Gap Ketersediaan Dokumen BRC Isu 6 di PT SSI dalam memenuhi BRC

tertentu atau harus lolos ayakan ukuran tertentu. Pada tahapan pengemasan produk, kadangkala terjadi produk work in process wip berupa tin atau dalam kemasan kantong plastik. Wip terjadi karena kelebihan jumlah produksi dari yang yang seharusnya, masalah ketersediaan bahan kemasan atau akibat rusaknya mesin tertentu sehingga terjadi penumpukan produk dan penundaan produksi. Jumlah maksimal produk wip yang boleh dibuat belum ditetapkan oleh tim produksi. Akibatnya terjadi penumpukan wip di area produksi dan ketidakteraturan lokasi penyimpanan serta pemakaian wip. Oleh karena itu direkomendasikan agar tim Produksi menyusun angka maksimal wip yang boleh dibuat. Selanjutnya prosedur baru tadi disosialisasikan ke tim produksi. B.3.3. Klausul 3.9; Daya Telusur Traceability Kemampuan untuk menelusur atau daya telusur sangat didukung dengan ketertiban pelaksanaan penggunaan dan pengisian dokumentasi yang ada di semua departemen yang terlibat dalam proses produksi makanan. Di PT SSI pencatatan dan pelabelan masih manual yang diatur dalam prosedur pelabelan yaitu SOP Pelabelan Kode Lot. Daya telusur yang dipersyaratkan dalam BRC ini adalah baik menelusuri mundur backward traceability maupun maju forward traceability. Ketepatan dan kecepatan penelusuran produk sangat tergantung pada ketepatan dan konsistensi pencatatan di form atau checklist dan pemberian identitas atau pelabelan pada setiap bahan baku dan kemasan, tahapan proses dan produk baik produk antarasemi jadi maupun produk akhir. Penelusuran harus tepat baik dalam hal kode lot maupun jumlah produk batau bahan. Setiap bulan departemen QA melakukan uji coba daya telusur dan melaporkan hasil uji coba dan efektivitas daya telusur ke manajemen, pada kajian rutin bulanan Dalam BRC isu 6 terdapat persyaratan baru, yaitu daya telusur ini hendaklah selesai dilakukan dalam waktu 4 jam klausul 3.9.2. Namun saat ini di PT SSI dibutuhkan waktu lebih dari 4 jam untuk pengumpulan keseluruhan data. Hal ini disebabkan karena data yang diperlukan masih dokumen manual. Oleh karena itu saat ini perusahaan sedang mengembangkan penelusuran secara elektronikuntuk mempercepat penelusuran. Daya telusur ini sangat penting dalam prosedur penanganan keluhan konsumen, peristiwa atau insiden pada produk, recall atau withdrawal produk. Oleh karena itu dalam SOP terkait penanganan keluhan konsumen dilakukan pembaharuan dengan memasukkan aturan maksimal waktu pengumpulan data yaitu harus kurang dari 4 jam. Saat ini telah tersedia berbagai macam cara penelusuran yang tersedia untuk produsen, retailer dan pedagang baik dengan perangkat software dan hardware. Informasi terkait perputaran produk di jalur distribusi berdasarkan kode berupa kode tiap unit, lot, atau tahapan lainnya menjadi pilihan yang lebih diminati. Sistem pengkodean yang dikombinasikan dengan sistem barcode UCC dan EAN banyak digunakan oleh retailer-retailer utama untuk sistem penelusuran produk mereka Rasco dan Bledsoe 2005. System Application and Product SAP merupakan salah satu software sistem perhitungan rotasi stok yang banyak digunakan industri ritel misal supermarket termasuk di industri pangan. Dengan SAP ini dapat dilakukan perhitungan stok barang mulai dari gudang bahan baku, produksi sampai gudang produk jadi. Perhitungan stok bahan, perhitungan jumlah kebutuhan pembelian, kebutuhan produksi, hasil produk yang dihasilkan, dan pengeluaran barang dari suatu perusahaan dapat dihitung dengan sistem ini. B.3.4. Klausul 3.10; Keluhan konsumen Di PT SSI penanganan keluhan konsumen dikoordinasikan oleh QA Manager sesuai SOP Penanganan Keluhan Konsumen, Recall dan Withdrawal. Penelusuran produk yang dikeluhkan membutuhkan keefektifan, kecepatan dan ketepatan daya telusur perusahaan. Berikut adalah gambaran prosedur penanganan keluhan konsumen di PT SSI. Keluhan konsumen yang masuk distributor akan diinformasikan kepada QA Manager. Commercial Manager dan menyediakan informasi terkait pengiriman barang seperti negara tujuan, nama distributor, tanggal pengiriman, nomor PO, dokumen packing list berisikan kode lot, dan jumlah produk yang dikirimkan. QA Manager akan mengkoordinasikan pengecekan retained sample dan mengkoordinasikan ke pihak-pihak terkait untuk melakukan pemeriksaan tentang penyebab terjadinya permasalahan tersebut dan melakukan validasi ada tidaknya potensi bahaya. Bila keluhan tersebut tidak memiliki potensi bahaya, QA Manager akan menvalidasi dan melaporkan hasil traceability dan melaporkan kesimpulan tersebut kepada pihak manajemen. Bila keluhan tersebut memiliki potensi bahaya, QA Manager akan menginformasikan kepada menajemen tentang kemungkinan untuk menarik produk recall. Keputusan recall diputuskan dan dibahas lebih lanjut oleh Crisis Management Team CMT PT SSI. Setiap keluhan konsumen dibuatkan form CAR Corrective Action Request bagi departemen terkait. Tujuannya adalah agar dilakukan investigasi mendalam soal keluhan konsumen, menetapkan tindakan koreksi serta tindakan pencegahan agar tidak terjadi kembali. Setiap bulannya, departemen QA melaporkan ke pihak manajemen, yaitu dalam manufacturing review bulanan, soal tren keluhan konsumen. Tren tersebut meliputi jumlah keluhan perbulan dan tahun berjalan, masalah yang di keluhkan dan asal keluhan yaitu dari distributor atau pelanggan akhir. Dari pengamatan di lapangan diketahui keluhan konsumen masih kurang disosialisasikan ke karyawan atau departemen terkait, seperti yang disyaratkan oleh klausul 3.10.2. Beberapa hal yang direkomendasikan adalah menempelkan pengumuman pada area strategis agar karyawan mengetahui tren keluhan konsumen tersebut dan diharapkan dapat meningkatkan kesadaran karyawan untuk selalu memperhatikan dan berperan aktif dalam menghasilkan produk bermutu dan aman. B.3.5. Klausul 3.11; Manajemen Insiden, Withdrawal dan Recall Produk Withdrawal dan recall produk dapat terjadi dari keluhan konsumen yang berpotensi membahayakan keamanan konsumen maupun ketidaksesuaian atau penyimpangan yang terjadi. Di PT SSI, keputusan melakukan withdrawal dan recall produk diatur dalam SOPPenanganan Keluhan Konsumen, Recall dan Withdrawal. Hal ini juga menjadi bagian dalam manual crisis management. Keputusan recall diambil oleh manajemen dan Crisis Management Team CMT yang dibentuk perusahaan. Manual ini mengatur tata cara menghubungi badan pemerintah terkait, distributor atau retailer produk dijual, trucker, badan sertifikasi yang mengeluarkan sertifikat sistem BRC dan SQF jika terjadi kejadian khusus seperti recall produk. Dalam BRC isu 6 3.11.4 dipersyaratkan untuk menghubungi badan sertifikasi bila terjadi withdrawal dan recall dalam waktu 3 hari kerja. Pada akhir 2011 dilakukan pembaharuan manual crisis management agar memenuhi persyaratan pada Standar BRC isu 6. Penarikan produk atau recall produk adalah suatu tindakan menghentikan peredaran pangan karena diduga sebagai penyebab penyakit atau keracunan pangan. Tujuannya adalah mencegah timbulnya korban yang lebih banyak karena mengkonsumsi pangan yang membahayakan kesehatan BPOMRI 2003. Menurut peraturan USDA dan FDA Product Recall Class I II III 2008 recall dibagi menjadi 3 kelas yaitu kelas 1 adalah yang paling berat atau berbahaya, kelas 2 adalah berpotensi mengandung bahaya dan kelas 3 adalah yang paling kurang berbahaya, dengan penjabaran sebagai berikut: 1. Kelas I adalah suatu situasi dimana penggunaan atau paparan produk kemungkinan menyebabkan gangguan kesehatan serius bahkan kematian. 2. Kelas II adalah suatu situasi dimana penggunaan atau paparan produk dapat menyebabkan gangguan kesehatan serius dalam jangka pendekatau tidak sampai membahayakan jiwa. 3. Kelas III adalah situasi dimana penggunaan atau paparan produk tidak menyebabkan gangguan kesehatan, berupa ketidaksesuaian produk dengan aturan legislasi. Recall produk berdasarkan implementasinya dibagi menjadi 2 yaitu voluntary recall atau recall yang bersifat sukarela; yaitu recall yang dilakukan oleh pebisnis pangan tanpa diminta oleh negara dan mandatory recall atau recall yang bersifat wajib; yaitu recall yang dilakukan oleh instruksi atau perintah dari kepala BPOM. Tugas badan negara seperti BPOM dalam recall produk adalah melakukan investigasi distribusi atau pemasaran produk dan mengamankan produk tersebut serta bertindak sebagai saksi jika produk tadi dimusnahkan Indonesia Food Recall System 2010. Keseluruhan proses recall, mulai dari investigasi penyebab, jumlah produk, pemasaran dan jaluran distribusi, dan rencana pelaporan baik ke media sosial serta badan negara harus dilaporkan ke Badan Sertifikasi dalam waktu 3 hari. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa semua insiden ini dapat dikaji dan pelanggan memperoleh kepercayaan penuh terhadap sertifikat yang telah dikeluarkan BRC 2011. B.4. Gap Ketersediaan Dokumen Bagian 4; Standar Lingkungan Pabrik Klausul-klausul pada bagian 4 tentang Standar Pabrik kebanyakan berisi panduan Cara Produksi Makanan yang Baik GMP misal standar bangunan pabrik, saluran air dan lingkungan sekitar pabrik. Pada Tabel 14 dapat dilihat bahwa dalam bagian 4 terdapat sekitar 60 klausul yang mensyaratkan dokumen. Persentase ini adalah yang paling rendah dibandingkan dengan bagian lain dalam BRC isu 6 akan tetapi jumlah dokumenyang dipersyaratkan terbesar berada di bagian ini yaitu sekitar 51 jenis dokumen atau mencapai 32 dari total 158 jenis dokumen yang disyaratkan oleh Standar isu 6. Gap dokumen PT SSI yang teridentifikasi pada bagian 4 disajikan pada Tabel 16, antara lain adalah soal kajian keamanan lingkungan pabrik food defense shelf assessment; pemantauan katering; penanganan kaca, plastik mudah pecah dan sejenisnya; investigasi temuan benda asing pada alat; pembuangan limbah; dan kontrak tranportasi. B.4.1. Klausul 4.2; Keamanan Sistem keamanan pabrik hendaklah menjamin produk aman dari berbagai gangguan, kontaminasi atau pencurian selama berada di lingkungan pabrik. Gap yang teridentifikasi terkait persyaratan keamanan adalah PT SSI belum memiliki dan melakukan penilaian atau kajian rutin terhadap keamanan food defense shelf assesment seperti yang dipersyaratkan klausul 4.2.1. PT SSI sebenarnya telah memiliki dan mengimplementasikan suatu sistem pengamanan di lingkungan pabrik namun PT SSI belum memiliki kajian rutin terhadap sistem keamanan tersebut. Penilaian terhadap sistem keamanan yang dilakukan adalah bersifat melengkapi kuisioner atau pertanyaan dari pelanggan atau pihak lainnya. BRC mensyaratkan melakukan kajian pengaturan keamanan minimal dilakukan setiap tahun. Setiap perusahaan dapat secara unik mengkondisikan dan mengembangkan sebuah sistem keamanan yang logis dalam dalam menangani risiko gangguan keamanan. Hal ini dapat dicapai dengan mengembangkan dan mengembangkan sistem keamanan berdasarkan pada pencegahan seperti pada sistem HACCP. Kajian dapat dilakukan dengan mengadopsi beberapa pertimbangan seperti seberapa sering bahaya terjadi, tingkat keparahan dan kajian paparan bahaya. Pihak otoritas pemerintah Ameriksa Serikat FDA mempercayai bahwa implementasi keamanan pangan sangat erat hubungannya dengan praktik-praktik sanitasi di fasilitas pabrik, seperti pengiriman dan penerimaan barang, temper- evident seal, dan perlindungan terhadap sumber air atau es. Produsen pangan perlu mengimplementasikan beberapa hal dalam menjaga keamanan seperti membuat pagar di sekeliling pabrik yang kokoh, melakukan kontrol akses, pencahayaan yang cukup, melakukan penelusuran stok bahan baku atau produk yang hilang, melakukan penanganan surat yang baik, memberikan pelatihan terkait keamanan, dan melakukan proses seleksi karyawan baru Rasco dan Bledsoe 2005. B.4.2. Klausul 4.8; Fasilitas Karyawan Salah satu fasilitas karyawan yang diatur dalam BRC isu 6 adalah katering bagi karyawan, yaitu dapat menjadi sumber terjadinya kasus keracunan makanan. Berdasarkan data dari Centre for Disease Control and Prevention CDC Surveillance dari 1993-1997, terdapat 5 faktor utama yang memiliki kontribusi terbesar terhadap kejadian keracunan makanan pada katering atau jasaboga yaitu sumber yang tidak aman, pemasakan yang tidak cukup, suhu antara waktu masak dan penyajian yang tidak sesuai, peralatan yang terkontaminasi, dan higiene pekerja yang jelek FDA 2006. Untuk menghindari keracunan makanan perlu dilakukan kegiatan pengelolaan atau kantin yang baik dan sesuai dengan aturan- aturan negara yang terkait. Kantin di PT SSI dikelola oleh pihak luar yang sebelumnya telah lolos proses seleksi. Kualitas mikrobiologi makanan dan minuman di kantin diperiksa oleh bagian QA untuk memastikan makanan yang disajikan tidak terkontaminasi mikroba berbahaya. Pengolahan bahan mentah dan pemasakan bahan hingga menjadi produk matang hanya boleh dilakukan di tempat katering tersebut, bukan di area pabrik. Di kantin pabrik, hanyalah tahap penyajian kepada pembeli. Hal ini untuk menghindari cemaran mikrobiologi dari bahan segar seperti ikan, telur, ayam, daging ke area pabrik. Pengelolaan lamanya waktu penyajian juga dilakukan agar makanan disajikan tidak terlalu lama dan mutunya masih baik. Pemanasan ulang hanya diperbolehkan sekali yaitu maksimal 4 jam setelah pemasakan. Pengaturan ini diperoleh melalui studi dan kajian di internal perusahaan, yaitu terutama hasil analisa kualitas mikrobiologi makanan dengan lama dan suhu penyajian dan penyimpanan. Tabel 16 Gap pemenuhan persyaratan dokumen BRC isu 6 bagian 4 tentang standar pabrik di PT SSI Rekomendasi yang diberikan adalah agar perusahaan melakukan kajian aturan dan menerapkan sepenuhnya aturan dari pemerintah terkait jasaboga yaitu Persyaratan Klausul Dokumen Keterangan Catatan kajian pengaturan keamanan dan risiko potensi terhadap produk 4.2.1 - Daftar restricted area lokasi dan orang yang boleh mengakses - Checklist pengecekan rutin oleh petugas kamanan Belum memiliki checklist kajian rencana keamanan internal shelf assessment Food Defense. Selama ini hanya bersifat melengkapi pertanyaankuisioner dari konsumen. Pemantauan katering di pabrik 4.8.10 - Manual Perusahaan - Hasil analisa produk makanan di kantin - Checklist kebersihan dan sanitasi kantin harian - Aturan pemerintah tentang Jasaboga Perlu menempelkan aturan soal pengelolaan kantin, misalnya ketentuan seberapa lama makanan boleh disimpan dan disajikan sampai habis, pengambilan sampel dan lainnya sesuai Aturan Pemerintah. Prosedur penanganan kaca dan bahan mudah pecah 4.9.3.2 - Manual Perusahaan - SOP Pengendalian Kaca, plastik mudah pecah, dan sejenisnya. Dalam SOP belum ada jenis dan contoh benda atau peralatan yang termasuk kaca, plastik mudah pecah, keramik, dan barang sejenis yang berpotensi mengkontaminasi produk. Prosedur penanganan kerusakan kaca atau bahan mudah pecah 4.9.3.3 - SOP Pengendalian Kaca, plastik mudah pecah, dan sejenisnya - Checklist Pemeriksaan Kaca, Plastik Mudah Pecah, dan Sejenisnya - Pemetaan kaca, plastik mudah pecah, dan sejenisnya - Form Non Conformity SOP perlu menjelaskan soal penanganan pakaian kerja yang berpotensi terkontaminasi pecahan dan penanganan alat kebersihan yang digunakan. Prosedur investigasi asal bahan yang terdeksi atau dihilangkan oleh peralatan deteksi danatau penghilangan benda asing 4.10.1.4 - WI Pengecekan Krim termasuk Saringan dan Magnetic trap Ball Mill - Form Ball Mill Report - WI Pengecekan Adonan termasuk Saringan - Mixer Adonan Report - WI Pengecekan MD - Form Pemeriksaan MD - Tren NC MD Perlu membuat tren temuan pada saringan dan magnetic trap dalam Manufacturing review bulanan. Catatan pembuangan limbah 4.12.1 - SOP WTP Belum memiliki prosedur pencatatan pembuangan limbah. Catatan jumlah limbah berbahaya atau tidak standar yang dihancurkan atau dibuang oleh pihak ketiga spesialis 4.12.4 - Surat kontrak pembuangan sampah - Surat kontrak pengangkutan limbah lumpur WWTP dan safety tank Belum memiliki prosedur mapan dalam pembuangan limbah B3. Kontrak transportasi dengan pihak ketiga dan prosedur verifikasi transporter 4.15.7 - Kontrak dengan forwarder penyediaan container dan transporter Belum ada prosedur untuk memastikan transporter sesuai dengan persyaratan Standar BRC. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1096MENKESPERVI 2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga. Perbaikan yang perlukan misalnya menerapkan secara konsisten aturan soal penyimpanan sampel contoh menu makanan dan melaksanakan program pelatihan bagi karyawan kantin secara rutin. Menurut Permenkes setiap menu makanan harus ada satu porsi sample contoh makanan yang disimpan sebagai bank sampel untuk konfirmasi bila terjadi gangguan atau tuntutan konsumen. Sampel dengan jumlah tertentu yang mewakili jenis makanan tertentu misal keringgorengan, berkuah, sambal, dan lainnya disimpan dalam kantong plastik steril pada suhu 10 C selama 1x24 jam. Menurut pasal 17, dalam hal kejadian keracunan makanan danatau Kejadian Luar Biasa Keracunan Makanan, pemerintah akan melaksanakan penanggulangan melalui kegiatan investigasi dan surveilans, serta pengambilan sampel dan sepesimen jasaboga yang diperlukan. Sampel ini akan diperiksa di laboratorium yang telah terakreditasi sesuai dengan standar yang berlaku. Aturan terbaru terkait kantin pada BRC isu 6 klausul 4.8.10 adalah bahwa karyawan hendaklah dikenalkan makanan alergen di area kantin. Pada pelatihan tahunan BRC 2011 telah diberikan materi terkait alergen misal bahan pangan yang mengadung alergen yang ditemui di kantin, seperti sambal kacang, ikan laut, tempe dan tahu, telur, susu dan lainnya. Pengumuman soal alergen ini ditempel di beberapa tempat di kantin, jenis-jenis makanan tersebut. Karyawan juga diwajibkan menggunakan sendok dan garpu saat makan, serta mencuci tangan setelah makan. Hal itu bertujuan untuk mengurangi potensi kontaminasi alergen dan menghilangkan sisa-sisa makanan di tangan setelah makan. Keberadaan alergen yang tersembunyi harus dilakukan dengan mencegah, menghilangkan atau mengatur agar bahan tidak masuk dalam pangan Apenten 2000 salah satunya dengan pencegahan dari karyawan dan makanan yang dikonsumsinya. B.4.3. Klausul 4.9.3; Pengendalian Kaca, Plastik yang Mudah Pecah, Keramik dan Sejenisnya. Di PT SSI, prosedur pengendalian terkait kaca, plastik mudah pecah, keramik dan sejenisnya 4.9.3 diatur dalam SOP Pengendalian Kaca, Plastik Mudah Pecah dan Sejenisnya. Prosedur ini mengatur soal perlunya mendaftarkan semua mesin, peralatan dan alat bantu yang terbuat dari bahan ini yang berpotensi mengkontaminasi produk dan pengendalian serta pemeriksaan terhadap benda- benda tersebut. Secara umum pengendalian benda-benda ini dikelola lewat prerequisiste program. Lampu-lampu yang dipasang di area produksi adalah jenis yang tidak pecah shatterproof glass. Bila menggunakan lampu yang terbuat dari kaca disekitar proses dan mesin, maka lampu tadi diberi pelindung dan diatur posisinya agar bila pecah tidak menyebabkan kontaminasi ke area sekitarnya. Bahan kaca dilarang tidak digunakan sebagai bagian dari mesin atau peralatan. Peralatan plastik tidak dapat dihilangkan sepenuhnyadari peralatan dan mesin namun jenis yang dipilih adalah yang cukup kuat dan tebal minimal 5mm. Contoh peralatan berbahan plastik ini adalah tutup rol di oven untuk alasan keselamatan pekerja dan tutup timbangan di oven. SOP pengendalian bahan- bahan ini sebaiknya diperbaharui denganmencantumkan contoh konkrit benda, baik pada peralatan, mesin atau alat bantu lainnya yang digunakan, yang terbuat dari kaca misal lampu, plastik yang mudah pecah misal tutup rol nanas di oven, tutup timbangan di oven, keramik, dan sejenisnya, yang berpotensi menjadi sumber kontaminasi bila pecah atau rusak. Selanjutnya contoh ini akan menjadi patokan dalam pembaharuan Checklist Pemeriksaan Kaca dan Plastik yang Mudah Pecah atau form Tools Inspection, yaitu suatu pemeriksaan rutin oleh Departemen Produksi atau Engineeringuntuk memeriksa kondsi, kelengkapan dan keutuhan alat produksi. Penerapan prerequisite programmes berupa pelarangan dan pembatasan penggunaan kaca, bahan mudah pecah, keramik dan sejenisnya, beserta pengendalian dan pemeriksaan rutin kondisi alat bertujuan mencegah terjadinya potensi kontaminasi dari bahan-bahan tersebut ke produk. BRC juga mensyaratkan lebih rinci prosedur bila terjadi peristiwa kerusakan atau pecahnyaalat dari bahan-bahan tersebut pada klausul 4.9.3.3. Klausul ini mensyaratkan perusahaan harus merincikan prosedur terkait yaitu karantina produk dan area produksi yang berpotensi terkena pecahan; pembersihan area produksi; inspeksi area produksi dan otoritas untuk melanjutkan produksi; penggantian pakaian kerja dan pemeriksaan sepatu; penetapan siapa yang boleh melakukan hal-hal tadi; dan pencatatan insiden kerusakan atau pecahnya alat.Dari evaluasi dan pengamatan di lapangan ditemukan bahwa prosedur yang ada saat ini masih perlu diperinci lebih lanjut, yaitu misalnya soal penanganan pencucian baju yang berpotensi terkontaminasi pecahan kaca dan sejenisnya di laundri, prosedur pembersihan alat kebersihan misal sapu atau penyedot yang digunakan untuk pembersihan pecahan kaca dan sejenisnya dan aturan soal pembuangan pecahan tersebut. Perincian prosedur ini diperlukan mengingat pecahan kaca merupakan kelompok penting dari benda asing. Kaca digolongkan sebagai prioritas tinggi karena berpotensi merobek mulut atau kerongkongan Edwards 2004. B.4.4. Klausul 4.10.1; Peralatan Deteksi dan Penghilangan Benda Asing Penanganan resiko kontaminasi fisik atau kimia serta peralatan deteksi dan penghilangan benda asing selalu menjadi prioritas tinggi dalam Standar BRC. Pengembangan persyaratan dalam klausul-klausul isu 6 memperlihatkan manajemen risiko dari bahan berbeda dan teknologi berbeda yang tersedia untuk penghilangan kontaminasi. Persyaratan yang ada hanya berlaku tergantung dari jenis produksi mana yang dipilih BRC 2011. BRC isu 6 memuat beberapa persyaratan tambahan soal alat detektor logam 4.10.3. Selain detektor logam, isu 6 mencantumkan persyaratan-persyaratan tersendiri untukmasing-masing jenis peralatan saringan dan ayakan klausul 4.10.2, alat detektor logam dan X-ray 4.10.3, magnet 4.10.4,dan peralatan sortir optik 4.10.5. PT SSI menggunakan beberapa peralatan untuk mendeteksi dan menghilangkan benda asing di beberapa tahap proses. Magnetic trap yaitu magnet yang dapat menarik logam jenis besi digunakan untuk krim, yang dipasang pada keluaran akhir alat ball mill mixer. Ayakan dengan kawat mesh 30 digunakan untuk mengayak krim dan adonan hasil pengadukan. Saringan udara digunakan untuk menyaring udara untuk peralatan udara bertekanan tinggi yang digunakan di area proses. Detektor logam untuk semua produk digunakan pada tahap akhir pengemasan. Penggunaan peralatan ini menjadi bagian dalam analisa bahaya pada rencana HACCP sesuai klausul 4.10.1.1. Pada isu 6 dipersyaratkan untuk melakukan investigasi atau kajian terhadap temuan pada klausul 4.10.1.3. Semua pemeriksaan dan pengkajian temuan dikelola oleh departemen QA. Pada manufacturing review bulanan, QA akan melaporkan kepada manajemen terkait tren temuan pada peralatan tersebut, investigasi serta analisanya. Selanjutnya akan ditetapkan tindakan perbaikan yang mungkin perlu dilakukan. Investigasi dan kajian temuan telah dilakukan yaitu untuk detektor logam CCP. Sejak PT SSI mengkaji standar ini pada Oktober 2011, temuan pada alat lainnya juga diinvestigasi yaitu pada saringan krim, saringan adonan, dan magnetic trap. Ditemukan investigasi temuan pada alat saringan udara belum dilakukan. Saringan udara merupakan alat penting karena udara yang disaring digunakan untuk proses yang kontak dengan produk yaitu untuk pembuatan bintik pada wafer sebelum dipanggang dan untuk udara bertekanan tinggi misal penyemprotan alat atau mesin. Potensi bahaya yang ada kemungkinan berasal dari oli yang digunakan pada mesin saringan akibat program pemeliharaan alat yang salah atau tidak sesuai prosedur. Kualitas mikrobiologi udara hasil saringan telah diperiksa secara rutin dan program pemeliharaan alat saringan telah dilakukan sebagai salah satu prerequisite program di PT SSI untuk menghilangkan potensi kontaminasi pada udara. B.4.5. Klausul 4.12; LimbahPembuangan Limbah Penanganan limbah di PT SSI diatur dalam Manual Perusahaan dan di SOP Water Treatment Plan WTP. Limbah secara umum di PT SSI dibagi menjadi limbah cair dan limbah padat. Khusus sampah bahan kimia misal pencucian alat semprot tinta kode pada kaleng dan kemasan bahan kimia ditangani secara khusus karena termasuk limbah berbahaya dan butuh pengelolaan khusus. Di area produksi disediakan tempat khusus untuk menampung cairan kimia pembersih atau botol bekas. Sampah tadi kemudian disimpan di ruang khusus luar produksi, untuk kemudian diangkut oleh subkontraktor yang berijin. Gap yang teridentifikasi adalah pencatatan jumlah sampah yang diangkut belum dilakukan dengan baik dan konsisten, baik dari area produksi atau gudang, atau area lainnya yang diangkut keluar pabrik klausul 4.12.4. Pada awal 2012 diterapkan prosedur bahwa sampah yang keluar harus selalu tercatat dan catatan tersebut dikelola oleh Bagian Umum General AffairGA. Aturan ini dituangkan dalam SOP Pembuangan Sampah. B.4.6. Klausul 4.15; Pengangkutan dan Transportasi Dalam pembahasan perbandingan isu 5 dan 6 terkait klausul sebelumnya, telah disebutkan bahwa terdapat beberapa klausul baru pada isu 6. Salah satu klausul baru adalah 4.15.7 yang mensyaratkan bila perusahaan melakukan kontrak dengan pihak ketiga untuk tranportasi, maka hendaknya mempertimbangkan apakah pihak tadi telah memiliki sertifikasi internasional. PT SSI mengatur beberapa persyaratan agar sesuai Standar ini di dalam kontrak perjanjian dengan trucker dan forwarder. Namun masih yang terkait dengan kebersihan dan kondisi container barang sesuai klausul 4.15.3. Belum ada persyaratan lainnya soal pengangkutan seperti pada klausul 4.15.6 tentang persyaratan untuk pengamanan produk selama transit, terutama saat kendaraan diparkir atau tidak ada orang. Hal ini perlu disosialisasikan ke pihak pemasok container agar tidak ada potensi yang dapat membahayakan keamanan dan mutu produk. B.5. Gap Ketersediaan Dokumen Bagian 5; Pengendalian Produk Dalam bagian 5 persyaratan BRC tentang Pengendalian Produk terdapat 84 klausul yang mensyaratkan dokumen. Total jumlah dokumen yang disyaratkan adalah 26 jenis yang berkisar pada persyaratan kemasan, pelabelan dan klaim produk, prosedur penanganan alergen, prosedur pengelolaan laboratorium, dan prosedur terkait pemeriksaan dan pengujian produk. Gap dokumen PT SSI dalam penerapan BRC isu 6 bagian 5 disajikan pada Tabel 17. B.5.1. Klausul 5.1; PerancanganPengembangan Produk Klausul 5.1.2 menekankan bahwa perubahan pada formula, proses produksi dan kemasan hendaknya mendapatkan persetujuan formal dari koordinator atau ketua tim HACCP. Di PT SSI, telah diberlakukan prosedur bahwa semua perubahan tersebut dilakukan validasi HACCP dan catatannya dipelihara. Dari penelitian ini teridentifikasinya perlunya perbaikan soal bagaimana validasi ini dapat konsisten terjadi pada proses produksi, mesin dan peralatan. Kadangkala pada saat produksi mesin atau peralatan mengalami masalah atau kerusakan sehingga kemudian diperbaiki dan perlu dimodifikasi oleh tim Produksi atau Engineering. Sejauh mana perubahan atau perbaikan ini diperbolehkan yang tidak mempengaruhi keamanan produk, belum ditetapkan. Hal ini membutuhkan kajian bersama Tim HACCP dengan departemen Engineering dan Produksi. Pertimbangan yang disarankan dalam kajian ini diantaranya isu bagian kontak langsung atau tidak dengan produk dan pertimbangan area produk terbuka atau tertutup. Hal ini terkait langsung bahwa perubahan pada proses produksi jangan sampai berpotensi mengkontaminasi produk yang masih terbuka atau yang sedang diproses. Jenis mesin atau peralatan; lamanya waktu perbaikan sampai mesin diperbaiki secara permanen;dan besarnya perubahan harus ditetapkan dengan jelas karena terkait dengan produktifitas proses.Desain dan jenis bahanalat sementara yang digunakan selama perbaikan harus dipastikan tidak sampai mencemari produk, misal menggunakan plastik atau bahan non-stainless stell. Tabel 17 Gap pemenuhan persyaratan dokumen BRC isu 6 bagian 5 tentang pengendalian produk di PT SSI Setelah dilakukan perbaikan atau perubahan mesin tadi harus dibersihkan dan disanitasi untuk memastikan tidak ada residu atau potensi mengkontaminasi produk. Karyawan yang terlibat dalam perbaikan dan pembersihan ini harus mendapatkan pelatihan yang memadai. Otoritas untuk menetapkan boleh atau Persyaratan Klausul Dokumen Keterangan Prosedur pembatasanlarangan ruang lingkup produk baru untuk mengendalikan masuknya bahaya misal alergen, bahan kemasan kaca 5.1.1 - Manual Perusahaan - SOP Product Development SOP Product Develpment belum mengatur soal ini. Catatan kajian bahaya dan pengesahan ketua tim HACCP untuk semua produk baru dan perubahan formula, kemasan atau proses produksi 5.1.2 - Form Validasi HACCP Belum ada mekanisme validasi dan secara rinci soal sejauh mana perubahan pada mesinalat produksi harus disahkan oleh tim HACCP, misal karena alasan perbaikan. Prosedur pengendalian kontaminasi silang alergen pada bahan baku, produk antara dan produk akhir 5.2.3 - Rencana HACCP - Form Validasi - SOP Penanganan Alergen - SOP Pelabelan kode lot - Label RM alergen biru - Label wipkrimcrumbminyak kurasan produk alergen - Matrix Pemakaian dan Pencampuran CreamCrumb CreamCrumb Base Minyak Kurasan Belum ada prosedur pemisahan saat pembersihan mesin adjacent cleaning Catatan pelatihan penanganan alergen 5.2.9 - Program pelatihan - Bukti absensi pelatihan Belum ada refreshment training terkait penanganan alergen Prosedur penilaian umur simpan terkait kualitas mikrobiologi, sensori dan kimia produk 5.5.1.3 - SOP Keeping Quality Test - Form keeping quality test - Hasil analisa mikrobiologi produk keepting testi Masih sedang tahap melakukan kajian aw semua produk sampai batas akhir umur simpan. Prosedur untuk memastikan reliability hasil analisa 5.5.2.4 - Sertifikat pelatihan mikrobiologi - Hasil analisa proficiency test untuk air - Sertifikat kalibrasi peralatan laboratorium Belum ada prosedur proficiency test termasuk frekuensi dan metode analisa. Belum melengkapi hasil proficiency test semua laboran. tidaknya melanjutkan proses produksi setelah dilakukan perubahan harus ditetapkan. Semua perubahan pada proses atau mesin dan peralatan ini tercatat, untuk selanjutnya dibawa ke pertemuan Tim HACCP untuk dilakukan kajian dari berbagai aspek keamanan dan kualitas produk dan disahkan. B.5.2. Klausul 5.2; Manajemen Alergen Bila dalam BRC isu 5 klausul terkait pengaturan alergen ini berbunyi “bahan yang mengandung alergen”, di BRC isu 6 ini digunakan istilah “manajemen alergen”. Manajemen yang dimaksud disini adalah pengaturan alergen di perusahaan dari berbagai aspek, mulai dari perencanaan produk, kajian risiko, sampai produk akhir. Klausul 5.2 menyebutkan bahwa perusahaan wajib memiliki suatu sistem manajemen alergen yang mapan untuk mencegah risiko kontaminasi. Masalah alergen sendiri semakin menjadi perhatian penting pada BRC isu 6 ini. Isu alergen dimasukkan dalam beberapa bagian sepertikajian bahaya alergen menjadi bagian rencana HACCP, klaim terkait alergen pada pelabelan produk, perlunya pembatasan pada tahap perancangan atau pengembangan produk baru yaitu terhadap masuknya bahaya berupa alergen baru, penyimpanan bahan yang mengandung alergen di gudang, dan lainnya. Pada Tabel 14 dapat dilihat bahwa hampir semua persyaratan pada klausul 5.2 kecuali klausul 5.2.5 dan 5.2.8 mensyaratkan dokumenprosedur tertentu. Pada pembuatan produk wafer stik di PT SSI digunakan beberapa bahan baku yang mengandung alergen yaitu telur, susu, tepung terigu, dan lesitin kedelai. Bahan-bahan tersebut digunakan pada semua produk. Ada satu produk berbeda lainnya yaitu menggunakan hazelnut. Oleh karena itu kajian risiko dalam rencana HACCP memasukkan hazelnut ini sebagai suatu bahaya kimia potensial, yang harus dikendalikan di beberapa tahapan proses. Pada pelabelan produk disebutkan bahwa produk wafer stik kemungkinan mengandung hazelnut, namun perusahaan wajib menjaga pada seluruh tahapan agar tidak terjadi kontaminasi dari hazelnut ini. Pembahasan hasil penelitian terkait manajemen alergen ini secara rinci dijelaskan dalam Bab C. B.5.3. Klausul 5.5; Pemeriksaan dan Pengujian Laboratorium Produk Pada setiap tahapan proses mulai dari penerimaan bahan baku, persiapan, pengadukan, oven, dan pengemasan hingga menjadi produk akhir dilakukan prosedur pengujian atau pemeriksaan. Gap dokumen yang teridentifikasi terkait persyaratan klausul 5.5.1.3 adalah soal kajian umur simpan produk on-going shelf assessment terutama terkait sifat kimia yang mempengaruhi keamanan produk. Produk wafer stik termasuk produk kering dengan kadar air kurang dari 5. Produk dengan kadar air rendah cenderung lebih awet. Umur simpan produk ditetapkan 15 bulan. Penilaian kemanan keamanan pangan biasanya menggunakan parameter water activity aw. Produk kukis, kraker, tepung roti dan pangan lainnya yang mengandung kadar air 3-5 dengan aw 0,4 tidak memungkinkan mikroba baik bakteri, kapang maupun khamir untuk tumbuh Kusnandar 2010. Aw menunjukkan air bebas yang dapat digunakan oleh mikroba. Aw digunakan sebagai paramater keamanan dan bukan kadar air, karena kadar air hanya menunjukkan kandungan air dalam bahan dan mempengaruhi karakteristik mutu produk, seperti organoleptik, dan bukan keamanan produk. Pada akhir 2011 dilakukan pengujian dan kajian aw produk untuk pemenuhan peryaratan BRC isu 6 klausul 5.5.1.3. Pengujian aw produk dilakukan di laboratorium luar yang terakreditasi. Dari hasil beberapa kali analisa aw dan kajian terhadap hasil kualitas mikrobiologi produk akhir, akhirnya ditetapkan standar aw pada produk wafer PT SSI adalah 0,3 – 0,6. Direkomendasikan perlunya dilakukan kajian lebih mendalam untuk aw yaitu meliputi aw bahan baku, aw krim dan adonan sendiri. Nilai aktivitas air pangan berkisar 0,0 –1,0 yang diperoleh dari rasio antara tekanan uap air pada kelembaban tertentu dengan tekanan air murni. Nilai aw dapat berubah bila kelembaban relatif lingkungan penyimpanannya berubah. Nilai aw yang rendah membuat produk lebih awet dan lebih aman karena terkait dengan pertumbuhan mikroba pembusuk, baik kapang, khamir maupun bakteri Kusnandar 2010. Nilai aw minimum untuk pertumbuhan beberapa mikroba dapat dilihat pada Tabel 18. Pada tabel ini tertera bakteri Escherichia coli, Bacillus cereus dan Staphyloccus aureus dapat tumbuh pada aw tinggi 0,9. Bakteri E.coli, B.cereus dan S.aureus penting dalam keamanan pangan karena merupakan merupakan penyebab terjadinya keracunan pangan Bibek 2001 oleh karena ini keberadaannya dalam pangan harus dikendalikan. Adonan wafer terbuat dari bahan baku utama air dan tepung terigu. Nilai aw air, yang merupakan bahan yang paling banyak digunakan dalam adonan lebih dari 50, adalah 1. Tepung terigu atau tepung-tepungan memiliki aw 0,8- 0,87 Kusnandar 2010. Oleh karena aw adonan menjadi cukup tinggi dan tidak akan awet. Dari pengalaman di produksi, adonan yang disimpan lebih dari 2 jam akan berbusa dan membusuk. Bahan dengan aw tinggi yaitu lebih dari 0,9 cenderung tidak awet dan cepat rusak oleh mikroba maupun oleh reaksi-reaksi kimia dalam sistem pangan Kusnandar 2010. Adonan wafer akan mengalami pemanasan di oven pada suhu sekitar 140 derajat celcius menghasilkan lembaran kulit wafer. Suhu tinggi ini mampu membunuh mikroba pada adonan. Dari pemanggangan akan dihasilkan kulit wafer dengan kadar air sekitar 1. Produk dengan kadar air 1 akan memiliki aw kurang dari 0,3 Kusnandar 2010 sehingga cenderung lebih aman dan awet selama penyimpanan. Tabel 18 Aktivitas air minimum untuk pertumbuhan beberapa mikroba Jenis mikroba Nilai aw minimum Kapang Aspergillus sp 0,75-0,84 Rhizopus nigricans 0,93 Penicillium sp 0,79-0,81 Khamir Sacharomyces sp 0,80-0,90 Bakteri Vibrio parahaemolyticus 0,94 Clostridium perfingens 0,93 Bacillus cereus 0,95 Escherichia coli 0,95 Clostridium botulinum 0,95-0,97 Staphylococcus aureus 0,86 Sumber : Kusnandar 2010 Krim wafer dibuat dengan bahan utama berupa minyak sekitar 45 dan gula sekitar 40. Kadar air yang rendah pada kedua bahan ini, seperti yang tertera pada spesifikasi bahan, sangat rendah yaitu kurang dari 1. Gula biasa digunakan sebagai bahan untuk pengawet karena menurunkan nilai aw. Gula bersifat higroskopis yang disebabkan oleh kemampuannya membentuk ikatan hidrogen dengan air. Adanya ikatan hidrogen antara air dan gula ini menyebabkan penurunan jumlah air bebas dan penurunan nilai aw Kusnandar 2010. Oleh karena itu krim yang dihasilkan cenderung lebih awet bahkan sampai 1 bulan. Krim tidak mengalami proses pemanasan yang mampu mematikan bakteri, oleh karena itu parameter aw merupakan paramater penting dalam keamanan krim. Nilai aw produk akhir merupakan kombinasi dari nilai aw bahan, nilai aw krim yang dibuat tanpa dipanaskan lagi dan nilai aw kulit wafer setelah dipanggang. Hasil kajian ini dapat digunakan sebagai bahan kajian untuk formulasi produk akhir, agar sesuai dengan nilai aw standar yaitu kisaran 0,3-0,6. Kajian ini juga dapat dijadikan sebagai pedoman dalam perbaikan formulasi dan proses produksi dalam rangka menghasilkan produk yang aman dan awet. PT SSI memiliki unit laboratorium mikrobiologi internal yang dikelola dengan penerapan prinsip-prinsip Good Laboratory Practices dan ISO 17025. Untuk memenuhi persyaratan pada klausul 5.5.2.4 yaitu terkait reliability hasil analisa maka pada Oktober 2011 dilakukan proficiency test. Sampai April 2012 salah satu dari dua laboran yang ada telah menjalani proficiency test. Pengujian ini dilakukan dengan melakukan analisa koliform terhadap 2 buah sampel yaitu sampel air dan swab test. Titik sampel dan parameter ini dipilih karena koliform merupakan parameter mikrobiologi yang cukup mempengaruhi baik mutu maupun keamanan produk. Semua hasil proficiency test ini disimpan dan dipelihara, serta dikaji sebagai dasar perbaikan. B.6. Gap Ketersediaan Dokumen Bagian 6; Pengendalian Proses Bagian 6 persyaratan BRC the Global for Food Safety berisikan persyaratan tentang Pengendalian Proses. Terdapat 12 jenis dokumen yang disyaratkan dalam bagian 6 atau sekitar 92 dari klausul pada bagian ini. Persyaratan dokumen meliptui prosedur pengendalian proses dan lini produksi, pengendalian CCP dan pengendalian alat ukur. Gap dokumen PT SSI dalam penerapan BRC isu 6 bagian 5 disajikan pada Tabel 19. B.6.1. Klausul 6.3; Kalibrasi dan Pengendalian serta Pengawasan Alat Ukur Semua peralatan pengujian mutu dan keamanan produk di pabrik, termasuk di laboratorium mikrobiologi, dimasukkan ke dalam Master List Kalibrasi dan Verifikasi. Daftar ini berisikan nama alat, kode alat, tanggal kalibrasiverifikasi dan tanggal kalibrasiverifikasi berikutnya, yang ada pada semua departemen klausul 6.3.1. Daftar ini dikelola oleh Departemen QA. Pada audit Januari 2012 ini masalah kalibrasi alat menjadi temuan audit karena tidak standar atau batasan dari kalibrasi atau verifikasi. Oleh karena itu saat ini sedangkan dilakukan kajian penetapan standar atau batasan kalibrasi atau verifikasi alat. Tabel 19 Gap pemenuhan persyaratan dokumen BRC isu 6bagian 6 tentang pengendalian proses di PT SSI B.7. Gap Ketersediaan Dokumen Bagian 7; Karyawan Bagian 7 merupakan bagian terakhir persyaratan BRC the Global for Food Safety berisikan persyaratan tentang Karyawan. Cukup banyak klausul yang mensyaratkan dokumen pada bagian ini, yang dapat dilihat pada Tabel 20. Ada sekitar 68 klausul yang mensyaratkan dokumen yaitu 13 jenis dokumen meliputi program pelatihan baik prosedur dan catatan terkait, prosedur pemeriksaan kesehatan karyawan atau tamukontraktor yang masuk ke area proses dan aturan soal laundri. Gap dokumen PT SSI dalam penerapan BRC isu 6 bagian 7 adalah pada Tabel 20. Tabel 20 Gap pemenuhan persyaratan dokumen BRC isu 6 bagian 7 tentang karyawan di PT SSI Persyaratan Klausul Dokumen Keterangan Prosedur identifikasi dan pengawasan peralatan pengendali CCP, keamanan dan keabsahan produk 6.3.1 - SOP Kalibrasi dan Verifikasi - List kalibrasi dan Verifikasi - Label alat dengan tanggal kalibrasi verifikasi - SOP belum memperinci penentuan kalibrasi atau verifikasi alat. Catatan hasil pemeriksaan dan adjusment alat ukur 6.3.2 - SOP Kalibrasi dan Verifikasi - Daftar kalibrasi dan Verifikasi alat - Form verifikasi Internal alat erkait - HasilSertifikat kalibrasi dan verifikasi peralatan SOP atau Daftar Kalibrasi dan verifikasi, belum dilengkapi dengan toleransi penyimpangan alat dan prosedur adjustment alat. Persyaratan Klausul Dokumen Keterangan Semua karyawan, termasuk karyawan kontrak dan kontraktor, dilatih terlebih dahulu dan diawasi dengan baik selama bekerja. 7.1.1 - Program pelatihan kompetensi karyawan - Matriks kompetensi karyawan Belum ada prosedur soal pelatihan minimal bagi karyawan baru. Kajian pelatihan dan kompetensi karyawan yang terkait aktivitas CCP 7.1.2 - Daftar checker CCP - Program pelatihan tahunan - Matriks kompetensi karyawan Petugas checker CCP kompetensinya belum diperbaharui pelatihan dan secara rutin. B.7.1. Klausul 7.1; Pelatihan – Area Penanganan Bahan Baku, Proses, Pengemasan, dan Gudang Pada BRC, klausul 7.1 tentang pelatihan bagi karyawan area penanganan bahan baku, proses, pengemasan, dan gudang merupakan persyaratan fundamental. PT SSI telah menerapkan dengan baik semua persyaratan, misal pembuatan program pelatihan tahunan, pengkajian kebutuhan pelatihan berdasarkan kompetensi karyawan, melakukan dokumentasi pelatihan, yang diatur dalam SOP Pelatihan. Pelatihan minimal yang dibutuhkan yaitu GMP, HACCP, BRC, dan SQF serta Keselamatan dan Kesehatan tidak dapat sepenuhnya dilaksanakan karena jumlah karyawan baru yang cukup banyak dan keluar-masuk karyawan yang cukup tinggi. Oleh karena ini perlu dibuatkan strategi tertentu agar kebutuhan pelatihan telah sesuai. Pelatihan di perusahaan dikoordinasikan oleh departemen HRD. Checker di lini produksi termasuk checker CCP detektor logam, merupakan orang bertanggung jawab dalam pemeriksaan produk. Hanya orang yang dianggap memiliki kompetensi baik yang boleh ditempatkan pada posisi tersebut. Untuk memenuhi klausul 7.1.2, sejak akhir 2011, daftar checker per shift ditempelkan di alat atau area pemeriksaan. Selain nama yang tertera pada daftar checker, tidak boleh melakukan kegiatan pemeriksaanmenggunakan alat misal detektor logam. Bila checker masih baru, dibuatkan aturan main bahwa mereka menggunakan rompi tambahan agar terlihat berbeda dari lainnya. Karyawan baru ini tidak boleh dimasukkan dalam daftar checker dahulu, bila belum lulus uji kompetensi oleh atasan Ketua Regu atau Supervisor pada shift bersangkutan. Bila telah lulus uji kompetensi, maka checker akan dimasukkan ke dalam daftar checker.Perlu dilakukan beberapa perbaikan terkait aturan dan mekanisme baku soal pembaharuan daftar checker dan kompetensinya mengingat keberadaan petugas checker penting dalam menjaga keamanan dan mutu produk.

C. Pengembangan Manajemen Alergen di PT SSI

Bab C penelitian ini membahas kajian mendalam tentang manajemen alergen yaitu terkait penetapan areaatau tahapan dimana adarisikokontaminasi alergen, pengendalian serta pengelolaannya. Alergen merupakan senyawa penyebab alergi yang ditandai dengan terlepasnya bahan kimia selular seperti histamin oleh antibodi, yang dapat terjadi dalam beberapa menit sampai satu jam setelah mengkonsumsi. Reaksi alergi dimediasi oleh immunoglobulin E atau IgEAFGC 2007. Reaksi alergi merupakan reaksi hipersensitif yang dimulai dari mekanisme imunologi Mills et al. 2004. Reaksi alergi bervariasi mulai dari yang ringan seperti gangguan pada kulit sampai menimbulkan anafalitik hebat yang berakibat pada kematian AFGC 2007. Alergi merupakan respon imunologi yang abnormal terhadap suatu makanan atau komponen makanan dan biasanya adalah selalu berupa protein Taylor 2006. BRC isu 6 klausul 5.2 tentang Manajemen Alergen serta klausul-klausul terkait lainnya seperti klasul 2.2.1, 2.7.1, 4.14.1 digunakan sebagai pedoman utama dalam pelaksanaan manajemen alergen di PT SSI. Pada penelitian dilakukan kajian kesesuaian implementasi manajemen alergen di PT SSI dan selanjutnya ditetapkan rekomendasi untuk perbaikan dan pengembangan manajemen alergen di PT SSI dalam rangka pemenuhan persyaratan-persyaratan pada klausul BRC isu 6. Titik pengaturan dalam manajemen alergen di suatu perusahaan meliputipelatihan dan pengawasan, sumber dan tempat penyimpanan bahan baku, jadwal produksi, desain peralatan dan pabrik, proses produk termasuk pembersihan dan rework, pelabelan dan pengendalian paska produksi AFGC 2007. Alergen sebagai pencetus alergi bukanlah tergantung dari segi jumlah sedikit atau banyak. Bagi konsumen penderita alergi, walaupun mengkonsumsi alergen dalam jumlah yang sangat sedikit saja masih dapat mengakibatkan reaksi alergi yang parah Taylor 2006. Semua pengaturan dalam manajemen alergen utamanya bertujuan mengendalikan bahaya alergen, agar tidak terjadi kontaminasi silang dari produk dengan alergen ke produk lainnya. Pada penelitian ini dikaji penerapan manajemen alergen yang dilakukan di PT SSI mulai dari tahap pengembangan produk; pembelian, transportasi dan penyimpanan bahan baku; produksi termasuk penggunaan rework; pelabelan dan pengemasan material; pembersihan dan sanitasi, serta pelatihan dan pendidikan karyawan. Setiap perusahaan memiliki operasional yang unik, namun kesuksesan manajemen alergen dapat dikelompokkan menjadi lima kategori yaitu meliputi fungsi administratif dan manajemen, pengawasan untuk meminimalkan potensi kontak silang, manajemen work-in-process wip dan rework, praktek sanitasi yang efektif, dan program pengendalian label Stone dan Yeung 2010. BRC isu 6 mensyaratkan perusahaan memiliki suatu sistem manajemen alergen yang maju untuk mengurangi bahaya alergen dan memenuhi persyaratan pelabelan. PT SSI sendiri telah menerapkan manajemen alergen, menggunakan prinsip kajian risiko dalam HACCP. Di dalam HACCP, kepercayaan dapat diperoleh dengan penerapan prerequisite programmes. Contoh pengembangan sistem keamanan alergen dari hal-hal umum yang terkait proses pengolahan pangan misal jaminan mutu pemasok dan sanitasi adalah dengan desain label atau kemasan, khususnya informasi terkait komposisi bahan baku seperti yang disyaratkan oleh undang-undang. Hal ini untuk menjamin semua produk menggunakan label yang benar Kerbachet al. 2010. C.1. Penetapan Potensi Kandungan Alergen dalam Produk Pada klausul 5.2.1 disyaratkan bahwa “Perusahaan hendaknya melakukan kajian bahan baku untuk menetapkan keberadaan dan lingkungan yang terkontaminasi alergen. Termasuk kajian spesifikasi RM, dan jika diperlukan, meminta tambahan informasi dari pemasok, misal dengan kuisioner untuk mengetahui status alergen dari RM, komposisinya dan pabrik yang memproduksinya”. Selanjutnya klausul 5.2.2 berbunyi “Perusahaan hendaknya mengidentifikasi dan mendaftarkan semua bahan yang mengandung alergen. Ini termasuk RM, bahan penolong, produk antara dan produk jadi serta semua bahan dan produk baru. Berdasarkan BRC isu 6 yang termasuk 14 jenis alergen yang diatur oleh EU sesuai Directive 2006142 EC 22 December 2006 amandemen dari Directive 200013EC, yaitu: 1. Serealia yang mengandung gluten gandum, rye, barley, oats, spelt kamut atau jenis hibridisasinya dan produk turunannya. 2. Crustaceans dan produk turunannya. 3. Telur dan produk turunannya. 4. Ikan dan produk turunannya. 5. Kacang tanah dan produk turunannya. 6. Kedelai dan produk turunannya. 7. Susu dan produk turunannya. 8. Kacang-kacangan: almondAmygdalus communis L, hazelnut Corylus avellana, walnut Juglans regia, cashew Anacardium occidentale, pecan Carya illinoinesis Wangenh. K Koch, brazil Bertholletia excelsa, pistachio Pistacia vera, macadamia dan Queensland Macadamia ternifolia dan produk turunannya. 9. Seledri dan produk turunannya. 10. Lupin dan produk turunannya. 11. Moluska dan produk turunannya. 12. Mustards dan produk turunannya. 13. Sesame seeds dan produk turunannya. 14. Sulfur dioksida dan konsentasi sulfit lebih dari 10mgkg atau 10mgliter sebagai SO 2 Keempat belas bahan alergen ini menjadi panduan di PT SSI dalam manajemen alergen walau ada perbedaan dengan yang diatur oleh Codex, Food Safety Australia-New Zealand Australia, atau Food Drugs Administration Amerika. Hal ini dengan mempertimbangkan 14 macam alergen lebih besar jumlahnya dibandingkan dengan yang dicakup oleh Codex 8 macam alergen, FSANZ 9 macam alergen atau FDA 8 macam alergen. Pertimbangan bahwa SSI tersertifikasi BRC juga menjadi alasan menggunakan 14 macam alergen tadi dalam manajemen alergen. Dalam pelabelan alergen untuk produk yang akan dijual ke negara tertentu tetap menggunakan aturan pada negara tujuan ekspor terkait. Berdasarkan 14 alergen tadi selanjutnya dibuat suatu kajian keberadaan alergen dalam bahan baku dan produk wafer, seperti yang dapat dilihat pada Tabel 21. Status alergen dalam suatu bahan baku atau raw materials RM ditetapkan berdasarkan informasi komposisi yang tercantum pada dokumen Spesifikasi bahan. Setiap pemasok hendaklah melengkapi Spesifikasi bahan dengan komposisi dan proses pembuatan produk. Setiap pemasok bahan juga harus mengisi sebuah Kuisioner yang berisikan pertanyaan-pertanyaan terkait status alergen pada bahan baku. Kuisioner yang telah diisi pemasok dikembalikan ke PT SSI untuk dikaji lebih lanjut. Kuisioner ini dapat membantu mengidentifikasi keberadaan alergen yang tersembunyi pada RM. Kajian keberadaan alergen dilakukan termasuk terhadap semua bahan tambahan food additives atau bahan penolong processing aids yang digunakan. Kuisioner juga wajib diisi untuk semua pemasok alternatif atau bahan baku baru. Kajian keberadaan alergen dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti survey inspeksi, audit fasilitas, pengujian dan analisa produk, serta pengujian kesesuaian spesifikasi. Apapun teknik kajian yang digunakan hendaknya mampu memastikan bahwa tidak ada bahan baku yang mengandung alergen yang tidak disebutkan dan semua alergen dalam bahan baku dinyatakan dengan jelas Stone dan Yeung 2010. Pada Tabel 21 dapat dilihat ada beberapa bahan baku berpotensi mengandung alergen yaitu dari kandungan proteinnya. Bahan baku itu adalah adalah atepung terigu yaitu mengandung alergen Tri a 19 atau Tri a Bd 36K; bsusu bubuk, whey, krimer susu dan krimer nabati yang mengandung alergen alphabeta-caseins, beta-lactoglobulins, serum albumin, atau transferins; clesitin kedelai yang mengandung alergen dari protein glycinin subunits atau Gly m 4, dtepung telur mengandung bahan alergen dari protein lysozymes, transferins Gal d 3, ovomucoids Gal d 1 dan ovalbumins Gal d 2; dan epasta hazelnut yang mengandung alergen protein Cor a 4, 8, 9 atau 104 Breineder 2006. Dari Tabel 21 ini juga dapat dilihat bahwa semua wafer menggunakan bahan baku tepung terigu, susu, lesitin kedelai, dan telur. Khusus wafer chocolate-hazelnut juga menggunakan bahan hazelnut yang mengandung alergen dari protein kacang. Karena pada label produk, semua bahan yang mengandung alergen yaitu tepung terigu, susu, telur, dan lesitin kedelai telah dicantumkan secara jelas dalam komposisi, sedangkan hazelnut belum, maka bahaya alergen yang masih harus dikendalikan adalah pada pasta hazelnut dan produk wafer chocolate-hazelnut. Tabel 21 Kajian keberadaan bahan alergen pada bahan baku dan formulasi produk wafer stik PT SSI No Bahan baku Bentuk Kategori alergen Wafer Keterangan S er ea lia a C ru st ac ea n T el u r Ik an K ac an g t an ah K ed el ai S u su K ac an g b S el ed er i L u p in Mo lu sk a M u st ar d Wje n S u lf it 1 p p m C o kl at V an ila C ap p u cc in o S tr aw b er i C h o co la te M in t C h o co la te -h az el n u t 1 Gula Butiran √ √ √ √ √ √ 2 Tepung Terigu Bubuk √ √ √ √ √ √ √ Alergen teridentifikasi 3 Minyak Sawit Cairan √ √ √ √ √ √ 4 Pati Jagung Bubuk √ √ √ √ √ √ 5 Tepung Beras Bubuk √ √ √ √ √ √ 6 Coklat Bubuk √ √ √ √ √ √ 7 Maltodekstrin Bubuk √ √ √ √ √ √ 8 Susu Bubuk Bubuk √ √ √ √ √ √ √ Alergen teridentifikasi 9 Whey Bubuk √ √ √ √ √ √ Alergen teridentifikasi 10 Krimer Nabati Bubuk √ √ Alergen teridentifikasi 11 Garam Butiran √ √ √ √ √ 12 Lesitin Kedelai Pasta √ √ √ √ √ √ √ Alergen teridentifikasi 13 Tepung telur Bubuk √ √ √ √ √ √ √ Alergen teridentifikasi 14 Pewarna karamel sulfit 10ppm Pasta √ √ √ √ √ 15 Pewarna Allura Red 40 Bubuk √ 16 Kopi Bubuk √ 17 Flavor Vanilla Cairan √ 18 Flavor Cappuccino Cairan √ 19 Flavor Mint Cairan √ 20 Flavor Strawberi Cairan √ 21 Pasta hazelnut Pasta √ √ Alergen teridentifikasi 22 Flavor hazelnut Cairan √ a Serealia yang mengandung gluten dan produknya, yaitu gandum, rye, barley, oats, dan keturunan yang dihibridisasi b Tree nuts adalah kacang almond, kacang mede cashew, brazil nuts, cashews, chestnuts, kacang hazelnut, hickory nuts, macadamia nuts, pecans, pipe nuts, pistachios, dan walnuts FSA 2011 Banyak isu terkait status alergen dari lesitin kedelai. Lesitin kedelai merupakan produk sampingan dari pembuatan minyak kedelai, yang dipakai luas di industri makanan, farmasi, kosmetik, dan lainnya sebagai emulsifier. Kandungan protein pada lesitin kedelai berkisar dari 100-1400ppm. Muller et al. melakukan studi yang menunjukkan bahwa separuh dari responden penderita alergi-kedelai, bereaksi dengan lesitin komersial yang masih mengandung residu protein kedelai. Lesitin terbuat dari berbagai sumber yaitu telur, kedelai, jagung, dan lainnya. Lesitin kedelai berpotensi menjadi alergen tersembunyi yang tidak disadari. Aturan pelabelan di Eropa, Amerika Serikat dan Kanada, mewajibkan mencantumkan sumber lesitin jika merupakan produk turunan dari salah-satu bahan alergen utama Boye et al. 2010. Harus dipastikan agar hazelnut dan wafer chocolate-hazelnut tidak sampai mengkontaminasi bahan atau produk lainnya, termasuk produk antara yaitu krim chocolate-hazelnut dan produk work-in-proces wip produk wafer chocolate- hazelnut. Kajian keberadaan bahan yang mengandung alergen ini selanjutnya akan dijadikan sebagai dasar kajian manajemen alergen selanjutnya. C.2. Tahap Transportasi dan Penyimpanan Bahan Baku QC Incoming melakukan pemeriksaan soal kondisi barang serta kondisi kendaraan pengangkut bahan tersebut. Harus dipastikan kondisi kendaraan bersih, tidak berbau menyengat, tidak bocor, tidak ada serangga atau tanda infestasi serangga, serta khusus untuk minyak, maka wajib dilengkapi seal pada tangki minyak. Hasil pemeriksaan kendaraan dituliskan dalam form Incoming RM Report. Pemeriksaan mengacu pada Spesifikasi RM, termasuk soal kondisi kendaraan angkutan. Beberapa pemasok tidak menggunakan kendaraan sendiri untuk pengangkutan ke konsumen tetapi lewat ekspedisi. Dari hasil pemeriksaan barang datang, jika ditemukan RM dalam kondisi sobek atau tidak utuh misal karena benang penutup karung copot atau lepas, maka RM tersebut akan ditolak dan dikembalikan. Pemeriksaan kondisi barang dan kondisi kendaraan angkutan merupakan salah satu cara mencegah kontaminasi produk dari bahan alergen yang tidak diketahui. Setelah RM lulus tahap pemeriksaan, RM disimpan di gudang RM. Di PT SSI berlaku prosedur bahwa semua RM yang masuk harus dilengkapi dengan Label Release, yang berisikan kode RM, kode lot RM, jumlah dan pemeriksa QC Incoming. Khusus untuk pasta Hazelnut diberi Label Release Alergen berwarna biru. Hal ini untuk menandakan adanya perbedaan pasta hazelnut dengan RM lainnya. Bahan baku lain biasanya ditempel dengan label Release berwarna hijau. Pasta hazelnut berbentuk cairan kental, yang terbuat dari hazelnut yang digiling halus. Bahan alergen, idealnya disimpan di lokasi tersendiri, dengan akses terbatas, atau diberi identitas jelas sebagai penanda alergen seperti penutup dengan warna khusus, palet khusus atau tanda unik lainnya Stone dan Yeung 2010. Bentuk fisik bahan baku yang mengandung alergen harus dipertimbangkan dalam manajemen, seperti yang disyaratkan dalam klausul 5.2.3. Bentuk pasta hazelnut yang berupa cairan kental dan kemasan tertutup rapat, memiliki potensi sangat kecil mengontaminasi produk lainnya selama penyimpanan. Hal ini menjadi pertimbangan untuk tidak menempatkan bahan alergen dalam ruangan tersendiri yang tepisah secara fisik. Pasta ditempatkan pada area khusus yaitu di salah pojok ruangan di cool room yang dibatasi dengan rantai dari area sekitar. Area khusus tadi diberi tulisan “area bahan alergen” yang ditempel di dinding. Penyimpanan RM dilakukan sesuai SOP Penyimpanan RM. Sebagian RM disimpan pada suhu ruang, sedang RM lain yang sensitif terhadap suhu misal flavor, pasta, pewarna disimpan di cool room suhu 18 – 22 C. Pasta hazelnut disimpan di cool room sesuai dengan rekomendasi pemasok. Kerusakan lemak yang sering terjadi adalah timbulnya ketengikan, hasil dari reaksi kimia pada lemak. Penyimpanan dalam suhu dingin berguna untuk mengurangi kerusakan bahan pangan berlemak agar tahan dalam waktu lebih lama. Komponen trigliserida hazelnut tersusun dari asam lemak jenuh dan tidak jenuh Ketaren, 1986. Suhu penyimpanan lemak atau minyak yang tinggi dapat menginisiasi reaksi autooksidasi. Oksidasi lemak adalah satu reaksi kimia yang melibatkan ikatan rangkap pada rantai karbon, yang dipicu oleh adanya oksigen, enzim peroksidase, radiasi cahaya, dan ion metal polivalen. Apabila lemak yang mengandung asam lemak tidak jenuh R-H teroksidasi oksigen dan dipicu oleh adanya panas maka ikatan rangkap yang terdapat pada asam lemak tidak jenuh akan terputus dan oksigen menjadi bagian dari molekul. Reaksi kimia selanjutnya berupa reaksi pembentukan radikal bebas baru oleh peroksida sebagai hasil reaksi oksidasi maka reaksi oksidasi lemak ini bersifat autooksidasi Kusnandar 2010. C.3. Tahap Penyiapan per – batch Tahap penyiapan per-batch adalah penimbangan semua bahan berdasarkan formula krim dan adonan, dan selanjutnya bahan-bahan disatukan di palet sesuai kelompoknya. Proses yang terkait dengan penanganan alergen adalah saat penimbangan bahan untuk krim chocolate-hazelnut, karena menggunakan pasta hazelnut. Penimbangan pasta hazelnut hanya boleh menggunakan peralatan khusus untuk alergen hazelnut, meliputi, sendok, mangkok, dan batang pengaduk. Pada peralatan diberi tanda khusus bertuliskan “alergen”, dengan cara dikerik. Peralatan-peralatan tadi disimpan dalam suatu kotak plastik khusus berlabel alergen. Penandaan peralatan khusus alergen dan penyimpanan peralatan khusus alergen bertujuan agar tidak terpakai saat persiapan bahan lainnya, yang dapat mengakibatkan kontaminasi silang dari bahan alergen. Kotak penyimpanan peralatan alergen juga ditempatkan di area khusus alergen di cool room. Penimbangan hanya boleh dilakukan di area preparasi dan tidak boleh di area lain termasuk di area cool room, sesuai prosedur preparasi RM. Hal ini bertujuan untuk mencegah kontaminasi silang dari RM yang mengandung alergen. Bahan- bahan yang sudah ditimbang, selanjutnya disatukan dalam suatu palet sesuai formulanya. Pada setiap palet tersebut dituliskan nama krim yang sesuai. Hal ini untuk mencegah kesalahan pemakaian bahan. Namun saat ini belum ada label khusus untuk identifikasi alergen pada palet bahan-bahan per-batch yang telah ditimbang untuk krim chocolate-hazelnut. Padahal ini perlu dilakukan untuk memberikan peringatan kepada karyawan yang akan menggunakan bahan alergen tersebut dan mengurangi potensi kontaminasi silang dari bahan alergen. Pelabelan dan identitas alergen seperti yang disyaratkan dalam klausul 5.2.4 serta pengendalian label alergen pada produk yang diproses, disimpan dan didistribusikan dalam fasilitas pabrik adalah hal penting dalam manajemen alergen Stone dan Yeung 2010. Direkomendasikan juga pengaturan lokasi palet bahan. Kadangkala ditemukan palet diletakkan sangat rapat antara satu dengan lainnya. Oleh karena itu perlu diatur dan ditetapkan prosedur, agar ada jarak tertentu antara bahan dengan alergen dan lainnya untuk mengurangi potensi kontaminasi silang dari bahan yang mengandung alergen. C.4. Tahap Proses Produksi Bahan-bahan yang telah siap ditimbang untuk pembuatan krim chocolate- hazelnut selanjutnya dibawa ke area ball mill mixer dan diaduk di ball mill mixer. Krim yang dihasilkan lalu dibawa ke oven, menggunakan tangki transfer krim, untuk kemudian dituang ke tangki krim di oven. Krim dipompakan kedalam gulungan wafer stik dan dihasilkan wafer chocolate-hazelnut. Wafer kemudian ditimbang manual per kemasan dan ditransfer melewati conveyor oven ke area pengemasan. Telah disebutkan sebelumnya bahwa dari Tabel 21 dapat dilihat bahwa bahaya alergen yang masih harus dikendalikan adalah pada pasta hazelnut dan produk wafer chocolate-hazelnut. Hal ini disebabkan karena pada label produk, semua bahan yang mengandung alergen yaitu tepung terigu, susu, telur, dan lesitin kedelai telah dicantumkan secara jelas dalam komposisi, sedangkan hazelnut belum disebutkan. Berdasarkan kajian keberadaan bahan yang mengandung alergen selanjutnya ditetapkan prosedur-prosedur terkait penanganan alergen yaitu penetapan lini produksi, mesin dan peralatan terkait untuk penanganan bahan alergen, isu pencegahan kontaminasi silang alergen, penanganan produk semi jadi krim dan wip produk alergen, penetapan area penyimpanan produk, prosedur pembersihan dan sanitasi setelah produksi dengan bahan alergen, dan penetapan jadwal produksi. Pada rencana HACCP PT SSI disyaratkan klausul 5.2.3, menunjukkan bahwa bahaya dari bahan yang mengandung alergen hazelnut teridentifikasi pada beberapa titik tahapan proses. Pada area ball mill mixer adalah pada proses pengadukan krim, melewatkan krim di magnetic trap dan pengayakan krim, serta proses tranfer krim dari ball mill mixer ke area oven. Pada area oven adalah pada mesin dan peralatan yang terkait krim selang, nozzle, pompa krim, pemotongan wafer, penimbangan produk, dan proses transfer produk conveyor. Di area pengemasan adalah pada saat kemasan produk direkatkan pada horizontal sealer. Beberapa titik yang berpotensi terjadinya bahaya dari bahan alergen tadi adalah disebabkan karena proses, mesin dan peralatan masih digunakan secara bersama-sama antara produk alergen hazelnut dan non-alergen. Tidak ada lini proses yang didedikasikan sepenuhnya untuk produksi dengan bahan alergen. Dedicated process line mampu mencegah kontaminasi silang produk alergen dalam suatu perusahaan. Dedicated equipment akan membutuhkan pembersihan yang jauh lebih sedikit Burrows 2010. Dedicated system merupakan cara paling efektif dalam pengendalian kontaminasi silang alergen. Sistem pemrosesan yang berdedikasi ini dapat dilakukan dalam berbagai bentuk. Salah satu aplikasinya adalah seluruh bagian dari fasilitas dibuat tersendiri untuk produksi produk yang mengandung alergen. Tidak ada lini proses di bagian tadi yang memiliki hubungan silang ke lini lain di pabrik. Bentuk lainnya adalah dengan penetapan lini produksi tertentu dan pemisahan peralatan untuk produk produk yang mengandung alergen. Lini proses lain untuk produk yang tidak mengandung alergen ditutup, tetapi tidak ada penghubung fisik atau peralatan yang dipakai bersama antara lini proses tadi Stone dan Yeung 2010. Di PT SSI pengaturan dilakukan dengan menetapkan mesin ball mill mixer, oven dan lini produksi nomor-nomor tertentu saja yang boleh digunakan untuk produksi alergen. Hal ini dilakukan untuk memudahkan pengaturan, memudahkan pembersihan dan mengurangi risiko kontaminasi silang. Mesin dan peralatan yang ada tidak sepenuhnya didedikasikan untuk produksi alergen, jadi masih digunakan bersama untuk produksi non-alergen. Pengendalian pada tiap mesin atau lini produksi tadi, dipasang tanda yang menunjukkan bahwa alergen boleh dijalankan di mesin atau lini tersebut. Sebelumnya pemilihan mesin ball mill mixer, telah dilakukan kajian internal untuk melihat ada tidaknya potensi krim akan terciprat keluar saat proses pengadukan di mixer dan potensi mengkontaminasi area sekitarnya. Mesin dilengkapi dengan pengaduk yang berputar pada kecepatan tertentu, untuk menghasilkan krim akhir yang rata atau homogen. Dari kajian didapatkan hasilnya, bahwa bila mesin mixer tertutup, maka tidak ada krim yang terciprat keluar atau sampai mengenai mixer di sebelahnya yang mungkin sedang digunakan untuk mengaduk krim selain chocolate-hazelnut. Antara mixer yang satu dengan terpisah dengan jarak tertentu. Dari hasil pengamatan tersebut diputuskan tidak perlu adanya pemisahan fisik atau area tersendiri untuk produksi alergen, namun tetap dilakukan pengendalian dengan penutupan mesin saat proses pengadukan serta pemberian identitas alergen pada mesin. Ball mill mixer yang digunakan untuk mengaduk krim chocolate-hazelnut tidak ditempatkan di area terpisah. Ada 2 buah ball mill mixer dari 8 unit yang tersedia ditetapkan sebagai mixer yang hanya boleh untuk mengaduk krim chocolate-hazelnut. Kajian serupa juga dilakukan pada area oven. Krim atau produk pada suatu oven tidak sampai mencemari oven atau lini proses di sekitarnya. Antara lini proses yang satu dengan yang lain terpisah cukup jauh. Pengendalian pada area ini dilakukan dengan mengatur bahwa hanya oven-oven pada salah-satu lini proses yang diperbolehkan untuk produksi alergen, yang ditandai dengan identitas berupa penempelan tanda “untuk produksi alergen”. Prosedur dalam SOPWI terkait dibuat sedemikian rupa sehingga mampu mencegah terjadinya kontaminasi silang. Menurut Stone dan Yeung 2010, bila tidak ada pemisahan produksi alergen secara fisik atau tertutup sepenuhnya, maka prosedur dan pengawasan ketat diperlukan untuk menciptakan pengendalian yang sesuai. Banyak perusahaan besar tidak menginginkan mengembangkan pasar untuk konsumen alergen karena pasarnya yang kecil dan biaya yang harus dikeluarkan untuk membangun fasilitas terpisah tadi Burrows 2010. PT SSI tidak menerapkan sistem dedikasi lini proses untuk alergen sepenuhnya dengan mempertimbangkan pasar produk chococolate-hazelnut masih mampu dipenuhi dari lini proses produksi yang ada. Varian wafer rasa coklat, vanila dan cappuccino masih lebih diminati dibandingkan rasa lainnya termasuk chocolate- hazelnut. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan bila nantinya permintaan pasar terhadap produk chocolate-hazelnut terus meningkat dan melebihi kapasitas produksi, maka perusahaan akan memiliki sistem dedikasi produksi alergen yang sepenuhnya. Peralatan pendukung produksi berupa saringan krim, tangki transfer krim, solet plastik dan tangki krim oven untuk krim chocolate-hazelnut atau produk chocolate-hazelnut ditemukan masih dipakai bersama dengan produk lainnya. Tidak ada alat pendukung yang didedikasikan khusus untuk produksi alergen. Dari penelitian ini didapatkan peralatan pendukung tadi belum memiliki identifikasi atau penandaan khusus untuk alergen. Oleh karena itu