Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

commit to user 1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan mengharuskan Pemerintah Daerah untuk menyusun laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan laporan yang terstruktur mengenai posisi keuangan dan transaksi-transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan. Tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan informasi mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, arus kas, dan kinerja keuangan suatu entitas pelaporan yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya SAP, 2005. Laporan keuangan mempunyai peranan prediktif dan prospektif, menyediakan informasi yang berguna untuk memprediksi besarnya sumber daya yang dibutuhkan untuk operasi yang berkelanjutan, sumber daya yang dihasilkan dari operasi yang berkelanjutan, serta resiko dan ketidakpastian yang terkait. Pelaporan keuangan juga menyajikan informasi bagi pengguna mengenai indikasi apakah sumber daya telah diperoleh dan digunakan sesuai dengan anggaran dan indikasi apakah sumber daya diperoleh dan digunakan sesuai dengan ketentuan, termasuk batasan yang ditetapkan oleh Dewan Perwakilan RakyatDewan Perwakilan Rakyat Daerah SAP, 2005. commit to user 2 Laporan keuangan merupakan perwujudan dari pelaksanaan akuntabilitas publik. Laporan keuangan pada dasarnya merupakan asersi atau pernyataan dari pihak manajemen pemerintah daerah yang menginformasikan kepada pihak lain, yaitu para pemangku kepentingan yang ada tentang kondisi keuangan pemerintah daerah. Pemerintah daerah berkewajiban mempertanggungjawabkan laporan keuangan pemerintah daerah kepada pemangku kepentingannya. Pemangku kepentingan yang utama adalah masyarakat dan dewan legislatif daerah DPRD. Permasalahan akuntabilitas publik bisa muncul apabila pemerintah daerah tidak mampu menyajikan informasi mengenai laporan keuangan secara relevan, handal, sederhana dan mudah dipahami oleh masyarakat sebagai konstituennya Mahmudi, 2007. Laporan keuangan yang dipublikasikan oleh pemerintah daerah diandalkan oleh banyak pihak sebagai dasar untuk pengambilan keputusan. Laporan keuangan publikasian tersebut harus disajikan secara wajar terbebas dari salah saji yang material sehingga tidak menyesatkan pembaca dan pengguna laporan keuangan. Jika laporan keuangan yang dipublikasikan buruk, artinya laporan tersebut dihasilkan dari sistem akuntansi yang buruk sehingga di dalamnya mengandung kesalahan yang material dalam penyajian angka, tidak disusun sesuai dengan standar pelaporan, dan tidak tepat waktu dalam penyampaiannya. Laporan keuangan yang buruk menyebabkan pengguna laporan keuangan memperoleh informasi yang salah dan menyesatkan Mahmudi, 2007. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Badan Pemeriksa Keuangan BPK commit to user 3 berkewajiban melaksanakan pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah. Mahmudi 2007 menambahkan dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan keuangan ini, BPK sebagai auditor yang independen akan melaksanakan audit sesuai dengan standar audit yang berlaku dan akan memberikan pendapat opini atas kewajaran laporan keuangan. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan memuat tentang laporan audit yang dihasilkan BPK. Berdasarkan Undang-undang tersebut BPK menyerahkan hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan kewenangannya. BPK juga menyerahkan hasil pemeriksaan secara tertulis kepada Presiden, Gubernur, BupatiWalikota sesuai dengan kewenangannya untuk keperluan tindak lanjut hasil pemeriksaan. Hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang telah diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD dinyatakan terbuka untuk umum. Mahmudi 2007 menegaskan bahwa auditor yang melakukan auditing sektor publik harus memiliki kompetensi, profesionalisme, dan independensi agar audit yang dihasilkan handal dan dapat dipercaya. Salehi 2009 menyatakan bahwa independensi merupakan inti dari sistem audit. Wibowo 2009 menambahkan bahwa independensi auditor merupakan dasar utama kepercayaan masyarakat pada profesi auditor dan merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk menilai mutu jasa audit. Tanpa adanya independensi auditor tidak berarti apa-apa. Masyarakat tidak akan mempercayai hasil auditan auditor. commit to user 4 Harapan para pemakai laporan keuangan terhadap laporan keuangan auditan terkadang melebihi apa yang menjadi peran dan tanggung jawab auditor. Marianne 2006 menyatakan bahwa kemungkinan kurangnya kejelasan antara pengguna laporan keuangan, masyarakat umum dan auditor sebagai pihak yang berkaitan dengan definisi yang tepat tentang peran dan definisi audit berkontribusi terhadap expectation gap. Semakin banyaknya tuntutan masyarakat mengenai profesionalisme auditor menunjukkan besarnya expectation gap. Han 2002 menambahkan bahwa expectation gap terjadi ketika ada perbedaan antara apa yang masyarakat atau pemakai laporan keuangan harapkan dari auditor dan apa yang sebenarnya dilakukan oleh auditor. Penelitian mengenai expectation gap telah banyak dilakukan di sektor privat, sedangkan di sektor publik masih sangat kurang. Hal ini sesuai dengan pendapat Yuliati et al. 2007 yang menyatakan bahwa penelitian mengenai keberadaan expectation gap di sektor swasta telah banyak dilakukan, namun penelitian mengenai keberadaan expectation gap di sektor publik khususnya di Indonesia masih jarang dilakukan. Penelitian tentang audit expectation gap telah dilakukan sebelumnya oleh Rusliyawati dan Halim 2008 dan Sugiyarso 2009. Hasil penelitian Rusliyawati dan Halim 2008 dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan persepsi antara auditor BPK dengan pengguna laporan keuangan daerah yaitu anggota DPRD, pemerintah daerah dan masyarakat dari sisi pelaporan, akuntabilitas, independensi auditor, kompetensi auditor, pendapat wajar dan audit kinerja. Perbedaan persepsi tersebut menimbulkan expectation gap antara auditor dan pengguna laporan keuangan daerah. commit to user 5 Penelitian Sugiyarso 2009 menemukan bahwa terdapat audit expectation gap antara auditor BPK dan pengguna laporan keuangan pemerintah anggota DPRD, pemeriksa BawasdaInspektorat, anggota Lembaga Swadaya Masyarakat, terdapat audit expectation gap antar pengguna laporan keuangan pemerintah dan tidak terdapat audit expectation gap antar pengguna laporan keuangan pemerintah daerah satu dengan lainnya. Penelitian Sugiyarso 2009 menggunakan sampel dari populasi penelitian di Kabupaten Magelang, Kota Magelang, Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Wonosobo yang dikelompokkan sebagai berikut: 1. auditor BPK pada Perwakilan BPK-RI di Yogyakarta; 2. kelompok pengguna laporan keuangan sektor publik anggota DPRD, pemeriksa BawasdaInspektorat, anggota Lembaga Swadaya Masyarakat. Penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian ini berbeda dengan penelitian Rusliyawati dan Halim 2008. Penelitian ini mencari bukti empiris mengenai audit expectation gap antara auditor pemerintah BPK dan pengguna laporan keuangan pemerintah dilihat dari sisi peran auditor, independensi auditor dan pengetahuan audit, sedangkan penelitian Rusliyawati dan Halim 2008 mencari bukti empiris mengenai audit expectation gap antara auditor pemerintah BPK dan pengguna laporan keuangan pemerintah dilihat dari sisi pelaporan, akuntabilitas, independensi auditor, kompetensi auditor, materialitas, bukti audit, pendapat wajar dan audit kinerja. Penelitian ini berbeda dengan penelitian Sugiyarso 2009. Penelitian ini mencari bukti empiris mengenai audit expectation gap antara auditor pemerintah BPK dan pengguna laporan keuangan pemerintah dilihat dari sisi peran auditor, commit to user 6 independensi auditor dan pengetahuan audit, sementara penelitian Sugiyarso 2009 mencari bukti empiris mengenai audit expectation gap antara auditor dan pengguna laporan keuangan dilihat dari sisi peran auditor dan pengetahuan audit. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Sragen dan menggunakan sampel dari populasi penelitian yang dikelompokkan sebagai berikut: 1. auditor pemerintah BPK pada Perwakilan BPK-RI di Provinsi Jawa Tengah; 2. pengguna laporan keuangan sektor publik yaitu anggota DPRD; 3. pengguna laporan keuangan sektor publik yaitu pemerintah daerah yang diwakili pegawai di Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah DPPKAD; 4. pengguna laporan keuangan sektor publik yaitu masyarakat pembayar pajak daerah. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penelitian ini mencoba mencari bukti secara empiris mengenai audit expectation gap antara auditor pemerintah BPK dan pengguna laporan keuangan pemerintah.

B. Perumusan Masalah