memiliki risiko tinggi lebih sedikit 13,2 dibandingkan responden dengan hipertensi 36,8. Sebaliknya, jumlah responden dengan normotensi pre-
hipertensi yang memiliki risiko rendah lebih banyak 43,4 dibandingkan responden dengan hipertensi 25,94 Dari hasil uji statistik didapatkan nilai
p=0,000 p 0,01. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan tingkat risiko stroke.
Hasil ini sejalan dengan penelitian Fazidah AS yang menyatakan risiko terjadinya stroke pada orang yang mempunyai riwayat hipertensi 51,11 kali
dibandingkan dengan orang yang tidak hipertensi.
27
Mutmainna dkk menyatakan bahwa pasien yang memiliki riwayat hipertensi memiliki risiko 16,22 kali lebih
besar mengalami stroke dibandingkan dengan pasien yang tidak memiliki riwayat hipertensi.
26
4.4.3. Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Tingkat Risiko Stroke
Tabel 4.11 Sebaran Responden berdasarkan Kebiasaan Merokok dan Tingkat Risiko Stroke
Kebiasaan Merokok
Tingkat Risiko Stroke
Total Rendah
Sedang Tinggi
n n
n N
Tidak 40
40 25
25 35
35 100
100 Ya Try To
Quit 4
11,8 12
35,3 18
52,9 34
100
Total 44
32,8 37
27,6 53
39,6 134
100
p-value = 0,010
Hasil analisis hubungan antara perokok dengan tingkat risiko stroke diperoleh bahwa jumlah responden dengan kebiasaan merokok responden yang
mencoba keluar dari kebiasaan merokok trying to quit yang memiliki risiko tinggi lebih banyak yaitu sebanyak 52,9 dibandingkan dengan responden yang
tidak memiliki kebiasaan merokok yaitu 35. Sebaliknya, jumlah perokok trying to quit yang memiliki risiko rendah lebih sedikit 11,8 dibandingkan
dengan responden yang tidak memiliki kebiasaan merokok 40. Dari hasil uji
statistik didapatkan nilai p=0,010 p 0,05. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan tingkat risiko stroke.
Hasil ini sejalan dengan penelitian Reena SS dan John WC di Baltimore yang menyatakan bahwa merokok meningkatkan risiko terjadinya stroke 3 sampai
4 kali dibandingkan orang yang tidak merokok. Dan perokok pasif memiliki risiko 1,5 kali menderita stroke dibanding bukan perokok pasif.
28
Hal yang sama juga dipaparkan oleh Mutmainna dkk bahwa pasien yang memiliki kebiasaan merokok
berisiko 2,68 kali lebih besar mengalami stroke pada dewasa awal dibandingkan dengan yang tidak.
26
4.4.4. Hubungan antara Kadar Gula Darah Puasa dengan Tingkat Risiko Stroke
Tabel 4.12 Sebaran Responden berdasarkan Kadar Gula Darah Puasa GDP dan Tingkat Risiko Stroke
Kadar GDP
Tingkat Risiko Stroke
Total Rendah
Sedang Tinggi
n n
n N
Normal 20
43,5 8
17,4 18
39,1 46
100 Borderline
17 25,4
28 41,8
22 32,8
67 100
Tinggi 7
33,3 1
4,8 13
61,9 21
100 Total
44 32,8
37 27,6
53 39,6
134 100
p-value = 0,002
Hasil analisis hubungan antara kadar gula darah puasa GDP dengan tingkat risiko stroke diperoleh bahwa responden yang memiliki kadar GDP tinggi
yang memiliki risiko tinggi lebih banyak 61,9 daripada responden dengan kadar GDP borderline 32,8 ataupun responden dengan kadar GDP normal
39,1. Sementara jumlah responden yang memiliki kadar GDP normal yang memiliki risiko rendah lebih banyak 43,5 daripada responden dengan GDP
tinggi 33,3 ataupun kadar GDP borderline 25,4. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,002 p 0,01. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang
bermakna antara kadar gula darah puasa dengan tingkat risiko stroke.
Hasil ini berbeda pada penelitian Rico J et al di RS Kota Semarang yang menyatakan bahwa kadar gula darah terbukti tidak memiliki hubungan yang
bermakna dengan kejadian stroke pada usia muda p=0,42 p0,05.Namun, risiko untuk terjadinya stroke
pada usia muda pada responden dengan kadar GDP ≥126 mgdl 1,51 kali lebih besar dibanding dengan responden yang memiliki kadar
GDP 12 mgdl.
29
American Diabetes Association ADA memaparkan bahwa responden yang diabetes memiliki risiko terkena stroke 2-4 kali lebih besar
dibanding responden yang bukan diabetes.
30
4.4.5. Hubungan antara Aktivitas Fisik dengan Tingkat Risiko Stroke