mempunyai posisi ekonomi yang baik. Hal ini juga disertai dengan mendapatkan pendidikan, kesehatan, dan kesehatan yang lebih baik bagi anak-anaknya.
Pekerjaan ibu dapat dikatagorikan sebagai pegawai negeri dan pegawai swasta memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi bila dibandingkan dengan ibu yang bekerja
sebagai buruh atau petani. Kondisi ini mempengaruhi ibu dalam dalam mengasuh anaknya, ibu yang bekerja harus membiarkan anaknya diasuh oleh orang lain,
sehingga mempunyai resiko lebih besar untuk terjadi diare Giyantini, 2000.
2.6.2. Karakteristik Anak
2.6.2.1.Umur Umur mempengaruhi seseorang untuk menderita suatu penyakit. Ada penyakit
yang banyak menyerang kelompok umur anak saja seperti Morbilli, Polio, Pertusis, Diphtherie, Cacar air dan juga diare, hal ini terjadi karena anak belum mempunyai
kekebalan terhadapnya Soemirat, 2005. Faktor umur sangat berpengaruh dalam proses terjadinya suatu penyakit infeksi atau penyakit menular. Menurut Crofton et
al. 1992, kekuatan untuk melawan infeksi merupakan pertahanan tubuh untuk mengatasi perkembangan infeksi, tergantung tingkat umur penderita saat terkena
infeksi. Pada awal kelahiran pertahanan tubuh sangat lemah dan akan meningkat perlahan-lahan sampai umur 10 tahun. Setelah puberitas, pertahanan tubuh lebih baik
dalam mencegah penyebaran infeksi. Menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga SKRT DepKes RI tahun 2000,
bahwa 10 penyebab kematian bayi adalah diare. Data statistik menunjukkan bahwa setiap tahun diare menyerang 50 juta penduduk Indonesia dan dua pertiganya adalah
bayi dengan korban meninggal sekitar 600.000 jiwa Widjaja, 2002. Angka kesakitan dan kematian pada anak usia 1-4 tahun dikarenakan diare sebagai akibat
pengaruh gizi buruk, anak di bawah 1 tahun rata-rata mendapat diare 1 kali dalam setahun, sedangkan usia 1-5 tahun mendapat lebih dari 2 kali setahun terserang diare.
Sebagian besar diare terjadi pada anak di bawah umur usia 2 dua tahun. Hasil analisis lanjut SDKI 1995 didapatkan bahwa umur balita 12 sampai dengan 24
bulan mempunyai risiko terjadi diare 2,23 kali dibandingkan anak umur 25 sampai dengan 59 bulan.
2.6.2.2.Jenis kelamin Insiden berbagai penyakit di antara jenis kelamin kebanyakan berbeda.
Perbedaan ini terutama disebabkan karena paparan terhadap agent bagi setiap jenis kelamin berbeda, misalnya anak laki-laki lebih suka aktivitas fisik dari pada anak
perempuan, maka penyakit yang diderita akan berbeda akibat perilaku dan fungsi sosial berbeda Soemirat, 2005. Jenis kelamin adalah perbedaan antara laki-laki dan
perempuan dan mempunyai perbedaan dalam menentukan status kesehatan Depkes. RI, 1994.
2.6.2.3.Status gizi Status gizi merupakan tanda-tanda atau penampilan seseorang akibat
keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat gizi yang berasal dari pangan yang dikonsumsi. Penentuan status gizi anak atau seseorang didasarkan pada kategori
dan indikator yang digunakan. Di bawah ini adalah kategori dan indikator yang digunakan dan batas-batasnya, yang merupakan hasil kesepakatan nasional pakar gizi
di Bogor bulan Januari 2000 dan di Semarang bulan Mei 2000, yang tercantum dalam surat edaran Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat No: KM.02.03.1,4,1298, tanggal 31
Juli 2000 tentang Kartu Menuju Sehat KMS Balita, Pemantauan Status Gizi PSG dan Pemantauan Konsumsi Gizi PKG. Standar antropometri untuk pengukuran
status gizi dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Baku Antropometri Menurut Standar WHO – NCHS Indikator Status
Gizi Keterangan
Berat badan menurut umur BBU
Gizi Lebih Gizi Baik
Gizi Kurang Gizi Buruk
2 SD ≥ -2 SD - 2 SD
2 SD - ≥ 3 SD
- 3 SD Tinggi badan
menurut umur TBU
Normal Pendek
≥ 2 SD sampai + 2 SD - 2 SD
Berat badan menurut tinggi badan
BBTB Gemuk
Normal Kurus
Kurus sekali 2 SD
≥ -2 Sd sampai+ 2 SD -2 SD sampai
≥-3 SD -3 SD
Penilaian status gizi berguna untuk memperoleh gambaran tentang: Status gizi anak untuk memutuskan apakah anak perlu diberikan intervensi atau tidak.
Status gizi masyarakat yang sering digambarkan dengan besaran masalah gizi pada kelompok anak balita. Besaran masalah gizi ini biasanya disajikan dalam nilai
Prevalensi Kurang Gizi Depkes RI, 2000.
2.6.3. Upaya Pengobatan