Gambaran Umum Gaharu TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran Umum Gaharu

Kata gaharu berasal dari bahasa Melayu yang artinya harum, ada juga yang mengatakan bahwa kata gaharu berasal dari bahasa Sansekerta arguru yang berarti kayu berat dapat tenggelam. Gaharu merupakan hasil dari jenis kayu tertentu yang terdapat dalam hutan. Dengan kata lain gaharu atau gubal juga sering disebut sebagai aloeswood, englewood, agarwood yang merupakan substein aromatik berupa gumpalan dan padatan berwarna coklat muda sampai coklat kehitaman yang terbentuk pada lapisan dalam dari kayu tertentu Susilo 2003. Pohon penghasil gaharu mencapai tinggi sampai 40 m dan diameter lebih dari 60 cm, dengan ciri batang yang lurus, bulat tidak berbanir, kulit batang halus, coklat keputih-putihan. Tajuknya bulat, lebat dengan percabangan yang horizontal. Daunnya tunggal, berseling, tebal, berbentuk jorong sampai jorong lanset. Permukaan bawah daunnya kadang-kadang berbulu halus, perbungaan berbentuk payung, bercabang, tumbuh pada ketiak daun, bunganya kecil berwarna hijau atau kuning kotor. Jenis ini tersebar dari India, Birma dan Malaysia Semenanjung Malaya, Filipina, Sumatera sampai Kalimantan bagian Timur dan Utara, dan Papua. Tempat tumbuhnya adalah hutan primer tanah rendah, dengan ketinggian sampai kira-kira 300 m dpl LIPI 1980. Gaharu merupakan bagian dari kayu atau akar dari jenis tumbuhan tertentu yang telah mengalami proses perubahan kimia dan fisika akibat terinfeksi oleh sejenis jamur. Oleh karena pembentukannya hanya terjadi jika terkena infeksi jamur, maka tidak semua jenis penghasil gaharu mengandung gaharu Nassendi Mas’ud 1996. Pohon yang mengandung gaharu adalah pohon yang sudah terinfeksi jamur, yang memiliki ciri pohon yang mati, daun menguning, ranting bengkak berbintik-bintik sepanjang batang dan cabang, serta ditandai kulit yang sangat kering. Barden et al. 2009. Tanaman gaharu termasuk tanaman hutan yang menghasilkan gubal bernilai ekonomi tinggi. Penghasil gaharu dikenal dari genus Aquilaria, Aetoxylon, Enskleia, Gonystylus, Wikstroemia, Girynops, Dalbergia dan Exoccaria. Sampai saat ini dikenal 16 jenis pohon penghasil gaharu. Beberapa di antaranya yang dikenal di Indonesia adalah: A. malaccensis karas, A. hirta gaharu, A. microcorpa, A. beccariana, A. filarial, A. cumingiani, Enklea malaccensis, Gonystylus bancanus kayu ramin, G. macrophyllus, W. androsalmifolia, Gyrinops verstegii, G cumingiani . Di samping terdapat beberapa jenis tanaman gaharu yang berpotensi sebagai penghasil gaharu ada juga gaharu yang belum banyak dikenal masyarakat yaitu: Aetoxylon sympetalum, W. polyantha dan W. tenuiramis. Secara alami gaharu terbentuk akibat serangan jamur yang masuk ke dalam kayu melalui bagian-bagian batang yang rusak atau dahan-dahan yang rusak. Proses pembentukan gaharu pada pohon biasanya ditandai oleh terbentuknya garis-garis sejajar sumbu batang, berwarna merah sampai coklat sampai kehitam- hitaman pada jaringan batang. Selain itu, upaya pembentukkan gaharu biasa dilakukan secara buatan. Salah satunya teknologi yang digunakan untuk mempercepat terbentuknya gaharu adalah dengan inokulasi cendawan pembentuk gaharu Siran Nina 2004. Nakanishi dan Ishihara 1991 dalam Susilo 2003 mengatakan bahwa ada beberapa macam zat penting yang terkandung dalam gubal gaharu adalah -Agarofuran, Nor-ketoagarofuran, --10-Epi-y-eudesmol, Agarospirol, Jinkohol eremol, Kusunol, Dihydrokaranone, Jinkohol II, serta Oxo agarospirol , selain zat penting tersebut juga terdapat senyawa yang penting di dalam gaharu. Terdapat lebih kurang 17 macam senyawa, antara lain noroxoagarofuran, agarospirol, 3,4- dihydroxy-dihydroagarufuran, p-methoxy-benzylacetone dan aquillochin Susilo 2003. Menurut Mandang dan Bambang 2002, gaharu dari jenis A. malaccensis, G. verteeghii, A. sympetalum, G. bancanus dan G. macrophylus, mempunyai persamaan ciri jari-jari dan pembulu: kelima jenis kayu gaharu ini sama-sama mempunyai serat dengan noktah halaman yang tegas pada bidang radial dan cenderung 2 baris; jari-jari umumnya satu seri, serta noktah antar pembuluh berukuran kecil, 4-7 mikron. Masih banyak permasalahan yang dihadapi mulai dari pelestarian jenis, cara pemungutan dan cara penentuan kualitas. Terutama masalah cara pemungutan gaharu hingga saat ini masih dilakukan dengan cara cincang yaitu dengan mencincang bagian pohon yang diduga mengandung gaharu. Cara ini memerlukan banyak tenaga, waktu dan biaya. Dilain pihak hasil yang didapat terkadang tidak sesuai dengan apa yang telah dilakukan dan bahkan tidak ditemukan gaharu pada pohon tersebut, sehingga menyebabkan punahnya jenis tumbuhan penghasil gaharu tersebut Yusliansyah 1997.

2.2 Sistem Perdagangan Gaharu