4 4 0,781 0,361

Sarana5 5 0,809 0,361

Sarana6 6 0,763 0,361

Pembuangan Pembuangan 1 0,568 0,361 Pembuangan 2 0,594 0,361 Pembuangan 3 0,519 0,361 Pembuangan 4 0,601 0,361

ASI

ASI1 1 0,775 0,361

ASI2 2 0,794 0,361

ASI3 3 0,792 0,361

ASI4 4 0,785 0,361

ASI5 5 0,771 0,361

ASI6 6 0,760 0,361

ASI7 7 0,795 0,361

Berdasarkan dari tabel diatas, nilai cronbach alpha dari masing-masing variabel > dari nilai r tabel 0,361 ( df = 30-2 ; 0,05 ), dengan demikian setiap butir pertanyaan dari masing-masing kuisioner adalah reliabel.


Dokumen yang terkait

Faktor-faktor yang berhubungan dengan diare pada balita di Kecamatan Biang Pidie Kabupaten Aceh Barat Daya

0 32 109

ANALISIS EFISIENSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI KAKAO DI KECAMATAN BANDAR BARU KABUPATEN PIDIE JAYA

0 4 1

Pengaruh Karakteristik Ibu dan Persepsi Program Pencegahan Diare Terhadap Tindakan Pencegahan Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan tahun 2016

1 9 119

Pengaruh Karakteristik Ibu dan Persepsi Program Pencegahan Diare Terhadap Tindakan Pencegahan Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan tahun 2016

0 0 17

Pengaruh Karakteristik Ibu dan Persepsi Program Pencegahan Diare Terhadap Tindakan Pencegahan Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan tahun 2016

0 0 2

Pengaruh Karakteristik Ibu dan Persepsi Program Pencegahan Diare Terhadap Tindakan Pencegahan Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan tahun 2016

0 0 8

Pengaruh Karakteristik Ibu dan Persepsi Program Pencegahan Diare Terhadap Tindakan Pencegahan Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan tahun 2016

0 0 23

Pengaruh Karakteristik Ibu dan Persepsi Program Pencegahan Diare Terhadap Tindakan Pencegahan Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan tahun 2016

0 0 3

Pengaruh Karakteristik Ibu dan Persepsi Program Pencegahan Diare Terhadap Tindakan Pencegahan Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan tahun 2016

0 0 26

HUBUNGAN PERILAKU IBU DALAM PENCEGAHAN DIARE DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS KALIKAJAR I KABUPATEN WONOSOBO NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Perilaku Ibu dalam Pencegahan Diare dengan Kejadian Diare pada Balita di Puskesmas Kalikajar I Kabupaten

0 0 14