Gap Ketersediaan Dokumen BRC Isu 6 di PT SSI dalam memenuhi BRC
tertentu atau harus lolos ayakan ukuran tertentu. Pada tahapan pengemasan produk, kadangkala terjadi produk work in process wip berupa tin atau dalam
kemasan kantong plastik. Wip terjadi karena kelebihan jumlah produksi dari yang yang seharusnya, masalah ketersediaan bahan kemasan atau akibat rusaknya
mesin tertentu sehingga terjadi penumpukan produk dan penundaan produksi. Jumlah maksimal produk wip yang boleh dibuat belum ditetapkan oleh tim
produksi. Akibatnya terjadi penumpukan wip di area produksi dan ketidakteraturan lokasi penyimpanan serta pemakaian wip. Oleh karena itu
direkomendasikan agar tim Produksi menyusun angka maksimal wip yang boleh dibuat. Selanjutnya prosedur baru tadi disosialisasikan ke tim produksi.
B.3.3. Klausul 3.9; Daya Telusur Traceability
Kemampuan untuk menelusur atau daya telusur sangat didukung dengan ketertiban pelaksanaan penggunaan dan pengisian dokumentasi yang ada di semua
departemen yang terlibat dalam proses produksi makanan. Di PT SSI pencatatan dan pelabelan masih manual yang diatur dalam prosedur pelabelan yaitu SOP
Pelabelan Kode Lot. Daya telusur yang dipersyaratkan dalam BRC ini adalah baik menelusuri mundur backward traceability maupun maju forward traceability.
Ketepatan dan kecepatan penelusuran produk sangat tergantung pada ketepatan dan konsistensi pencatatan di form atau checklist dan pemberian identitas atau
pelabelan pada setiap bahan baku dan kemasan, tahapan proses dan produk baik produk antarasemi jadi maupun produk akhir. Penelusuran harus tepat baik dalam
hal kode lot maupun jumlah produk batau bahan. Setiap bulan departemen QA melakukan uji coba daya telusur dan melaporkan hasil uji coba dan efektivitas
daya telusur ke manajemen, pada kajian rutin bulanan Dalam BRC isu 6 terdapat persyaratan baru, yaitu daya telusur ini
hendaklah selesai dilakukan dalam waktu 4 jam klausul 3.9.2. Namun saat ini di PT SSI dibutuhkan waktu lebih dari 4 jam untuk pengumpulan keseluruhan data.
Hal ini disebabkan karena data yang diperlukan masih dokumen manual. Oleh karena itu saat ini perusahaan sedang mengembangkan penelusuran secara
elektronikuntuk mempercepat penelusuran. Daya telusur ini sangat penting dalam prosedur penanganan keluhan konsumen, peristiwa atau insiden pada produk,
recall atau withdrawal produk. Oleh karena itu dalam SOP terkait penanganan
keluhan konsumen dilakukan pembaharuan dengan memasukkan aturan maksimal waktu pengumpulan data yaitu harus kurang dari 4 jam. Saat ini telah tersedia
berbagai macam cara penelusuran yang tersedia untuk produsen, retailer dan pedagang baik dengan perangkat software dan hardware. Informasi terkait
perputaran produk di jalur distribusi berdasarkan kode berupa kode tiap unit, lot, atau tahapan lainnya menjadi pilihan yang lebih diminati. Sistem pengkodean
yang dikombinasikan dengan sistem barcode UCC dan EAN banyak digunakan oleh retailer-retailer utama untuk sistem penelusuran produk mereka Rasco dan
Bledsoe 2005. System Application and Product SAP merupakan salah satu software sistem perhitungan rotasi stok yang banyak digunakan industri ritel
misal supermarket termasuk di industri pangan. Dengan SAP ini dapat dilakukan perhitungan stok barang mulai dari gudang bahan baku, produksi
sampai gudang produk jadi. Perhitungan stok bahan, perhitungan jumlah kebutuhan pembelian, kebutuhan produksi, hasil produk yang dihasilkan, dan
pengeluaran barang dari suatu perusahaan dapat dihitung dengan sistem ini.
B.3.4. Klausul 3.10; Keluhan konsumen
Di PT SSI penanganan keluhan konsumen dikoordinasikan oleh QA Manager sesuai SOP Penanganan Keluhan Konsumen, Recall dan Withdrawal.
Penelusuran produk yang dikeluhkan membutuhkan keefektifan, kecepatan dan ketepatan daya telusur perusahaan. Berikut adalah gambaran prosedur penanganan
keluhan konsumen di PT SSI. Keluhan konsumen yang masuk distributor akan diinformasikan kepada QA Manager. Commercial Manager dan menyediakan
informasi terkait pengiriman barang seperti negara tujuan, nama distributor, tanggal pengiriman, nomor PO, dokumen packing list berisikan kode lot, dan
jumlah produk yang dikirimkan. QA Manager akan mengkoordinasikan pengecekan retained sample dan mengkoordinasikan ke pihak-pihak terkait untuk
melakukan pemeriksaan tentang penyebab terjadinya permasalahan tersebut dan melakukan validasi ada tidaknya potensi bahaya. Bila keluhan tersebut tidak
memiliki potensi bahaya, QA Manager akan menvalidasi dan melaporkan hasil traceability dan melaporkan kesimpulan tersebut kepada pihak manajemen. Bila
keluhan tersebut memiliki potensi bahaya, QA Manager akan menginformasikan kepada menajemen tentang kemungkinan untuk menarik produk recall.
Keputusan recall diputuskan dan dibahas lebih lanjut oleh Crisis Management Team CMT PT SSI.
Setiap keluhan konsumen dibuatkan form CAR Corrective Action Request bagi departemen terkait. Tujuannya adalah agar dilakukan investigasi
mendalam soal keluhan konsumen, menetapkan tindakan koreksi serta tindakan pencegahan agar tidak terjadi kembali. Setiap bulannya, departemen QA
melaporkan ke pihak manajemen, yaitu dalam manufacturing review bulanan, soal tren keluhan konsumen. Tren tersebut meliputi jumlah keluhan perbulan dan
tahun berjalan, masalah yang di keluhkan dan asal keluhan yaitu dari distributor atau pelanggan akhir. Dari pengamatan di lapangan diketahui keluhan konsumen
masih kurang disosialisasikan ke karyawan atau departemen terkait, seperti yang disyaratkan oleh klausul 3.10.2. Beberapa hal yang direkomendasikan adalah
menempelkan pengumuman pada area strategis agar karyawan mengetahui tren keluhan konsumen tersebut dan diharapkan dapat meningkatkan kesadaran
karyawan untuk selalu memperhatikan dan berperan aktif dalam menghasilkan produk bermutu dan aman.
B.3.5. Klausul 3.11; Manajemen Insiden, Withdrawal dan Recall Produk
Withdrawal dan recall produk dapat terjadi dari keluhan konsumen yang berpotensi membahayakan keamanan konsumen maupun ketidaksesuaian atau
penyimpangan yang terjadi. Di PT SSI, keputusan melakukan withdrawal dan recall produk diatur dalam SOPPenanganan Keluhan Konsumen, Recall dan
Withdrawal. Hal ini juga menjadi bagian dalam manual crisis management. Keputusan recall diambil oleh manajemen dan Crisis Management Team CMT
yang dibentuk perusahaan. Manual ini mengatur tata cara menghubungi badan pemerintah terkait, distributor atau retailer produk dijual, trucker, badan
sertifikasi yang mengeluarkan sertifikat sistem BRC dan SQF jika terjadi kejadian khusus seperti recall produk. Dalam BRC isu 6 3.11.4 dipersyaratkan untuk
menghubungi badan sertifikasi bila terjadi withdrawal dan recall dalam waktu 3 hari kerja. Pada akhir 2011 dilakukan pembaharuan manual crisis management
agar memenuhi persyaratan pada Standar BRC isu 6. Penarikan produk atau recall produk adalah suatu tindakan menghentikan
peredaran pangan karena diduga sebagai penyebab penyakit atau keracunan
pangan. Tujuannya adalah mencegah timbulnya korban yang lebih banyak karena mengkonsumsi pangan yang membahayakan kesehatan BPOMRI 2003. Menurut
peraturan USDA dan FDA Product Recall Class I II III 2008 recall dibagi menjadi 3 kelas yaitu kelas 1 adalah yang paling berat atau berbahaya, kelas 2
adalah berpotensi mengandung bahaya dan kelas 3 adalah yang paling kurang berbahaya, dengan penjabaran sebagai berikut:
1. Kelas I adalah suatu situasi dimana penggunaan atau paparan produk
kemungkinan menyebabkan gangguan kesehatan serius bahkan kematian. 2.
Kelas II adalah suatu situasi dimana penggunaan atau paparan produk dapat menyebabkan gangguan kesehatan serius dalam jangka pendekatau tidak
sampai membahayakan jiwa. 3.
Kelas III adalah situasi dimana penggunaan atau paparan produk tidak menyebabkan gangguan kesehatan, berupa ketidaksesuaian produk dengan
aturan legislasi. Recall produk berdasarkan implementasinya dibagi menjadi 2 yaitu
voluntary recall atau recall yang bersifat sukarela; yaitu recall yang dilakukan oleh pebisnis pangan tanpa diminta oleh negara dan mandatory recall atau recall
yang bersifat wajib; yaitu recall yang dilakukan oleh instruksi atau perintah dari kepala BPOM. Tugas badan negara seperti BPOM dalam recall produk adalah
melakukan investigasi distribusi atau pemasaran produk dan mengamankan produk tersebut serta bertindak sebagai saksi jika produk tadi dimusnahkan
Indonesia Food Recall System 2010. Keseluruhan proses recall, mulai dari investigasi penyebab, jumlah produk, pemasaran dan jaluran distribusi, dan
rencana pelaporan baik ke media sosial serta badan negara harus dilaporkan ke Badan Sertifikasi dalam waktu 3 hari. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa
semua insiden ini dapat dikaji dan pelanggan memperoleh kepercayaan penuh terhadap sertifikat yang telah dikeluarkan BRC 2011.
B.4. Gap Ketersediaan Dokumen Bagian 4; Standar Lingkungan Pabrik
Klausul-klausul pada bagian 4 tentang Standar Pabrik kebanyakan berisi panduan Cara Produksi Makanan yang Baik GMP misal standar bangunan
pabrik, saluran air dan lingkungan sekitar pabrik. Pada Tabel 14 dapat dilihat bahwa dalam bagian 4 terdapat sekitar 60 klausul yang mensyaratkan dokumen.
Persentase ini adalah yang paling rendah dibandingkan dengan bagian lain dalam BRC isu 6 akan tetapi jumlah dokumenyang dipersyaratkan terbesar berada di
bagian ini yaitu sekitar 51 jenis dokumen atau mencapai 32 dari total 158 jenis dokumen yang disyaratkan oleh Standar isu 6. Gap dokumen PT SSI yang
teridentifikasi pada bagian 4 disajikan pada Tabel 16, antara lain adalah soal kajian keamanan lingkungan pabrik food defense shelf assessment; pemantauan
katering; penanganan kaca, plastik mudah pecah dan sejenisnya; investigasi temuan benda asing pada alat; pembuangan limbah; dan kontrak tranportasi.
B.4.1. Klausul 4.2; Keamanan
Sistem keamanan pabrik hendaklah menjamin produk aman dari berbagai gangguan, kontaminasi atau pencurian selama berada di lingkungan pabrik. Gap
yang teridentifikasi terkait persyaratan keamanan adalah PT SSI belum memiliki dan melakukan penilaian atau kajian rutin terhadap keamanan food defense shelf
assesment seperti yang dipersyaratkan klausul 4.2.1. PT SSI sebenarnya telah memiliki dan mengimplementasikan suatu sistem pengamanan di lingkungan
pabrik namun PT SSI belum memiliki kajian rutin terhadap sistem keamanan tersebut. Penilaian terhadap sistem keamanan yang dilakukan adalah bersifat
melengkapi kuisioner atau pertanyaan dari pelanggan atau pihak lainnya. BRC mensyaratkan melakukan kajian pengaturan keamanan minimal dilakukan setiap
tahun. Setiap perusahaan dapat secara unik mengkondisikan dan mengembangkan
sebuah sistem keamanan yang logis dalam dalam menangani risiko gangguan keamanan. Hal ini dapat dicapai dengan mengembangkan dan mengembangkan
sistem keamanan berdasarkan pada pencegahan seperti pada sistem HACCP. Kajian dapat dilakukan dengan mengadopsi beberapa pertimbangan seperti
seberapa sering bahaya terjadi, tingkat keparahan dan kajian paparan bahaya. Pihak otoritas pemerintah Ameriksa Serikat FDA mempercayai bahwa
implementasi keamanan pangan sangat erat hubungannya dengan praktik-praktik sanitasi di fasilitas pabrik, seperti pengiriman dan penerimaan barang, temper-
evident seal, dan perlindungan terhadap sumber air atau es. Produsen pangan perlu mengimplementasikan beberapa hal dalam menjaga keamanan seperti
membuat pagar di sekeliling pabrik yang kokoh, melakukan kontrol akses, pencahayaan yang cukup, melakukan penelusuran stok bahan baku atau produk
yang hilang, melakukan penanganan surat yang baik, memberikan pelatihan terkait keamanan, dan melakukan proses seleksi karyawan baru Rasco dan
Bledsoe 2005.
B.4.2. Klausul 4.8; Fasilitas Karyawan
Salah satu fasilitas karyawan yang diatur dalam BRC isu 6 adalah katering bagi karyawan, yaitu dapat menjadi sumber terjadinya kasus keracunan makanan.
Berdasarkan data dari Centre for Disease Control and Prevention CDC Surveillance dari 1993-1997, terdapat 5 faktor utama yang memiliki kontribusi
terbesar terhadap kejadian keracunan makanan pada katering atau jasaboga yaitu sumber yang tidak aman, pemasakan yang tidak cukup, suhu antara waktu masak
dan penyajian yang tidak sesuai, peralatan yang terkontaminasi, dan higiene pekerja yang jelek FDA 2006. Untuk menghindari keracunan makanan perlu
dilakukan kegiatan pengelolaan atau kantin yang baik dan sesuai dengan aturan- aturan negara yang terkait.
Kantin di PT SSI dikelola oleh pihak luar yang sebelumnya telah lolos proses seleksi. Kualitas mikrobiologi makanan dan minuman di kantin diperiksa
oleh bagian QA untuk memastikan makanan yang disajikan tidak terkontaminasi mikroba berbahaya. Pengolahan bahan mentah dan pemasakan bahan hingga
menjadi produk matang hanya boleh dilakukan di tempat katering tersebut, bukan di area pabrik. Di kantin pabrik, hanyalah tahap penyajian kepada pembeli. Hal ini
untuk menghindari cemaran mikrobiologi dari bahan segar seperti ikan, telur, ayam, daging ke area pabrik. Pengelolaan lamanya waktu penyajian juga
dilakukan agar makanan disajikan tidak terlalu lama dan mutunya masih baik. Pemanasan ulang hanya diperbolehkan sekali yaitu maksimal 4 jam setelah
pemasakan. Pengaturan ini diperoleh melalui studi dan kajian di internal
perusahaan, yaitu terutama hasil analisa kualitas mikrobiologi makanan dengan lama dan suhu penyajian dan penyimpanan.
Tabel 16 Gap pemenuhan persyaratan dokumen BRC isu 6 bagian 4 tentang standar pabrik di PT SSI
Rekomendasi yang diberikan adalah agar perusahaan melakukan kajian aturan dan menerapkan sepenuhnya aturan dari pemerintah terkait jasaboga yaitu
Persyaratan Klausul
Dokumen Keterangan
Catatan kajian pengaturan keamanan dan risiko potensi
terhadap produk 4.2.1
- Daftar restricted area lokasi dan
orang yang boleh mengakses -
Checklist pengecekan rutin oleh petugas kamanan
Belum memiliki checklist kajian rencana keamanan internal shelf assessment
Food Defense. Selama ini hanya bersifat melengkapi
pertanyaankuisioner dari konsumen.
Pemantauan katering di pabrik 4.8.10
- Manual Perusahaan
- Hasil analisa produk makanan di
kantin -
Checklist kebersihan dan sanitasi kantin harian
- Aturan pemerintah tentang
Jasaboga Perlu menempelkan aturan soal
pengelolaan kantin, misalnya ketentuan seberapa lama makanan boleh
disimpan dan disajikan sampai habis, pengambilan sampel dan lainnya sesuai
Aturan Pemerintah.
Prosedur penanganan kaca dan bahan mudah pecah
4.9.3.2 -
Manual Perusahaan -
SOP Pengendalian Kaca, plastik mudah pecah, dan sejenisnya.
Dalam SOP belum ada jenis dan contoh benda atau peralatan yang termasuk
kaca, plastik mudah pecah, keramik, dan barang sejenis yang berpotensi
mengkontaminasi produk.
Prosedur penanganan kerusakan kaca atau bahan
mudah pecah 4.9.3.3
- SOP Pengendalian Kaca, plastik
mudah pecah, dan sejenisnya -
Checklist Pemeriksaan Kaca, Plastik Mudah Pecah, dan
Sejenisnya -
Pemetaan kaca, plastik mudah pecah, dan sejenisnya
- Form Non Conformity
SOP perlu menjelaskan soal penanganan pakaian kerja yang
berpotensi terkontaminasi pecahan dan penanganan alat kebersihan yang
digunakan.
Prosedur investigasi asal bahan yang terdeksi atau dihilangkan
oleh peralatan deteksi danatau penghilangan benda asing
4.10.1.4 -
WI Pengecekan Krim termasuk Saringan dan Magnetic trap Ball
Mill -
Form Ball Mill Report -
WI Pengecekan Adonan termasuk Saringan
- Mixer Adonan Report
- WI Pengecekan MD
- Form Pemeriksaan MD
- Tren NC MD
Perlu membuat tren temuan pada saringan dan magnetic trap dalam
Manufacturing review bulanan.
Catatan pembuangan limbah 4.12.1
- SOP WTP
Belum memiliki prosedur pencatatan pembuangan limbah.
Catatan jumlah limbah berbahaya atau tidak standar
yang dihancurkan atau dibuang oleh pihak ketiga spesialis
4.12.4 -
Surat kontrak pembuangan sampah -
Surat kontrak pengangkutan limbah lumpur WWTP dan safety tank
Belum memiliki prosedur mapan dalam pembuangan limbah B3.
Kontrak transportasi dengan pihak ketiga dan prosedur
verifikasi transporter 4.15.7
- Kontrak dengan forwarder
penyediaan container dan transporter
Belum ada prosedur untuk memastikan transporter sesuai dengan persyaratan
Standar BRC.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1096MENKESPERVI 2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga. Perbaikan yang perlukan misalnya
menerapkan secara konsisten aturan soal penyimpanan sampel contoh menu makanan dan melaksanakan program pelatihan bagi karyawan kantin secara rutin.
Menurut Permenkes setiap menu makanan harus ada satu porsi sample contoh makanan yang disimpan sebagai bank sampel untuk konfirmasi bila terjadi
gangguan atau tuntutan konsumen. Sampel dengan jumlah tertentu yang mewakili jenis makanan tertentu misal keringgorengan, berkuah, sambal, dan lainnya
disimpan dalam kantong plastik steril pada suhu 10 C selama 1x24 jam. Menurut
pasal 17, dalam hal kejadian keracunan makanan danatau Kejadian Luar Biasa Keracunan Makanan, pemerintah akan melaksanakan penanggulangan melalui
kegiatan investigasi dan surveilans, serta pengambilan sampel dan sepesimen jasaboga yang diperlukan. Sampel ini akan diperiksa di laboratorium yang telah
terakreditasi sesuai dengan standar yang berlaku. Aturan terbaru terkait kantin pada BRC isu 6 klausul 4.8.10 adalah bahwa
karyawan hendaklah dikenalkan makanan alergen di area kantin. Pada pelatihan tahunan BRC 2011 telah diberikan materi terkait alergen misal bahan pangan
yang mengadung alergen yang ditemui di kantin, seperti sambal kacang, ikan laut, tempe dan tahu, telur, susu dan lainnya. Pengumuman soal alergen ini ditempel di
beberapa tempat di kantin, jenis-jenis makanan tersebut. Karyawan juga diwajibkan menggunakan sendok dan garpu saat makan, serta mencuci tangan
setelah makan. Hal itu bertujuan untuk mengurangi potensi kontaminasi alergen dan menghilangkan sisa-sisa makanan di tangan setelah makan. Keberadaan
alergen yang tersembunyi harus dilakukan dengan mencegah, menghilangkan atau mengatur agar bahan tidak masuk dalam pangan Apenten 2000 salah satunya
dengan pencegahan dari karyawan dan makanan yang dikonsumsinya.
B.4.3. Klausul 4.9.3; Pengendalian Kaca, Plastik yang Mudah Pecah, Keramik dan Sejenisnya.
Di PT SSI, prosedur pengendalian terkait kaca, plastik mudah pecah, keramik dan sejenisnya 4.9.3 diatur dalam SOP Pengendalian Kaca, Plastik
Mudah Pecah dan Sejenisnya. Prosedur ini mengatur soal perlunya mendaftarkan semua mesin, peralatan dan alat bantu yang terbuat dari bahan ini yang berpotensi
mengkontaminasi produk dan pengendalian serta pemeriksaan terhadap benda- benda tersebut. Secara umum pengendalian benda-benda ini dikelola lewat
prerequisiste program. Lampu-lampu yang dipasang di area produksi adalah jenis yang tidak pecah shatterproof glass. Bila menggunakan lampu yang terbuat dari
kaca disekitar proses dan mesin, maka lampu tadi diberi pelindung dan diatur posisinya agar bila pecah tidak menyebabkan kontaminasi ke area sekitarnya.
Bahan kaca dilarang tidak digunakan sebagai bagian dari mesin atau peralatan. Peralatan plastik tidak dapat dihilangkan sepenuhnyadari peralatan dan mesin
namun jenis yang dipilih adalah yang cukup kuat dan tebal minimal 5mm. Contoh peralatan berbahan plastik ini adalah tutup rol di oven untuk alasan
keselamatan pekerja dan tutup timbangan di oven. SOP pengendalian bahan- bahan ini sebaiknya diperbaharui denganmencantumkan contoh konkrit benda,
baik pada peralatan, mesin atau alat bantu lainnya yang digunakan, yang terbuat dari kaca misal lampu, plastik yang mudah pecah misal tutup rol nanas di oven,
tutup timbangan di oven, keramik, dan sejenisnya, yang berpotensi menjadi sumber kontaminasi bila pecah atau rusak. Selanjutnya contoh ini akan menjadi
patokan dalam pembaharuan Checklist Pemeriksaan Kaca dan Plastik yang Mudah Pecah atau form Tools Inspection, yaitu suatu pemeriksaan rutin oleh
Departemen Produksi atau Engineeringuntuk memeriksa kondsi, kelengkapan dan keutuhan alat produksi.
Penerapan prerequisite programmes berupa pelarangan dan pembatasan penggunaan kaca, bahan mudah pecah, keramik dan sejenisnya, beserta
pengendalian dan pemeriksaan rutin kondisi alat bertujuan mencegah terjadinya potensi kontaminasi dari bahan-bahan tersebut ke produk. BRC juga
mensyaratkan lebih rinci prosedur bila terjadi peristiwa kerusakan atau pecahnyaalat dari bahan-bahan tersebut pada klausul 4.9.3.3. Klausul ini
mensyaratkan perusahaan harus merincikan prosedur terkait yaitu karantina produk dan area produksi yang berpotensi terkena pecahan; pembersihan area
produksi; inspeksi area produksi dan otoritas untuk melanjutkan produksi; penggantian pakaian kerja dan pemeriksaan sepatu; penetapan siapa yang boleh
melakukan hal-hal tadi; dan pencatatan insiden kerusakan atau pecahnya alat.Dari evaluasi dan pengamatan di lapangan ditemukan bahwa prosedur yang ada saat ini
masih perlu diperinci lebih lanjut, yaitu misalnya soal penanganan pencucian baju yang berpotensi terkontaminasi pecahan kaca dan sejenisnya di laundri, prosedur
pembersihan alat kebersihan misal sapu atau penyedot yang digunakan untuk pembersihan pecahan kaca dan sejenisnya dan aturan soal pembuangan pecahan
tersebut. Perincian prosedur ini diperlukan mengingat pecahan kaca merupakan kelompok penting dari benda asing. Kaca digolongkan sebagai prioritas tinggi
karena berpotensi merobek mulut atau kerongkongan Edwards 2004.
B.4.4. Klausul 4.10.1; Peralatan Deteksi dan Penghilangan Benda Asing
Penanganan resiko kontaminasi fisik atau kimia serta peralatan deteksi dan penghilangan benda asing selalu menjadi prioritas tinggi dalam Standar BRC.
Pengembangan persyaratan dalam klausul-klausul isu 6 memperlihatkan manajemen risiko dari bahan berbeda dan teknologi berbeda yang tersedia untuk
penghilangan kontaminasi. Persyaratan yang ada hanya berlaku tergantung dari jenis produksi mana yang dipilih BRC 2011. BRC isu 6 memuat beberapa
persyaratan tambahan soal alat detektor logam 4.10.3. Selain detektor logam, isu 6 mencantumkan persyaratan-persyaratan tersendiri untukmasing-masing jenis
peralatan saringan dan ayakan klausul 4.10.2, alat detektor logam dan X-ray 4.10.3, magnet 4.10.4,dan peralatan sortir optik 4.10.5.
PT SSI menggunakan beberapa peralatan untuk mendeteksi dan menghilangkan benda asing di beberapa tahap proses. Magnetic trap yaitu magnet
yang dapat menarik logam jenis besi digunakan untuk krim, yang dipasang pada keluaran akhir alat ball mill mixer. Ayakan dengan kawat mesh 30 digunakan
untuk mengayak krim dan adonan hasil pengadukan. Saringan udara digunakan untuk menyaring udara untuk peralatan udara bertekanan tinggi yang digunakan di
area proses. Detektor logam untuk semua produk digunakan pada tahap akhir pengemasan. Penggunaan peralatan ini menjadi bagian dalam analisa bahaya pada
rencana HACCP sesuai klausul 4.10.1.1.
Pada isu 6 dipersyaratkan untuk melakukan investigasi atau kajian terhadap temuan pada klausul 4.10.1.3. Semua pemeriksaan dan pengkajian temuan
dikelola oleh departemen QA. Pada manufacturing review bulanan, QA akan melaporkan kepada manajemen terkait tren temuan pada peralatan tersebut,
investigasi serta analisanya. Selanjutnya akan ditetapkan tindakan perbaikan yang
mungkin perlu dilakukan. Investigasi dan kajian temuan telah dilakukan yaitu untuk detektor logam CCP. Sejak PT SSI mengkaji standar ini pada Oktober
2011, temuan pada alat lainnya juga diinvestigasi yaitu pada saringan krim, saringan adonan, dan magnetic trap. Ditemukan investigasi temuan pada alat
saringan udara belum dilakukan. Saringan udara merupakan alat penting karena udara yang disaring digunakan untuk proses yang kontak dengan produk yaitu
untuk pembuatan bintik pada wafer sebelum dipanggang dan untuk udara bertekanan tinggi misal penyemprotan alat atau mesin. Potensi bahaya yang ada
kemungkinan berasal dari oli yang digunakan pada mesin saringan akibat program pemeliharaan alat yang salah atau tidak sesuai prosedur. Kualitas mikrobiologi
udara hasil saringan telah diperiksa secara rutin dan program pemeliharaan alat saringan telah dilakukan sebagai salah satu prerequisite program di PT SSI untuk
menghilangkan potensi kontaminasi pada udara. B.4.5. Klausul 4.12; LimbahPembuangan Limbah
Penanganan limbah di PT SSI diatur dalam Manual Perusahaan dan di SOP Water Treatment Plan WTP. Limbah secara umum di PT SSI dibagi menjadi
limbah cair dan limbah padat. Khusus sampah bahan kimia misal pencucian alat semprot tinta kode pada kaleng dan kemasan bahan kimia ditangani secara
khusus karena termasuk limbah berbahaya dan butuh pengelolaan khusus. Di area produksi disediakan tempat khusus untuk menampung cairan kimia pembersih
atau botol bekas. Sampah tadi kemudian disimpan di ruang khusus luar produksi, untuk kemudian diangkut oleh subkontraktor yang berijin.
Gap yang teridentifikasi adalah pencatatan jumlah sampah yang diangkut belum dilakukan dengan baik dan konsisten, baik dari area produksi atau gudang,
atau area lainnya yang diangkut keluar pabrik klausul 4.12.4. Pada awal 2012 diterapkan prosedur bahwa sampah yang keluar harus selalu tercatat dan catatan
tersebut dikelola oleh Bagian Umum General AffairGA. Aturan ini dituangkan dalam SOP Pembuangan Sampah.
B.4.6. Klausul 4.15; Pengangkutan dan Transportasi
Dalam pembahasan perbandingan isu 5 dan 6 terkait klausul sebelumnya, telah disebutkan bahwa terdapat beberapa klausul baru pada isu 6. Salah satu
klausul baru adalah 4.15.7 yang mensyaratkan bila perusahaan melakukan kontrak
dengan pihak ketiga untuk tranportasi, maka hendaknya mempertimbangkan apakah pihak tadi telah memiliki sertifikasi internasional. PT SSI mengatur
beberapa persyaratan agar sesuai Standar ini di dalam kontrak perjanjian dengan trucker dan forwarder. Namun masih yang terkait dengan kebersihan dan kondisi
container barang sesuai klausul 4.15.3. Belum ada persyaratan lainnya soal pengangkutan seperti pada klausul 4.15.6 tentang persyaratan untuk pengamanan
produk selama transit, terutama saat kendaraan diparkir atau tidak ada orang. Hal ini perlu disosialisasikan ke pihak pemasok container agar tidak ada potensi yang
dapat membahayakan keamanan dan mutu produk.
B.5. Gap Ketersediaan Dokumen Bagian 5; Pengendalian Produk
Dalam bagian 5 persyaratan BRC tentang Pengendalian Produk terdapat 84 klausul yang mensyaratkan dokumen. Total jumlah dokumen yang
disyaratkan adalah 26 jenis yang berkisar pada persyaratan kemasan, pelabelan dan klaim produk, prosedur penanganan alergen, prosedur pengelolaan
laboratorium, dan prosedur terkait pemeriksaan dan pengujian produk. Gap dokumen PT SSI dalam penerapan BRC isu 6 bagian 5 disajikan pada Tabel 17.
B.5.1. Klausul 5.1; PerancanganPengembangan Produk
Klausul 5.1.2 menekankan bahwa perubahan pada formula, proses produksi dan kemasan hendaknya mendapatkan persetujuan formal dari koordinator atau
ketua tim HACCP. Di PT SSI, telah diberlakukan prosedur bahwa semua perubahan tersebut dilakukan validasi HACCP dan catatannya dipelihara. Dari
penelitian ini teridentifikasinya perlunya perbaikan soal bagaimana validasi ini dapat konsisten terjadi pada proses produksi, mesin dan peralatan. Kadangkala
pada saat produksi mesin atau peralatan mengalami masalah atau kerusakan sehingga kemudian diperbaiki dan perlu dimodifikasi oleh tim Produksi atau
Engineering. Sejauh mana perubahan atau perbaikan ini diperbolehkan yang tidak mempengaruhi keamanan produk, belum ditetapkan. Hal ini membutuhkan kajian
bersama Tim HACCP dengan departemen Engineering dan Produksi. Pertimbangan yang disarankan dalam kajian ini diantaranya isu bagian kontak
langsung atau tidak dengan produk dan pertimbangan area produk terbuka atau tertutup. Hal ini terkait langsung bahwa perubahan pada proses produksi jangan
sampai berpotensi mengkontaminasi produk yang masih terbuka atau yang sedang diproses. Jenis mesin atau peralatan; lamanya waktu perbaikan sampai mesin
diperbaiki secara permanen;dan besarnya perubahan harus ditetapkan dengan jelas karena terkait dengan produktifitas proses.Desain dan jenis bahanalat sementara
yang digunakan selama perbaikan harus dipastikan tidak sampai mencemari produk, misal menggunakan plastik atau bahan non-stainless stell.
Tabel 17 Gap pemenuhan persyaratan dokumen BRC isu 6 bagian 5 tentang pengendalian produk di PT SSI
Setelah dilakukan perbaikan atau perubahan mesin tadi harus dibersihkan dan disanitasi untuk memastikan tidak ada residu atau potensi mengkontaminasi
produk. Karyawan yang terlibat dalam perbaikan dan pembersihan ini harus mendapatkan pelatihan yang memadai. Otoritas untuk menetapkan boleh atau
Persyaratan Klausul
Dokumen Keterangan
Prosedur pembatasanlarangan ruang lingkup produk baru untuk
mengendalikan masuknya bahaya misal alergen, bahan kemasan
kaca 5.1.1
- Manual Perusahaan
- SOP Product Development
SOP Product Develpment belum mengatur soal ini.
Catatan kajian bahaya dan pengesahan ketua tim HACCP
untuk semua produk baru dan perubahan formula, kemasan atau
proses produksi 5.1.2
- Form Validasi HACCP
Belum ada mekanisme validasi dan secara rinci soal sejauh mana
perubahan pada mesinalat produksi harus disahkan oleh tim HACCP,
misal karena alasan perbaikan.
Prosedur pengendalian kontaminasi silang alergen pada
bahan baku, produk antara dan produk akhir
5.2.3 -
Rencana HACCP -
Form Validasi -
SOP Penanganan Alergen -
SOP Pelabelan kode lot -
Label RM alergen biru -
Label wipkrimcrumbminyak kurasan produk alergen
- Matrix Pemakaian dan Pencampuran
CreamCrumb CreamCrumb Base Minyak Kurasan
Belum ada prosedur pemisahan saat pembersihan mesin adjacent
cleaning
Catatan pelatihan penanganan alergen
5.2.9 -
Program pelatihan -
Bukti absensi pelatihan Belum ada refreshment training
terkait penanganan alergen Prosedur penilaian umur simpan
terkait kualitas mikrobiologi, sensori dan kimia produk
5.5.1.3 -
SOP Keeping Quality Test -
Form keeping quality test -
Hasil analisa mikrobiologi produk keepting testi
Masih sedang tahap melakukan kajian aw semua produk sampai
batas akhir umur simpan.
Prosedur untuk memastikan reliability hasil analisa
5.5.2.4 -
Sertifikat pelatihan mikrobiologi -
Hasil analisa proficiency test untuk air
- Sertifikat kalibrasi peralatan
laboratorium Belum ada prosedur proficiency test
termasuk frekuensi dan metode analisa. Belum melengkapi hasil
proficiency test semua laboran.
tidaknya melanjutkan proses produksi setelah dilakukan perubahan harus ditetapkan. Semua perubahan pada proses atau mesin dan peralatan ini tercatat,
untuk selanjutnya dibawa ke pertemuan Tim HACCP untuk dilakukan kajian dari berbagai aspek keamanan dan kualitas produk dan disahkan.
B.5.2. Klausul 5.2; Manajemen Alergen
Bila dalam BRC isu 5 klausul terkait pengaturan alergen ini berbunyi “bahan yang mengandung alergen”, di BRC isu 6 ini digunakan istilah
“manajemen alergen”. Manajemen yang dimaksud disini adalah pengaturan
alergen di perusahaan dari berbagai aspek, mulai dari perencanaan produk, kajian risiko, sampai produk akhir. Klausul 5.2 menyebutkan bahwa perusahaan wajib
memiliki suatu sistem manajemen alergen yang mapan untuk mencegah risiko kontaminasi. Masalah alergen sendiri semakin menjadi perhatian penting pada
BRC isu 6 ini. Isu alergen dimasukkan dalam beberapa bagian sepertikajian bahaya alergen menjadi bagian rencana HACCP, klaim terkait alergen pada
pelabelan produk, perlunya pembatasan pada tahap perancangan atau pengembangan produk baru yaitu terhadap masuknya bahaya berupa alergen baru,
penyimpanan bahan yang mengandung alergen di gudang, dan lainnya. Pada Tabel 14 dapat dilihat bahwa hampir semua persyaratan pada klausul 5.2 kecuali
klausul 5.2.5 dan 5.2.8 mensyaratkan dokumenprosedur tertentu. Pada pembuatan produk wafer stik di PT SSI digunakan beberapa bahan
baku yang mengandung alergen yaitu telur, susu, tepung terigu, dan lesitin kedelai. Bahan-bahan tersebut digunakan pada semua produk. Ada satu produk
berbeda lainnya yaitu menggunakan hazelnut. Oleh karena itu kajian risiko dalam rencana HACCP memasukkan hazelnut ini sebagai suatu bahaya kimia potensial,
yang harus dikendalikan di beberapa tahapan proses. Pada pelabelan produk disebutkan bahwa produk wafer stik kemungkinan mengandung hazelnut, namun
perusahaan wajib menjaga pada seluruh tahapan agar tidak terjadi kontaminasi dari hazelnut ini. Pembahasan hasil penelitian terkait manajemen alergen ini
secara rinci dijelaskan dalam Bab C.
B.5.3. Klausul 5.5; Pemeriksaan dan Pengujian Laboratorium Produk
Pada setiap tahapan proses mulai dari penerimaan bahan baku, persiapan, pengadukan, oven, dan pengemasan hingga menjadi produk akhir dilakukan
prosedur pengujian atau pemeriksaan. Gap dokumen yang teridentifikasi terkait persyaratan klausul 5.5.1.3 adalah soal kajian umur simpan produk on-going
shelf assessment terutama terkait sifat kimia yang mempengaruhi keamanan produk. Produk wafer stik termasuk produk kering dengan kadar air kurang dari
5. Produk dengan kadar air rendah cenderung lebih awet. Umur simpan produk ditetapkan 15 bulan. Penilaian kemanan keamanan pangan biasanya menggunakan
parameter water activity aw. Produk kukis, kraker, tepung roti dan pangan lainnya yang mengandung kadar air 3-5 dengan aw 0,4 tidak memungkinkan
mikroba baik bakteri, kapang maupun khamir untuk tumbuh Kusnandar 2010. Aw menunjukkan air bebas yang dapat digunakan oleh mikroba. Aw digunakan
sebagai paramater keamanan dan bukan kadar air, karena kadar air hanya menunjukkan kandungan air dalam bahan dan mempengaruhi karakteristik mutu
produk, seperti organoleptik, dan bukan keamanan produk. Pada akhir 2011 dilakukan pengujian dan kajian aw produk untuk
pemenuhan peryaratan BRC isu 6 klausul 5.5.1.3. Pengujian aw produk dilakukan di laboratorium luar yang terakreditasi. Dari hasil beberapa kali analisa aw dan
kajian terhadap hasil kualitas mikrobiologi produk akhir, akhirnya ditetapkan standar aw pada produk wafer PT SSI adalah 0,3
– 0,6. Direkomendasikan perlunya dilakukan kajian lebih mendalam untuk aw
yaitu meliputi aw bahan baku, aw krim dan adonan sendiri. Nilai aktivitas air pangan berkisar 0,0
–1,0 yang diperoleh dari rasio antara tekanan uap air pada kelembaban tertentu dengan tekanan air murni. Nilai aw dapat berubah bila
kelembaban relatif lingkungan penyimpanannya berubah. Nilai aw yang rendah membuat produk lebih awet dan lebih aman karena terkait dengan pertumbuhan
mikroba pembusuk, baik kapang, khamir maupun bakteri Kusnandar 2010. Nilai aw minimum untuk pertumbuhan beberapa mikroba dapat dilihat pada Tabel 18.
Pada tabel ini tertera bakteri Escherichia coli, Bacillus cereus dan Staphyloccus aureus dapat tumbuh pada aw tinggi 0,9. Bakteri E.coli, B.cereus dan S.aureus
penting dalam keamanan pangan karena merupakan merupakan penyebab
terjadinya keracunan pangan Bibek 2001 oleh karena ini keberadaannya dalam pangan harus dikendalikan.
Adonan wafer terbuat dari bahan baku utama air dan tepung terigu. Nilai aw air, yang merupakan bahan yang paling banyak digunakan dalam adonan
lebih dari 50, adalah 1. Tepung terigu atau tepung-tepungan memiliki aw 0,8- 0,87 Kusnandar 2010. Oleh karena aw adonan menjadi cukup tinggi dan tidak
akan awet. Dari pengalaman di produksi, adonan yang disimpan lebih dari 2 jam akan berbusa dan membusuk. Bahan dengan aw tinggi yaitu lebih dari 0,9
cenderung tidak awet dan cepat rusak oleh mikroba maupun oleh reaksi-reaksi kimia dalam sistem pangan Kusnandar 2010. Adonan wafer akan mengalami
pemanasan di oven pada suhu sekitar 140 derajat celcius menghasilkan lembaran kulit wafer. Suhu tinggi ini mampu membunuh mikroba pada adonan. Dari
pemanggangan akan dihasilkan kulit wafer dengan kadar air sekitar 1. Produk dengan kadar air 1 akan memiliki aw kurang dari 0,3 Kusnandar 2010
sehingga cenderung lebih aman dan awet selama penyimpanan.
Tabel 18 Aktivitas air minimum untuk pertumbuhan beberapa mikroba
Jenis mikroba Nilai aw minimum
Kapang
Aspergillus sp 0,75-0,84
Rhizopus nigricans 0,93
Penicillium sp 0,79-0,81
Khamir
Sacharomyces sp 0,80-0,90
Bakteri
Vibrio parahaemolyticus 0,94
Clostridium perfingens 0,93
Bacillus cereus 0,95
Escherichia coli 0,95
Clostridium botulinum 0,95-0,97
Staphylococcus aureus 0,86
Sumber : Kusnandar 2010
Krim wafer dibuat dengan bahan utama berupa minyak sekitar 45 dan gula sekitar 40. Kadar air yang rendah pada kedua bahan ini, seperti yang
tertera pada spesifikasi bahan, sangat rendah yaitu kurang dari 1. Gula biasa digunakan sebagai bahan untuk pengawet karena menurunkan nilai aw. Gula
bersifat higroskopis yang disebabkan oleh kemampuannya membentuk ikatan hidrogen dengan air. Adanya ikatan hidrogen antara air dan gula ini menyebabkan
penurunan jumlah air bebas dan penurunan nilai aw Kusnandar 2010. Oleh karena itu krim yang dihasilkan cenderung lebih awet bahkan sampai 1 bulan.
Krim tidak mengalami proses pemanasan yang mampu mematikan bakteri, oleh karena itu parameter aw merupakan paramater penting dalam keamanan krim.
Nilai aw produk akhir merupakan kombinasi dari nilai aw bahan, nilai aw krim yang dibuat tanpa dipanaskan lagi dan nilai aw kulit wafer setelah
dipanggang. Hasil kajian ini dapat digunakan sebagai bahan kajian untuk formulasi produk akhir, agar sesuai dengan nilai aw standar yaitu kisaran 0,3-0,6.
Kajian ini juga dapat dijadikan sebagai pedoman dalam perbaikan formulasi dan proses produksi dalam rangka menghasilkan produk yang aman dan awet.
PT SSI memiliki unit laboratorium mikrobiologi internal yang dikelola dengan penerapan prinsip-prinsip Good Laboratory Practices dan ISO 17025.
Untuk memenuhi persyaratan pada klausul 5.5.2.4 yaitu terkait reliability hasil analisa maka pada Oktober 2011 dilakukan proficiency test. Sampai April 2012
salah satu dari dua laboran yang ada telah menjalani proficiency test. Pengujian ini dilakukan dengan melakukan analisa koliform terhadap 2 buah sampel yaitu
sampel air dan swab test. Titik sampel dan parameter ini dipilih karena koliform merupakan parameter mikrobiologi yang cukup mempengaruhi baik mutu maupun
keamanan produk. Semua hasil proficiency test ini disimpan dan dipelihara, serta dikaji sebagai dasar perbaikan.
B.6. Gap Ketersediaan Dokumen Bagian 6; Pengendalian Proses
Bagian 6 persyaratan BRC the Global for Food Safety berisikan persyaratan tentang Pengendalian Proses. Terdapat 12 jenis dokumen yang
disyaratkan dalam bagian 6 atau sekitar 92 dari klausul pada bagian ini. Persyaratan dokumen meliptui prosedur pengendalian proses dan lini produksi,
pengendalian CCP dan pengendalian alat ukur. Gap dokumen PT SSI dalam penerapan BRC isu 6 bagian 5 disajikan pada Tabel 19.
B.6.1. Klausul 6.3; Kalibrasi dan Pengendalian serta Pengawasan Alat Ukur
Semua peralatan pengujian mutu dan keamanan produk di pabrik, termasuk di laboratorium mikrobiologi, dimasukkan ke dalam Master List Kalibrasi dan
Verifikasi. Daftar ini berisikan nama alat, kode alat, tanggal kalibrasiverifikasi dan tanggal kalibrasiverifikasi berikutnya, yang ada pada semua departemen
klausul 6.3.1. Daftar ini dikelola oleh Departemen QA. Pada audit Januari 2012 ini masalah kalibrasi alat menjadi temuan audit karena tidak standar atau batasan
dari kalibrasi atau verifikasi. Oleh karena itu saat ini sedangkan dilakukan kajian penetapan standar atau batasan kalibrasi atau verifikasi alat.
Tabel 19 Gap pemenuhan persyaratan dokumen BRC isu 6bagian 6 tentang
pengendalian proses di PT SSI
B.7. Gap Ketersediaan Dokumen Bagian 7; Karyawan
Bagian 7 merupakan bagian terakhir persyaratan BRC the Global for Food Safety berisikan persyaratan tentang Karyawan. Cukup banyak klausul yang
mensyaratkan dokumen pada bagian ini, yang dapat dilihat pada Tabel 20. Ada sekitar 68 klausul yang mensyaratkan dokumen yaitu 13 jenis dokumen meliputi
program pelatihan baik prosedur dan catatan terkait, prosedur pemeriksaan kesehatan karyawan atau tamukontraktor yang masuk ke area proses dan aturan
soal laundri. Gap dokumen PT SSI dalam penerapan BRC isu 6 bagian 7 adalah pada Tabel 20.
Tabel 20 Gap pemenuhan persyaratan dokumen BRC isu 6 bagian 7 tentang
karyawan di PT SSI
Persyaratan Klausul
Dokumen Keterangan
Prosedur identifikasi dan pengawasan peralatan pengendali CCP, keamanan dan
keabsahan produk 6.3.1
- SOP Kalibrasi dan Verifikasi
- List kalibrasi dan Verifikasi
- Label alat dengan tanggal
kalibrasi verifikasi -
SOP belum memperinci penentuan kalibrasi atau
verifikasi alat.
Catatan hasil pemeriksaan dan adjusment alat ukur
6.3.2 -
SOP Kalibrasi dan Verifikasi -
Daftar kalibrasi dan Verifikasi alat -
Form verifikasi Internal alat erkait -
HasilSertifikat kalibrasi dan verifikasi peralatan
SOP atau Daftar Kalibrasi dan verifikasi, belum dilengkapi
dengan toleransi penyimpangan alat dan
prosedur adjustment alat.
Persyaratan Klausul
Dokumen Keterangan
Semua karyawan, termasuk karyawan kontrak dan kontraktor, dilatih terlebih
dahulu dan diawasi dengan baik selama bekerja.
7.1.1 -
Program pelatihan kompetensi karyawan
- Matriks kompetensi
karyawan Belum ada prosedur soal
pelatihan minimal bagi karyawan baru.
Kajian pelatihan dan kompetensi karyawan yang terkait aktivitas CCP
7.1.2 -
Daftar checker CCP -
Program pelatihan tahunan -
Matriks kompetensi karyawan
Petugas checker CCP kompetensinya belum
diperbaharui pelatihan dan secara rutin.
B.7.1. Klausul 7.1; Pelatihan – Area Penanganan Bahan Baku, Proses,
Pengemasan, dan Gudang
Pada BRC, klausul 7.1 tentang pelatihan bagi karyawan area penanganan bahan baku, proses, pengemasan, dan gudang merupakan persyaratan
fundamental. PT SSI telah menerapkan dengan baik semua persyaratan, misal pembuatan program pelatihan tahunan, pengkajian kebutuhan pelatihan
berdasarkan kompetensi karyawan, melakukan dokumentasi pelatihan, yang diatur dalam SOP Pelatihan. Pelatihan minimal yang dibutuhkan yaitu GMP, HACCP,
BRC, dan SQF serta Keselamatan dan Kesehatan tidak dapat sepenuhnya dilaksanakan karena jumlah karyawan baru yang cukup banyak dan keluar-masuk
karyawan yang cukup tinggi. Oleh karena ini perlu dibuatkan strategi tertentu agar kebutuhan pelatihan telah sesuai. Pelatihan di perusahaan dikoordinasikan oleh
departemen HRD. Checker di lini produksi termasuk checker CCP detektor logam, merupakan
orang bertanggung jawab dalam pemeriksaan produk. Hanya orang yang dianggap memiliki kompetensi baik yang boleh ditempatkan pada posisi tersebut. Untuk
memenuhi klausul 7.1.2, sejak akhir 2011, daftar checker per shift ditempelkan di alat atau area pemeriksaan. Selain nama yang tertera pada daftar checker, tidak
boleh melakukan kegiatan pemeriksaanmenggunakan alat misal detektor logam. Bila checker masih baru, dibuatkan aturan main bahwa mereka menggunakan
rompi tambahan agar terlihat berbeda dari lainnya. Karyawan baru ini tidak boleh dimasukkan dalam daftar checker dahulu, bila belum lulus uji kompetensi oleh
atasan Ketua Regu atau Supervisor pada shift bersangkutan. Bila telah lulus uji kompetensi, maka checker akan dimasukkan ke dalam daftar checker.Perlu
dilakukan beberapa perbaikan terkait aturan dan mekanisme baku soal pembaharuan daftar checker dan kompetensinya mengingat keberadaan petugas
checker penting dalam menjaga keamanan dan mutu produk.